TEORI PRODUKSI
Pengantar
Teori perilaku produsen (perusahaan) memiliki banyak analogi dengan teori
perilaku konsumen. Misalnya, bila konsumen mengalokasikan dananya untuk
konsumen, produsen mengalokasikan dananya untuk menggunakan faktor
produksi atau yang akan di proses menjadi output. Karena itu bila keseimbangan
konsumen terjadi pada saat seluruh uangnya habis untuk konsumsi, keseimbangan
produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis terpakai untuk membeli
faktor produksi. Dalam mengonsumsi barang berlaku The Law of Diminishing
Marginal Utility (LDMU), sedangkan dalam penggunaa faktor produksi berlaku The
Law of Diminishing Return (LDR). Produsen juga memililki pengetahuan yang
lengkap (perfect knowledge) atas faktor produksi yang dibelinya. Akhirnya, bila
konsumen berupaya mencapai kepuasan maksimum, maka produsen berupaya
mencapai tingkat produksi maksimum. Pemahaman kita mengenai perilaku
konsumen akan memudahkan pemahaman mengenai perilaku produsen.
Dimensi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai
faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan
tingkat produksi, faktor produksi di bedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed
input) dan faktor produksi variabel (variable input). Faktor produksi tetap adalah
faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah
produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap
tersedia. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tigkat
produksinya. Makin besar tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi,
makin banyak faktor produksi variabel yang di gunakan. Begitu pula sebaliknya.
Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan
waktu yang di butuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi
tersebut.
Dalam jangka panjang (long run) dan sangat panjang (very long run) semua
faktor produksi sifatnya variabel. Perusahaan dapat menambah atau mengurangi
mesin produksi. Dalam konteks manajemen, jangka panjang dan jangka sangat
panjang berkaitan dengan ukuran waktu kronologis. Periode jangka pendek adalah
periode produksi dimana perusahaan tidak mampu dengan segera melakukan
penyesuaian jumlah penggunaan salah satu atau beberapa faktor produksi.
Sedangkan periode jangka panjang adalah periode produksi dimana semua faktor
produksi menjadi faktor produksi variable.
62
2. Model Produksi Dengan Satu Faktor Produksi Variabel
Model produksi dengan satu faktor produksi adalah fungsi produksi yang hanya
memakai satu faktor produksi tetap dan satu factor produksi variabel. Hanya
faktor produksi variabel yang dapat diubah. Model ini digunakan pada periode
jangka pendek. Hubungan matematis penggunaan faktor produksi yang
menghasilkan output maksimum disebut dengan fungsi produksi. Rumusnya:
Q = f(K,L)
Keterangan: Q = Output
K = Modal
L = Tenaga kerja atau buruh
Dalam model produksi satu faktor produksi variabel, modal dianggap barang
produksi tetap. Keputusan produksi ditentukan berdasarkan alokasi efisiensi
tenaga kerja.
63
Contoh Soal :
Diketahui daftar tenaga kerja, mesin, dan total produksi usaha tekstil tradisional:
Mesin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Buruh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TP 5 20 45 80 105 120 126 120 106 90
Tentukan besarnya MP, dan AP!
Penyelesaian:
∆𝑇𝑃
MP = ∆𝐿
𝑇𝑃2 −𝑇𝑃1 20−5 15
1. MP = = = = 15
𝐿2 −𝐿1 2−1 1
𝑇𝑃3 −𝑇𝑃2 45−20 25
2. MP = = = = 25
𝐿3 −𝐿2 3−2 1
3. Dst….
Produksi Rata-rata (AP)
𝑇𝑃
AP = 𝐿
5
1. AP = 1 = 5
20
2. AP = 2 = 10
3. dst….
