Anda di halaman 1dari 20

BAB V

TEORI PRODUKSI

Pengantar
Teori perilaku produsen (perusahaan) memiliki banyak analogi dengan teori
perilaku konsumen. Misalnya, bila konsumen mengalokasikan dananya untuk
konsumen, produsen mengalokasikan dananya untuk menggunakan faktor
produksi atau yang akan di proses menjadi output. Karena itu bila keseimbangan
konsumen terjadi pada saat seluruh uangnya habis untuk konsumsi, keseimbangan
produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis terpakai untuk membeli
faktor produksi. Dalam mengonsumsi barang berlaku The Law of Diminishing
Marginal Utility (LDMU), sedangkan dalam penggunaa faktor produksi berlaku The
Law of Diminishing Return (LDR). Produsen juga memililki pengetahuan yang
lengkap (perfect knowledge) atas faktor produksi yang dibelinya. Akhirnya, bila
konsumen berupaya mencapai kepuasan maksimum, maka produsen berupaya
mencapai tingkat produksi maksimum. Pemahaman kita mengenai perilaku
konsumen akan memudahkan pemahaman mengenai perilaku produsen.
Dimensi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai
faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan
tingkat produksi, faktor produksi di bedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed
input) dan faktor produksi variabel (variable input). Faktor produksi tetap adalah
faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah
produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap
tersedia. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tigkat
produksinya. Makin besar tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi,
makin banyak faktor produksi variabel yang di gunakan. Begitu pula sebaliknya.
Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan
waktu yang di butuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi
tersebut.
Dalam jangka panjang (long run) dan sangat panjang (very long run) semua
faktor produksi sifatnya variabel. Perusahaan dapat menambah atau mengurangi
mesin produksi. Dalam konteks manajemen, jangka panjang dan jangka sangat
panjang berkaitan dengan ukuran waktu kronologis. Periode jangka pendek adalah
periode produksi dimana perusahaan tidak mampu dengan segera melakukan
penyesuaian jumlah penggunaan salah satu atau beberapa faktor produksi.
Sedangkan periode jangka panjang adalah periode produksi dimana semua faktor
produksi menjadi faktor produksi variable.

62
2. Model Produksi Dengan Satu Faktor Produksi Variabel

Model produksi dengan satu faktor produksi adalah fungsi produksi yang hanya
memakai satu faktor produksi tetap dan satu factor produksi variabel. Hanya
faktor produksi variabel yang dapat diubah. Model ini digunakan pada periode
jangka pendek. Hubungan matematis penggunaan faktor produksi yang
menghasilkan output maksimum disebut dengan fungsi produksi. Rumusnya:
Q = f(K,L)
Keterangan: Q = Output
K = Modal
L = Tenaga kerja atau buruh
Dalam model produksi satu faktor produksi variabel, modal dianggap barang
produksi tetap. Keputusan produksi ditentukan berdasarkan alokasi efisiensi
tenaga kerja.

A. Produksi Total (Total Product)


Produksi total adalah banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan satu
unit total produksi. TP = f(K,L)
Keterangan: TP = produksi total
K = barang modal (yang dianggap konstan)
L = tenaga kerja atau buruh
Secara matematis TP akan maksimum apabila turunan pertama dari fungsi
nilainya sama dengan nol. Turunan pertama TP adalah MP, maka TP maksimum
pada saat MP sama dengan nol.

B. Produksi Marginal (Marginal Product)


Produksi Marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena
penambahan penggunaan satu unit faktor produksi.
∆𝑇𝑃
MP = ∆𝐿
Keterangan: MP = Produksi Marginal
∆𝑇𝑃 = Selisih total produksi
∆𝐿 = Selisih tenaga kerja
Perusahaan dapat terus menambah tenaga kerja selama MP > 0. Jika MP sudah < 0,
penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP
merupakan indikasi telah terjadinya hukum pertambahan hasil yang semakin
menurun atau The Law of Deminishing Return.

C. Produksi Rata-Rata (Average Product)


Produksi rata-rata adalah rata-rata output yang dihasilkan perunit faktor produksi.
𝑇𝑃
AP = 𝐿
Keterangan: AP = produksi rata-rata
TP = total product
L = tenaga kerja (labour)
AP akan maksimum bila turunan pertama fungsi AP adalah 0 (AP’=0). Dengan
penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP=MP, dan MP akan
memotong AP pada saat nilai AP maksimum.

63
Contoh Soal :
Diketahui daftar tenaga kerja, mesin, dan total produksi usaha tekstil tradisional:
Mesin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Buruh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TP 5 20 45 80 105 120 126 120 106 90
Tentukan besarnya MP, dan AP!
Penyelesaian:

 Produksi Marjinal (MP)

∆𝑇𝑃
MP = ∆𝐿
𝑇𝑃2 −𝑇𝑃1 20−5 15
1. MP = = = = 15
𝐿2 −𝐿1 2−1 1
𝑇𝑃3 −𝑇𝑃2 45−20 25
2. MP = = = = 25
𝐿3 −𝐿2 3−2 1
3. Dst….
 Produksi Rata-rata (AP)
𝑇𝑃
AP = 𝐿
5
1. AP = 1 = 5
20
2. AP = 2 = 10
3. dst….

