Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tasawuf memiliki pengertian yang beragam baik secara etimologi maupun

terminologinya. Secara etimologi tasawuf berasal dari kata shuf yang berarti

bulu domba atau dapat pula diartikan sebagai selembar bulu, maksudnya ialah

para sufi selalu melambangkan kesederhanaan dengan cara mengenakan

pakaian yang terbuat dari bulu domba kasar juga selembar bulu yang

bermakna bahwa para sufi hanyalah suatu zat yang tak berarti dihadapan Allah

swt. Tasawuf juga berasal dari kata shaff yang berarti barisan hal ini bermakna

bahwa para sufi ketika sholat akan selalau mengusakan diri untuk berada

dibarisan pertama sehingga memperoleh pahala serta keutamaan yang besar,

lalu shafa yang berarti bersih, suci ini bermakna para sufi memiliki hati yang

bersih, suci dan jernih. Mereka berupaya menyucikan diri dihadapan Allah

swt, melalui latihan kerohanian yang mendalam untuk menjaga dirinya dari

perbuatan yang tidak di ridhoi oleh Allah swt. Selanjutnya ialah tasawuf

berasal dari kata shuffah, yakni serambi masjid nabawi yang ditempati oleh

sebagian sahabat rasulullah saw, makna kata satu ini dilatarbelakangi oleh

kehidupan para sahabat muhajirin di madinah yang hidup dalam keadaan

zuhud, senantiasa menimba ilmu bersama rasulullah saw. sedangkan secara

terminologi, menurut Ibnu Ajibah tasawuf merupakan ilmu yang

1
menghantarkan seseorang kepada hubungan yang dekat dengan tuhannya

melalui penyucian rohani, dengan jalan ketaqwaan yang luar biasa yang

didasari oleh ilmu, amal dan karunia Allah swt. Pembahasan tasawuf tentu

tidak akan pernah terlepas dari yang namanya syari’at dan tarekat. Imam Ibnu

Malik berkata: “ barangsiapa yang mempelajari ilmu tasawuf namun tidak

mempelajari ilmu syariah (fiqih) maka ia akan berpotensi menjadi orang

zindiq, dan barangsiapa mempelajari ilmu syariah namun tidak mempelajari

tasawuf ia akan berpotensi menjadi fasiq, maka barangsiapa yang mempelajari

keduanya maka dialah ahli hakikat yang sebenarnya. Untuk mencapai derajat

kemuliaan menjadi kekasih Allah

(waliyullah), dalam dunia sufi dikenal istilah taraqi, yaitu jalan yang

ditempuh dalam melaksanakan suatu ibadat. Jalan inilah yang membawa

manusia kepada kedudukan insan kamil dan memiliki kedekatan yang luar

biasa dengan tuhannya. Jalan taraqi tentu hanya dapat ditempuh melalui

perjalanan syari’at, tarikat, hakikat, dan ma’rifat. Jalan tersebut ditempuh

dengan tujuan untuk mencapai ma’rifatullah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu syari’ah ?

2. Apa itu tarekat ?

3. Bagaimanakah integrasi antara syari’ah dan tarekat ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang syari’ah

2. Untuk mengetahui tentang tarekat

2
3. Untuk memahami hubungan antara syari’ah dan tarekat ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Syari’at

a. Pengertian Syari’at

Syari’at secara bahasa berasal dari bahasa arab yakni, syara’a yang berarti

menempuh, menjelaskan, menunjukan jalan. Imam Al- Jurjani mengartikan

syari’at secara etimologinya ialah jalan yang lurus menuju pada kebahagiaan.

Sedangkan secara istilah syari’at merupakan ajaran agama Allah swt, ditujukan

untuk mengatur kehidupan para hamba – Nya berkaitan dengan hubungan antara

manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan tuhan serta hubungan

manusia dengan alam yang berisikan tentang perintah – perintah serta larangan –

larangan – Nya.1 Menurut para ahli pengertian tersebut identik dengan definisi

agama karena hanya dengan melalui agamalah manusia akan memperoleh

kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. Maka dari itu, syaria’h islam tentu

mencakup seluruh ajaran agama islam seperti aqidah, akhlaq, dan ‘amaliyyah. Hal

ini selaras dengan apa yang dimaksudkan oleh firman Allah swt, dalam qur’an

surah al – jaatsiyah:18 yang artinya: “ Kemudian kami jadikan kamu berada di

atas suatu syari’ah (aturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syari’ah itu

dan janganlah kamu mengikuti nafsu orang – orang yang tidak mengetahui”.

