Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“Teori Belajar Sosial Kognitif”

Dosen Pengampu:
Senja Wardani, M.Pd

Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
M Danu Setiawan (2323230026)

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr, Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas makalah yang berjudul “Teori Belajar Sosial Kognitif”. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih Ibu Senja Wardani, M.Pd yang telah
membimbing penulis sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusun an tugas makalah ini. Penulis menyadari, makalah
yang penulis buat ini masih jauh dari kata sempurana. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.

Bengkulu, April 2024

M Danu Setiawan
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Sosial Kognitif............................... 3
B. Model Pembelajaran Observasional........................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar merupakan suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara berkelanjutan. Menurut pengertian tersebut, jelaslah
bahwa kegiatan belajar dapat berlangsung sepanjang waktu dalam hidup
individu. Ketika individu belajar, terjadi sebuah proses yang sangat kompleks
pada dirinya. Hasil dari belajar sendiri memberi pengaruh yang relatif
permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh
melalui pengalaman selama di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya
seseorang yang belajar naik sepeda, ketika selesai belajar maka ia akan
memiliki keterampilan bersepeda sepanjang hidupnya. Setiap individu
mempelajari berbagai macam hal, dari hal-hal kecil, seperti belajar untuk bisa
naik sepeda sampai mempelajari hal-hal besar seperti belajar agar bisa menjadi
seorang pilot. Individu dapat melakukan kegiatan belajar dimana saja dengan
berbagai macam cara. Namun pada umumnya orang tua pasti memasukkan
anak-anaknya pada lembaga-lembaga tertentu untuk menunjang pembelajaran
yang efektif untuk anak mereka. Salah satu lembaga utama yang menunjang
pembelajaran individu secara efektif dan yang paling umum dilakukan semua
orang adalah di sekolah.
Pada dasarnya semua orang pasti setuju bahwa salah satu fungsi penting
dari sekolah adalah membantu murid untuk belajar. Namun, setiap orang juga
mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai cara yang dianggap
efektif untuk mendidik. Tidak ada kesepakatan utama mengenai cara mendidik
yang terbaik. Di dalam Psikologi pendidikan sendiri, proses pembelajaran
dijadikan sebagai fokus utama. Terdapat bererapa pendekatan dalam Psikologi
Pendidikan yang digunakan untuk mengetahui cara belajar yang efektif agar
pembelajaran dapat mengarahkan individu kearah yang lebih baik secara
optimal.
Agar suatu pembelajaran dapat berjalan dengan lebih efektif dan
memberi dampak yang baik bagi individu, maka pendidik perlu memahami
teori-teori yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam proses pembelajaran.
Salah satu teori pembelajaran yang dapat digunakan adalah teori kognitif sosial
(social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyebutkan bahwa
faktor sosial, kognitif, dan faktor perilaku memainkan peran penting terhadap
pembelajaran. Jadi, menurut teori ini keadaan sosial dimana individu tinggal,
kepercayaan-kepercayaan tertentu dapat memengaruhi hasil belajar.
Selanjutnya, di bawah ini kami akan membahas lebih dalam mengenai teori
kognitif sosial (social cognitive theory), sebuah teori yang mengupas perspektif
yang dapat membantu kita memahami apa dan bagaimana orang belajar dengan
mengamati orang lain dan bagaimana dalam proses itu, seseorang dapat
mengendalikan perilakunya sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan prinsip-prinsip dasar teori belajar sosial kognitif ?
2. Bagaimana model pembelajaran observasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar teori belajar sosial kognitif .
2. Untuk mengetahui model pembelajaran observasional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Sosial Kognitif


Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan
baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Albert Bandura lahir di kanada pada tahun 1925. Ia
memperoleh gelar doktornya dalam bidang psikologi klinis dari University of
lowa di mana arah pemikirannya di pengaruhi oleh tulisan Miller dan Dollard
(1941) yang berjudul Social Learning And Imitation. Penamaan baru dengan
nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide
pokok dari pemikiran Bandura juga merupakan pengembangan dari ide Miller
dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa
publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-
faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses
belajar sosial.1
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial.
Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-
aturan, keterampilan-keterampilan, strategistrategi, keyakinan-keyakinan, dan
sikap-sikap. Individu-individu juga melihat modelmodel atau contoh-contoh
untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian prilaku-prilaku akibat dari prilaku
yang di modelkan, kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan
tentang kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka.2
Teori pembelajaran sosial kognitif dapat menciptakan suatu pembelajaran
ketika seseorang dapat mengamati dan dapat meniru perilaku yang dialami oleh
orang lain. Dengan kata lain, informasi yang diterima tersebut dengan cara