64
Produksi Produksi Produksi
Mesin Buruh (L)
Total (TP) Marjinal (MP) Rata-rata
(Unit) (Orang)
(Bal) (Bal) (AP) (Bal)
1 1 5 5 5
1 2 20 15 10
1 3 45 25 15
1 4 80 35 20
1 5 105 25 21
1 6 120 15 20
1 7 126 6 18
1 8 120 -6 15
1 9 106 -12 12
1 10 90 -18 9

Dari tabel diatas kita dapat melihat bahwa produksi total (TP) pada awalnya
meningkat dan mencapai maksimum (126 unit) pada saat jumlah buruh yang
diperkerjakan tujuh orang. Tetapi setelah itu penambahan buruh justru
menurunkan produksi total, karena produksi marjinal/MP sudah negative. Bila
melihat kolom MP, ternyata besarnya MP sangat mempengaruhi TP. Selama nilai
MP > 0, TP tetap bertambah. Sayangnya pertambahan MP juga mengalami
penurunan/LDR (The Law of Deminishing Return). Besarnya nilai MP juga
berpengaruh terhadap nilai produksi rata-rata atau AP. Penambangan 1 orang
tenaga kerja akan memperbesar nilai AP selama nilai MP > nilai AP sebelumnya.
Begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi pada saat penggunaan tenaga kerja antara 2-
5 orang. Misalnya pada saat menambah buruh dari 2 menjadi 3 orang, AP
meningkat dari 10 unit menjadi 15 unit, karena MP= 25 unit. Bandingkan pada saat
tenaga kerja ditambah dari lima menjadi enam.

Kurva TP, MP, dan AP

Kasus Usaha Tekstil Tradisional

D. Tiga Tahap Produksi


Ada tiga tahap produksi, Penahapan ini berguna untuk memahami pada tahap
mana sebaiknya perusahaan berproduksi. Diagram 5.2 menunjukkan ada tiga
tahap penting dari gerakan perubahan nilai TP. Yang pertama, pada saat MP
maksimum (titik 1 dan 4). Kedua, pada saat AP maksimum (titik 2 dan 5). Ketiga,

62
pada saat TP maksimum dan MP = 0 (titik 3 dan 6). Selanjutnya diagram tersebut
dapat kita bagi menjadi tiga tahap produksi (the three stage of production):
Tahap 1 (stage I), sampai pada saat kondisi AP maksimum.
Tahap 2 (stage II) , antara AP maksimum sampai saat MP sama dengan nol
Tahap 3 ( stage III) , saat MP sudah bernilai < 0 (negatif)

Kurva TP, MP, dan AP

Pada tahap 1, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total


maupun produksi rata rata. Karena itu hasil yang diperoleh dari tenaga kerja
masih jauh lebih besar dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan
rugi jika berhenti produksi pada tahap ini (slope kurva TP meningkat tajam).

Pada tahap II, kerena berlakunya LDR, baik produksi marjinal maupun produksi
rata rata mengalami penurunan . Namun demikian nilai keduanya masih positif.
Penambahan tenaga kerja akan tetap menambah produksi total sampai mencapai
titik maksimum (slope kuva TP datar sejajar dengan sumbu horizontal).
Pada tahap III, persahaan tidak mungkin melanjutkan produksi, karena
penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan akan
mengalami kerugian (slope kurva TP negatif).
Dengan demikian perusahaan sebaiknya berproduksi ditahap II. Secara metematis
perusahaan akan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya
(marginal cost) yang harus dibayar adalah sama dengan tambahan pendapatan
(marginal revenue) yang diterima. Jika tambahan biaya masih lebih kecil dari
tambah pendapatan, perusahaan akan menambah tenaga kerja. Tambahan
pendapatan adalah produksi marginal dikalikan harga jual barang. Jika upah,
dinotasikan sebagai W sedangkan harga jual baranng di notasikan P, maka alokasi
tenaga kerja (faktor produksi) dianggap efisien bila:
W = MP (P)
Keterangan: W = Upah
MP = Produksi Marginal
P = Harga Jual Barang
E. Perkembangan Teknologi

63
Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Bila nilai
AP meningkat karena mesinnya semakin modern, belum berarti efisiensi
meningkat. Studi empiris yang dilakukan duapuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ada yang lebih penting dari sekedar memodernisasi mesin,
yaitu modernisasi sumber daya manusia (SDM), terutama dengan mengubah cara
berpikir dan sikap hidup. Dengan modernisasi SDM, kemajuan teknologi akan
meresap ke dalam diri manusia (embodied technologi) dan mendorong
peningkatan efisiensi.

3. Perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat secara grafis


dapat digambarkan dengan semakin luasnya bidang yang dibatasi kurva TP.
Apabila nilai AP meningkat karena mesinnya semakin modern, belum berarti
efisiensi meningkat. Studi empiris yang dilakukan duapuluh tahun terahir ini
menunjukan bahwa ada yang lebih penting dari sekedar memodernisasi mesin.
Yaitu memodernisasi sumber daya manusia (SDM), teruutama dengan mengubah
cara berpikir dan sikap hidup. Dengan modernisasi SDM, kemajuan teknologi akan
meresap ke dalam diri manusia (embodied technology) dan mendorong
peningkatan efisiensi.