64
Produksi Produksi Produksi
Mesin Buruh (L)
Total (TP) Marjinal (MP) Rata-rata
(Unit) (Orang)
(Bal) (Bal) (AP) (Bal)
1 1 5 5 5
1 2 20 15 10
1 3 45 25 15
1 4 80 35 20
1 5 105 25 21
1 6 120 15 20
1 7 126 6 18
1 8 120 -6 15
1 9 106 -12 12
1 10 90 -18 9
Dari tabel diatas kita dapat melihat bahwa produksi total (TP) pada awalnya
meningkat dan mencapai maksimum (126 unit) pada saat jumlah buruh yang
diperkerjakan tujuh orang. Tetapi setelah itu penambahan buruh justru
menurunkan produksi total, karena produksi marjinal/MP sudah negative. Bila
melihat kolom MP, ternyata besarnya MP sangat mempengaruhi TP. Selama nilai
MP > 0, TP tetap bertambah. Sayangnya pertambahan MP juga mengalami
penurunan/LDR (The Law of Deminishing Return). Besarnya nilai MP juga
berpengaruh terhadap nilai produksi rata-rata atau AP. Penambangan 1 orang
tenaga kerja akan memperbesar nilai AP selama nilai MP > nilai AP sebelumnya.
Begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi pada saat penggunaan tenaga kerja antara 2-
5 orang. Misalnya pada saat menambah buruh dari 2 menjadi 3 orang, AP
meningkat dari 10 unit menjadi 15 unit, karena MP= 25 unit. Bandingkan pada saat
tenaga kerja ditambah dari lima menjadi enam.
62
pada saat TP maksimum dan MP = 0 (titik 3 dan 6). Selanjutnya diagram tersebut
dapat kita bagi menjadi tiga tahap produksi (the three stage of production):
Tahap 1 (stage I), sampai pada saat kondisi AP maksimum.
Tahap 2 (stage II) , antara AP maksimum sampai saat MP sama dengan nol
Tahap 3 ( stage III) , saat MP sudah bernilai < 0 (negatif)
Pada tahap II, kerena berlakunya LDR, baik produksi marjinal maupun produksi
rata rata mengalami penurunan . Namun demikian nilai keduanya masih positif.
Penambahan tenaga kerja akan tetap menambah produksi total sampai mencapai
titik maksimum (slope kuva TP datar sejajar dengan sumbu horizontal).
Pada tahap III, persahaan tidak mungkin melanjutkan produksi, karena
penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan akan
mengalami kerugian (slope kurva TP negatif).
Dengan demikian perusahaan sebaiknya berproduksi ditahap II. Secara metematis
perusahaan akan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya
(marginal cost) yang harus dibayar adalah sama dengan tambahan pendapatan
(marginal revenue) yang diterima. Jika tambahan biaya masih lebih kecil dari
tambah pendapatan, perusahaan akan menambah tenaga kerja. Tambahan
pendapatan adalah produksi marginal dikalikan harga jual barang. Jika upah,
dinotasikan sebagai W sedangkan harga jual baranng di notasikan P, maka alokasi
tenaga kerja (faktor produksi) dianggap efisien bila:
W = MP (P)
Keterangan: W = Upah
MP = Produksi Marginal
P = Harga Jual Barang
E. Perkembangan Teknologi
63
Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Bila nilai
AP meningkat karena mesinnya semakin modern, belum berarti efisiensi
meningkat. Studi empiris yang dilakukan duapuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ada yang lebih penting dari sekedar memodernisasi mesin,
yaitu modernisasi sumber daya manusia (SDM), terutama dengan mengubah cara
berpikir dan sikap hidup. Dengan modernisasi SDM, kemajuan teknologi akan
meresap ke dalam diri manusia (embodied technologi) dan mendorong
peningkatan efisiensi.
3. Perkembangan teknologi
Definisi dalam bagian ini kita melonggarkan asumsi adanya faktor produksi tetap.
Baik barang modal maupun tenaga kerja sekarang bersifat variabel. Namun yang
harus diingat bahwa pelonggaran asumsi ini masih tetap terlalu menyederhanakan
persoalan. Sebab dalam kenyataan, faktor produksi variabel yang digunakan dalam
proses produksi lebih dari dua maca. Dalam model produksi dua faktor produksi
variabel ini, analisis cukup menggunakan penjelasan grafis matematika sederhana.