1
Albert Bandura, Social Learning Through Imitation. (Dalam M.R. Jones (Ed), Nebraska
symposium on motivation, ( Lincoln: University of Nebraska Press, 1962), h.21
2
Dale. H. Schunk, Learning theoris. An Education Perspektif, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), h.161-162
memperhatikan kejadian-kejadian yang didapat dari lingkungan sekitar tempat
individu berada.
Prinsip mendasar dari teori pembelajaran sosial kognitif ini adalah yang
dipelajari individu terutama dalam pembelajaran sosial dan moral akan terjadi
melalui peniruan atau dikenal dengan istilah imitation dan penyajian contoh
perilaku atau dikenal dengan istilah modeling.
Teori sosial kognitif menurut Bandura memiliki tiga variabel yang saling
berkaitan satu sama lainnya dan saling timbal balik antar variabel tersebut yaitu
personal, perilaku yang dinamakan dengan Determinisme Resiprokal.

Personal

Perilaku (Behavior) Lingkungan (Environment)

Penjelasan dari gambar diatas, diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Faktor Personal Self Regulated Learning
Menurut Bandura dalam Ainiyah yang dimaksud faktor person oleh
Bandura antara lain terutama pembawaan, kepribadian, dan temperamen.
Faktor person memiliki peran yang sangat penting. Dimana Bandura
menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri
(self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif dan mengadakan konsekuensi
bagi tingkah lakunya sendiri. Karena self-regulated learning menjadi
karakteristik yang termasuk dalam kepribadian peserta didik dan menjadi
pedoman dalam mencapai suatu tujuan pendidikan, maka peneliti ini
mengkhususkan self-regulated learning dalam variable personal di bidang
akademik.3

3
Ainiyah, “Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam keluarga”, Jurnal
Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol.1 No.1 (2017), h.94.
Karena, sebagaimana Bandura mendefinisikan self-regulated learning
sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali
aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik,
mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam proses belajar.
Diperkuat oleh Bandura bahwa seseorang berusaha untuk meregulasi diri
(self regulated), maka hasilnya berupa perilaku yang akan berdampak
terhadap perubahan lingkungan dan demikian seterusnya
2. Faktor Lingkungan (Environment) Tingkat Penyesuaian Diri
Bandura menjelaskan dalam memahami perilaku seseorang diperlukan
untuk memahami interaksi seseorang tersebut dengan lingkungannya seperti
lingkungan keluarga, teman sebayanya atau lingkungan masyarakat lain.
Sehingga diperlukan tingkat penyesuaian diri untuk bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat individu berada. Maka, peneliti ini menggunakan
tingkat penyesuaian diri dalam bidang akademik sebagai faktor lingkungan
yang bersumber dari teman sebayanya. Teori belajar sosial menekankan
bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan terhadap orang lain secara
kebetulan, lingkungan itu dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
perilakunya sendiri. Sehingga dibutuhkannya tingkat penyesuaian diri yang
selaras, karena apabila siswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri
dilingkungan sekolahnya yang selaras, maka akan mencapai suatu perilaku
yang dihasilkan berupa prestasi belajar yang akan diraihnya sesuai dengan
tujuannya
3. Faktor Perilaku (Behavior) Prestasi Belajar
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang dilakukan secara terus menerus antara personal,
environment dan behavior. Perilaku seseorang akan terbentuk dengan cara
meniru perilaku di lingkungan sebagai model dan belajar merupakan proses
peniruan yang bisa terjadi sesuai dengan situasi dan tujuannya. Menurut
Harinie dkk, Bandura juga menyatakan bahwa hampir semua fenomena
belajar dihasilkan dari pengalaman langsung terjadi melalui pengamatan
perilaku orang lain (model perilaku). Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut
Bandura hasil belajar itu bukan hanya dilihat dari kognitifnya saja,
melainkan dapat dilihat dari perubahan perilaku yang akan berdampak
terhadap lingkungan tempat individu berada. Sehingga, peneliti
menggunakan prestasi belajar sebagai hasil dari sebuah perilaku
pembelajaran (behavior).4
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsip teori sosial kognitif Bandura ada
tiga variabel yaitu personal, lingkungan dan perilaku. Personal dalam
penelitian ini berkaitan dengan self-regulated learning, lingkungan
(environment) dalam penelitian ini berkaitan dengan tingkat penyesuaian diri
dan perilaku (behavior) dalam penelitian ini berkaitan dengan prestasi belajar.
Ketiga variabel tersebut satu sama lain saling berkaitan dan saling berhubungan
secara terus menerus posisi ini disebut reciprocal determinism (determinisme
resiprokal).
B. Model Pembelajaran Observasional
1. Pengertian Pembelajaran observasional
Pembelajaran observasional adalah pembelajaran yang meliputi
perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan dengan cara mengamati
orang lain. Melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi
kognitif dari pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai
model untuk perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa
banyak dari kebiasaan cara kita menanggapi gaya kepribadian kita telah
dipengaruhi oleh belajar observasional.
Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu, karena
anak-anak tidak melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk mereka
lakukan, melainkan apa yang mereka lihat orang dewasa lakukan. Jika
asumsi Bandura benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk
perilaku siswa mereka dengan perilaku mengajar yang mereka

