Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Teori Albert Bandura

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah:


Berbagai Pendekatan Teoritik Dalam Psikologi

Dosen Pembimbing :
Dr. Hj. Siti Mahmudah, M.Si

Oleh :
Risma Ana Wahdati
(220401220009)

MAGISTER PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
JUNI, 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendekatan Teoritik Psikologi yang berjudul “Teori Psikososial Erik H. Erikson” ini
dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari jaman jahiliyah menuju Dinul Islam
yang penuh dengan cahaya kebahagiaan ini. Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan
kepada ibu Dr. Elok Halimatus Sa’diyah, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah pendekatan
teoritik psikologi yang telah memberikan tugas dan pengarahan kepada kami. Terimakasih
kepads semua pihak yang membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
karena keterbatasan kami sebagai manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi diperolehnya hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan baik bagi penulis maupun para
pembacanya.

Malang, 6 Juni 2023

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Teori
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory)
salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar sosial
atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo
Doll yang menunjukkan anak–anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya. Teori kognitif sosial (Social Cognitive Theory) yang dikemukakan oleh Albert
Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran
penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk meraih
keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert
Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial. Menurut Bandura, ketika siswa
belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara
kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor
utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam
proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi
lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tidak punya
kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif
mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Faktor person (kognitif) yang dimaksud adalah self-efficasy atau efikasi diri. Efikasi diri
merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah
dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu
dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan
menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut
Bandura, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi
tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan
kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura akan cepat menghadapi masalah dan mampu
bangkit dari kegagalan yang ia alami.

Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini.
Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka
dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu
adalah tidak baik.

B. Teori Pembelajaran Sosial


Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik), yang menekankan pada perilaku, lingkungan dan faktor kognisi sebagai kunci
dalam perkembangan individu. Secara umum, teori ini mengatakan bahwa manusia bukanlah
seperti robot yang tidak mempunyai pikiran dan menurut saja sesuai dengan kehendak
pembuatnya. Namun, manusia mempunyai otak yang dapat berfikir, menalar, dan menilai,
ataupun membandingkan sesuatu sehingga dapat memilih arah bagi dirinya. Teori pembelajaran
sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura.

Teori belajar sosial (social learning theory) dari bandura didasarkan pada konsep saling
menentukan (reciprocal determinism) tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan penguatan
diri/berfikir (self regulation).

1. Deterministrasi resiprokal : pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal balik yang menerus antara determinan kognitif behavior dan lingkungan.
Orang menentukan atau mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol kekuatan
lingkungan tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal
adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura yang dijadikannya pijakan
dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memaknai saling determinis sebagai
prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psikososial di berbagai tingkat kompleksitas dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari
organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa reinforcement : Bandura memandang teori Skinner dan Hulk terlalu bergantung pada
reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk
direinforce satu persatu bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya
rainforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau
tidak tetapi itu bukan satu-satunya pembentukan tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan
sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar
melalui observasi tanpa ada reversement yang terlibat berarti tingkah laku ditentukan oleh
antisipasi dan konsekuensi.
3. Kognisi dan regulasi diri. Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau
ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan
manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan
cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berpikir simbolik menjadi sarana
yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman dalam
ingatan dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada
masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang
diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang
membimbing ke arah tujuan jangka panjang.

C. Prinsip-prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial


Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh
Bandura, yaitu:

1. Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan:


Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem
diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri
seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara
bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang
lainnya.Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran,
yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan
mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam
teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif,
perilaku dan lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita.
Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari hari.
Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita. Dalam skema diatas dapat kita lihat
bahwa antara behavioral, environment dan perception, sangatlah memberikan andil dalam
proses pembelajaran sosial kita. Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita dan
perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu pula dengan
lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita. Keadaan
lingkungan akan menimbulkan reaksi–reaksi tersendiri dari individu tersebut. Yang dapat
memberikan stimulus terhadap individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang
mereka lihat dan cermati dalam lingkungan tersebut.
Kemudian reaksi–reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan
penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri dan karakteristik dari individu tersebut akan
memberikan penilaian tersendiri dari orang lain. Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita
lihat dan reaksi–reaksi dari individu akan memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi
kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.Persepsi timbul karena
ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita.
Jadi antara behavioral, environment dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga
komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan
pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori pembelajaran sosial.
Komponen–komponen tersebut saling berhubungan antar komponen yang lain dan saling timbal balik,
menerima dan memberi. Tidak akan tercipta pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan, individu
dan aksi reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada.
2. Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang;
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar- gambar
kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu
sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat
untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan
datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin
diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu
secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena
pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan
itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3. Kemampuan berfikir kedepan;

Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan
berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa
depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat
menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran kedepan, karena
biasanya pikiran mengawali tindakan.
4. Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain;
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain
berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan
belajar dari apa yang dialami orang lain.
5. Kemampuan mengatur diri sendiri;
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk
mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam
orang tidur, bagaimana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan
kuliah dengan teratur, dan sebgainya, adalah contoh perilaku yang dikendalikan. Perilaku ini
tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan
motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku
orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.
6. Kemampuan untuk berefleksi
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau
perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu
memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri
mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian
terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat
mengerjakan suatu tugas dengan sukses.
D. Konsep-Konsep Penting dalam Kepribadian menurut Bandura
1. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Self-efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang
mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertenu. Self-efficacy yang positif
adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Self-
efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba
melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura menyatakan self-efficacy menentukan apakah
kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi
kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas
tertentu mempengaruhi perilaku kita di masa depan.
Keyakinan tentang self-efficacy adalah hasil dari 4 jenis informasi, yaitu: (1)
pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau perilaku yang serupa
(kesuksesan dan kegagalan di masa lalu); (2) melihat orang lain melakukan perilaku
tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience); (3) persuasi verbal
(bujukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa); dan
(4) apa perasaan kita tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).
Bandura juga telah mempraktekkan konstruk self-efficacy dalam bidang kesehatan. Self-
efficacy terkait dengan aspek fisiologis kesehatan. Orang yang tidak memiliki self-efficacy
mengalami stress yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya. Self-efficacy juga
terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, orang yang tidak yakin bahwa
mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung
enggan mencoba. Dua komponen dalam self-efficacy adalah:
a. Outcome Expectations
Perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan pengetahuan
mengenai apa yang harus dilakukan
b. Efficacy expectations
Percaya/meyakini bahwa ia bisa melakukannya atau tidak. Ditekankan bahwa self
efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Segala tingkah laku, bisa
tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, sosial dipengaruhi oleh self efficacy.
Expectancy adalah variabel kognitif dalam hubungan antara stimulus dan respon.
Outcome expectancy adalah antisipasi dari hubungan yang sistematik antara kejadian-
kejadian atau objek-objek dalam suatu situasi. Bentuknya adalah “jika-maka” antara
perilaku dan hasilnya. Gagalnya suatu peristiwa mengikuti bentuk “jika-maka” yang ada
dalam pola pikir individu, maka jika harapan dari individu terlalu tinggi dan tidak dapat
tercapai, individu tersebut akan lebih mudah mengalami gangguan karena
ketidaknyamanan yang ia alami.
2. Regulasi Diri (Self Regulation)
Regulasi diri adalah proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi
mereka sendiri, menentukan target untuk diri mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka
saat mencapai target tersebut, dan memberi penghargaan pada diri mereka sendiri karena
telah mencapai tujuan tersebut. Konsep self-efficacy adalah elemen penting dari proses ini,
yang mempengaruhi pilihan target dan tingkat pencapaian yang diharapkan. Yang juga
penting adalah skema yang individu miliki, yang mendasari bagaimana orang memahami
dan berperilaku dalam lingkungannya. Konstruk regulasi diri menitikberatkan pada kontrol
internal (interpersonal) perilaku kita. Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas
terhadap banyak bidang, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan
bidang di mana pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana orang melatih kontrol
perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatnya keberhasilan masyarakat
dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
E. Pembelajaran Pengamatan (Observational Learning) dalam Teori Belajar Sosial Bandura
Karakteristik dari belajar sosial adalah modelling yang terbukti sangat penting dan efisien
karena modelling bukan sekedar menirukan namun melibatkan penambahan dan pengurangan
tingkah laku yang diamati dengan melibatkan proses kognitif. Seseorang dapat belajar dengan
cara memperhatikan model beraksi dan membayangkan seolah-olah ia sebagai pengamat,
mengalami sendiri apa yang dialami oleh model. Dari sudut pandang Bandura, orang/pengamat
tidak hanya sekedar meniru perilaku orang lain (model), namun mereka memutuskan dengan
sadar untuk melakukan perilaku yang dipelajari dari mengamati model.

