About
Contact
Blog Templates
Gubug TP
makalah artikel Magister Teknologi Pendidikan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Syukur alhamdulillah ke hadirat Allah subhanahu Wata’ala atas segala rahmat dan
karuniaNya, sebab hanya berkat izin dan ridhoNya kami dapat menyusun makalah dengan
judul “Teori Belajar Sosial Albert Bandura ” yang sederhana ini. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan pada
Program Pasca Sarjana MTP UIA Jakarta. Sholawat dan salam semoga senantiasa Allah
curahkan kepada Rosululloh SAW, beserta keluarga dan sahabatnya serta kepada seluruh
pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami sadar bahwa tersusunnya makalah ini tidak lepas dari adanya petunjuk, arahan
serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan kami untuk mengucapkan
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr. Hj Rugaiyah, M.Pd
2. Rekan-rekan mahasiswa program Pasca Sarjana MTP UIA yang selalu bersemangat dan
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan penuh pada pembuatan
makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan segala
kemampuan yang kami miliki, namun kami sadar bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kelemahan dan kekurangan, Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami mohon
kritik, saran serta masukan-masukan berharga dari semua pihak, terutama dari Ibu Dosen,
teman-teman mahasiswa pasca sarjana MTP UIA Jakarta serta pihak-pihak lain yang terkait,
demi perbaikan dan kelengkapan makalah ini di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis serta para pembaca
pada umumnya. Hanya kepada Allah kami mohon petunjuk dan ridhoNya, amin ya robbal
alamin
Wassalamu’alaikum.
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR………………………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……….……….……………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 2
C. Tujuan Perumusan Masalah……….…………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 4
A. Latar Belakang Tokoh ………………………………………………… 4
B. Teori Pembelajaran Sosial……………………………………………... 4
C. Teori Peniruan ( Modeling )…………………………………………… 6
D. Unsur Utama Dalam Peniruan……………………………………….... 8
E. Ciri – ciri Teori Pemodelan Bandura…………………………………. 9
F. Eksperimen Albert Bandura…………………………………………… 11
G. Jenis – jenis Peniruan ( Modelling )…………………………………… 12
H. Kelemahan Teori Albert Bandura……………………………………… 14
I. Kelebihan Teori Albert Bandura………………………………………. 14
J. Implementasi Teori Bandura dalam Pembelajaran……………………. 15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
BAB I
PENDAHULUAN
diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah
ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut
Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah
dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki
kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura
(1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai
model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam
konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial
jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi,
maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu
adalah tidak baik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Model hidup, yang melibatkan seorang individu yang sebenarnya mendemonstrasikan atau
bertindak keluar perilaku.
2. Sebuah model pembelajaran verbal, yang melibatkan deskripsi dan penjelasan perilaku.
3. Model simbolik, yang melibatkan karakter nyata atau fiksi menampilkan perilaku dalam
buku-buku, film, program televisi, atau media online.
elompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar Bobo
sil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari
penguatan.
Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip –
prinsip sebagai berikut :
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat
akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata – kata, tanda atau
gambar daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih
memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh
para pelajar pada masa yang sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi
juga didukung dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku
panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik
dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses
belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Sebagai contoh : Penerapan teori belajar sosial dalam iklan sabun
ditelevisi. Iklan selalu menampilkan bintang – bintang yang popular dan disukai masyarakat,
hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para
“bintang “.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri – ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan
kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak – anak lebih senang meniru
model seusianya daripada model dewasa. Anak – anak juga cenderung meniru model yang
sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak yang sangat dependen cenderung imitasi
model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri
model dengan observernya.
BAB III
KESIMPULAN
Teori Belajar Sosial , Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang ahli psikologi
pendidikan dari Stanford University,USA. Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk
menjelaskan bagaimana seseorang mengalami pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku lingkungan dan kejadian – kejadian
internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan
hubungan yang saling berpengaruh.
Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara
lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif
belajar.
Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap
model dan proses-proses kognitif pembelajar.
Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali
atau tidak (retrievel).
Dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran
komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self
regulatory” pembelajar.
Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk
latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang
tidak perlu.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atas stimulus (S-R
bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
skema kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan
merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan
pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini
berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak, faktor sosial dan kognitif.
punyanyavika
Tidak Ada Kata Menyerah untuk Mencapai Tujuan
Hidup Kita.
Beranda
About
Agu22
TEORI PEMBELAJARAN
BEHAVIORISTIK DAN KOGNITIF
Posted on 22 Agustus 2011 by punyanyavika
Standar
PEMBAHASAN
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi
prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan
pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan
teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku
setelah proses pembelajaran.
A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Salah satu teori psikologi belajar, yang merupakan teori awal tentang belajar adalah Teori
Behavioristik yaitu teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.
Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ada 3 jenis belajar
menurut teori Behavioristik yaitu (1) Respondent Conditioning, (2) Operant Conditioning dan
(3) Observational Learning atau sosial-cognitive Learning.
1. Teori Belajar Respondent Conditioning
Teori belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan oleh Pavlov,
yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon yang
dapat diamati dan diramalkan.
Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang secara
spontan memanggil respon. Melalui Conditioning, stimuli netral (netral spontan) memancing
refleks namun sengaja dibuat agar mampu memancing respon refleks. Bila satu stimuli
menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan serempak dengan
stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi muncul tanpa perlu menghadirkan stimuli pertama.
2.Teori Belajar Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant Conditioning berpendapat bahwa belajar
menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah
oleh kondisi di lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning yang
berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak
sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau
negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Perbandingan antara teori belajar Classical Conditioning dan teori belajar Operant
Conditioning dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner menyebutkan bahwa
banyak respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi dapat dikondisikan pada stimuli lain.
Respon ini adalah kategori perilaku pertama, disebut respondent behavior karena perilaku
muncul sebagai respon atas stimuli. Selanjutnya dapat muncul kategori perilaku ke dua
(perilaku yang tidak dipancing stimuli), yang disebut Operant Behavior sebab telah
dikerjakan pebelajar.
Generalisasi adalah pola merespon yang dilakukan individu terhadap lingkungan atau stimuli
serupa, sedangkan diferensiasi adalah pola merespon individu dengan cara mengekang diri
untuk tidak merespon karena ada perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak sama, yang
sebenarnya sesuai direspon. Menggeneralisasi berarti merespon situasi serupa, sedangkan
mendeferensiasi berarti merespon dengan cara membedakan antara situasi saat dua respon
identik yang tidak sesuai dimunculkan.
Penerapan Operant Conditioning dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968)
dengan judul kegiatan self-paced learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi
bahan bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar merasa siap diuji, ia menempuh tes
agar lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju kepenggalan
berikutnya. Jadi pebelajar sendiri yang menetapkan kecepatan dan jangka waktu belajarnya.
3.Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau sociocognitive Learning
(Belajar Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi
(Observational Learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa belajar observasi
merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang
sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena
yang menjadi objek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial
mencakup belajar berperilaku yang diterima dan yang diharapkan publik agar dikuasai
individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak diterima
publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya, dan
golongan masyarakat.
Diterima atau tidak diterimanya perilaku sosial ditentukan oleh situasi dan tempat. Social
Learning mengkaji rangkaian perilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kondisi apa
saja. Belajar meniru disebut belajar observasi (Observasi Learning), yang meliputi aktifitas
menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagai hasil dari mengamati perilaku
model.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktivitas meniru melalui
pengamatan atau observasi. Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang
meniru. Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model
merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar.
Pada prinsipnya kajian teori behavioristik mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku
atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku
atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang baru. Tingkah laku
dapat disebut sebagai hasil pemodifikasian tingkah laku lama, sehingga apabila tingkah laku
yang lama berubah menjadi tingkah laku yang baru dan lebih baik dibandingkan dengan
tingkah laku yang lama. Perubahan tingkah laku di sana bukanlah tingkah laku tertentu, tetapi
perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang telah dimiliki seseorang. Hal itu berarti
perubahan tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif,
dan tingkah laku psikomotor.
Menurut Edward Lee Thorndike (1874 – 1949), belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa
supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial
and error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-
hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini
mengikuti hukum-hukum berikut:
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada
individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-
macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
2. Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar
seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi
juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial,
maupun psikomotornya.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan
bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu
saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan
respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke
situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin
mudah.
5. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa
proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan
secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan
membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun
pada individu lain.
Karakteristik perubahan tingkah laku dalam belajar, menurut penjelasan tim dosen
pengembang MKDK IKIP Semarang (1989) mencakup hal-hal seperti berikut ini.
1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Setiap individu dalam belajar akan menyadari terjadinya perubahan perilaku tingkah laku
atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha
belajar dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
4. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja dan
tidak dapat dikatagorikan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjsdi
karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Itu berarti bahwa tingkah laku yang
terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar
terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku. Jika individu belajar sesuatu, sebagai hasilnya mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan pengetahuan dan
sebagainya.
Belajar diartikan sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan
mutakhir proses belajar diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neurofisiologi,
neuropsikologi, dan sains kognitif.
Prinsip Prinsip Teori Behavioristik:
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada refleks
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan
Kerangka Berfikir Teori Behavioristik:
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah
laku adalah hasil belajar.
Implikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran:
Implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
2. Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.
3. Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi
dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
4. Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan
pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
5. Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
6. Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan
menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian, evaluasi lebih
ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara keduanya.
Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa SD:
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri
kuat mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon.