4
Harinie, Luluk Trie dkk, “Study of the Bandura’s Social Cognitive Learning Theory for
the Entrepreneurship Learning Process”, Social Sciences Vol.6 No.1 (2017), h.3.
demonstrasikan di kelas. Pentingnya model terlihat dalam penafsiran
Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat dari mengamati orang lain:
a. Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru
b. Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan
yang ada
c. Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon yang
tampaknya dilupakan.
2. Cara Memahami Menggunakan Observatioal Learning
Teori belajar sosial menjelaskan manusia belajar dengan
mengobservasi orang lain. Teori ini didasarkan pada fakta bahwa
pengetahuan manusia didapat dari manusia lain. Dengan kata lain, apa yang
kita tahu didasarkan oleh penjelasan yang diberikan orang lain pada kita.
Manusia tentu saja selalu belajar. Dalam hal ini, kita belajar dari orang lain.
Berikut ini cara kita memahami suatu hal menggunakan social learning
theory:5
1. Harapan
Harapan adalah konsep pertama dalam teori belajar sosial.
Harapan, atau ekspektasi, berarti pengetahuan seseorang harus mampu
mewujudkan apa yang ia inginkan dari lingkungan, dan kepercayaannya
terhadap sesuatu harus sesuai dengan kepercayaan lingkungan. Kalau kita
mengacungkan jempol di Indonesia, Korea, atau Jepang, itu menandakan
kita sedang menyatakan setuju, oke, iya, dsb. Namun, kalau kita
mengacungkan jempol di Brazil, itu menandakan kita sedang melecehkan
orang lain secara seksual. Jika Anda melakukan hal tersebut akan salah
kaprah, karena harapan terhadap mengacungkan jempol di Brazil beda
dengan Indonesia. Jadi Anda tidak bisa menggunakannya sebagai tanda
setuju. Mungkin dengan isyarat lain.