a. Isokuan (Isoquant)
Isokuan (isoquant) adalah kurva yang menggambarkan berbagai kmbinasi
penggunaan dua macam faktor produksi variabel secara efisien dengan tingkat
teknologi tertentu, yang menghasilkan tingkat produksi yang sama. Misalnya,
kasus usaha tekstil tradisional di muka kita perlonggar asumsinya denga
menyatakan bahwa mesin daapat ditambah. Tabel 5.2 memberikan data sebagai
berikut:
Tabel 5.2
Produksi Total Usaha Tekstil Tradisional
(Dua Faktor Produksi Variabel)
Mesin Tenaga Kerja
1 2 3 4 5
1 5 20 45 80 105
2 30 45 105 150 135
3 80 105 150 180 150
4 105 135 180 240 210
64
Kita melihat bahwa tingkat produksi 105 bal tekstil dapat dicapai dengan beberapa
kombinasi faktor produksi, yaitu 1 mesin dengan 5 tenaga kerja, 2 mesin dengan 3
tenaga kerja dan seterusnya. Selanjutnya kita dapat menurunkan kurva isokuan
seperti berikut:
Series 1
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5
Series 1
Asumsi-asumsi Isokuan:
1) Konveksitas (Convexity)
Asumsi konveksitas (convexity) analogi dengan asumsi pada pembahasan perilaku
konsumen, yaitu kurva indiferensi yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah
(down ward sloping). Kesediaan produsen untuk mengorbankan faktor produksi
yang satu demi menambah penggunaan faktor produksi yang lain untuk menjaga
tingkat produksi pada isokuan yang sama disebut Derajat Teknik Subtitusi Faktor
Produksi atau Marginal Rate of Technical Subtitution (MRTS). MRTSlk adalah
bilangan yang menunjukkan berapa unit faktor produksi L harus dikorbankan
untuk menambah 1 unit faktor produksi K pada tingkat produksi yang sama. Jika L
adalah tenaga kerja dan Kadalah barang modal (mesin), maka/MRTSlk adalah
berapa unir tenaga kerja yang harus dikorbankan untuk menambah 1 unit mesin,
demi menjaga produksi pada tingkat yang sama. Dasar pertimbangan substitusi
faktor produksi adalah perbandingan rasio produktivitas. Perhatikan Diagram 5.5
berikut ini.
Jika produsen ingin mengubah kombinasi faktor produksi dari titik A ke titik B,
maka tambahan output karena menambah 1 unit L adalah sama dengan produksi
marjinal L (MPL ) dikali dengan perubahan L atau (MPL . ∂L). Pengurangan output
karena pengurangan faktor produksi K adalah sama dengan produksi marjinal K
(MPK ) dikali perubahan K atau (MPK . ∂K). Karena bergerak pada isokuan yang
sama, maka pertambahan output sama dengan nol (MPL . ∂L + MPK . ∂K = 0)
65
(MPL . ∂L) + (MPK . ∂K) = 0.....................................................................(5.6)
MPL . ∂L = - MPK . ∂ ∂K
MPL ∂K
= - ∂L = MRTS𝑙𝑘 .................................................................................... (5.7)
MPK
Di muka telah diuraikan bahwa penggunaan du macam faktor prduksi juga berlaku
LDR. Pada Diagram 5.7, Q60, Q80, Q90 adalah isokuan-isokuan dengan tingkat
produksi masing-masing 60,80, dan 90 unit.Penurunan hasil tenaga kerja (L) dapat
dilihat dengan menarik garis ABC. Jika kita berproduksi dengan faktor produksi mesin (K)
sebanyak G unit, penambahan L sebanyak AB unit menambah output sebanyak 20 unit.
Tetapi penambahan berikutnya dengan jumlah yang sama (Bc = AB) hanya menambah output
sebanyak 10 unit. Penurunan hasil K dapat dilihat misalnya pada saat jumlah L = M unit
(perhatikan garis DBE). Awalnya untuk menambah 20 unit output cukup menambah DB
unit K. Tetapi ketika akan menambah output 10 unit lagi (Iq80 ke Iq90), jumlah unit
mesin yang ditambah jauh lebih besar, yaitu BE unit (lebih banyak dari DB unit).
66
3) Daerah Produksi Yang Ekonomls (Relevance Range of Production)
Pada saat membahas model produksi satu faktor produksi variabel, telah disimpulkan bahwa
daerah produksi ekonomis perusahaan adalah daerah tahap II. Prinsip yang sama berlaku untuk
model produksi dua faktor produksi. Diagram 5.8.a menggambarkn bahwa batas antara titik A
dan B adalah batas daerah produksi yang ekonomis (relevance range of production) atau tahap
II. Jika perusahaan ber-produksi di luar batas areal itu (A ke C atau B ke D),
penambahan faktor produksi tidak meningkatkan Produks. Garis AB merupakan
daerah tahap II. Diagram 5.8.b menggambarkan jika perusahaan ingin melakukan
ekspansi produksi, batas ruang gerak ekonomis adalah daerah yang diapit garis
lengkung M dan N.