Menurut Bandura, mengamati model dan mengulangi perilaku yang dilakukan oleh model
bukanlah sekedar imitasi sederhana; pembelajaran observasi juga melibatkan proses kognitif aktif
yang meliputi 4 komponen yaitu: atensi, retensi, reproduksi dan motivasi. Lebih jauh lagi, analisis
Bandura tentang pembelajaran pengamatan (observational learning) menjelaskan mengenai
keterlibatan empat fase dalam pembelajaran ini, yaitu:

1. Fase Perhatian
Fase pertama dalam pembelajaran pengamatan ialah memberikan perhatian pada
orang yang ditiru. Pada umumnya, seseorang memberikan perhatian pada panutan yang
memikat, berhasil, menarik, dan popular. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar
melalui observasi kecuali jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh
model itu sendiri dan benar-benar memahaminya. Ini tergantung seberapa besar dan
menjolok mata perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang sederhana dan menjolok mata
lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Juga tergantung pada apakah si
pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu terutama ketika
banyak hal lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memberikan perhatian tergantung pada kepada kegiatan apa dan siapa
modelnya yang bersedia untuk diamati, misalnya jika anak-anak dibesarkan dalam rumah
tangga yang selalu bertengkar maka kemungkinan besar mereka akan mudah bertindak kasar
dan agresif pula, perilaku yang demikian akan lebih akan lebih menarik perhatian dari anak
tersebut. Menurut Panen (2005:4.10) menyatakan bahwa,
Untuk menerapkan teori belajar sosial dan memastikan siswa memberi perhatian
yang lebih pada prilaku yang dimodelkan, maka guru sebaiknya mengusahakan untuk: (1)
menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang dipelajari untuk memusatkan
perhatian siswa, (2) membagi-bagi kegiatan besar menjadi bagian-bagian kecil, (3)
memperjelas ketrampilan-ketrampilan yang menjadi komponen-komponen perilaku, (4)
memberi kesempatan untuk siswa mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu mereka
selesai dengan satu topik.
2. Fase Pengingatan (retensi)
Agar dapat mengambil manfaat dari perilaku orang lain yang telah diamati, seorang pengamat
harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus mengubah informasi yang
diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan
kemudian menyimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang ditiru
segera diulanginya atau dipraktekkan setelah pengamatan selesai. Pengamat tidak perlu
melakukan pengulangan atau mempraktekkan secara fisik tetati dapat saja secara kognitif,
yaitu: membayangkan, memvisualisasikan perilaku tersebut dalam
pikirannya.
3. Reproduksi
Komponen ketiga dalam proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau
ingatan menjadi tindakan. Umpan balik terhadap hasil belajar dalam bentuk perilaku yang
diperlihatkan oleh pengamat dapat menjadi alat bantu yang penting dalam proses ini. Umpan
balik ini dapat dilakukan lewat observasi diri dan masukan dari pelatih, guru, dan modelnya
sendiri.Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan
model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku
yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan
perbaikan dan keterampilan.
4. Fase Motivasi
Tahap terakhir dalam proses pembelajaran pengamatan ialah motivasi. Orang tidak
akan memperagakan atau melaksanakan setiap hal yang dipelajarinya lewat proses
pengamatan. Siswa akan meniru orang yang ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan
seperti itu akan meningkatkan peluang mereka sendiri dikuatkan. Umumnya seorang
pengamat akan cenderung untuk memperagakan perilaku yang ditirunya jika hal tersebut
menghasilkan hal yang berharga atau diiinginkan oleh pengamat tesebut. Pengamat
cenderung tidak memperagakan perilaku yang mengakibatkan munculnya hukuman atau bila
ia tidak mendapat hadiah dari perbuatan tersebut.Motivasi inijuga penting dalam pemodelan
Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi
subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.
F. Kelemahan Teori Albert Bandura
Jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan
(modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga
akan meniru tingkah laku yang negatif termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam
masyarakat.
G. Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata–mata reflex atas
stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara
lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan
merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan
pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak–anak. Penelitian ini
berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak–anak, faktor sosial dan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Anda mungkin juga menyukai