1
Nurhayati, “MEMAHAMI KONSEP SYARI’AH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL FIKIH”. Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, Vol.2.No.2, Juli-Desember 2018

3
Syari’at islam secara garis besar mencakup tiga hal utama, yakni: 1) Jalan atau

petunjuk untuk mengetahui dan memahami sesuatu yang gaib (ahkam syar’iyyah

i’tiqodiyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu tauhid. 2) petunjuk untuk

menumbuhkembangkan potensi baik yang ada dalam diri manusia agar menjadi

makhluq yang mulia sesuai hakikatnya (ahkam syar’iyyah khuluqiyyah) yang

menjadi bidang pembahasan ilmu tasawuf. 3) berbagai ketentuan yang mengatur

hubungan antara manusia dengan tuhan – Nya, manusia dengan sesamanya juga

hubungan antara manusia dengan alam.2

Syari’at memiliki ciri – ciri sebagai beerikut, yakni: 1) Umum, maksudnya adalah

syari’at islam ditujukan kepada seluruh umat islam. Hal ini tentu berbeda dengan

hukum yang pemberl;akuannya bisa terbatas pada zaman atau situasi dan kondisi.

2) Universal, maksudnya ialah syari’at islam mencakup berbagai aspek kehidupan

manusia. Allah swt, menegaskan peerihal pernyataan ini dalam surah Al – An’am:

38 yang artinya: “Tidak ada sesuatu apapun yang luput dalam kitab al – qur’an”.

Ini berarti bahwa al – qur’an telah mengandung berbagai pokok, norma, hukum

agama serta hikmah atau ibrah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.3

b. Integrasi Antara Syari’ah dengan Tarekat

Integrasi menurut KBBI ialah pembauran secara menyeluruh sehingga menjadi

satu – kesatuan yang utuh. Islam adalah agama yang memadukan antara syari’ah

dengan akhlaq (tarekat). Pernyataan itu terbukti dalam perilaku Rasulullah saw,

dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya (ibadah dan muamalah), di sisi lain

2
Santoson111.blogspot.com.”Hirarki Syari’ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifah”. 14 September
2022
3
Ibid.

4
beliau merupakan kekasih Allah yang telah Allah jamin surganya namun beliau

senantiasa menyendiri di sepertiga malamnya untuk berdzikir mengingat Allah

swt. Menangis dan menyampaikan kerinduannya pada sang pencipta. Ketaqwaan

serta rasa rindu itulah yang menjadikan pribadi beliau sebagai uswatun hasanah

bagi umat manusia. Oleh karena itu, dengan hanya memadukan kedua hal

tersebutlah kebutuhan individu, sosial dan spiritual manusia dapat terpenuhi dan

kebaikan dunia akhirat akan terwujud.4 Syari’ah dan tarekat merupakan dua

disiplin ilmu yang saling berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya

saling membaur satu sama lain dan merupakan pengamalan ilmu yang

menunjukan tingkat keimanan seseorang. Syari’ah menunjukan keimanan

seseorang dalam aspek lahiriah dan tarekat menunjukan keimanan seseorang

dalam aspek batiniah. Maka dari itu, seorang muslim sejati seyogyanya akan

mendalami kedua hal tersebut untuk menjadi muslim yang memiliki keimanan

yang benar dan kokoh.5 Agar dapat menjalankan hidup yang penuh dengan

keberkahan dan memiliki hubungan yang dekat dengan Allah swt, seorang

muslim harus melatih dirinya secara konsisten untuk dapat mengintegrasikan

syari’ah yang bersifat eksoterik (lahiriyah) dan tarekat yang bersifat esoterik

(batiniyah) dalam mengamalkan ajaran islam.6

Integrasi antara syari’ah dan tarekat dapat mewujudkan keseimbangan dimensi

lahir dan batin. Bukti dari pentingnya keseimbangan tersebut tercantum dalam

hadits berikut: Diriwayatkan oleh al– jama’ah bahwa Rasulullah saw,

4
Asep usman ismail, “INTEGRASI SYARI’AH DAN TASAWUF”. Jurnal Ahkam, Vol. XII. No. 1,
Januari 2012
5
http://digilib.uin-suka.ic.id.”Integrasi Pengamalan Syari’ah dan Tasawuf”. 14 September 2022
6
Ibid

5
mengunjungi Abdullah bin Amrbin Al – Ash dan isterinya meminta belas kasihan

Rasulullah saw, maka beliau pun bersabda: “Bagaimana keadaanmu wahai ibu

Abdullah ?” ia menjawab: “Dia ( Abullah ibn Amr ibn Ash) selalu menyendiri

(beribadah), hingga ia tidak tidur, tidak berbuka puasa, tidak makan daging serta

tidak menunaikan kewajibannya terhadap keluarganya.” Rasulullah bertanya:

“dimana ia sekarang?”

ibu Abdullah menjawab:”Dia sedang keluar dan sebentar lagi ia akan kembali”