Diagram 5.9 menuniukkan bila penggunaan mesin dan tenaga kerja dilipatgandakan (K1 ke
K 2 ), output meningkat lebih dari dua kali lipat. Pencapaian hasil ini dimungkinkan
antara lain karena kemampuan manajemen dalam menangani produksi skala
besar, ada sinerji antara mesin
dan tenaga kerja (embodied technology).
67
2) Skala Hasil Konstan (Constant Return to Scale)
Jika pelipat gandaan faktor produksi menambah output sebanvak dua kali lipat juga, fungsi
produksi memiliki karakter Skala Hasil Konstan (Constant Return to Scale), seperti
digambarkan dalam Diagram 5.10
c. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan efisiensi peningkatan
faktor produksi. Tingkat yang sama dapat di capai dengan penggunaan faktor
produksi yang lebih sedikit diagaram 5.12 menggambarkan hal tersebut. Karena
kemajuan teknologi, tingkat produksi-90unit (Q90 perioe pertama) dapat dicapai
dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit (Q90 Periode kedua).
68
Seorang ekonom bernama Hicks mengklasifikasikan kemajuan teknologi
berdasarkan pengaruhnya terhadap kombinasi penggunaan faktor produksi. Bila
kemajuan teknologi mengakibatkan porsi penggunaan barang moda menjadi lebih
besar dibandingkan tenaga kerja, disebut teknologi padat modal ( capital using
atau capital intensive ) . Sebaliknya jika menyebabkan porsi penggunaan tenaga
kerja menjadi lebih besar, disebut teknologi padat karya (labour using atau labour
intensive) . Jika tidak mengubah porsi ( rasio faktor produksi tetap), disebut
teknologi netral ( netral technology ) . Perubahan-perubahan itu dapat dilihat dari
angkat MRTS yang tercemin dari perubahan sudut kemiringan isokuan. Hal-hal ini
digambarkan dalam diagaram 5.13.
69
Kurva anggran produksi adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinai
penggunaan duan macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Jika
harga faktor tenaga kerja adalah upah (w) dan harga faktor produksi barang modal
adalah sewa (r), amak kurva isocost (i) adalah :
I = rK + wL .........................................................................................................................(5.8)
Sudut kemirigan kurva isocost adalah rasio harga kedua faktor produksi.
Jika terjadi perubahan harga faktor produksi, kurva I berotasi. Jika yang berubah
adalah kemampuan anggaran, kurva isocost bergeser sejajar ( Diagaram.5.15.b)
e. Keseimbangan Produsen
70
Dalam mencapai keseimbangannya produsen selalu berdasarkan prinsip efisiensi,
yaitu memaksimalkan output atau meminimalisasi biaya . prinsip memaksimalkan
output menyetakan bahwa dengan anggaran yang sudah ditetapkan, dicapai
output maksimum ( Diagaram5.16a). Prinsip meminimalisasi biaya menyatakan
teraget output yang sudah ditetapkan harus dicapai dengan biaya minimum
(Diagaram5.16b).
71
konstan atau constant return to scale (CRS), isoklin berbentuk garis lurus QR. Hal
ini karena dalam fungsi produksi CRS, rasio faktor produksi tidak berubah (
konstan ) ( Diagaram 5.17.b).
Memaksimumkan Laba
Sebelumnya telah dipelajari dalam teori ekonomi mikro tujuan perusahaan adalah
mencari laba . Secara teoritis laba adalah kompensasi atas resiko yang ditanggung
oleh perusahaan . Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan
dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan . Jika laba dinotasikan 𝜋 ,
pendapatan total sebagai TR , dan biaya total adalah TC . maka π = TR –
TC……………………………… (7.1)
72
1 . Pendekatan Totalitas ( Totality Approach)
Dalam diagram tersebut kita melihat bahwa pada awalnya perusahaan mengalami
kerugian , TR yang masih dibawah kurva TC . Tetapi jika output ditambah ,
kerugian makin kecil , terlihat dari makin mengecilnya jarak kurva TR dengan
kurva TC . Pada saat jumlah output mencapai Q* , kurva TR berpotongan dengan
kurva TC yang artinya pendapata total sama dengan biaya total .