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
6. Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Berdasarkan teori-teori yang sudah dikemukakan, para guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan ajar secara matang, sehingga tujuan pembelajaran yang
harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru harus memberikan stimulus
sebanyak-banyaknya agar siswa melakukan respon positif, selain itu seorang guru juga harus
mampu memilah dan memilih stimulus yang bisa menyentuh perhatian siswa yang tidak
kalah pentingnya dalam menyusun bahan ajar harus disusun secara hierarki dari yang paling
sederhana samapi pada hal yang kompleks.
Dalam menentukan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu atau kompetensi dasar (KD), dan indikator-indikator
yang berorientasi pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan harus dapat diukur.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik
ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi
atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Saran dan kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan
tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai
metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat
penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Dari beberapa metode berdasarkan analisa penulis, maka metode behavioristik ini paling
cocok untuk diterapkan pada siswa untuk melatih kemampuan-kemampaun yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
Ketangkasan, kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: kegiatan olah raga, menggambar, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen
atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah (one way
prefic comunication), guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Siswa
dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan guru. Siswa hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk meningkatkan kompetensi siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku
teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
Kelebihan Teori Belajar Behavioristik:
1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-
contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi
kesalahan harus segera diperbaiki.
5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan.
6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
Kekurangan Teori Belajar Behavioristik:
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
3. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
B. TEORI BELAJAR KOGNITIF
Teori kognitif mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan berupaya menganalisis secara
ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Cognition
diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan (Lefrancois, 1985).
1. Teori Pekembangan Kognitif
Teori ini dikemukaan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif,
peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan. Pandangan Piaget digambarkan lewat bagan perilaku
inteligen sebagai berikut.
PERILAKU<=>STRUKTUR KOGNITIF<=>FUNGSI ASIMILASI-
AKOMODASI<=>TUNTUTAN LINGKUNGAN
Individu bereaksi pada lingkungan melalui upaya mengasimilasikan berbagai informasi ke
dalam struktur kognitifnya. Dalam proses asimilasi tersebut, perilaku indivisu diperintah
struktur kognitifnya. Waktu mengakomondasi lingkungan, struktur kognitif diubah
lingkungan. Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan informasi baru ke
perbendaharaan informasi yang sudah dimiliki atau diketahuinya kemudian menggantikannya
dengan informasi terbaru. Individu mengorganisasikan makna informasi itu ke dalam ingatan
jangka panjang (long-term memory). Ingatan jangka panjang yang terorganisasikan inilah
yang diartikan sebagai struktur kognitif. Struktur kognitif berisi sejumlah coding yang
mengandung segi-segi intelek yang mengatur atau memerintah perilaku individu; perubahan
perilaku mendasari penetapan tahap-tahap perkembangan kognitif.
2. Teori Kognisi Sosial
Teori ini dikembangkan oleh L.S. Vygotsky, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya
berperan penting dalam belajar seseorang. Budaya adalah penentu perkembangan, tiap
individu dipengaruhi oleh lingkungan utama budaya keluarga. Budaya lingkungan individu
membelajarkannya apa dan bagaimana berpikir. Konsep dasar teori ini diringkas sebagai
berikut.:
1. Budaya memberi sumbangan perkembangan intelektual individu melalui 2 cara, yaitu
melalui budaya dan lingkungan budaya. Melalui budaya banyak isi pikiran
(pengetahuan) individu diperoleh seseorang, dan melalui lingkungan budaya sarana
adaptasi intelektual bagi individu berupa proses dan sarana berpikir bagi individu
dapat tersedia.
2. Perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses percakapan) dengan
cara berbagi pengalaman belajar dan pemecahan masalah bersama orang lain,
terutama prangtua, guru, saudara sekandung dan teman sebaya.
3. Awalnya orang yang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab
membimbing pemecahan masalah, lambat-laun tanggung jawab itu diambil alih
sendiri oleh individu yang bersangkutan.
4. Bahasa adalah sarana primer interaksi orang dewasa untuk menyalurkan sebagian
besar pembendaharaan pengetahuan yang hidup dalam budayanya.
5. Seraya bertumbuh kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer adaptasi
intelektual, ia berbahasa batiniah (internal language) untuk mengendalikan perilaku.
6. Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan dan alat
berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu melalui bahasa.
7. Terjadi zone of proximal development atau kesengajaan antara sanggup dilakukan
individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan orang dewasa. Konsep
zone of proximal development merujuk pada zona yang mana individu memerlukan
bimbingan guna melelanjutkan belajarnya
8. Karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di antara
pemecahan masalahnya ditopang orang dewasa, maka pendidikan hendaknya tidak
berpusat pada individu dala isolasi dari budayanya.
9. Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana
orangtua, saudara sekandung, individu dan teman sebaya yang lebih cakap sangat
memberi sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual
individu.