Rasulullah berkata: ”jika ia kembali tahan dia untukmu.” Maka Rasulullah pun

keluar, lalu disaat bersamaan Abdullah kembali. Maka Rasulullah berkata:

“Wahai Abdullah ibn Amr bagaimanakah tentang berita yang sampai kepadaku

mengenai dirimu?, Engkau tidak tidur. Ia menjawab: “ Dengan itu aku ingin aman

dari marabahaya yang besar.” Rasulullah kembali berkata: “Dan sampai kepadaku

bahwa engkau tidak berbuka puasa"Abdullah menjawab: “ Dengan itu aku

menginginkan sesuatu yang lebih baik di surga” Rasulullah kembali berkata: “Dan

sampai kepadaku berita bahwa engkau tidak menunaikan kewajibanmu terhadap

keluargamu, ia kembali menjawab: “Dengan itu aku mengharapkan wanita yang

lebih baik di akhirat daripada mereka.” Maka Rasulullah saw, pun bersabda:

“Wahai Abdullah ibn Amr sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat teladan

yang baik bagimu, dan Rasulullah itu berpuasa dan berbuka, makan daging, dan

menunaikan untuk keluarganya hak – hak mereka. Wahai Abdullah ibn Amr

sesungguhnya Allah mempunyai hak atas engkau, sesungguhnya badanmu

mempunyai hak atas engkau, dan seseungguhnya keluargamu mempunyai hak

atas engkau”.7
7
Ibid.

6
2.2 Tarekat

c. Pengertian Tarekat

Tarekat secara etimologi berasal dari bahasa arab yakni Thoriiqot yang berarti

jalan atau cara. Sedangkan menurut istilah dalam tasawuf, tarekat merupakan

suatu metode tertentu yang ditempuh secara konsisten oleh seorang sufi dalam

proses pembersihan jiwa dengan jalan mendekatkan dirinya pada Allah swt. 8

Dalam sumber lain dijelaskan bahwa asal kata tarekat ialah Thoriiqot yang

memiliki jamak Thorooiq yang secara harfiah berarti jalan atau metode. Jalan

dimaksud adalah cara yang ditempuh oleh calon sufi untuk mendekatkan diri pada

tuhan. Adapun tarekat sebagai metode bermakna sebagai metode praktis untuk

membina dan membimbing seorang murid secara berencana dengan jalan pikiran,

tindakan dan perasaan yang terkendali secara kontinyu kepada suatu rangkain

tingkatan (maqamat) agar dapat menghayati hakikat yang sebenarnya.9

Secara singkat dan sederhana dari berbagai macam definisi mengenai tarekat

dapat disimpulkan bahwa terdapat dua makna tarekat yakni, tarekat yang

bermakna jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri pada Allah swt (bersifat

individual) dan tarekat yang bermakna organisasi atau kelompok yang didalamnya

terdapat syekh dan murid, serta ritual dzikr tertentu (bersifat kolektif).10

d. Perkembangan Tarekat

8
Ahmad khoirul fata, “TAREKAT”. Jurnal Al-Ulum, Vol.11.No.2, Desember 2011
9
Wawan hernawan, “ANALISIS HISTORIS PERTUMBUHAN DAN PENGARUH TAREKAT DI DUNIA
ISLAM”. Jurnal Wawasan, Vol.36. No.1, Januari-Juni 2013
10
Rahmawati, “TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA”. Jurnal Al-Munzir, Vol.7. No. 1, Mei 2014

7
Secara umum perkembangan tasawuf terbagi kedalam empat periode, berkisar

antara abad ke-1 sampai ke-6 H hingga saat ini. Pada periode ke-1 hingga ke-2

yakni pada abad 1- 4 H pengamalan tarekat masih bersifat individual. Awal

kemunculan tasawuf sendiri pada abad ke 1- 2 H adalah sebagai jawaban daripada

kekhawatiran sahabat dan para tabi’in, tabi’ut tabi’in terhadap perubahan

kebiasaan masyarakat yang mulai condong pada pembahasan teologi dan

formulasi syari’at sehingga mulai melupakan persoalan kerohanian pasca

Rasulullah saw, wafat. Gaya hidup masyarakatpun mulai bermegah – megahan.

