TEOSOFI
Dosen Pengampu
Disusun oleh :
JURUSAN FARMASI
KELAS A
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara garis besar, ajaran Agama Islam mengandung tiga hal pokok,
yaitu : aspek psikis atau disebut tasawwuf, norma atau hukum disebut
syariah, aspek perilaku (behavioral) disebut akhlak. Ketiganya merupakan
satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Artinya, Tasawwuf tanpa syari’ah
dan akhlak adalah omong kosong, demikian juga Tasawwuf harus berdiri
diatas pondasi Syariah, dan keduanya haruslah dijalin dengan akhlak.
Syari’ah tanpa akhlak adalah kemunafikan, Tasawwuf tanpa akhlak adalah
kesesatan.
A. Pengertian syariat
C. Pengertian tasawwuf
Tasawwuf menurut istilah (terminologi) berdasarkan pendapat
dari Al-Junaidi adalah kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu
perasaan manusia , memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan hawa
nafsu, mendekati hal hal yang di ridhai Allah, bergantung pada ilmu-ilmu
hakikat, memberikan nasihat kepada semua orang, memegang dengan erat
janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah
dalam hal syari'at (Suteja, 2015).
Pengertian tasawwuf menurut para ulama:
a. Syekh Abdul Qadir al-Jailani (470-561 H) (1077-1166 M)
Berpendapat bahwa tasawwuf adalah mensucikan hati dan
melepaskan nafsu dari pangkalnya denngan khalawt, riyadloh, taubah
dan ikhlas (Alba, 2012).
b. Al-Junaidi (298 H)
Berpendapat bahwa tasawwuf adalah membersihkan hati dari yang
mengganggu perasaan, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan
hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada
ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua manusia,
memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti
contoh Rasulullah dalam hal syari‟at.(Alba, 2012).
c. Syaikh Ibnu Ajibah (18 M)
Mendefinisikan tasawwuf sebagai ilmu yang membawa seseorang
agar bisa bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian
jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal shaleh dan jalan
tasawwuf tersebut diawalai dengan ilmu, tengahnya amal dan akhirnya
adalah karunia Ilahi (Alba, 2012).
D. Hubungan antara Syariat, Akhlaq, dan Tasawwuf
1. Hubungan antara Syariat dan Tasawwwuf
Dengan bahasa lain, ilmu ini membahsa tentang diri manusia dari
segi kecenderungan-kecenderungannya, hasrat-hasratnya, dan beragama
potensi yang membuat manusia condong pada kebaikan atau keburukan. Ia
juga membahas perilaku manusia dari segi apa yang seharusnya dilakukan
manusia dalam menghiasi diri dengan keutamaan dan menjauhkan diri dari
perilaku buruk dan rendah.Ini berarti bahwa ilmu akhlak memiliki kaitan
erat dengan kajian-kajian psikologi, sebab baginya ia seperti premis-
premis yang membantu meluruskan perilaku manusia hingga menjadi
pribadi yang baik dan mampu mengontrol keinginannya dalam berbuat
segala sesuatu (Kartanegara, 2006).
Menurut kaum sufi, mental yang kotor tidak bisa diterapi dari
aspek lahiriah saja. Untuk itu pada tahap awal memasuki kehidupan sufi,
seorang murid diharuskan melakukan amalan dan latihan keruhanian
yang cukup berat. Sistem pembinaan Akhlak dalam dunia sufi disusun
sebagai berikut (Nasution, 1978):
a. Takhalli
b. Tahalli
c. Tajalli
Mahabbah adalah bentuk masdar dari kata yang mempunyai tiga arti yaitu
(Damis, 2011);
a. Melazimi dan tetap, jika dihubungkan dengan cinta maka dapat
dipahami bahwa dengan melazimi sesuatu akan dapat menimbulkan
keakraban yang merupakan awal dari munculnya rasa cinta
b. Biji sesuatu dari yang memiliki biji, dapat dipahami dengan melihat
pungsi biji pada tumbuh-tumbuhan adalah benih kehidupan bagi
tumbuh-tumbuhan. Karena itu, al-Al-mahabbah merupakan benih
kehidupan manusia minimal sebagai semangat hidup bagi seseorang
yang akan mendorong usaha untuk meraih sesuatu yang dicintai
c. sifat keterbatasan, dapat dipahami dengan melihat manusia sebagai
subjek cinta, sangat terbatas dalam meraih sesuatu yang dicintai
sehingga membutuhk bantuan Sang Pemilik Cinta yang sesungguhnya,
yaitu Allah swt.
