Anda di halaman 1dari 9

Syariat, Thoriqot , Haqiqot, dan Marifat

(Latar belakang kemunculan istilah, Penjelasan tentang syariat, thoriqot,


haqiqot,dan marifat)

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

AHLAK TASAWUF

Dosen Pengampu :

Muhammad Endy Fadlullah M.Fil

Oleh:

KELOMPOK 03/3E:

SITI LAILIA AZIZI (2022390101707)

MOCH. FAHMI ABDUL ROZAK (2022390101693)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG BANYUWANGI
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai upaya dilakukan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Mereka mencari jalan yang dapat membawa mereka lebih dekat dengan Tuhan
sehingga mereka merasa melihat Tuhan dengan hati sanubari, bahkan merasa
bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran seperti ini terdapat dalam tasawuf.
Meskipun secara tekstual tidak terdapat ketentuan untuk melaksanakan tasawuf,
namun hal ini telah dilakukan Rasulullah SAW. dengan pergi ke Gua Hira untuk
mengasingkan diri dari kehidupan kota Mekkah yang hanyut oleh penyembahan-
penyembahan terhadap berhala dan merenung mencari hakikat kebenaran
disertai beribadah dan berpuasa sehingga jiwanya semakin suci dengan
membawa sedikit bekal.
Amalan tersebut mewarnai kehidupan para sahabat. Mereka meneladani
kehidupan Rasulullah SAW. dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan
agama. Diantara mereka ada yang tekun beribadah dan hidup zuhd. Mereka
dikenal dengan Ahl al-shuffah. Yang kemudian disebut sebagai cikal bakal
munculnya kaum shuffi.
Dilihat dari segi amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa
istilah yang khas dalam ilmu tasawuf. Kaum sufi membagi ajaran agama kepada
ilmu lahiriah dan ilmu batiniah. Oleh karena itu, cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin. Kedua aspek yang
terkandung dalam ilmu agama tersebut oleh kaum sufi dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu syari’ah, thoriqad, haqiqah, dan ma’rifah.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
B. Pengertian Syari’at
Secara bahasa, syari’at berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang
suatu perbuatan. Syari’at berasal dari bahasa Arab “syara’atun wa syariiatun –
syara’a” yang artinya: menggariskan suatu aturan atau pedoman.
Secara istilah, syariat (syariiatun) adalah undang-undang yang dibuat oleh
Allah SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat
hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan
wahyu al-Qur’an dan hadits atau as-sunnah.
Syari’at juga diartikan sebagai peraturan-peraturan atau garis-garis yang
telah ditentukan, termasuk didalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang
diperintah dan yang dilarang, yang sunnah, makruh, mubah, haram dan
sebagainya. Syari’at disisni ditujukan sebagai landasan bagi seorang shufi
untuk mengerjakan amal ibadah, baik yang bersifat lahiriyah dari segala
hukum seperti shalat, zakat, puasa, haji, berjihad di jalan Allah, menuntut
ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Tegasnya syari’at itu adalah peraturan
yang bersumber dari kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi.
Segala perbuatan yang dikerjakan oleh semua umat Islam tidaklah
terlepas dari suatu hukum. Menurut pandangan ahli tashawwuf, bahwa
syari’at itu baru merupakan tingkat pertama dalam menuju jalan Tuhan.
Dengan demikian, berpegang pada syari’at adalah sama halnya berpegang
kepada agama Allah, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan berusaha
sekuat tenaga menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Hal ini sebagaimana
dikatakan dalam kitab Kifayatul Atqiya’ oleh Syaikh Zainuddin bin Ali al
Malibary sebagai berikut :
“Syari’at adalah berpegang pada agama Allah Khaliqul alam dan
menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.”

2
Oleh sebab itu perlu ditegaskan sekali lagi bahwa tashawwuf tidak bisa
dilepaskan dari pondasi Islam, yaitu syari’at. Dan barang siapa yang
meninggalkan syari’at dalam bertashawwuf dengan alasan apa saja, maka
akan batallah amalnya dan bahkan akan terjerumus kedalam kekufuran yang
nyata (Moh. Saifulloh Al Aziz:1998, 69).