5
Elga Yanuardianto, “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis dalam Menjawab
Problem Pembelajaran di MI)”, Jurnal Auladuna Vol.1 No.2 (2019), h.97.
2. Belajar Observational
Belajar observasional berarti seorang individu mendasari
pengetahuannya dengan mengobservasi orang lain di dalam lingkungan.
Seorang individu akan mengenali perilaku orang lain, menyesuaikan
dengan dirinya, lalu menirukan perilaku tersebut di masyarakat. Semua
yang ia ketahui berasal dari perilaku orang-orang di sekitarnya. Misalnya,
kata “pantek”. Kata pantek, di beberapa kota diartikan sebagai
pengeboran manual untuk gali sumur. Di beberapa kota di Sumatera,
pantek diartikan sebagai makian. Seorang dari Sumatera mungkin akan
kaget mendengar kata pantek disebut begitu saja di masyarakat. Namun,
bila dia mengobservasi dengan benar, dia akan sadar bahwa kata itu
punya makna yang berbeda.
3. Kapabilitas behavioral
Kapabilitas Behavioral merujuk pada fakta bahwa pengetahuan
seseorang diperlukan untuk mempengaruhi perilakunya. Selagi perilaku
orang lain mungkin dapat mempengaruhi seseorang, perilaku seseorang
tersebut tidak akan terpengaruh sampai seseorang tersebut tau/sadar.
Barulah saat sadar, seseorang bisa mengubah perilaku agar diterima
masyarakat. Seorang anak mungkin tidak sadar bahwa berteriak di dekat
orang tua tidak sopan, sampai seseorang menegurnya. Kalau tidak
mendapat respon negatif, tentu dia akan terus melakukannya karena anak
tersebut tidak sadar. Anak tersebut akan sadar jika sudah diberikan
punishment/respon negatif, barulah anak tersebut berhenti. Ketika
seseorang mendapat respon negatif, dia akan tau bahwa perilakunya tidak
baik. Di sinilah kapasitas behavioral bermain.
4. Self Efficacy/Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri.
Jika seseorang yakin terhadap pengetahuannya, ia akan bertindak
berdasarkan pengetahuannya. Ia akan bertindak bila ia percaya diri
dengan tindakannya. Misalnya mengacungkan jempol tadi. Bila satu
orang di Brazil memarahi anda karena mengacungkan jempol, anda akan
heran dan mulai ragu dengan pengetahuan anda. Anda akan ragu untuk
mengacungkan jempol lagi. Akhirnya, semakin banyak orang memarahi
anda, anda jadi tahu bahwa mengacungkan jempol itu salah. Kalau sudah
yakin mengacungkan jempol salah, anda tidak akan mengacungkan
jempol lagi.
5. Determinisme Resiprokal
Determinisme resiprokal adalah orang saling meniru perilaku saat
mereka berinteraksi. Ketika seseorang berada di satu lingkungan, dia
akan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Contohnya ketika anda
bertemu dosen, mungkin anda akan bicara mengenai mata kuliah atau
tugas. Anda akan menggunakan kata “saya” dan nada bicara yang
rendah. Tapi, saat dengan teman anda, mungkin anda akan berbicara
dengan kata ogut dan nada bicara yang santai. Mungkin diselingi dengan
saling meledek bahkan melecehkan.
6. Reinforcement
Reinforcement adalah respon dari orang lain yang dapat
memperkuat/melemahkan suatu perilaku. Misalnya, bila seorang
perempuan menggunakan pensil alis lalu dia dipuji, maka dia akan
meneruskan menggunakan pensil alis. Tapi, kalau dia pakai pensil alis
lalu semua orang mengejek wanita itu“mirip Shinchan”, mungkin dia
akan berhenti menggunakan pensil alis.
3. Proses Mediasi Observational Learning
Bandura berkata bahwa manusia sesungguhnya adalah prosesor aktif.
Manusia tidak sekedar meniru, ia memikirkan konsekuensi dari perilaku
yang akan ia tiru. Apabila sebuah perilaku tidak memberikan manfaat buat
dirinya, dia tidak akan meniru. Jika sesuatu tersebut bermanfaat dan
memberikan dampak untuk dirinya pasti akan ia tiru. Maka, individu tidak
sembarang melihat dan meniru perilaku. Ada proses pertimbangan yang
terjadi. Ini terjadi antara proses observasi dan proses meniru.
Menurut Bandura, ada tiga model yang ditiru dalam
observational/social learning. Tiga model itu adalah:
1. Model langsung, seorang yang nyata, berada di dekat peniru, melakukan
suatu perilaku. Model ini berarti tidak ada penghalang antara yang
meniru dengan yang ditiru. Dapat dengan jelas melakukan apa yang
ditiru.
2. Model instruksi verbal, seseorang menyebutkan perilaku dan ciri-cirinya
secara detail.
3. Model simbolik, karakter (nyata/fiktif) yang menampakkan perilaku
melalui media. Bisa berupa buku, video, atau film. Dengan menggunakan
buku individu bisa meniru perilaku dengan membacanya. Sedangkan
dengan video atau film dapat dengan melihat dan mendengarkan perilaku
individu.
Menurut Bandura dalam Hergenhahn dan Olson, menyebutkan empat
proses yang memengaruhi belajar observasional sebagai berikut:6
1. Attention atau Perhatian.
Seseorang bisa meniru perilaku orang lain kalau sudah
memerhatikan perilaku itu terlebih dahulu. Proses peniruan dapat terjadi
sempurna ketika individu, sebagai pengamat, memerhatikan pola-pola
yang ada dengan seksama. Syarat utama untuk meniru suatu perilaku
adalah: perilaku itu harus menarik perhatian. Individu bisa
mengobservasi banyak perilaku, tapi tidak semua layak kita perhatikan.
Bila ingin meniru sebuah perilaku, perhatian sangat penting. Misalkan
jika sesorang guru sedang mengajar didepan kelas, maka harus
memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru tersebut. Jika tidak
memperhatikan maka tidak akan bisa mengerti.
2. Retention atau Pengingat.
Seberapa baik perilaku ini diingat. Individu mungkin tau sebuah
perilaku orang lain, tapi kita tidak bisa serta merta menirunya. Ada
kalanya seseorang lupa. Jika seseorang lupa, maka ini bisa mencegah
proses meniru. Maka dari itu, penting untuk mengingat perilaku sebelum