C. Model produksi dengan dua faktor produksi variabel

Definisi dalam bagian ini kita melonggarkan asumsi adanya faktor produksi tetap.
Baik barang modal maupun tenaga kerja sekarang bersifat variabel. Namun yang
harus diingat bahwa pelonggaran asumsi ini masih tetap terlalu menyederhanakan
persoalan. Sebab dalam kenyataan, faktor produksi variabel yang digunakan dalam
proses produksi lebih dari dua maca. Dalam model produksi dua faktor produksi
variabel ini, analisis cukup menggunakan penjelasan grafis matematika sederhana.

a. Isokuan (Isoquant)
Isokuan (isoquant) adalah kurva yang menggambarkan berbagai kmbinasi
penggunaan dua macam faktor produksi variabel secara efisien dengan tingkat
teknologi tertentu, yang menghasilkan tingkat produksi yang sama. Misalnya,
kasus usaha tekstil tradisional di muka kita perlonggar asumsinya denga
menyatakan bahwa mesin daapat ditambah. Tabel 5.2 memberikan data sebagai
berikut:
Tabel 5.2
Produksi Total Usaha Tekstil Tradisional
(Dua Faktor Produksi Variabel)
Mesin Tenaga Kerja
1 2 3 4 5
1 5 20 45 80 105
2 30 45 105 150 135
3 80 105 150 180 150
4 105 135 180 240 210

Catatan: angka-angka pada kolom 1 s.d 5 adalah produksi total (bal)

64
Kita melihat bahwa tingkat produksi 105 bal tekstil dapat dicapai dengan beberapa
kombinasi faktor produksi, yaitu 1 mesin dengan 5 tenaga kerja, 2 mesin dengan 3
tenaga kerja dan seterusnya. Selanjutnya kita dapat menurunkan kurva isokuan
seperti berikut:

Series 1
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5

Series 1

Asumsi-asumsi Isokuan:
1) Konveksitas (Convexity)
Asumsi konveksitas (convexity) analogi dengan asumsi pada pembahasan perilaku
konsumen, yaitu kurva indiferensi yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah
(down ward sloping). Kesediaan produsen untuk mengorbankan faktor produksi
yang satu demi menambah penggunaan faktor produksi yang lain untuk menjaga
tingkat produksi pada isokuan yang sama disebut Derajat Teknik Subtitusi Faktor
Produksi atau Marginal Rate of Technical Subtitution (MRTS). MRTSlk adalah
bilangan yang menunjukkan berapa unit faktor produksi L harus dikorbankan
untuk menambah 1 unit faktor produksi K pada tingkat produksi yang sama. Jika L
adalah tenaga kerja dan Kadalah barang modal (mesin), maka/MRTSlk adalah
berapa unir tenaga kerja yang harus dikorbankan untuk menambah 1 unit mesin,
demi menjaga produksi pada tingkat yang sama. Dasar pertimbangan substitusi
faktor produksi adalah perbandingan rasio produktivitas. Perhatikan Diagram 5.5
berikut ini.

Jika produsen ingin mengubah kombinasi faktor produksi dari titik A ke titik B,
maka tambahan output karena menambah 1 unit L adalah sama dengan produksi
marjinal L (MPL ) dikali dengan perubahan L atau (MPL . ∂L). Pengurangan output
karena pengurangan faktor produksi K adalah sama dengan produksi marjinal K
(MPK ) dikali perubahan K atau (MPK . ∂K). Karena bergerak pada isokuan yang
sama, maka pertambahan output sama dengan nol (MPL . ∂L + MPK . ∂K = 0)

65
(MPL . ∂L) + (MPK . ∂K) = 0.....................................................................(5.6)
MPL . ∂L = - MPK . ∂ ∂K
MPL ∂K
= - ∂L = MRTS𝑙𝑘 .................................................................................... (5.7)
MPK

2) Penurunan Nilai MRTS


(Diminshing of MRTS)
Sama halnya dengan konsumen, produsen menganggap makin mahal faktor
produksi yang semakin langka. Itulah sebabnya mengapa nilai MRTSlk makin
menurun (hukum LDR). Dalam kasus-kasus tertentu, nilai MRTs akan konstan atau
nl. MRTS konstan bila kedua faktor produksi bersifat substitusi sempurna (perfect
substitution), seperti pada Diagram 5.6.a. MRTS adalah nol bila kedua faktor
produksi mempunyai hubungan proposional tetap (fixed proportion production
function) seperti diunjukkan oleh diagram 5.6.b.