C. Thariqat
Kata thariqat berasal dari bahasa Arab al-tharq, jamaknya al-thuruq
merupakan isim musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu
atau metode.
Dalam wacana tasawuf, istilah thariqat ini sampai abad ke-11 M/5 H dipakai
dengan pengertian jalan yang lurus yang dipakai oleh setiap calon sufi untuk
mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah atau dengan
kata lain berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh dinding atau hijab.
Sedangkan ikhtiar untuk menempuh jalan itu dinamakan suluk. Dan orang
yang bersuluk disebut salik.
Ditinjau secara etimologi, kata thariqat ditemukan dalam berbagai
definisi. Di antaranya, menurut Abu Bakar Aceh, Thariqat adalah petunjuk
dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan
dicontohkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun
sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai.

L. Masignon mengatakan bahwa thariqat mempunyai dua makna dalam dunia


Sufi. Pertama, dalam abad ke-9 dan abad ke-10 M berarti cara pendidikan
akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Kedua,
setelah abad ke-11 M thariqat mempunyai arti suatu gerakan yang lengkap
untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani oleh segolongan orang-
orang Islam menurut ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan tertentu.

3
J. Spencher Triminghan mendefinisikan thariqat sebagai suatu metode praktis
untuk menuntun dan membimbing seorang murid secara berencana melalui
pikiran, perasaan dan tindakan yang terkendali secara terus-menerus pada
suatu tingkatan-tingkatan (maqamat) untuk dapat merasakan thariqat yang
sebenarnya.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa


thariqat adalah suatu jalan atau metode tertentu dalam ibadah yang dilakukan
oleh seorang sufi dan diikuti oleh para muridnya dengan tujuan bisa berada
sedekat mungkin dengan Allah (Prof. Dr. H. Ris’an Rusli:2013),184 – 187).

D. Hakikat
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang
benar-benar ada. Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti
milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).
Dalam bahasa hakikat yaitu arti yang sebenarnya atau intisari atau isi akhiran.
Sedangkan hakikat islam ialah bebas dan bersih dari penyakit lahir dan bathin
yang menimbulkan perasaan nyaman, damai dan tentram serta menjadikan
kita patuh dan taat pada segala apa yang diperintahkan oleh-Nya juga
menjauhi segala larangan-Nya. Jadi Hakikat adalah buah dari benih syariat
yang pengamalannya melalui tarekat.
Dari sini jelaslah bahwa syari’at, thariqat, dan haqiqat itu sesuatu tiga menjadi
satu, seperti tali berpilin tiga, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang
demikian itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai
berikut :

“Syari’at itu perkataanku, thariqat itu perbuatanku dan haqiqat itu ialah
kelakuanku (Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali:1998,81 – 83).

4
E. Ma’rifat
Ma’rifat adalah mengenal Allah, baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-
Nya maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Ma’rifat merupakan puncak dari
tujuan tashawwuf dan dari semua ilmu yang dituntut dan satu-satunya
perbuatan yang paling mulia.
Ma’rifat itu disamping merupakan anugerah dari Allah, dapat pula dicapai
dengan melalui syari’at, menempuh thariqat dan memperoleh haqiqat.
Apabila syari’at dan thariqat sudah dapat dikuasai, maka timbullah haqiqat
yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ahwal, sedangkan tujuan
terakhir ialah ma’rifat yaitu mengenal Allah dan mencintainya yang sebenar-
benarnya dan sebaik-baiknya. Orang yang telah mencapai maqam ma’rifat ini
disebut ‘Arifbillah. Dan pada tingkat inilah ia dapat mengenal dan merasakan
adanya tuhan, bukan sekedar mengetahui tuhan itu ada.
Maka jelaslah bila Allah telah membukakan pintu ma’rifat kepada seseorang
atau kepada kita, maka janganlah kita memperdulikan dulu akan amal kita
yang sedikit, sebab ma’rifat itu sendiri sudah merupakan rahmat, anugerah
yang luar biasa. Siapa yang dibukakan akan pintu ma’rifatullah, berarti orang
itu akan dikenal baik oleh tuhan sendiri dan penduduk langit. Yang mencari
itu sesungguhnya yang dicari. Yang mengenal itu sesungguhnya yang
dikenal. Sedikit amal tapi disertai ma’rifat kepada Allah jauh lebih utama dari
pada banyak amal yang tidak disertai ma’rifat kepada Allah.