Tasawwuf diartikan dalam sikap rohani yaitu takwa yang selalu ingin
dekat dengan Allah SWT., dihubungkan dengan syari’at dalam arti luas yang
meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia, baik hablum minallah,
hablum minannas, maupun hablum minal ‘alam, mempunyai keselaran yang
sangat erat dan saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai
kemaslahatan dunia dan akhirat dalam arti harus sepadan (sesuai).
Begitu pula pada aspek hubungan dengan Tuhan, antara syari’ah dan
tasawwuf tetap menjadi dua entitas yang saling mengisi dalam satu kesatuan
menuju Tuhan. Syari’ah merupakan bentuk yang bernuansa hukum (eksoteris,
seperti pemenuhan dalam syarat dan rukun dalam setiap ibadah, sedangkan
tasawwuf merupakan bentuk tinjauan esoteris yang bisa diidentikkan dengan
konsep ihsan. Dengan dua dimensi ini akan semakin memantapkan kualitas dari
keimanan sosok muslim yang nantinya menemukan kebenaran yang hakiki
(Tuhan) melalui dua dimensi, yaitu rasional (eksoteris) dan rasa (esoteris). Oleh
karena itu, Hukum Islam (syari’ah) yang sering dihadapkan dengan tasawwuf
merupakan dua hal penting yang saling mengisi secara kontributif untuk
memantapkan kualitas dari keimanan seorang muslim. Artinya, pada aspek
hubungan dengan sesama manusia (ibadah ghairu mahdah) dan hubungan dengan
Tuhan (ibadah mahdah), antara syari’ah dan tasawwuf tidak bertolak belakang),
tapi bisa saling mengisi secara kontributif dalam satu tujuan, yaitu Tuhan(Rijal,
2017).
Selain itu, Secara teoritis, kepatuhan pada Tuhan tidak dapat dilakukan
melainkan setelah seseorang mengetahui dengan pasti antara kewajiban (al-
wajibat) dan larangan (alnahiyat). Jadi, dalam hal ini berarti bahwa seseorang
terlebih dahulu harus belajar tentang hukum-hukum syariat sebelum memasuki
dunia tasawwuf. Menjalani tasawwuf tanpa mengikuti syariat secara benar adalah
perbuatan yang keliru. Apabila seseorang tidak bertolak dari syariat yang benar
dan teladan yang sempurna dalam bertasawwuf, maka ia tidak akan dapat
mencapai salah satu derajat kaum sufi. Teladan (uswah) itu tiada lain yaitu Nabi
Muhammad Rasulullah saw.
Alba, Cecep. 2012. Tasawwuf, dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Danis, Rahmi. 2011. Al-Mahabbah Dalam Pandangan Sufi. Journal UIN
Alauddin, Volume. 1, Nomer. 2.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawwuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Sinar
Grafika Offset
Jinan, Mutohharun. 2017. Konteks Religio-Politik Perkembangan Sufisme: Telaah
Konsep Mahabbah Dan Ma’rifah. Jurnal Studi Islam, Volume. 18,
Nomor. 1.
Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga
Mahmud, Abd al-Qadir. 1967. Falsafat al-Sufiyyat al-Islam. Kairo: Matba’at al-
Ma’arif al-Imarah.
Nasution, Harun. 1978. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang,
Nata, Abussin. 1996. Akhlak Tasawuf: Cetakan Pertama. Jakarta: PT Graffindo
Persada
Rahman, Fazlur. 1965. Islam. Chicago: Univercity of Chicago Press.
Rijal, S dan Umiarso. 2017. Syari’ah Dan Tasawwuf: Pergulatan Integratif
Kebenaran Dalam Mencapai Tuhan. Jurnal Ushuluddin, Volume. 25,
Nomor. 2.
Suteja. 2015. Tokoh Tasawwuf dan Ajarannya. Cirebon : CV Pangger
Syaltut, Mahmud. 1996. Islam Aqidah wa Syariah. Kairo: Dar al-kalam
Wasalmi. 2014. Mahabbah Dalam Tasawwuf Rabi’ah Al-Adawiah. Sulesana,
Volume 9. Nomor. 2.