Hukum Pertambahan Hasil Yang Semakin Menurun (The Law Of Diminishing


Return)

Di muka telah diuraikan bahwa penggunaan du macam faktor prduksi juga berlaku
LDR. Pada Diagram 5.7, Q60, Q80, Q90 adalah isokuan-isokuan dengan tingkat
produksi masing-masing 60,80, dan 90 unit.Penurunan hasil tenaga kerja (L) dapat
dilihat dengan menarik garis ABC. Jika kita berproduksi dengan faktor produksi mesin (K)
sebanyak G unit, penambahan L sebanyak AB unit menambah output sebanyak 20 unit.
Tetapi penambahan berikutnya dengan jumlah yang sama (Bc = AB) hanya menambah output
sebanyak 10 unit. Penurunan hasil K dapat dilihat misalnya pada saat jumlah L = M unit
(perhatikan garis DBE). Awalnya untuk menambah 20 unit output cukup menambah DB
unit K. Tetapi ketika akan menambah output 10 unit lagi (Iq80 ke Iq90), jumlah unit
mesin yang ditambah jauh lebih besar, yaitu BE unit (lebih banyak dari DB unit).

66
3) Daerah Produksi Yang Ekonomls (Relevance Range of Production)
Pada saat membahas model produksi satu faktor produksi variabel, telah disimpulkan bahwa
daerah produksi ekonomis perusahaan adalah daerah tahap II. Prinsip yang sama berlaku untuk
model produksi dua faktor produksi. Diagram 5.8.a menggambarkn bahwa batas antara titik A
dan B adalah batas daerah produksi yang ekonomis (relevance range of production) atau tahap
II. Jika perusahaan ber-produksi di luar batas areal itu (A ke C atau B ke D),
penambahan faktor produksi tidak meningkatkan Produks. Garis AB merupakan
daerah tahap II. Diagram 5.8.b menggambarkan jika perusahaan ingin melakukan
ekspansi produksi, batas ruang gerak ekonomis adalah daerah yang diapit garis
lengkung M dan N.

b.Perubahan Output Karena Perubahan Skala Penggunaan Produksi (Return to


Scale)
Perubahan Outtput Karena Perubahan Skala Penggunaan Faktor Produksi (Return to
Sacale) adalah konsep yang ingin menjelaskan seberapa besar output berubah bila
jumlah faktor produksi dilipatgandakan (doubling).

1) Skala Hasil Menaik (Increasing Return to Scale)


Jika penambahan faktor produksi sebanyak 1unit menyebabkan output meningkat lebih dari satu
unit, fungsi produksi memiliki karakter Skala Hasil Menaik (Increasing Return to Scale)

Diagram 5.9 menuniukkan bila penggunaan mesin dan tenaga kerja dilipatgandakan (K1 ke
K 2 ), output meningkat lebih dari dua kali lipat. Pencapaian hasil ini dimungkinkan
antara lain karena kemampuan manajemen dalam menangani produksi skala
besar, ada sinerji antara mesin
dan tenaga kerja (embodied technology).

67
2) Skala Hasil Konstan (Constant Return to Scale)
Jika pelipat gandaan faktor produksi menambah output sebanvak dua kali lipat juga, fungsi
produksi memiliki karakter Skala Hasil Konstan (Constant Return to Scale), seperti
digambarkan dalam Diagram 5.10

3) Skala Hasil Menurun (Decreasing Return to Scale)


Jika penambahan 1 unit faktor produksi menyebabkan output bertambah kurang dari 1 unit,
fungsi produksi memiliki karakter Skala Hasil Menurun (Decreasing Return to Scale) seperti
ditunjukkan pada Diagram 5.11. penjelasannya adalah kebalikan penjelasan terjadinya Skala
Hasil Menaik.

c. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan efisiensi peningkatan
faktor produksi. Tingkat yang sama dapat di capai dengan penggunaan faktor
produksi yang lebih sedikit diagaram 5.12 menggambarkan hal tersebut. Karena
kemajuan teknologi, tingkat produksi-90unit (Q90 perioe pertama) dapat dicapai
dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit (Q90 Periode kedua).

68
Seorang ekonom bernama Hicks mengklasifikasikan kemajuan teknologi
berdasarkan pengaruhnya terhadap kombinasi penggunaan faktor produksi. Bila
kemajuan teknologi mengakibatkan porsi penggunaan barang moda menjadi lebih
besar dibandingkan tenaga kerja, disebut teknologi padat modal ( capital using
atau capital intensive ) . Sebaliknya jika menyebabkan porsi penggunaan tenaga
kerja menjadi lebih besar, disebut teknologi padat karya (labour using atau labour
intensive) . Jika tidak mengubah porsi ( rasio faktor produksi tetap), disebut
teknologi netral ( netral technology ) . Perubahan-perubahan itu dapat dilihat dari
angkat MRTS yang tercemin dari perubahan sudut kemiringan isokuan. Hal-hal ini
digambarkan dalam diagaram 5.13.

Teknologi harus melewati 3 tahap sebelum dapat memengaruhi efisiensi.