3. Teori Pemrosesan Informasi
Berdasarkan temuan riset linguistik, psikologi, antropologi dan ilmu komputer,
dikembangkan model berpikir. Pusat kajiannya dalam proses belajar dan menggambarkan
cara individu memanipulasi simbol dan memproses informasi.
Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-
kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Ketika individu belajar, di dalam dirinya berlangsung proses kendali atau pemantau
bekerjanya sistem yang berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan informasi ke
dalam long-term memory (materi memory atau ingatan) dan strategi umum pemecahan
masalah (materi kreativitas).
Prinsip-prinsip teori kognitif:
1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila
pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal
tanpa pengertian penyajian
Implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran:
1. Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya,
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda
konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks,
3. Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
4. Memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Kelebihan Teori Belajar Kognitif:
1. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Kekurangan Teori Belajar Kognitif:
1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.
C. PERBEDAAN ALIRAN BEHAVIORISTIK DAN KOGNITIF
Behavioristik Kognitif
Mementingkan pengaruh lingkungan Mementingkan apa yang ada dalam diri
Mementingkan bagian-bagian Mementingkan keseluruhan
Mengutamakan peranan reaksi Mengutamakan fungsi kognitif
Hasil belajar terbentuk secara mekanis Terjadi keseimbangan dalam diri
Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Tergantung pada kondisi saat ini
Mementingkan terbentuknya struktur
Mementingkan pembentukan kebiasaan
kognitif
Memecahkan masalah-masalah dilakukan Memecahkan masalah didasarkan kepada
dengan cara trial and error insight
KESIMPULAN
Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Behavioristik didasarkan pada pemikiran bahwa
belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang
dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli), sehingga dapat
dikatakan peserta didik di SD/MI akan belajar apabila menerima rangsangan dari guru.
Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru. akan semakin tepat dan
intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam belajar tersebut kondisi
lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan
konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang bersifat positif
(misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain lain sejenisnya) tetapi ada pula yang
bersifat negatif (misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain lain sejenisnya).
Konsekuensi positif dan negatif tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce) dalam
kegiatan belajar peserta didik.
Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori behavioristik secara tidak
tepat, karena setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat atau tidak benar suatu tugas
guru memarahi atau menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti ini (memarahi
atau menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat disebut salah
atau tidak profesional apabila hukuman (negatif consequence) tidak difungsikan sebagai
penguat atau reinforce.
Peserta didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa yang dilihatnya
dilakukan orang lain disekitarnya seperti saudara kandungnya, orang tuanya, teman
sekolahnya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila lingkungan sosial
dimana peserta didik berada sehari-hari merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara
efektif kemungkinkan suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau
perilaku belajar yang efektif.
Teori belajar kognitif mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang didasarkan pada
kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori belajar ini berupaya menganalisis secara
ilmiah proses mental dan srtuktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. cognition
diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan (Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologis kognitif adalah struktur kognitif
yaitu perbendaharan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka
panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk
yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Perhatian utama
psikologi kognitif adalah upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi,
mengorganisasikan, dan menyimpan informasi. Belajar kognitif berlangsung berdasar
schemata atau struktur mental individu yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.
Struktur mental individu berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang semakin tinggi pula
kemampuan dan keterampilannya dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan
yang diterimanya dari lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Itulah
sebabnya, teori belajar kognitif dapat disebut sebagai teori perkembangan kognitif, teori
kognisi sosial, dan teori pemprosesan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli., dkk. 2010. Strategi Pembelajaran 3 SKS. Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional.
Alhafizh(2010). Teori Belajar Kognitif. From
http://alhafizh84.wordpress.com/2010/10/15/teori-belajar-kognitif/, 17 Oktober 2010.
Dian(2010). Teori Behavioristisme Kognitif dan Konstruktivisme serta Implikasi Ketiga Teori
Tersebut dalam Pembelajaran. From http://dian75.wordpress.com/2010/07/29/teori-
behavioristisme-kognitif-dan-konstruktivisme-serta-implikasi-ketiga-teori-tersebut-dalam-
pembelajaran/, 15 Oktober 2010.
FKIP Theologia Universitas Kristen Artha Wacana Kupang(2010). Teori Belajar dan
Implikasinya dalam Pembelajaran. From http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-
belajar-dan-implikasinya-dalam-pembelajaran/, 17 Oktober 2010.
Lapono, Nabisi., dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran SD 2 SKS. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Nursidik,Yahya(2008). Teori Behavioristik. From
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/teori-behaviorisme.html, 15 Oktober 2010.
Rosdiana(2009). Analisis Teori Belajar dengan Pendekatan Direct Intruction. From
http://rosdianablog.blogspot.com/2009/06/analisis-teori-belajar-dengan.html, 15 Oktober
2010.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Yusuf, Novrianti(2008). Teori Belajar. From
http://sweetyhome.wordpress.com/2008/12/15/teori-belajar/, 15 Oktober 2010.