Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI KEPRIBADIAN ALBERT BANDURA

Dosen Pengampu: Dr. H. A. Hari Witono, M. Pd

Muh. Amin Arqi, S. Psi., M. A.

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Lailatu Isnaini Adni (E1E020099)

2. M.Farhan Suhaidi (E1E020115)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan memberi kami
kekuatan sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya kami tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas
dan proses pembelajaran pada mata kuliah psikologi kepribadian yang berjudul “Teori
kepribadian Albert Bandura”

Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terimakasih kepada Bapak dosen
yaitu Bapak Dr. H. A. Hari Witono, M. Pd. Dan Bapak Muh. Amin Arqi, S. Psi., M. A. yang
telah memberikan bimbingan serta semua anggota kelompok yang telah berkontribusi dalam
proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat dinilai dan dihargai dengan baik
oleh pembaca. Kami selaku penyusun mohon kritik dan saran.

Terima kasih.

Mataram, 29 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI .........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


B. Rmusan Masalah ........................................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................2

A. Teori Kepribadian Menurut Albert Bandura ..............................................................2


B. Implementasi Teori Belajar Kognitif Albert Bandura ................................................12

BAB III PENUTUP ..............................................................................................................14

A. Kesimpulan ................................................................................................................14
B. Penutup ......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan
perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuanlainnya. Terdapat banyak teori
mengenai bagaimana manusia dapat belajar suatu hal. Salah satunya adalah teori
belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura.
Teori Bandura yang sangat terkenal adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social
Learning Theory) yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman, dan evaluasi.
2. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang muncul sebagai
berikut:
1. Bagaimana teori kepribadian menurut Albert Bandura?
2. Bagaimana pengimplementasian teori Albert Bandura dalam pembelajaran?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori kepribadian menurut Albert Bandura.
2. Untuk mengetahui pengimplementasian teori Albert Bandura dalam
pembelajaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Kepribadian Menurut Albert Bandura


1. Riwayat hidup Albert Bandura.
Albert Bandura adalah seorang psikolog yang membidangi dua mazhab
sekaligus, yakni kognitivisme dan behaviorisme. Lahir 4 Desember 1925, di
Mundare, sebuah kota kecil bagian selatan Alberta, Kanada. Ia memperoleh gelar
sarjana muda di bidang psikologi di University of British of Columbia tahun
1949.Kemudian dia melanjutkan ke University of Lowa, tempat di mana dia
meraih gelar Ph.D tahun 1952. Pada tahun 1953, Ia mengajar di Standford University.
Di sini kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard
Walters. Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression yang
terbit tahun 1959. Di University of Stanford itulah dia menjadi sangat
berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran. Hingga pucaknya,
Bandura pernah menjadi presiden APA (American Psicological Association) tahun
1973, serta menerima APA Award atas jasanya dalam Distinguished Scientific
Contributions tahun 1980 Bandura meneliti beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan psikologi,salah satunya ialah kenakalan remaja. Menurutnya,
lingkungan memang membentukdan perilaku membentuk lingkungan. Oleh
Bandura, konsep ini disebut Determinisme Resiprokal yaitu proses di mana dunia
dan perilaku seseorang saling mempengaruhi.
Albert bandura melihat bahwa kepribadian merupakan hasil dari interaksi
tiga hal,yakni lingkungan, perilaku dan proses psikologi seseorang. Proses
psikologis iniberisi kemampuan untuk menyelaraskan berbagai citra (images)
dalam pikiran dan bahasa. Kajian asumsi penting lain yang perlu dibahas dalam teori
belajar social Albert Bandura adalah determinisme timbal balik (reciprocal
determinism). Menurut pandangan ini, pada tingkatan yang paling sederhana masukan
indrawi (sensoryinput) tidak serta merta menghasilkan perilaku yang terlepas dari
pengaruh sumbangan manusia secara sadar. Sistem ini menyatakan bahwa
tindakan manusia adalah hasil dari interaksi tiga variabel, lingkungan, perilakudan
kepribadian

2
2. Grand teori albert bandura
Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi
orang satu dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus
memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan di dipelihara.
Teori belajar sosial (Social learning theory) dari Bandura, didasarkan pada konsep
saling menentukan (reciprocal determinism), npa penguatan (beyond reinforcement),
dan pengaturan diri/berfikir (self- gulation/cognition).
Determinis resiprokal: pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia
dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif,
behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan
mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan
lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar
sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar
sosial memakai saling determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena
psikososial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai
tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
Tanpa reinforsemen: Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu
bergantung kepada reinforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus
dipilah-pilah untuk direinforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun.
Menurutnya, reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan
terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang
dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang
apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsemen yang terlibat,
berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi itu merupakan pokok teori
belajar sosial kognisi dan Regulasi diri: Teori belajar tradisional sering terhalang oleh
ke-tidak senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif.
Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri
sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi
sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan
pengalaman (dalam ingatan) dalam ujud verbal dan gambaran imaginasi untuk
kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan secara imaginatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang
3
mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka
panjang.

