Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

LEMBAGA PEMBIAYAAN DAN ASPEK HUKUMNYA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu: Drs. Nahruddien Akbar M.CA.,CPA.,BKP.,CTA.,MM.,MH

Disusun Oleh:

Kelompok 5

- Padillah Ahmad Zidane 2010631030111


- Widia Sandra Utari 2010631030141
- Alivia Kristia Zahra 2010631030154

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah dan
nikmat-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen
Pemasaran dalam pembuatan makalah yang berjudul “Lembaga Pembiayaan dan Aspek
Hukumnya” Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nahruddien
Akbar M.CA.,CPA.,BKP.,CTA.,MM.,MH selaku dosen mata kuliah hukum bisnis yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, Dzat yang tiada cacat. Untuk itu, kami
mohon kritik dan saran dari semua pihak guna perbaikan dalam pembuatan makalah-makalah
berikutnya.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah ini
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, akhir kata dari kami, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.

Karawang,Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i

BAB I ................................................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ................................................................................................................................. 2

1.4 Manfaat ............................................................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................................................... 3

2.1 Lembaga Pembiayaan ......................................................................................................... 3

2.2 Leasing sebagai Bentuk Perusahaan Pembiayaan ............................................................... 4

2.2.1 Leasing tidak sama dengan Sewa Biasa ...................................................................... 8

2.2.2 Aspek Hukum Leasing ................................................................................................ 9

2.3 Anjak Piutang.................................................................................................................... 11

2.3.1 Aspek Hukum Anjak Piutang .................................................................................... 13

2.4 Kartu Kredit ...................................................................................................................... 13

2.4.1 Aspek Hukum Kartu Kredit ....................................................................................... 16

2.5 Pembiayaan Konsumen ..................................................................................................... 16

2.5.1 Aspek Hukum Pembiayaan Konsumen ..................................................................... 17

2.6 Modal Ventura (sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan
Kepmenkeu No. 448/ KMK.017/2000) ....................................................................................... 18

2.6.1 Sifat sementara penyertaan modal ............................................................................. 19

2.6.2 Bentuk perusahaan modal ventura ............................................................................. 19

2.6.3 Sumber pembiayaan modal ventura .......................................................................... 19

ii
2.6.4 Aspek Hukum Modal Ventura ................................................................................... 20

BAB III ............................................................................................................................................ 21

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 21

3.2 Saran ................................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mempertahankan hidupnya, manusia melakukan berbagai cara dan aktivitas


salah satunya adalah bisnis. Melalui aktivitas tersebut manusia dapat memenuhi
kebutuhannya yang mana semakin hari semakin kompleks. Seiring dengan berkembangnya
modernitas, manusia perlu bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Laju kehidupan yang
cepat membuat manusia harus dengan cepat memenuhi kebutuhan mereka. Pesatnya
pemenuhan kebutuhan hidup mendorong masyarakat dan membuka peluang kegiatan
bisnis. Kegiatan bisnis sendiri ditandai dengan berbagai bentuk hubungan bisnis dan
kerjasama bisnis dengan pelaku bisnis. Hubungan bisnis yang dihasilkan atau kerjasama
bisnis sangat bervariasi dari area bisnis ke area bisnis. Dengan berkembangnya kegiatan
bisnis saat ini, kebutuhan akan modal atau sumber daya bagi pelaku ekonomi juga semakin
meningkat.
Oleh karena itu, perlu adanya perluasan sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh
pelaku usaha dan masyarakat. Umumnya dana yang dibutuhkan pengusaha untuk modal
kerja disediakan oleh bank melalui fasilitas kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan
sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan
pendanaan dari bank. Selain itu lembaga perbankan ini juga memerlukan jaminan yang
kadang kala tidak bisa dipenuhi oleh pelaku usaha yang bersangkutan, maka perlu suatu
upaya lain yaitu tanpa jaminan dan lebih mudah prosesnya. Upaya lain ini dapat dilakukan
melalui satu jenis entitas, yaitu lembaga pembiayaan. Munculnya lembaga-lembaga
pembiayaan tersebut juga telah memutar roda perekonomian masyarakat dan memberikan

1
kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi masyarakat, terutama
masyarakat kecil yang ingin memulai usaha.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian lembaga pembiayaan?


2. Apa saja yang termasuk lembaga pembiayaan?
3. Apa pengertian Leasing?
4. Bagaimana mekanisme leasing?
5. Apa saja jenis leasing?
6. Apa pengertian anjak piutang?
7. Siapa saja pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang?
8. Apa pengertian kartu kredit?
9. Apa pengertian pembiayaan konsumen?
10. Apa pengertian modal ventura?
11. Bagaimana aspek hukum lembaga pembiayaan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari lembaga pembiayaan


2. Untuk mengetahui dan memahami yang termasuk dalam lembaga pembiayaan
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari leasing
4. Untuk mengetahui dan memahami pengertian leasing
5. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme leasing
6. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis leasing
7. Untuk mengetahui dan memahami pihak yang terlibat dalam anjak piutang
8. Untuk mengetahui dan memahami pengertian kartu kredit
9. Untuk mengetahui dan memahami pengertian pembiayaan konsumen
10. Untuk memahami dan mengetahui pengertian dari modal ventura
11. Untuk mengetahui dan memahami aspek hukum lembaga pembiayaan

1.4 Manfaat

1. Dengan adanya makalah ini diharapkan bisa menambah referensi bacaan mengenai
distribusi produk dan harga.

2
2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai distribusi produk dan harga dan
umumnya menambah wawasan dan ilmu tentang manajemen pemasaran
3. Menambah informasi bagi masyarakat khususnya yang ingin berusaha atau membuka
bisnis dan ingin mencari modal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lembaga Pembiayaan

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat. Berdasar Keppres RI No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Keuangan yang
mencabut Keppres Nomor 39 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, maka lembaga
pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang sebagai berikut :
1. Sewa guna usaha.
2. Modal ventura.
3. Perdagangan surat berharga.
4. Anjak piutang.
5. Usaha kartu kredit.
6. Pembiayaan konsumen.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
perusahaan pembiayaan. Berdasar Keputusan Menteri Keuangan RI No.
448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, maka kegiatan perusahaan
dipersempit lagi cakupannya hanya pada kegiatan usaha sebagai berikut :
1. Sewa guna usaha.
2. Anjak piutang
3. usaha kartu kredit
4. pembiayaan Konsumen

2.1.1 Pengaturan Lembaga Pembiayaan

1. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan


2. Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan"
3. Peraturan Presiden Republic Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan

3
2.2 Leasing sebagai Bentuk Perusahaan Pembiayaan

Sewa guna usaha yang dimaksud dalam Kepmenkeu tersebut adalah bentuk usaha
leasing Kegiatan sewa guna usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi
penyewa guna usaha (lessee), baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang
tersebut.
Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa
hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Penyewa guna usaha itu haruslah
perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari
perusahaan pembiayaan (lessor). Perusahaan pembiayaan dapat didirikan oleh WNI dan atau
badan hukum Indonesia, badan usaha asing dan WNI Indonesia atau badan hukum Indonesia
(patungan) serta harus berbentuk perseroan terbatas.
Sebenarnya, definisi leasing atau sewa gunia usaha telah terdapat pula dalam SK
Menkeu No. 48 Tahun 1991, yaitu kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang
modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lase) untuk digunakan oleh leassee selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Mekanisme leasing secara sederhana adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan yang membeli barang modal atau property (lessee) mengadakan
perjanjian dengan penjual, yang direalisasi dalam akta jual beli.
2. Pembayaran dilakukan dengan dana yang berasal dari lessor (leasing company)
3. Sebelum pembayaran dilakukan, terlebih dahulu diadakan perjanjian antara lessor
dengan lessee. Kemudian setelah pembayaran dilakukan, dilanjutkan dengan
ditutupnya perjanjian leasing
Beberapa jenis leasing, antara lain yang dikenal saat ini adalah sebagai berikut.
1. Direct finance lease, jika lessor membeli barang atas permintaan lessee untuk
kepentingan proses produksi lessee.
2. Cross border lease, di mana antara lessor dan lesse berdomisili di negara yang
berlainan

4
3. Full Service lease, di mana lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang,
membayar asuransi dan pajak.
4. Captive lease adalah leasing yang ditawarkan oleh lessor kepada lesse
langganannya.
5. Third party lease, kebalikan dari captive lease, jadi lessor bebas menawarkan
Ieasing kepada siapa saja.
6. Operating lease, yaitu perjanjian leasing yang tidak menggunakan hak opsi
7. Financial Lease, yaitu kebalikan operating lease, yakni lesse berhak menggunakan
hak opsinya untuk membeli barang modal yang dihitung berdasar nilai sisa
(residual value)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian leasing, yaitu sebagai berikut.

1. Nilai pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan untuk pengadaan/pembelian barang


modal, yakni jumlah yang dibayar oleh lessor kepada lesse sehubungan dengan
penjualan tanah dan bangunan
2. Angsuran pokok pembiayaan, yakni bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang
diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan
3. Security deposit, adalah jumlah yang diterima lessor dari lesse pada permulaan
masa sewa guna usaha sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran
4. Residual value, yakni nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang
telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha
5. Bunga, yaitu bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan
sebagai pendapatan bagi lessor
6. Opsi, yaitu hak lessee untuk membeli kembali barang modal berupa tanah dan
bangunan yang di-lease-kan pada akhir masa leasing
7. Masa sewa guna usaha yakni jangka waktu leasing yang dimulai sejak
penandatanganan akta perjanjian dan akan berakhir pada tanggal pembayaran
angsuran pokok pembiayaan terakhir.

5
Nilai plus leasing antara lain :
1. merupakan suatu metode pembiayaan,
2. lessor adalah badan penyedia dana sekaligus pemilik barang yang disewa,
3. objek leasing biasanya adalah alat-alat produksi,
4. risiko objek leasing seluruhnya pada lessee termasuk pemeliharaan alat,
5. imbalan jasa yang diterimaa lessor berupa tebusan berkala harga perolehan barang,
6. jangka waktu leasing ditentukan dalam perjanjian atau kekuatan ekonomis serta
umur barang,
7. jika barang musnah, kewajiban lessee membayar imbalan jasa tidak berhenti,
8. pada akhir jangka waktu leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk
membeli barang sehingga hak milik beralih kepada lesse

Sisi ekonomis yang turut mendukung leasing yakni dapat melakukan penghematan-
penghematan sebagai berikut.
1. Penggunaan modal dalam jumlah besar
2. Bebas beban pajak dan biaya, antara lain pajak kekayaan, biaya depresiasi dan lain-
lain
3. Bebas dari kewajiban membuat laporan/mengurus barang second hands

Perjanjian leasing termasuk dalam perjanjian baku, yaitu suatu wujud kebebasan
individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya. Perjanjian
baku disebut juga kontrak standar/contract standard/standard agreement. Dikaitkan dengan
perjanjian leasing, antara lessor dan lessee maka harus dilakukan dengan perjanjian
tertulis. Mengenai perjanjian tertulis ini tidak ada ketentuan apakah harus dengan bentuk
akta otentik atau akta bawah tangan.
Jika ditinjau dari sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, bukti yang paling kuat
adalah dalam bentuk akta otentik. Pasal 1870 KUHPer menentukan bahwa akta otentik
merupakan bukti kebenaran seluruh isi akta yang bersangkutan sampai ada orang atau
pihak lain yang membuktikan sebaliknya (prima facie evidence). Sedangkan akta di bawah
tangan, baru mempunyai kekuatan pembuktian jika pihak yang menandatangani akta
tersebut mengakui tanda tangannya dalam akta tersebut. Apabila ada pihak yang

6
membantah kebenaran isi dan tanggalnya, maka beban pembuktian ada pada orang yang
menandatangani akta bawah tangan tersebut atau pihak yang memakai akta tersebut
sebagai bukti, untuk membuktikan bahwa isi dan tanggal akta itu benar.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka perusahaan leasing sebaiknya memakai akta
notariil dalam perjanjian.
Perjanjian leasing harus dibuat dengan lengkap antara lain meliputi: subjek perjanjian,
objek perjanjian, jangka waktu, imbalan jasa serta cara pembayaran, hak opsi bagi lessee,
kewajiban perpajakan, asuransi, tanggung jawab atas objek akibat lalai, rusak atau
hilangnya objek perjanjian.
Subjek yang terlibat dalam perjanjian perjanjian finance lease adalah lessor, lease,
bank, supplier dan asuransi. Lessor adalah hanya pihak yang dengan tegas dizinkan untuk
berusaha dalam bidang. Lessee adalah suatu badan usaha atau perorangan yang
mempunyai izin usaha. Objek finance lease biasanya dibeli oleh lessor atas permintaan
leassee. Sebelum barang tersebut dibeli, leassee dan suplier telah mengadakan
pembiacaraan mengani jenis dan tipe barang, cara pengiriman barang, mengenai servis dan
perawatan dan juga harga barang, Selanjutnya, supplier mengirim barang ke lokasi di mana
leassee bisa menggunakan barang tersebut. Bila supplier ingkar janji, maka yang berhak
menggugat adalah lessor, sedangkan leassee dapat ikut sebagai penggugat kedua jika
lessor memberi kuasa kepada leassee untuk mewakilinya. Jangka waktu leasing dimulai
dan diakhiri sesuai kesepakatan dalam perjanjian. Jika terjadi kelalaian, maka lessor
berhak mengakhiri perjanjian. Lessor dan lessee dapat menyimpang dari perjanjian asal
lesse bisa memenuhi syarat tertentu, misalnya lessee harus membayar tunai kepada lessor
sejumlah utang berdasarkan perjanjian leasing.
Dalam perjanjian leasing, biasanya lesser mempunyai hak opsi untuk membeli barang
tersebut pada akhir masa leasing Besarnya harga barang tersebut adalah sesuai dengan nilai
sisa (residual value) pada akhir masa kontrak leasing. Jika lesse tidak menggunakan hak
opsi ini, maka bisa juga lesser melakukan kontrak leasing tahap kedua atas barang yang
sama. Dengan adanya barang dan perjanjian leasing antara lessor dan leassee, maka bila
ada beban pajak yang timbul, lesser merupakan pihak yang bertanggung jawab atas biaya
tersebut. Lessee wajib menjaga serta memelihara barang tersebut secara baik dan layak.
Jika lessee lalai melakukan kewajiban membayar lease rental, maka lessor berhak menagih

7
pembayaran terutang dan menerima kembali barangnya. Lessee-lah yang berwajib
membayar seluruh imbalan jasa lease jika terjadi kerusakan atau hilangnya objek lease.
Leasing bisa saja menggunakan prinsip syariah, yakni berdasar aturan hukum Islam antara
perusahaan pembiayaan dengan pihak lain untuk melakukan pembiayaan sesuai syariah.

2.2.1 Leasing tidak sama dengan Sewa Biasa

Leasing adalah sewa guna usaha, merupakan salah satu bentuk perusahaan
pembiayaan, yang sudah barang tentu tidak sama dengan sewa-menyewa biasa, karena
ciri/syarat leasing harus dipenuhi. Adapun syarat dan ciri leasing antara lain adanya
hak opsi bagi lesse, para pihak, objek, cara pembayaran dan residual value.
Lalu dalam sewa-menyewa biasanya cara pembayaran dilakukan sekali untuk
periode tertentu, sedangkan leasing cara pembayarannya dilakukan secara berkala dan
bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal atau setiap setengah tahun sekali. Pada
perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa, sedangkan perjanjian sewa-menyewa
tidak mengenal hal ini.
Pada akhir masa leasing, lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin
membeli barang modal tersebut dengan harga sebesar nilai sisa ataukah
mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian sewa-menyewa jika masa sewa telah
berakhir maka penyewa wajib mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang
menyewakan.
Dua pihak yang terlibat dalam perjanjian leasing adalah lessor dan lessee. Dalam
perjanjian sewa-menyewa, siapa saja boleh menjadi lessor, sedangkan pada perjanjian
leasing hanya perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari Kementrian Keuangan
saja yang menjadi lessor Sangat penting untuk diperhatikan dalam perbedaan ini
adalah hak pemilikan secara hukum, cara pencatatan dalam akuntansi dan besarnya
rental.

8
2.2.2 Aspek Hukum Leasing

Bila dilihat dari aspek hukumnya, maka dalam leasing harus diperhatikan, antara
lain bentuk perjanjian leasing, isi perjanjian leasing pentingnya jaminan dalam
perjanjian leasing dan bentuk kelalaian dari pihak lessee. Perjanjian leasing biasanya
berbentuk tertulis. Mengenai perjanjian tertulis ini, tidak ada ketentuan apakah harus
dibuat dalam bentuk akta otentik ataukah dalam bentuk akta di bawah tangan. Apabila
ditinjau dari sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, bukti yang paling kuat
adalah dalam bentuk otentik.
Mengenai isi perjanjian leasing, maka harus disebutkan, antara lain objek, jangka
waktu, imbalan jasa leasing dan cara pembayaran, hak opsi, kewajiban perpajakan,
penutupan asuransi, tanggung jawab, akibat lalai dan kerusakan atau kehilangan
barang. Dalam suatu perjanjian finance lease, subjek-subjek yang terlibat adalah lessor
dan lessee. Pihak yang boleh menjadi lessor adalah hanya pihak yang dengan tegas
diizinkan untuk berusaha dalam bidang leasing Pihak yang boleh menjadi lessee
adalah suatu badan usaha atau perorangan yang mempunyai izin usaha. Objek finance
lease biasanya dibeli oleh lessor atas permintaan lessee. Sebelum barang tersebut
dibeli, lessee dan supplier telah mengadakan pembicaraan mengenai jenis dan tipe
barang, cara pengiriman barang, mengenai servis dan perawatan dan juga harga
barang, kemudian supplier mengirim barang ke lokasi di mana lessee bisa
menggunakan barang tersebut. Apabila supllier cedera janji, maka yang berhak
menggugat adalah lessor memberi kuasa kepada lessee untuk mewakilinya dimulai
pada saat lessee menerima barang sampai pada waktu yang telah disepakati bersama.
Jika terjadi kelalaian, maka lessor berhak untuk mengakhiri perjanjian tersebut,
tetapi lessee tidak bisa mengakhiri perjanjian leasing tersebut selama perjanjian masih
berjalan. Imbalan jasa dalam perjanjian leasing biasanya meliputi: .
1. biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk bisa mendapatkan barang yang
dipesan sesuai dengan permintaan lessee termasuk biaya pengangkutan,
pemasangan, asuransi dan lain-lainnya;
2. biaya bunga yang harus dibayar oleh lessor sesuai dengan penyediaan dana
untuk membeli barang tersebut;

9
3. spread atau margin yang merupakan keuntungan bagi lessor,
4. pajak yang mungkin timbul sehubungan dengan barang tersebut maupun
dengan adanya perjanjian leasing

Kewajiban lessee untuk membayar lease rental tersebut tidak berakhir meskipun
barang tersebut hilang, rusak atau berbagai kemungkinan Dalam perjanjian leasing,
lessee mempunyai hak opsi untuk membeli barang tersebur pada akhir masa leasing.
Besarnya harga barang tersebut adalah sesuai dengan nilai sisa (residual value) pada
akhir masa kontrak leasing. Apabila lessee tidak menggunakan hak opsi ini, maka
lessee bisa juga melakukan kontrak leasing tahap kedua atas barang yang sama.

Atas adanya barang tersebut serta adanya perjanjian leasing antara lessor dan
lessee, maka jika ada beban pajak yang timbul lessee adalah pihak yang bertanggung
jawab atas biaya tersebut. Semua kerugian akibat kerusakan atau kehilangan barang
menjadi tanggung jawab lessee. Untuk menghindari risiko ini, maka lessee harus
mengasuransikan barang tersebut atas biaya dari lessee. Jika terjadi musibah atas
barang tersebut, maka lessor yang berhak untuk menerima penggantian dari
perusahaan asuransi. Seandainya lessor lalai untuk mengasuransikan barang tersebut,
maka lessor berhak untuk mengasuransikan barang tersebut dan atas biaya asuransi
tersebut lessor berhak untuk menagih kepada lessee. Lessee wajib untuk menjaga serta
memelihara barang tersebut secara baik dan layak. Apabila lessee lalai untuk
melakukan kewajibannya membayar lease rental maka lessor berhak untuk menagih
semua pembayaran yang masih terutang dan menerima kembali barangnya. Jika terjadi
bahwa objek lease rusak atau hilang, maka lessee berkewajiban untuk membayar
seluruh imbalan jasa lease.

Transaksi leasing merupakan suatu transaksi yang melibatkan sejumlah besar


modal dan kemungkinan terjadinya kelalaian oleh pihak lessee, maka untuk menjamin
kelancaran dan ketertiban pembayaran lease rental serta mencegah timbulnya
kerugian bagi lessor, maka lessor dapat meminta jaminan dari lesser sebagai berikut.

a) Jaminan pribadi.
b) Jaminan perusahaan.

10
c) Cross guarante
d) Jaminan kebendaan.
e) Security deposit,
Jaminan pribadi merupakan jaminan yang dapat diberikan oleh para direksi secara
pribadi atau oleh pihak ketiga lainnya sebagai penjamin. Dalam anggaran dasar (A(D)
dari perusahaan penjamin biasanya disebutkan siapa-siapa yang berwenang untuk
mengikat perusahaan itu sebagai penjamin. Dalam suatu grup yang terdapat beberapa
perusahaan di dalamnya, maka di antara perusahaan tersebut bisa saling tanggung-
menanggung dalam pemberian jaminan.
Jaminan kebendaan merupakan barang-barang milik lessee yang tidak menjadi
objek lease, penggadaian saham-saham serta lain barang bergerak, hipotek atas tanah
serta penyerahan tagihan uang untuk sekarang dan di masa datang. Berupa jaminan
uang yang didepositokan yang dijaminkan kepada lessor. Suatu asuransi yang
menunjuk lessor sebagai pihak yang berkepentingan yang berhak menerima bayaran
uang asuransi jika terjadi kerusakan atau barang hilang.
Sering pula dimungkinkan adanya wanprestasi oleh lessee, untuk itu perlu
diperhatikan bentuk-bentuk kelalaian dari pihak lessee, sebagai berikut.
1. Lessee tidak membayar rental pada tanggal yang telah ditentukan atau baru
membayar beberapa hari setelah tanggal tertentu, ataupun ia melakukan
pembayaran tetapi tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan.
2. Lessee tidak bayar denda atas keterlambatannya membayar rental atau juga
terlambat membayar denda tersebut.
3. Lessee melakukan tindakan yang dilarang dilakukan olehnya seperti tertera
dalam perjanjian, misal melakukan sublease, penjaminan barang atau
menghilangkan label barang dan sebagainya.

2.3 Anjak Piutang

Pengertian anjak piutang (factoring) terdapat dalam Pasal 1 butir 8 Keppres No. 61
Tahun 1988, yaitu badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan
dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pasal 6 Kepmenkeu No. 1251/

11
KMK.013/1988 menentukan bahwa kegiatan anjak piutang dalam bentuk: pembelian atau
pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri; dan penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien.
Menurut Kepmenkeu No. 448/KMK.017/2000, kegiatan anjak piutang dilakukan dalam
bentuk:(a) pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri serta periatausahaan dan penagihan piutang perusahaan
penjual piutang.
Bentuk kegiatan factoring adalah pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang
atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan di dalam transaksi dalam atau luar negeri. Dari
batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan suatu
perjanjian, yang disebut factoring agreement. Perjanjian itu tidak termasuk dalam jenis-jenis
perjanjian yang telah dikenal dalam KUHPerdata. Meskipun begitu, tidak jadi masalah,
karena hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku Ketiga menganut sistem
terbuka. Hal itu menjelaskan bahwa diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian dengan persyaratan atau isi yang dikehendaki asalkan tidak
bertentangan dengan perundangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Persyaratan dan isi
perjanjian ditentukan sendiri oleh para pihak dan menjadi peraturan (UU) yang mengikat
bagi mereka sendiri (asas pacta sunt servanda) seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1338
ayat 1 KUHPerdata

Beberapa pihak yang terlibat di dalam kegiatan anjak piutang sebagai berikut
1. Perusahaan anjak piutang atau factoring company
2. Perusahaan penjual piutang atau tagihan, disebut Klien (client).
3. Perusahaan yang berutang atau debitur atau nasabah.

Perjanjian anjak piutang erat kaitannya dengan perjanjian jual beli yang diatur dalam
Pasal 1457s.d. 1540 KUHPer. Jika perjanjian anjak piutang ditinjau dari sifat kegiatannya
dapat diterima sebagai perjanjian jual beli, maka perjanjian anjak piutang pada prinsipnya
tunduk pada ketentuan-ketentuan Buku Ketiga KUHPer kecuali para pihak menentukan
sendiri aturan-aturan yang disepakati mengenai isi dan persyaratan hubungan hukum antara
mereka. Factoring company melakukan pembelian dan pengalihan atas objek tertentu yaitu

12
tagihan dagang dari klien. Tagihan itu berasal dari transaksi yang diadakan antara pihak
klien dengan pihak lain, yaitu nasabah dari klien Oleh karena itu, perjanjian anjak piutang
terjadi antara perusahaan anjak piutang dan klien atau perusahaan yang memiliki tagihan
Tagihan milik klien ini yang dibeli oleh perusahaan anjak pintang
Di dalam hubungan hukum tersebut ada hak dan kewajiban masing masing pihak. Pada
pihak perusahaan anjak piuang ada kepentingan bahwa piutang yang dibelinya dapat segera
beralih kepada debitur perusahaan klien. Peralihan piutang ini harus terjadi menurut
peraturan yang berlaku mengenai peralihan hak. Pasal 613 KUHPer menentukan bahwa
penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan cara
membuat akta otentik atau bawah tangan. Jadi, hak atas piutang yang dibeli factoring
company dapat beralih setelah terjadi peralihan yuridis, yakni dengan penyerahan yuridis.
Penyerahan yuridis dilakukan dalam bentuk suatu pernyataan yang dimuat pada faktur
atau invoice yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan klien dan dialihkan kepada perusahaan
anak piutang.

2.3.1 Aspek Hukum Anjak Piutang


a. Pasal 6 huruf (1) UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
b. Keputusan Presiden (Kepres) No. 81 tahun 1988 tentang Lembaga pembiayaan
c. Keputusan Menteri Keuangan No. 468/KMK.017/1995 tentang Penentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan
d. Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan
e. Peraturan Presiden (PP) No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan

2.4 Kartu Kredit

Usaha kartu kredit adalah salah satu kegiatan usaha lembaga pembiayaan berdasarkan
Keppers No. 61 Tahun 1988 Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 2 (1) butir e dan diatur lagi dalam
UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 Pasal 6 butir i. Menurut Kepmenkeu No.
448/KMK.017/2000, kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu
kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembayaran barang atau jasa.

13
Kartu kredit sebagai pengganti pembayar kontan, pihak pembeli barang atau jasa
menyerahkan sepucuk formulir kepada penjual untuk selanjutnya oleh penjual ditawarkan
untuk diuangkan kepada lembaga yang mengeluarkan formulir/kartu itu yang sebelumnya
sudah memberikan jaminan atau kesanggupan bahwa atas penawaran kartu itu dia akan
melakukan pembayaran asal memenuhi persyaratan tertentu.Kartu kredit adalah suatu kartu
yang memberikan hak kepada pemegangnya atas penunjukan dari kartu itu dan dengan
menandatangani formulir rekening pada suatu perusahaan dapat memperoleh barang atau
jasa tanpa perlu membayar secara langsung.
Bekerjanya kartu kredit dimulai dari pemegang credit card membeli barang pada suatu
toko atau perusahaan yang terikat dalam organisasi atau yang bergabung dengan penerbitan
credit card, menyerahkan kartu kredit sebagai pengganti uang untuk membayar Pemilik
toko atau pengusaha itu sebelumnya telah menguasai sejumlah formulir rekening yang
disebut invoice. Invoice ini dibuat oleh lembaga yang mengeluarkan kartu kredit (emiten)
dan tiap invoice dibuat rangkap tiga untuk satu kali pemakaian credit card dimaksudkan satu
copy untuk pemilik toko atau pengusaha, dan satu lagi yang disebut saleslip dikirim oleh
pemilik atau pengusaha kepada emiten, serta satu lagi untuk pemilik credit card tersebut.
Sebelumnya, pemilik toko dengan suatu alat yang disebut imprinter (sebagai stempel)
memasukkan data yang ada di atas credit card ke atas invoice, dan selanjutnya diminta untuk
ditandatangani oleh pemegang credit card. Kemudian, pemilik toko meneliti atau memeriksa
hal-hal sebagai berikut.
• Apakah credit card itu masih berlaku
• Apakah tanda tangan yang terdapat pada credit card sesuai atau cocok dengan
tanda tangan pada invoice?
• Apakah nomor credit card termasuk dalam stoplist, yaitu daftar yang memuat
nomor credit card yang dicuri, hilang atau yang sudah diambil kembali?

Setelah meneliti keseuaian tersebut dan setelah memperoleh otorisasi dari emiten
dalam hal harga pembelian yang melampaui batas yang ditentukan olel: emiten bagi
pemilik toko, maka pembeli menerima kembali credit card-nya dan menerima satu lembar
copy imvoice dan bon dari kassa Dengan selesainya proses ini maka kewajiban membayar
dari pembeli dianggap telah dipenuhi dan dia bebas dari pemilik toko atau pengusaha
Pemilik toko atau pengusaha selanjutnya mengirim saleslip kepada emiten Emiten

14
selanjutnya menyerahkan sejumlah uang seperti yang tertera dalam saleslip kepada pemilik
toko atau pengusaha, setelah dipotong atau di-discount sesuai dengan persentase yang
dijanjikan antara mereka. Pada akhir bulan, emiten mengirim perhitungan total kepada
pemegang credit card dengan maksud untuk dipenuhi. Biasanya yang dimuat dalam
perjanjian credit card adalah sebagai berikut.

• Credit card itu tetap menjadi milik emiten.


• Emiten setiap saat dapat mencabut pemakaian credit card itu dari pemegangnya.
• Emiten tidak bertanggung jawab atas kemungkinan penolakan dari salah satu
perusahaan yang terikat dalam organisasi atas pemakaian credit card itu sebagai
alat pembayaran.
• Emiten berada di luar hubungan pemegang credit card dan pengusaha.

Ketentuan pertanggung jawaban atas akibat keuangan dari penyalah gunaan credit
card, akibat hilang atau dicuri. