Dosen Pengampu:
Senja Wardani, M.Pd
Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
M Danu Setiawan (2323230026)
M Danu Setiawan
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Sosial Kognitif............................... 3
B. Model Pembelajaran Observasional........................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
Albert Bandura, Social Learning Through Imitation. (Dalam M.R. Jones (Ed), Nebraska
symposium on motivation, ( Lincoln: University of Nebraska Press, 1962), h.21
2
Dale. H. Schunk, Learning theoris. An Education Perspektif, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), h.161-162
memperhatikan kejadian-kejadian yang didapat dari lingkungan sekitar tempat
individu berada.
Prinsip mendasar dari teori pembelajaran sosial kognitif ini adalah yang
dipelajari individu terutama dalam pembelajaran sosial dan moral akan terjadi
melalui peniruan atau dikenal dengan istilah imitation dan penyajian contoh
perilaku atau dikenal dengan istilah modeling.
Teori sosial kognitif menurut Bandura memiliki tiga variabel yang saling
berkaitan satu sama lainnya dan saling timbal balik antar variabel tersebut yaitu
personal, perilaku yang dinamakan dengan Determinisme Resiprokal.
Personal
3
Ainiyah, “Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam keluarga”, Jurnal
Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol.1 No.1 (2017), h.94.
Karena, sebagaimana Bandura mendefinisikan self-regulated learning
sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali
aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik,
mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam proses belajar.
Diperkuat oleh Bandura bahwa seseorang berusaha untuk meregulasi diri
(self regulated), maka hasilnya berupa perilaku yang akan berdampak
terhadap perubahan lingkungan dan demikian seterusnya
2. Faktor Lingkungan (Environment) Tingkat Penyesuaian Diri
Bandura menjelaskan dalam memahami perilaku seseorang diperlukan
untuk memahami interaksi seseorang tersebut dengan lingkungannya seperti
lingkungan keluarga, teman sebayanya atau lingkungan masyarakat lain.
Sehingga diperlukan tingkat penyesuaian diri untuk bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat individu berada. Maka, peneliti ini menggunakan
tingkat penyesuaian diri dalam bidang akademik sebagai faktor lingkungan
yang bersumber dari teman sebayanya. Teori belajar sosial menekankan
bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan terhadap orang lain secara
kebetulan, lingkungan itu dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
perilakunya sendiri. Sehingga dibutuhkannya tingkat penyesuaian diri yang
selaras, karena apabila siswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri
dilingkungan sekolahnya yang selaras, maka akan mencapai suatu perilaku
yang dihasilkan berupa prestasi belajar yang akan diraihnya sesuai dengan
tujuannya
3. Faktor Perilaku (Behavior) Prestasi Belajar
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang dilakukan secara terus menerus antara personal,
environment dan behavior. Perilaku seseorang akan terbentuk dengan cara
meniru perilaku di lingkungan sebagai model dan belajar merupakan proses
peniruan yang bisa terjadi sesuai dengan situasi dan tujuannya. Menurut
Harinie dkk, Bandura juga menyatakan bahwa hampir semua fenomena
belajar dihasilkan dari pengalaman langsung terjadi melalui pengamatan
perilaku orang lain (model perilaku). Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut
Bandura hasil belajar itu bukan hanya dilihat dari kognitifnya saja,
melainkan dapat dilihat dari perubahan perilaku yang akan berdampak
terhadap lingkungan tempat individu berada. Sehingga, peneliti
menggunakan prestasi belajar sebagai hasil dari sebuah perilaku
pembelajaran (behavior).4
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsip teori sosial kognitif Bandura ada
tiga variabel yaitu personal, lingkungan dan perilaku. Personal dalam
penelitian ini berkaitan dengan self-regulated learning, lingkungan
(environment) dalam penelitian ini berkaitan dengan tingkat penyesuaian diri
dan perilaku (behavior) dalam penelitian ini berkaitan dengan prestasi belajar.
Ketiga variabel tersebut satu sama lain saling berkaitan dan saling berhubungan
secara terus menerus posisi ini disebut reciprocal determinism (determinisme
resiprokal).
B. Model Pembelajaran Observasional
1. Pengertian Pembelajaran observasional
Pembelajaran observasional adalah pembelajaran yang meliputi
perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan dengan cara mengamati
orang lain. Melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi
kognitif dari pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai
model untuk perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa
banyak dari kebiasaan cara kita menanggapi gaya kepribadian kita telah
dipengaruhi oleh belajar observasional.
Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu, karena
anak-anak tidak melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk mereka
lakukan, melainkan apa yang mereka lihat orang dewasa lakukan. Jika
asumsi Bandura benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk
perilaku siswa mereka dengan perilaku mengajar yang mereka
4
Harinie, Luluk Trie dkk, “Study of the Bandura’s Social Cognitive Learning Theory for
the Entrepreneurship Learning Process”, Social Sciences Vol.6 No.1 (2017), h.3.
demonstrasikan di kelas. Pentingnya model terlihat dalam penafsiran
Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat dari mengamati orang lain:
a. Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru
b. Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan
yang ada
c. Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon yang
tampaknya dilupakan.
2. Cara Memahami Menggunakan Observatioal Learning
Teori belajar sosial menjelaskan manusia belajar dengan
mengobservasi orang lain. Teori ini didasarkan pada fakta bahwa
pengetahuan manusia didapat dari manusia lain. Dengan kata lain, apa yang
kita tahu didasarkan oleh penjelasan yang diberikan orang lain pada kita.
Manusia tentu saja selalu belajar. Dalam hal ini, kita belajar dari orang lain.
Berikut ini cara kita memahami suatu hal menggunakan social learning
theory:5
1. Harapan
Harapan adalah konsep pertama dalam teori belajar sosial.
Harapan, atau ekspektasi, berarti pengetahuan seseorang harus mampu
mewujudkan apa yang ia inginkan dari lingkungan, dan kepercayaannya
terhadap sesuatu harus sesuai dengan kepercayaan lingkungan. Kalau kita
mengacungkan jempol di Indonesia, Korea, atau Jepang, itu menandakan
kita sedang menyatakan setuju, oke, iya, dsb. Namun, kalau kita
mengacungkan jempol di Brazil, itu menandakan kita sedang melecehkan
orang lain secara seksual. Jika Anda melakukan hal tersebut akan salah
kaprah, karena harapan terhadap mengacungkan jempol di Brazil beda
dengan Indonesia. Jadi Anda tidak bisa menggunakannya sebagai tanda
setuju. Mungkin dengan isyarat lain.
5
Elga Yanuardianto, “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis dalam Menjawab
Problem Pembelajaran di MI)”, Jurnal Auladuna Vol.1 No.2 (2019), h.97.
2. Belajar Observational
Belajar observasional berarti seorang individu mendasari
pengetahuannya dengan mengobservasi orang lain di dalam lingkungan.
Seorang individu akan mengenali perilaku orang lain, menyesuaikan
dengan dirinya, lalu menirukan perilaku tersebut di masyarakat. Semua
yang ia ketahui berasal dari perilaku orang-orang di sekitarnya. Misalnya,
kata “pantek”. Kata pantek, di beberapa kota diartikan sebagai
pengeboran manual untuk gali sumur. Di beberapa kota di Sumatera,
pantek diartikan sebagai makian. Seorang dari Sumatera mungkin akan
kaget mendengar kata pantek disebut begitu saja di masyarakat. Namun,
bila dia mengobservasi dengan benar, dia akan sadar bahwa kata itu
punya makna yang berbeda.
3. Kapabilitas behavioral
Kapabilitas Behavioral merujuk pada fakta bahwa pengetahuan
seseorang diperlukan untuk mempengaruhi perilakunya. Selagi perilaku
orang lain mungkin dapat mempengaruhi seseorang, perilaku seseorang
tersebut tidak akan terpengaruh sampai seseorang tersebut tau/sadar.
Barulah saat sadar, seseorang bisa mengubah perilaku agar diterima
masyarakat. Seorang anak mungkin tidak sadar bahwa berteriak di dekat
orang tua tidak sopan, sampai seseorang menegurnya. Kalau tidak
mendapat respon negatif, tentu dia akan terus melakukannya karena anak
tersebut tidak sadar. Anak tersebut akan sadar jika sudah diberikan
punishment/respon negatif, barulah anak tersebut berhenti. Ketika
seseorang mendapat respon negatif, dia akan tau bahwa perilakunya tidak
baik. Di sinilah kapasitas behavioral bermain.