Tahap pertama adalah penemuan ( invention ) . Riset-riset ilmu pengetahuan
bertujuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk proses produksi. Tetapi
hasil penemuan tidak ada artinya bila para produsen ( pengusaha) tidak berani
mengaplikasikannya dengan melakukan inovasi. Umumnya hanya sedikit
pengusaha yang berani melakukan inovasi awal. Tetapi keberhasilan inovasi akan
mengundang makin banyak pengusahan yang mau melakukannya. Terjadilah
penyebaran inovasi ( spread of inovation) . yang menyebabkan tingkat penerimaan
terhadap inovasi (adopting inovation) menedekati angka 100%. Diagaram 5.14
menggambarkan tingkat perkembangan penerimaan inovasi berbentk kurva S (S
Curve).

d. Kurva Anggran Produksi ( Isocost )

69
Kurva anggran produksi adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinai
penggunaan duan macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Jika
harga faktor tenaga kerja adalah upah (w) dan harga faktor produksi barang modal
adalah sewa (r), amak kurva isocost (i) adalah :

I = rK + wL .........................................................................................................................(5.8)

Sudut kemirigan kurva isocost adalah rasio harga kedua faktor produksi.
Jika terjadi perubahan harga faktor produksi, kurva I berotasi. Jika yang berubah
adalah kemampuan anggaran, kurva isocost bergeser sejajar ( Diagaram.5.15.b)

e. Keseimbangan Produsen

keseimbangan produsen terjadi ktika kurva I bersinggungan dengan kurva


Q. Di titik persinggungan itu kombinasi penggunaan kedua faktor produksi akan
memberikan hasil output yang maksimum. Keseimbangan dapat berubah karena
perubahan kemampuan anggaran maupun harga faktor produksi. Analisis
perubahan keseimbangan produsen analogis dengan analisis perilaku konsumen.

Perubahan jumlah faktor produksi yang digunakan merupakan interaksi


kekuatan efek subtitusi ( subtitution effect) dan efek skala produksi (output effect) .
karena itu produsen juga mengenal faktor produksi inferior, yaitu faktor produksi
yang penggunaannya justru menurun bila kemampuan anggaran perusahaan
meningkat ( kemampuan memproduksi meningkat). Misalnya, tenaga kerja adalah
faktor produksi inferior, jika tingkat produksi ditingkatkan , jumlah pengunaan
ternyata berkurang. Perusahaan lebih menyukai menambah barang ( mesin).

70
Dalam mencapai keseimbangannya produsen selalu berdasarkan prinsip efisiensi,
yaitu memaksimalkan output atau meminimalisasi biaya . prinsip memaksimalkan
output menyetakan bahwa dengan anggaran yang sudah ditetapkan, dicapai
output maksimum ( Diagaram5.16a). Prinsip meminimalisasi biaya menyatakan
teraget output yang sudah ditetapkan harus dicapai dengan biaya minimum
(Diagaram5.16b).

Keputusan memaksimalkan output atau minimalisasi faktor produksi


sangat tergantung pada tujuan atau misi yang diemban perusahaan atau lemabaga.
Perusahaan umumnya memiliki tujuan memaksimalkan laba, sehingga biasannya
prinsip efsiensi perusahaan adalah memaksimalkan output. Tetapi lembaga-
lembaga swadaya masyarakat, menggunakan prinsip minimalisasi biaya. Pada
kondisi-kondisi tertentu perushaan pun dapat menggunakan prinsip-prinsip
minimalisasi baiaya. Misalnya badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak
dibidang penyediaan jasa publik tertentu mengunakan prinsip minimalisasi biaya.

f. Pola Jalur Ekspansi (Expantion Path)

Tujuan perusahaan adalah maksimalisasi laba. Untuk mencapai tujuan itu,


dalam jangka panjang maunoun jangka pendek, perusahaan harus tetap
mempertahankan efisiensiinya. Biasanya perusahaan-perusahaan menetapkan
target yang akan dicapai setiap tahunnya, yang harus dicapai dengan biaya
minimum. Dlam jangka panjang peusahaan emiliki tingkat fleksibilitas lebih tinggi
dalam mengombinasikan faktor produksi.

Diagaram 5.17a menunjukan keseimbangan awal di titik A, persinggungan


garis anggaran I1 jpendekengan isikuan Q1. Dalam jangka pendek jika
perusahaan ingin megubah kombinasi faktor produksi seperti di titik B atau C
(tetap pada Q1), anggaran produksi harus ditingkatkan sam[ai ke I2. Padahal
dalam jangka panjang dengan anggaran sebesar I2. Output dapat dinaikkan k2 Q2
dengan kombinasi penggunaan faktor produksi diitik D.

Titik-titik keseimbangan tercapai pada tingkat MRTS yang konstan dan


membentuk garis isoklin. Diagaram 5.17a menunjukan bahwa titik-titik
keseimbangan produsen adalah di titik A, D, K, L, dan seterusnya. Jika itik-titik
keseimbangan tersebut dihubungkan, akan terhubung garis isoklin OS. Garis
isoklin OS tidak membentuk garis lurus, karena seperti telah dinyatakan, dalam
jangka panjang perusahaan memiliki kemampuan mengubah kombinasi faktor
produksi agar alokasi anggaran lebih efisiensi. Untuk fungsi prouksi skala hasil

71
konstan atau constant return to scale (CRS), isoklin berbentuk garis lurus QR. Hal
ini karena dalam fungsi produksi CRS, rasio faktor produksi tidak berubah (
konstan ) ( Diagaram 5.17.b).