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi
penjualan maksimum ( maximum selling) . Sebab makin besar penjualan makin
besar laba yang diperoleh . Sebelum mengambil keputusan , perusahaan
menghitung berapa unit output harus diproduksi (Q*) untuk mencapai titik impas ,
kemudian besarnya Q* dibandingkan dengan potensi permintaan efektif . Jika
persentasenya 80% maka untuk mencapai BEP perusahaan harus menjangkau
80% potensi permintaan efektif . Makin kecil persentase Q* terhadap potensi
permintaan efektif dianggap makin baik , sebab risiko yang ditanggung perusahaan
makin kecil .
73
Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari Persamaan (7.2)
𝜋 = P.Q*- (FC-v.Q*)
Titik impas tercapai pada saat 𝜋 sama dengan nol .
0 = P.Q* - FC – v.Q*
= P.Q*-v.Q*-FC
= (P.v)Q*-FC
𝐹𝐶
Q* = (𝑃−𝑉)…………………………………………………………………….…………..(7.4)
Contoh kasus:
Emilia seorang dosen . Sebagai seorang dosen yang kreatif , dia merencanakan
menambah penghasilan keluarga dengan menjual jajanan anak-anak berupa
permen coklat hasil olahannya sendiri . Produknya dipasarkan ke beberapa
sekolah dasar yang ada disekitar tempat tinggalnya . Jumlah permintaan potensial
( jumlah murid yang diberi uang jajan) adalah 1.000 orang per tahun . Untuk
mewujudkan rencananya , dia harus membeli alat-alat produksi dan mesin cetak
sederhana seharga Rp 5 juta . BIaya produksi per biji permen coklat Rp 250,00 .
Harga jual per biji Rp 500,00 .
Biaya pembelian alat produksi dan mesin cetak sederhana adalah
biaya tetap (FC) , karena besarnya tidak tergantung jumlah produksi . Biaya
variable per unit (v) adalah Rp @250,00 sedangkan harga per jual unit (P) adalah
Rp 500,00 untuk mencapai titik impas , jumlah output (permen coklat ) yang harus
terjual (Q*) adalah :
Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen .
Untuk mencapai titik impas , permen coklat yang harus terjual 20.000 biji ,
tergantung dari optimisne Ibu Emilia . Jika dia besikap pesimis , msalnya dengan
mengatakan hanya sekitar 0% dari permintaan potensial yang terjangkau , berarti
setiap hari hanya dapat menjual 100 pemen . Sehingga 20,.000 biji permen akan
terjual dalam waktu 200 hari . Tetapi bila dia yakin minimal 50% potensi pasar
terjangkau atau 500 biji permen coklat per hari , 20.000 biji permen akan terjual
hanya dalam waktu 40 hari . Setelah 200.000 biji permen , penjual selanjutnya
member keuntungan Rp250,00 per biji , karena itu makin banyak permen yang
dapat dijual , makin besar laba yang diperoleh .
Kelemahan pada pendekatan totalitas :
A . Dalam praktik sulit membedakan antara biaya tetap dengan biaya variable .
Misalnya , Seorang pegawai dalam perusahaan , terutama prusahaan keluarga ,
sering bekerja rangkap untuk kegiatan adminitrasi (biaya tetap) dan produksi
(biaya variable) .
B . Pendekatan ini mengbaikan gejala penurunan pertambahan hasil (LDR) , yang
menyebabkan baik kurva biaya maupun kurva pendapatan tidak berebentuk garis
lurus.
74
2. Pendekatan Rata-Rata
Dalam pendekatan ini, perhubungan lalu per unit dilakukan dengan
membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output
(P). laba total adalah laba per dikalikan dengan jumlah output yang terjual.
π = (P – AC).Q ……………………………………………………………..……(7.5)
Dari persamaan ini perusahan akan mencapai laba bila harga jual per unit output
(P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas
apabila P sama dengan AC.
CONTOH KASUS:
PT. Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk
singkong akan dibeli di lahan oleh produsen tapioka seharga Rp. 150,00 per
kilogram. Setiap hektar diperkirakan menghasilkan singkong minimal 25 ton.