6
B. R Hergenhahn dan Matthew H Olson, Theories of Learning (7th ed.), (Jakarta: Prenada
Media Group, 2008), h.363-366.
mencoba menirunya. Karena semuanya belum tentu bisa langsung ditiru.
Ada juga proses meniru yang tertunda, baru terjadi beberapa saat
setelahnya. Proses peniruan tidak bisa berhasil kalau seseorang tidak
ingat dengan perilakunya.
3. Reproduction atau Pengulangan.
Kalau sudah memperhatikan, kemudian sudah mengingatnya, maka
yang harus dilakukan tinggal mempraktekannya. Yaitu dengan apa yang
sudah diperhatikan dan yang sudah disimpan didalam memori. Beberapa
pengulangan bisa langsung berhasil dalam sekali percobaan, ada juga
yang butuh usaha. Seseorang tidak mungkin langsung jago main basket
hanya karena nonton berkali-kali. Perlu ada pengulangan meniru supaya
hasilnya bisa sesuai dengan apa yang sudah dilihat dan apa yang sudah
diingat. Termasuk dalam proses pengulangan adalah pertimbangan
sebelum meniru perilaku orang lain. Seseorang bisa saja memiliki
keterbatasan fisik, sehingga walaupun mau meniru perilaku, orang
tersebut tidak bisa.
4. Motivation atau Motivasi.
Jika sudah memperhatikan perilaku, mengingat langkah-
langkahnya, dan bisa menirrukan perilaku itu. Lalu, apakah proses
learning ini pasti terjadi? Belum tentu. Sebuah perilaku tidak bisa ditiru,
bila seseorang tidak ingin melakukannya. Dalam hal ini, motivasi
mengambil peran. Seseorang cenderung akan melakukan pengulangan
ketika ada sesuatu yang memotivasinya. Pengulangan akan terjadi
apabila:
1) Memberi manfaat bagi si peniru
2) Peniru merasakan hal positif setelah meniru
3) Ada imbalan eksternal.
Jika imbalan yang didapat lebih banyak daripada usaha yang
dilakukan, maka perilaku akan ditiru oleh individu. Tapi, jika imbalan
yang didapat tidak seimbang dengan usahanya, maka perilaku tidak
ditiru. Di sini proses pengulangan sudah terjadi. Ketika seseorang
berpikir: “apa iya aku bisa meniru perilaku itu?” orang tersebut sudah
melakukan proses pengulangan. Namun, yang ini baru sebatas pikiran. Di
sini, harus dipertimbangkan apakah seseorang bisa meniru atau tidak.
Kalau ternyata bisa menirukan, berarti orang tersebut bisa melanjutkan
proses observation learning theory ini. Kalau tidak, maka proses
observation learning berakhir.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan
baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan
gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial. Teori sosial kognitif menurut Bandura memiliki tiga
variabel yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling timbal balik antar
variabel tersebut yaitu personal, perilaku yang dinamakan dengan
Determinisme Resiprokal.
Pembelajaran observasional adalah pembelajaran yang meliputi
perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan dengan cara mengamati orang
lain. Melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi kognitif dari
pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai model untuk
perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa banyak dari
kebiasaan cara kita menanggapi gaya kepribadian kita telah dipengaruhi oleh
belajar observasional.
Ada beberapa cara memahami suatu hal menggunakan social learning
theory:
1. Harapan
2. Belajar Observational
3. Kapabilitas behavioral
4. Self Efficacy/Efikasi Diri
5. Determinisme Resiprokal
6. Reinforcement
Menurut Bandura, ada tiga model yang ditiru dalam observational/social
learning, yaitu:
1. Model langsung
2. Model instruksi verbal
3. Model simbolik
Menurut Bandura dalam Hergenhahn dan Olson, menyebutkan empat
proses yang memengaruhi belajar observasional sebagai berikut:
1. Attention atau Perhatian.
2. Retention atau Pengingat.
3. Reproduction atau Pengulangan.
4. Motivation atau Motivasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah. 2017. “Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam
keluarga”, Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum 1(1): 94.
Bandura, Albert. 1962. Social Learning Through Imitation. (Dalam M.R. Jones
(Ed), Nebraska symposium on motivation. Lincoln: University of Nebraska
Press.
Hergenhahn, B. R dan Matthew H Olson. 2008. Theories of Learning (7th ed.).
Jakarta: Prenada Media Group.
Harinie, Luluk Trie dkk. 2017. “Study of the Bandura’s Social Cognitive Learning
Theory for the Entrepreneurship Learning Process”, Social Sciences 6(1): 3.
Schunk, Dale. H. 2012. Learning theoris. An Education Perspektif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yanuardianto, Elga. 2019. “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis
dalam Menjawab Problem Pembelajaran di MI)”, Jurnal Auladuna 1(2): 97.

Anda mungkin juga menyukai