Bila ekspansi produksi berdasarkan asumsi bahwa harga faktor produksi


tidak berubah, isoklin merupakan garis jalur ekspansi . Garis ini mnunjukan
bagaimana proporsi penggunaan faktor produksi dianggap tetap. Diagram 5.18a
menunjukan jalur ekpansi pada umumnya, sedangkan daigaram 5.18b untuk skala
hasil konstan (CRS).

Memaksimumkan Laba
Sebelumnya telah dipelajari dalam teori ekonomi mikro tujuan perusahaan adalah
mencari laba . Secara teoritis laba adalah kompensasi atas resiko yang ditanggung
oleh perusahaan . Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan
dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan . Jika laba dinotasikan 𝜋 ,
pendapatan total sebagai TR , dan biaya total adalah TC . maka π = TR –
TC……………………………… (7.1)

Perusahaan dikatakan memperoleh laba kalau nilai 𝜋 positif (𝜋 > 0) di mana


TR > TC . Laba maksimum (maximum profit) tercapai bila nilai 𝜋 mencapai
maksimum .
Ada tiga pendekatan penghitungan laba maksimum yang akan dibahas :
 Pendekatan totalitas (totality approach)
 Pendekatan rata-rata (average approach)
 Pendekatan marjinal (marginal approach)

72
1 . Pendekatan Totalitas ( Totality Approach)

Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total


(TC) . Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q)
dikalikan harga output per unit . Jika harga jual per unit output adalah P , maka
TR= P.Q . Membahas teori biaya , kita mengetahui bahwa biaya total (TC) adalah
sama dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variable per unit output dianggap
konstan , sehingga biaya variable adalah jumlah unit output (Q) dikalikan biaya
variable per unit . Jika biaya variable per unit adalah v , maka 7C = v.Q . Dengan
demikian , 𝜋 = PQ – (FC + vQ ) ………………………….. (7.2)

Dalam diagram tersebut kita melihat bahwa pada awalnya perusahaan mengalami
kerugian , TR yang masih dibawah kurva TC . Tetapi jika output ditambah ,
kerugian makin kecil , terlihat dari makin mengecilnya jarak kurva TR dengan
kurva TC . Pada saat jumlah output mencapai Q* , kurva TR berpotongan dengan
kurva TC yang artinya pendapata total sama dengan biaya total .
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi
penjualan maksimum ( maximum selling) . Sebab makin besar penjualan makin
besar laba yang diperoleh . Sebelum mengambil keputusan , perusahaan
menghitung berapa unit output harus diproduksi (Q*) untuk mencapai titik impas ,
kemudian besarnya Q* dibandingkan dengan potensi permintaan efektif . Jika
persentasenya 80% maka untuk mencapai BEP perusahaan harus menjangkau
80% potensi permintaan efektif . Makin kecil persentase Q* terhadap potensi
permintaan efektif dianggap makin baik , sebab risiko yang ditanggung perusahaan
makin kecil .

73
Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari Persamaan (7.2)
𝜋 = P.Q*- (FC-v.Q*)
Titik impas tercapai pada saat 𝜋 sama dengan nol .
0 = P.Q* - FC – v.Q*
= P.Q*-v.Q*-FC
= (P.v)Q*-FC
𝐹𝐶
Q* = (𝑃−𝑉)…………………………………………………………………….…………..(7.4)

Contoh kasus:
Emilia seorang dosen . Sebagai seorang dosen yang kreatif , dia merencanakan
menambah penghasilan keluarga dengan menjual jajanan anak-anak berupa
permen coklat hasil olahannya sendiri . Produknya dipasarkan ke beberapa
sekolah dasar yang ada disekitar tempat tinggalnya . Jumlah permintaan potensial
( jumlah murid yang diberi uang jajan) adalah 1.000 orang per tahun . Untuk
mewujudkan rencananya , dia harus membeli alat-alat produksi dan mesin cetak
sederhana seharga Rp 5 juta . BIaya produksi per biji permen coklat Rp 250,00 .
Harga jual per biji Rp 500,00 .
Biaya pembelian alat produksi dan mesin cetak sederhana adalah
biaya tetap (FC) , karena besarnya tidak tergantung jumlah produksi . Biaya
variable per unit (v) adalah Rp @250,00 sedangkan harga per jual unit (P) adalah
Rp 500,00 untuk mencapai titik impas , jumlah output (permen coklat ) yang harus
terjual (Q*) adalah :
Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen .
Untuk mencapai titik impas , permen coklat yang harus terjual 20.000 biji ,
tergantung dari optimisne Ibu Emilia . Jika dia besikap pesimis , msalnya dengan
mengatakan hanya sekitar 0% dari permintaan potensial yang terjangkau , berarti
setiap hari hanya dapat menjual 100 pemen . Sehingga 20,.000 biji permen akan
terjual dalam waktu 200 hari . Tetapi bila dia yakin minimal 50% potensi pasar
terjangkau atau 500 biji permen coklat per hari , 20.000 biji permen akan terjual
hanya dalam waktu 40 hari . Setelah 200.000 biji permen , penjual selanjutnya
member keuntungan Rp250,00 per biji , karena itu makin banyak permen yang
dapat dijual , makin besar laba yang diperoleh .
Kelemahan pada pendekatan totalitas :
A . Dalam praktik sulit membedakan antara biaya tetap dengan biaya variable .
Misalnya , Seorang pegawai dalam perusahaan , terutama prusahaan keluarga ,
sering bekerja rangkap untuk kegiatan adminitrasi (biaya tetap) dan produksi
(biaya variable) .
B . Pendekatan ini mengbaikan gejala penurunan pertambahan hasil (LDR) , yang
menyebabkan baik kurva biaya maupun kurva pendapatan tidak berebentuk garis
lurus.