Berdasarkan studi pendahuluan, biaya produksi seperti dibawah ini:
π = (P – AC).Q ………………………………………………………………………………(7.6)
1.000.000.000 = (15= 70).Q
Q = (1.000.000.000 : 80) kg
= 12.500.000 kg
= 12.500 ton
Sama halnya denga pendekata totalitas, pendekatan rata-rata juga
banyak dipakai karena sederhana. Namun pendekatan ini pun mengabaikan gejala
penurunan per-tambahan hasil (LDR). Contoh di atas, menunjukkan banyak
perbedaan mendasar antara memproduksi satu hektar dengan 500 hektar. Pada
skala produksi satu hektar atau barangkali sampai sepuluh hektar, perusahaan
75
tidak mengalami masalah-masalah berarti dikaitkan dengan kebutuhan SDM,
teknologi produksi maupun manajemen. Dalam arti kualitas SDM yang dibutuhkan
tidak perlu tinggi, lahan bias dikelola dengan teknoogi sederhana dan pengelolaan
usaha cukup dengan manajemen keluarga.
Tetapi jika skala produksi ditingkatkan sampai 500 hektar, pengolahan tanah
harus menggunakan peralatan modern, perusahaan membutuhkan insinyur dan
tenaga keungan yang mampu mengelola usaha bernilai ratusan juta atau miliaran
rupiah. Jika perusahaanharus menggunakan kredit sebagai sumber pendanaan,
maka organisasi perusahaan harus bersifat formal. Dengan kata lain jenis dan
kompleksitas kegiatan maupun pembiayaan makin banyak dan meningkat, jika
skala produksi ditambah. Karena itu perhitungan AC yang akurat seharusnya
dalam skala produksi 500 hektar bias lebih besar atau lebih kecil dari AC pada
skala produksi satu hektar. Jika perusahaan menikmati skala produksi ekonomis
(economies of scale), maka biaya rata-rata (AC) akan lebih kecil dari Rp. 70,00 per
kg (AC pada skala produksi satu hektar). Begitu juga sebaliknya.
76
Pada Diagram 7.2 kita melihat bahwa tingkat output yang memberikan laba
adalah interval Q1- Q3. Jika output di bawah jumlah Q1, perusahaan mengalami
kerugian karena TR < TC. Begitu juga jika jumlah output melebihi Q5. Interval Q1-Q5
dalam pembahasan teori produksi disebut sebagai daerah produksi ekonomis
(tahap II). Perusahaan akan mencapai laba maksimum di salah satu titik antara Q1-
Q5. Dalam diagram 7.2 terlihat bahwa laba maksimum tercapai jika tingkat
produksinya adalah Q3. Secara grafis hal itu terlihat dari kurva 𝜋 yang mencapai
nilai maksimum pada saat output sebesar Q3.
Pada pembuktian secara matematis telah diketahui bahwa nilai 𝜋 (laba) akan
maksimum bila MR =MC. Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan
dua garis singgung b1 dan b2. Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR
atau sama dengan MR. garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau
sama dengan MC. Kita melihat garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang
artinya MR = MC.
77
2. Pada saat jumlah output Q3
Pada saat jumlah output Q3 seperti telah dijelaskan, garis singgung b1 (MR) sejajar
garis singgung b2 (MC). Jika output ditambah satu unit, maka tambahan
pendapatan (MR) yang diperoleh sama persis dengan tambahan biaya (MC) yang
harus dikeluarkan.
3. Interval Q3-Q5
Jika output ditambah dari Q3 ke Q4, terlihat bahwa sudut kemiringan garis singgung
c1 (MR) sudah lebih kecil dari sudut kemiringan garis singgung c2 (MC). Artinya
jika output ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh lebih
kecil dibanding tambahan biaya (MC). Dalam kondisi seperti itu perusahaan akan
merugi bila terus menambah output. Terlihat dari gerak menurun kurva 𝜋.
Dengan demikian, tingkat output yang membuat perusahaan mencapai laba
maksimum adalah Q3.
Penjelasan di atas dapat diringkas dengan menyatakan:
1) Pada interval Q1-Q3, MR > MC. Karenanya penambahan output akan
meningkatkan laba.
2) Pada interval Q3-Q5, MR < MC. Karenanya penambahan output akan
menurunkan laba.
3) Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan mencapai laba
maksimum.
78