4. Self Efficacy/Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri.
Jika seseorang yakin terhadap pengetahuannya, ia akan bertindak
berdasarkan pengetahuannya. Ia akan bertindak bila ia percaya diri
dengan tindakannya. Misalnya mengacungkan jempol tadi. Bila satu
orang di Brazil memarahi anda karena mengacungkan jempol, anda akan
heran dan mulai ragu dengan pengetahuan anda. Anda akan ragu untuk
mengacungkan jempol lagi. Akhirnya, semakin banyak orang memarahi
anda, anda jadi tahu bahwa mengacungkan jempol itu salah. Kalau sudah
yakin mengacungkan jempol salah, anda tidak akan mengacungkan
jempol lagi.
5. Determinisme Resiprokal
Determinisme resiprokal adalah orang saling meniru perilaku saat
mereka berinteraksi. Ketika seseorang berada di satu lingkungan, dia
akan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Contohnya ketika anda
bertemu dosen, mungkin anda akan bicara mengenai mata kuliah atau
tugas. Anda akan menggunakan kata “saya” dan nada bicara yang
rendah. Tapi, saat dengan teman anda, mungkin anda akan berbicara
dengan kata ogut dan nada bicara yang santai. Mungkin diselingi dengan
saling meledek bahkan melecehkan.
6. Reinforcement
Reinforcement adalah respon dari orang lain yang dapat
memperkuat/melemahkan suatu perilaku. Misalnya, bila seorang
perempuan menggunakan pensil alis lalu dia dipuji, maka dia akan
meneruskan menggunakan pensil alis. Tapi, kalau dia pakai pensil alis
lalu semua orang mengejek wanita itu“mirip Shinchan”, mungkin dia
akan berhenti menggunakan pensil alis.
3. Proses Mediasi Observational Learning
Bandura berkata bahwa manusia sesungguhnya adalah prosesor aktif.
Manusia tidak sekedar meniru, ia memikirkan konsekuensi dari perilaku
yang akan ia tiru. Apabila sebuah perilaku tidak memberikan manfaat buat
dirinya, dia tidak akan meniru. Jika sesuatu tersebut bermanfaat dan
memberikan dampak untuk dirinya pasti akan ia tiru. Maka, individu tidak
sembarang melihat dan meniru perilaku. Ada proses pertimbangan yang
terjadi. Ini terjadi antara proses observasi dan proses meniru.
Menurut Bandura, ada tiga model yang ditiru dalam
observational/social learning. Tiga model itu adalah:
1. Model langsung, seorang yang nyata, berada di dekat peniru, melakukan
suatu perilaku. Model ini berarti tidak ada penghalang antara yang
meniru dengan yang ditiru. Dapat dengan jelas melakukan apa yang
ditiru.
2. Model instruksi verbal, seseorang menyebutkan perilaku dan ciri-cirinya
secara detail.
3. Model simbolik, karakter (nyata/fiktif) yang menampakkan perilaku
melalui media. Bisa berupa buku, video, atau film. Dengan menggunakan
buku individu bisa meniru perilaku dengan membacanya. Sedangkan
dengan video atau film dapat dengan melihat dan mendengarkan perilaku
individu.
Menurut Bandura dalam Hergenhahn dan Olson, menyebutkan empat
proses yang memengaruhi belajar observasional sebagai berikut:6
1. Attention atau Perhatian.
Seseorang bisa meniru perilaku orang lain kalau sudah
memerhatikan perilaku itu terlebih dahulu. Proses peniruan dapat terjadi
sempurna ketika individu, sebagai pengamat, memerhatikan pola-pola
yang ada dengan seksama. Syarat utama untuk meniru suatu perilaku
adalah: perilaku itu harus menarik perhatian. Individu bisa
mengobservasi banyak perilaku, tapi tidak semua layak kita perhatikan.
Bila ingin meniru sebuah perilaku, perhatian sangat penting. Misalkan
jika sesorang guru sedang mengajar didepan kelas, maka harus
memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru tersebut. Jika tidak
memperhatikan maka tidak akan bisa mengerti.
2. Retention atau Pengingat.
Seberapa baik perilaku ini diingat. Individu mungkin tau sebuah
perilaku orang lain, tapi kita tidak bisa serta merta menirunya. Ada
kalanya seseorang lupa. Jika seseorang lupa, maka ini bisa mencegah
proses meniru. Maka dari itu, penting untuk mengingat perilaku sebelum
6
B. R Hergenhahn dan Matthew H Olson, Theories of Learning (7th ed.), (Jakarta: Prenada
Media Group, 2008), h.363-366.
mencoba menirunya. Karena semuanya belum tentu bisa langsung ditiru.
Ada juga proses meniru yang tertunda, baru terjadi beberapa saat
setelahnya. Proses peniruan tidak bisa berhasil kalau seseorang tidak
ingat dengan perilakunya.