74
2. Pendekatan Rata-Rata
Dalam pendekatan ini, perhubungan lalu per unit dilakukan dengan
membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output
(P). laba total adalah laba per dikalikan dengan jumlah output yang terjual.
π = (P – AC).Q ……………………………………………………………..……(7.5)
Dari persamaan ini perusahan akan mencapai laba bila harga jual per unit output
(P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas
apabila P sama dengan AC.

Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P


dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama denga AC, maka perusahaan tidak akan
memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit usaha
harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.

CONTOH KASUS:
PT. Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk
singkong akan dibeli di lahan oleh produsen tapioka seharga Rp. 150,00 per
kilogram. Setiap hektar diperkirakan menghasilkan singkong minimal 25 ton.
Berdasarkan studi pendahuluan, biaya produksi seperti dibawah ini:

a. Biaya persiapan lahan Rp. 500.000,00 per hektar.


b. Biaya penanaman dan perawatan (termasuk pupuk dan obat-obatan) serta
tenaga kerja Rp. 1.000.000,00 per hektar.
c. Biaya panen (pencabutan, pemotongan) Rp. 10,00 per kg.

Jika perusahaan menargetkan keuntungan sebesar Rp. 1.000.000.000,00 pada


musim tanam mendatang, berapa hektar singkong yang harus ditanam?
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menghitung biaya rata-rata per kilogram songkong sampai dijual di lahan. Karena
yang sudah diketahui hanya biaya panen [er kg, kita harus menghitung biaya rata-
rata per kilogram persiapan lahan, dan penanaman. Dan data-data di atas
diketahui bahwa biaya persiapan lahan, penanaman dan perawatan adalah Rp.
1.500.00,00 per hektar. Jika per hektar lahan menghasilkan 25 ton songkong, maka
biaya rata-rata persiapan, penanaman, dan perawatanadalah Rp. 60,00 per
kilogram. Sehingga biaya rata-rata per kilogram (AC) adalah Rp. 60,00 + Rp. 10,00
sama dengan Rp. 70,00. Karena harga jual singkong (P) adalah Rp.
150,00 perkilogram, maka

π = (P – AC).Q ………………………………………………………………………………(7.6)
1.000.000.000 = (15= 70).Q
Q = (1.000.000.000 : 80) kg
= 12.500.000 kg
= 12.500 ton
Sama halnya denga pendekata totalitas, pendekatan rata-rata juga
banyak dipakai karena sederhana. Namun pendekatan ini pun mengabaikan gejala
penurunan per-tambahan hasil (LDR). Contoh di atas, menunjukkan banyak
perbedaan mendasar antara memproduksi satu hektar dengan 500 hektar. Pada
skala produksi satu hektar atau barangkali sampai sepuluh hektar, perusahaan
75
tidak mengalami masalah-masalah berarti dikaitkan dengan kebutuhan SDM,
teknologi produksi maupun manajemen. Dalam arti kualitas SDM yang dibutuhkan
tidak perlu tinggi, lahan bias dikelola dengan teknoogi sederhana dan pengelolaan
usaha cukup dengan manajemen keluarga.
Tetapi jika skala produksi ditingkatkan sampai 500 hektar, pengolahan tanah
harus menggunakan peralatan modern, perusahaan membutuhkan insinyur dan
tenaga keungan yang mampu mengelola usaha bernilai ratusan juta atau miliaran
rupiah. Jika perusahaanharus menggunakan kredit sebagai sumber pendanaan,
maka organisasi perusahaan harus bersifat formal. Dengan kata lain jenis dan
kompleksitas kegiatan maupun pembiayaan makin banyak dan meningkat, jika
skala produksi ditambah. Karena itu perhitungan AC yang akurat seharusnya
dalam skala produksi 500 hektar bias lebih besar atau lebih kecil dari AC pada
skala produksi satu hektar. Jika perusahaan menikmati skala produksi ekonomis
(economies of scale), maka biaya rata-rata (AC) akan lebih kecil dari Rp. 70,00 per
kg (AC pada skala produksi satu hektar). Begitu juga sebaliknya.