Maka pada periode ini ajaran tasawuf lebih terfokus pada pendidikan moral dan

mental untuk membersihkan rohani dan batin dari hawa nafsu dunia. Dilanjutkan

pada abad ke 3- 4 H merupakan proses cikal bakal terbentuknya tarekat secara

kolektif karena pada abad itu ilmu tasawuf juga semakin berkembang dan telah

menampakan isinya yang dapat terbagi dalam tiga bagian yakni, ilmu jiwa, ilmu

akhlaq dan ilmu metafisik. Menurut Abu Bakar Aceh jika pada abad ke- 1 H

tasawuf berfokus pada pendidikan moral dan akhlaq maka pada abad ke- 3 H ini

sudah mulai berkembang bahkan mencapai pembahasan tentang

Wushul(tersambungnya jiwa seorang hamba dengan tuhannya) dan

Ittihad(menyatu nya seorang hamba yang telah mencapai kesucian dengan

tuhannya) Kemudian baru pada periode ke- 3 sekitar abad ke- 5 H, tarekat mulai

muncul dengan bersifat kolektif (kelompok) namun jumlah atau kuantitas

pengamalan tarekat secara kolektif masih minim dan belum begitu berkembang

hingga tiba pada masa ke-6 H, tarekat kolektif begitu sangat berkembang

8
sempurna ditandai dengan munculnya kelompok tarekat qadiriyah oleh syeikh

Abdul Qadir Jailani dan disusul oleh berbagai tarekat lain.11

e. Macam-macam Tarekat

Telah banyak kelompok – kelompok tarekat yang telah tersebar luas dipenjuru

dunia. Diantaranya ada tarekat yang diketahui dan diakui dan ada pula yang belum

diakui. Tarekat yang telah diketahui serta diakui keberadaannya disebut tarekat

mu’tabaroh. Terdapat 38 macam tarekat mu’tabaroh namun yang paling terkenal

yakni, tarekat qodiriyah, naqsabandiyah, sammaniyah, tijaniyyah, khalwatiyyah,

wahidiyyah, shiddiqiyyah, dan lain sebagainya.12

11
Ibid.
12
Repository.radenfatah.ic.id. “Gambaran Umum Tarekat”. 16 September 2022

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syaria’at merupakan jalan yang ditempuh untuk menuju sumber air.

Maksudnya ialah syariat merupakan tahap awal bagi calon sufi untuk bisa

meraih hubungan yang dekat dengan tuhannya. Tahap berupa pengamalan

syari’at secara benar dan konsisten sehingga dengan amalan tersebut

menjadikan seseorang merasa dekat dengan tuhannya.Tarekat secara

bahasa berasal dari kata Thoriiqoh yang berarti jalan atau metode. Tarekat

ialah tahapan atau metode untuk mencapai hubungan yang dekat dengan

tuhannya. Tarekat muncul dilatar belakangi oleh keadaan masyarakat

pasca rasulullah saw, wafat mereka kembali hidup dalam kemegahan dan

kurang peduli perihal ajaran islam. Perbedaannya dengan syari’at terletak

pada sifat pengamalannya dimana syari’at bersifat lahiriyah sedangkan

tarekat bersifat batiniyah. Tarekat secara kolektif terbagi kedalam

beberapa kelompok dan yang diakui hanya berjumlah 38

kelompok.Dikatakan sempurna individu menjadi seorang muslim apabila

dalam menjalankan ibadahnya ia dapat meintegrasikan antara pengamalan

syari’at dengan tarekat, artinya antara ibadah lahiriyah dan batiniyah

berjalan beriringan sehingga tercapailah pengamalan ibadah islam secara

kaffah yang dapat menghantarkan seseorang kepada tingkatan- tingkatan

selanjutnya dalam ilmu tasawuf dan pada akhirnya mencapai kedekatan

10
yang luar biasa dengan Allah swt. dan memperoleh kebahagiaan hidup di

dunia hingga di akhirat. Allaahu a’lam.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat,

menambah pengetahuan bagi kami pribadi dan pembaca umumnya. Kritik

dan saran sangat kami butuhkan demi perbaikan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Repository.radenfatah.ic.id. “Gambaran Umum Tarekat”. 16 September 2022

Rahmawati, “TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA”. Jurnal Al-Munzir, Vol.7. No. 1, Mei 2014

Wawan hernawan, “ANALISIS HISTORIS PERTUMBUHAN DAN PENGARUH TAREKAT DI DUNIA


ISLAM”. Jurnal Wawasan, Vol.36. No.1, Januari-Juni 2013

Ahmad khoirul fata, “TAREKAT”. Jurnal Al-Ulum, Vol.11.No.2, Desember 2011

Asep usman ismail, “INTEGRASI SYARI’AH DAN TASAWUF”. Jurnal Ahkam, Vol. XII. No. 1, Januari
2012

http://digilib.uin-suka.ic.id.”Integrasi Pengamalan Syari’ah dan Tasawuf”. 14 September 2022

Santoson111.blogspot.com.”Hirarki Syari’ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifah”. 14 September


2022

Nurhayati, “MEMAHAMI KONSEP SYARI’AH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL FIKIH”. Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, Vol.2.No.2, Juli-Desember 2018

12

Anda mungkin juga menyukai