3. Reproduction atau Pengulangan.
Kalau sudah memperhatikan, kemudian sudah mengingatnya, maka
yang harus dilakukan tinggal mempraktekannya. Yaitu dengan apa yang
sudah diperhatikan dan yang sudah disimpan didalam memori. Beberapa
pengulangan bisa langsung berhasil dalam sekali percobaan, ada juga
yang butuh usaha. Seseorang tidak mungkin langsung jago main basket
hanya karena nonton berkali-kali. Perlu ada pengulangan meniru supaya
hasilnya bisa sesuai dengan apa yang sudah dilihat dan apa yang sudah
diingat. Termasuk dalam proses pengulangan adalah pertimbangan
sebelum meniru perilaku orang lain. Seseorang bisa saja memiliki
keterbatasan fisik, sehingga walaupun mau meniru perilaku, orang
tersebut tidak bisa.
4. Motivation atau Motivasi.
Jika sudah memperhatikan perilaku, mengingat langkah-
langkahnya, dan bisa menirrukan perilaku itu. Lalu, apakah proses
learning ini pasti terjadi? Belum tentu. Sebuah perilaku tidak bisa ditiru,
bila seseorang tidak ingin melakukannya. Dalam hal ini, motivasi
mengambil peran. Seseorang cenderung akan melakukan pengulangan
ketika ada sesuatu yang memotivasinya. Pengulangan akan terjadi
apabila:
1) Memberi manfaat bagi si peniru
2) Peniru merasakan hal positif setelah meniru
3) Ada imbalan eksternal.
Jika imbalan yang didapat lebih banyak daripada usaha yang
dilakukan, maka perilaku akan ditiru oleh individu. Tapi, jika imbalan
yang didapat tidak seimbang dengan usahanya, maka perilaku tidak
ditiru. Di sini proses pengulangan sudah terjadi. Ketika seseorang
berpikir: “apa iya aku bisa meniru perilaku itu?” orang tersebut sudah
melakukan proses pengulangan. Namun, yang ini baru sebatas pikiran. Di
sini, harus dipertimbangkan apakah seseorang bisa meniru atau tidak.
Kalau ternyata bisa menirukan, berarti orang tersebut bisa melanjutkan
proses observation learning theory ini. Kalau tidak, maka proses
observation learning berakhir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan
baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan
gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial. Teori sosial kognitif menurut Bandura memiliki tiga
variabel yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling timbal balik antar
variabel tersebut yaitu personal, perilaku yang dinamakan dengan
Determinisme Resiprokal.
Pembelajaran observasional adalah pembelajaran yang meliputi
perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan dengan cara mengamati orang
lain. Melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi kognitif dari
pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai model untuk
perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa banyak dari
kebiasaan cara kita menanggapi gaya kepribadian kita telah dipengaruhi oleh
belajar observasional.
Ada beberapa cara memahami suatu hal menggunakan social learning
theory:
1. Harapan
2. Belajar Observational
3. Kapabilitas behavioral
4. Self Efficacy/Efikasi Diri
5. Determinisme Resiprokal
6. Reinforcement
Menurut Bandura, ada tiga model yang ditiru dalam observational/social
learning, yaitu:
1. Model langsung
2. Model instruksi verbal
3. Model simbolik
Menurut Bandura dalam Hergenhahn dan Olson, menyebutkan empat
proses yang memengaruhi belajar observasional sebagai berikut:
1. Attention atau Perhatian.
2. Retention atau Pengingat.
3. Reproduction atau Pengulangan.
4. Motivation atau Motivasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah. 2017. “Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam
keluarga”, Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum 1(1): 94.
Bandura, Albert. 1962. Social Learning Through Imitation. (Dalam M.R. Jones
(Ed), Nebraska symposium on motivation. Lincoln: University of Nebraska
Press.
Hergenhahn, B. R dan Matthew H Olson. 2008. Theories of Learning (7th ed.).
Jakarta: Prenada Media Group.
Harinie, Luluk Trie dkk. 2017. “Study of the Bandura’s Social Cognitive Learning
Theory for the Entrepreneurship Learning Process”, Social Sciences 6(1): 3.
Schunk, Dale. H. 2012. Learning theoris. An Education Perspektif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yanuardianto, Elga. 2019. “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis
dalam Menjawab Problem Pembelajaran di MI)”, Jurnal Auladuna 1(2): 97.