3. Pendekatan Marjinal (Marginal Approach)


Dalam pendekatan marjinal, perhitungan laba dilakukan dengan
membandingkan biaya marjinal (MC) dan pendapatan marjinal (MR). laba
maksimum akan tercapai pada saat MR = MC. Kondisi tersebut bisa dijelaskan
secara matematis, grafis dan verbal.
A. Penjelasan Secara Matematis
𝜋 = TR –TC …………………………………………………………………. (7.7)
Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi 𝜋 (𝜕𝜋/𝜕𝑄) sama dengan nol
dan nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (𝜕TR/𝜕Q atau MR) dikurangi
nilai turunan pertama TC (𝜕TC/𝜕Q atau MC).
𝜕𝜋 𝜕𝑇𝑅 𝜕𝑇𝐶
= 𝜕𝑄 - 𝜕𝑄 = 0
𝜕𝑄
= MR – MC = 0
MR ⇾
= MC ⇾ 𝜋 maksimum atau kerugian minimum
Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau
kerugian minimum) bila ia berproduksi pada tingkat output di mana MR = MC.
B. Penjelasan Secara Grafis
Di pembahasan teori biaya produksi, kita telah mengonstruksi kurva biaya total
(TC) yang bentuk kurvanya seperti huruf S terbalik. Kurva pendapatan total (TR)
diperoleh dengan cara mengalikan kurva produksi total (TP) dengan harga jual
output per unit (P). Pada pembahasan teori produksi, telah diketahui bahwa kurva
TP berbentuk huruf S. karena kurva TR diperoleh dengan cara mengalikan kurva
TP dengan sebuah bilangan sebesar nilai P, maka kurva TR juga berbentuk huruf S.
kurva TR dikurangi kurva TC menghasilkan kurva laba (𝜋) seperti tampak pada
diagram 7.2 berikut ini.

76
Pada Diagram 7.2 kita melihat bahwa tingkat output yang memberikan laba
adalah interval Q1- Q3. Jika output di bawah jumlah Q1, perusahaan mengalami
kerugian karena TR < TC. Begitu juga jika jumlah output melebihi Q5. Interval Q1-Q5
dalam pembahasan teori produksi disebut sebagai daerah produksi ekonomis
(tahap II). Perusahaan akan mencapai laba maksimum di salah satu titik antara Q1-
Q5. Dalam diagram 7.2 terlihat bahwa laba maksimum tercapai jika tingkat
produksinya adalah Q3. Secara grafis hal itu terlihat dari kurva 𝜋 yang mencapai
nilai maksimum pada saat output sebesar Q3.
Pada pembuktian secara matematis telah diketahui bahwa nilai 𝜋 (laba) akan
maksimum bila MR =MC. Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan
dua garis singgung b1 dan b2. Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR
atau sama dengan MR. garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau
sama dengan MC. Kita melihat garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang
artinya MR = MC.

C. Penjelasan Secara Verbal


Apakah benar perusahaan akan mencapai laba maksimum bila memproduksi di Q3?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mengonsentrasikan diri pada pergerakan
kurva laba (𝜋) sepanjang interval Q1-Q5, pergerakan tersebut kita bagi menjadi tiga
sub-interval: Q1-Q3, Q3, dan Q3-Q5,

1. Penambahan output sepanjang sub-interval Q1-Q3


Ketika output ditambah dari Q1 ke Q2 kurva 𝜋 bergerak naik yang artinya laba
bertambah besar. Bila memperhatikan kurva TR dan TC, terlihat bahwa sudut
kecuraman garis singgung a1 (MR) lebih besar dari sudut kecuraman garis
singgung a2 (MC). Ternyata jika output ditambah satu unit, tambahan pendapatan
(MR) yang dihasilkan lebih besar dari tambahan biaya (MC) yang harus di
keluarkan. Karena itu akan lebih menguntungkan bila perusahaan terus
menambah output. Dengan cara penjelasan yang sama dapat dipahami mengapa
kurva 𝜋 bergerak naik sampai jumlah output Q3. Kalau kita melihat sudut
kemiringan kurva 𝜋 makin mendatar, hal itu menunjukkan terjadinya hukum
pertambahan hasil yang makin menurun (LDR).

77
2. Pada saat jumlah output Q3
Pada saat jumlah output Q3 seperti telah dijelaskan, garis singgung b1 (MR) sejajar
garis singgung b2 (MC). Jika output ditambah satu unit, maka tambahan
pendapatan (MR) yang diperoleh sama persis dengan tambahan biaya (MC) yang
harus dikeluarkan.

3. Interval Q3-Q5

Jika output ditambah dari Q3 ke Q4, terlihat bahwa sudut kemiringan garis singgung
c1 (MR) sudah lebih kecil dari sudut kemiringan garis singgung c2 (MC). Artinya
jika output ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh lebih
kecil dibanding tambahan biaya (MC). Dalam kondisi seperti itu perusahaan akan
merugi bila terus menambah output. Terlihat dari gerak menurun kurva 𝜋.
Dengan demikian, tingkat output yang membuat perusahaan mencapai laba
maksimum adalah Q3.
Penjelasan di atas dapat diringkas dengan menyatakan:
1) Pada interval Q1-Q3, MR > MC. Karenanya penambahan output akan
meningkatkan laba.
2) Pada interval Q3-Q5, MR < MC. Karenanya penambahan output akan
menurunkan laba.
3) Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan mencapai laba
maksimum.

78

Anda mungkin juga menyukai