L T

Gambar hubungan antara tingkah laku (T), Pribadi (P), dan Lingkungan (L)

3. Sturuktur Kpribadian.
1. Sistem self
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura
yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan
tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan dan
kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur
kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi, di
mana pusat atau pemula-nya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis
yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi
pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan
pengaturan tingkah laku. Pengaruh self Bidak otomatis atau mengatur tingkah laku
secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.
2. Regulasi Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu
mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat
kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang
dapat mengatur sebagian dari tingkahlakunya sendiri. Menurut Bandura, akan
terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai
untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif
menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing

4
tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan,
agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk
melakukan pengaturan diri: memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan
mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh
resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
a. Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama
faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Faktor
lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk
standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar
baik-buruk, tingkahlaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian
mengembangkan standar yang dipakai untuk menilai prestasi diri. Kedua,
faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan
(reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan,
membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar
tingkahlaku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat orang
mencapai standar tingkahlaku tertentu, perlu penguatan agar tingkahlaku
semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b. Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri
sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk terhadap pengaruh internal.
1). Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas
penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dan seterusnya.
Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna
karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkahlakunya dan
mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung
kepada minat dan konsep dirinya.
2). Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process): adalah
melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan
tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain,
menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi
performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model
5
misalnya orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari
performansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat
penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya
sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan.
Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai
dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma
standar perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain, atau
perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan arti
penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhimya, orang juga menilai seberapa
besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri
sendiri dapat dikenai atribusi (penyebab) tercapainya performansi, yang baik,
atau sebaliknya justru dikenai atribusi terjadinya kegagalan dan performansi
yang buruk.
3). Reaksi-diri-afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamatan dan
judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan
kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul
reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang
mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara
individual
3. Efikasi Diri (Self Effication)
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada
resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif
yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu
melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan
diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.
a. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication efficacy expectation) adalah
Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
b. Ekspektasi hasil (outcome expectations): perkiraan atau estimasi diri bahwa
tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang

6
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang
efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Seorang dokter akhli bedah,
pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu
melaksanakan operasi tumor esuai dengan standar profesional. Namun ekspektasi
hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung kepada daya tahan
jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya.
Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai
dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik
(mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang
ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan
tututan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan
kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas
sampai selesai

4. Sumber Efikasi Diri


Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan
ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebisaan diri itu dapat
diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi
empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance
accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial
(social persuation) dan pembangkitan emosi (Emotionall Physiological states).
a. Pengalaman performansi
Pengalaman Performasi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa
yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masal alu menjadi pengubah
efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus
meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.
Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda,
tergantung proses pencapaiannya:
 Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
 Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu
orang lain.
 Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik
mungkin.

7
 Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau
kondisinya optimal.
 Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya
tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan
efikasinya belum kuat.
 Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
b. Pengalaman Vikarius
Pengalaman Vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan
meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan
menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan
dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri
sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati
kegagalan figur yang setara denga dirinya, bisa jadi orang tidak mau
mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam
jangka waktu yang lama.
c. Persuasi Diri
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui
persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat
persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah
rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan
d. Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi
di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi
efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan)
dapat meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkahlaku akan terjadi kalau
sumber ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak
dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang
mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan
berbagai strategi
e. Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkahlaku adalah resiprokal antara
lingkungan, tingkahlaku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi

8
yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan
pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkahlaku mendatang
yang penting. Berbeda dengan konsep diri (Rogers) yang bersifat kesatuan
umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyal efikasi diri
yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada :
 Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu
 Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
 Keadaan fisiologis dan emosional; kelelahan, kecemasan, apatis,
murung Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan
lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan
empat kemungkinan prediksi tingkahlaku
f. Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan jiwa
kelompok tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja
bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya
bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif.
Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi. diri yang tinggi
untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memilki efikasi
kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat
kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama
saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif
timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan
perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan
kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.

4. Dinamika Kepribadian
Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua
sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan
motivasi tingkah laku saat ini) dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman
menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara dengan kata lain, harapan mendapat
reinforsemen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah
laku tertentu. Juga, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang

9
diinginkan, dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, orang termotivasi untuk
bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam matematik, tampak meningkat
performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha mencapai serangkaian tujuan
yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan
yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus menerus
mengamati, memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan memberi insentif diri
sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.
Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun berusaha
mencapai standar yang telah ditentukan. Bandura setuju bahwa penguatan menjadi
penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan penguat yang diwakilkan
(vicarious reinforcement), penguat yang ditunda (expectation reinforcement), atau
bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement) :
a. Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang
mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar
menjadi seperti orang itu.
b. Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat
tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat
memuaskan pada masa yang akan datang.
c. Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama
sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.

Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari


tingkah laku; pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah laku
orang lain yang ada di lingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah
lakunya sendiri. Orang mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial
melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Orang dapat
mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau
mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat besar perannya dalam
membimbing tingkahlaku, sehingga tingkah laku orang menjadi tetap (konsisten), tidak
terus menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.

Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk


pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self- reward yang
murah dibanding anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang
mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi

10
orang dewasa yang murah dalam mengganjar diri sendiri dibanding anak yang
mengamati model dengan standar ganjaran tinggi.

5. Perkembangan Kepribadian
1. Belajar Melalu Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang
nyata. Dalam penelitiannya, feryata orang dapat mempelajari respon baru dengan
melihat respon orang lain hahkan belajar tetap terjadi tanpa kat melakukan hal yang
dipelajari ito, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsemen dari
tingkahlakunya Belajar melalui observasi juh lebih efisien dibanding belajar
melalui pengalaman langsung Melalu observasi orang dapat memperoleh respon
yang tidak terhingga banyaknya yang mungkin diikuti dengan hubungan atau
penguatan.
2. Peniruan (Modeling
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru
sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan
sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain),
tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku yang
teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses
kognitif. Penelitian terhadap tiga kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok
pertama disuruh mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif,
fisik dan verbal, terhadap boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi
model orang dewasa yang duduk tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka
karet didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok kontrol yang tidak ditugasi
mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak itu kemudian dibuat
mengalami frustrasi ringan, dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang
ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkahlaku sep
kelompok cenderung mirip dengan tingkahlaku model yang diamatinya Kelompok
pertama bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain.
Kelompok kedua sedikit lebih agresif dibanding kelompok control
3. Model Tingkah laku
Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini
dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku
model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi

11
ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.
Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat
mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang
diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkahlaku baru
4. Modeling Mengubah Tingkah Laku
Di samping dampak mempelajari tingkahlaku baru, modelling mempunyai dua
macam dampak terhadap tingkahlaku lama. Pertama, tingkahlaku model yang
diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat.
Kedua, tingkahlaku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau
mempertemah pengamat untuk melakukan tingkah lak yang tidak diterima secara
sosial, tergantung, apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihokum. Kalau
tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung
meniru tingkahlaku itu, sebaliknya kalau tingkahlaku yang tidak dikehendaki itu
dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah
a. Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkahlaku yang takterhitung yang mungkin
mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model
tingkah laku
b. Modeling Kondisioning
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi
kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modeling
semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional Pengamat
mengobservasi model tingkahlaku emosional yang mendapat penguatan.
Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respon itu
ditujukan ke obyek yang ada didekatnya (kondisioning klasik) saat dia
mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek
yang menjadi sasaran emosional model yang diamati. Emosi seksual yang
timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke objek yang ada didekatnya
saat itu (minsalnya : menjadi kasus pelecehan dan pemerkosaan anak)
B. Implementasi Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori belajar pemodelan bandura yang dikenal teori belajar sosial (social
learning theory) ini sebenarnya telah lama dianut oleh para pengajar, namun dari semua
pendukung teori ini, teori Bandura dianggap sebagai teori yang sangat penting diketahui
12
oleh para pengajar. Program-program pembelajaran seperti pembelajaran observasional
(modeling) yang lebih dikenal sebagai social learning theory dan personality
psychology,pembelajaran berprogram, modul dan program program pembelajaran lain
yang berpijak pada konsep hubungan stimulus respond serta memperhatikan faktor-faktor
penguat merupakan program-program proses dalam pembelajaran.
Penerapan belajar sosial Albert bandura dalam proses pembelajaran memberi
ruang bagu suatu proses pembelajaran yang bergerak terus-menerus. Gerak yang terus
menerus terjadi mendorong munculnya masalah sehingga memacu intelektual untuk
memformulasikan usulan-usulan baru untuk bertindak. Konteks pembelajaran pertama,
mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan
paranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon. Kedua, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiaaan melalui latihan dan pengulangan,
hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Albert Bandura adalah seorang psikolog yang sangat terkenal dengan teori
pebelajaran social yang menekankan tentang bagaimana prilaku manusia dipengaruhi
oleh lingkungan sekitar melalui pengutan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan
(observational learning), secara cara berfikir yang ita miki terhadap sesuatu dan juga
sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi lingkungan sektar dan
menghasilkan penguatan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang
lain (observation opportunity).
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert
Banduramenyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan
peran pentingdalam pembelajaran. Bandura mengembangkan model deterministic
resipkoral yang terdiridari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan
lingkungan.

B. Saran
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca.Kami tahu bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
baik darisegi penulisan, bahasa dan lainnya. Untuk itu saran dari para pembaca yang
bersifatmembangun kami harapkan agar kedepannya kami dapat memberikan
informasi danmenyusun makalah yang lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, (2019). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Univerisitas Muhammadiyah


Malang.
Kustanti, E. R., & Fatmasari, P. A. E. PENUGASAN MAKALAH TEORI BELAJAR
SOSIAL ALBERT BANDURA MATA KULIAH.
Samsir, H. M. (2022). Teori Pemodelan Bandura. Jurnal Multidisiplin Madani.

15

Anda mungkin juga menyukai