Jelasnya mencapai ma’rifat itu tidak cukup dengan jalan melalui dalil-dalil
atau bukan semata didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi
ma’rifat billah dapat dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha
mrndapatkannya melalui amal sholeh (Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz
Senali:1998,81).

5
F. Hubungan antara Syari’at, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat
Uraian tentang syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah di atas
mengambarkan betapa seriusnya para ulama sufi dalam upayanya memberi
jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran islam dengan mudah dan tepat,
sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagian zhahir dan batin.
Syariah itu diibaratkan sebagai perahu dimana ia menjadi sarana untuk
sampai pada tujuan, sementara thariqah bagaikan lautan luas yang tersedia
sebagai wahana tempat tujuan berada. Sedangkan haqiqah adalah laksana
intan berlian mahal yang menyenangkan hati sebagai tujuan perjalanan
perahu. Dan ma’rifat itu adalah tujuan yang terakhir.
Ber-thariqah dan ber-haqiqah (berada dilautan luas menggapai mutiara)
tergantung dengan syariah (sarana perahu yang kokoh). Seorang tidak akan
berhasil ber-thariqah dan ber-haqiqah tanpa melalui syariah. Dengan
ungkapan lain, bahwa seseorang tidak akan mendapatkan intan-mutiara tanpa
menyediakan perahu dan menyemai lautan dalam. Perumpamaan keempat
konseptersebut merupakan sebuah sistem dan struktur amalan islam yang
tidak dapat dipisah-pisah.
Ibarat buah manis suatu pohon, maka tidak bisa buah tersebut
bermunculan terus tanpa disuplai oleh akar-akar pohon, oleh karena
kesemuanya merupakan satu struktur sistematik. Sama halnya dengan satu
buah berharga semisal durian. Seseorang tidak dapat langsung memperoleh
inti buahnya, kecuali terlebih dahulu harus mengupas kulit dengan susah
payah, dan beresiko terkena durinya, dan oleh sebab itu harus hati-hati.
Atas dasar ilustrasi seperti itu, ibadah-ibadah islam terus diwajibkan
sepanjang hidup manusia sembari diperoleh buah ibadah yang berupa
ma’rifattullah yang menjadi hakikat dan tujuan ibadah tersebut.
Dari uraian dan ilustrasi tentang syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat
di atas dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah
konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan
prosedur pengamalan islam dengan benar. Singkatnya, konseptualisasi
tersebut menggambarkan intensitas keislaman pengamalanya, bukannya

6
mengkotak-kotak islam menjadi empat dimensi terpisah (Hamzah Tualeka
:2011,295).
BAB 3
PENUTUP

Syari’ah adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh


SWT yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum
tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu
al-Qur’an dan hadits/as-sunnah.

Thariqah yaitu jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu


sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Haqiqah adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada.
Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau
benar (kebenaran).

Ma’rifah adalah pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu


sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat
serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut.

Hirarki syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat dapat dipahami,


bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap
islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam
dengan benar.

7
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf,


(Surabaya : Terbit Terang, 1998), Hlm. 69 – 76.
Prof. Dr. H. Ris’an Rusli, M. A., Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2013), Hlm. 184 – 187.
Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu
Tashawwuf,...,Hlm. 81 – 83.
Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf,...,Hlm.
83 – 86.
Hamzah Tualeka Zn.,dkk., Akhlak Tasawuf, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel
Press, 2011), Hlm. 295.

Anda mungkin juga menyukai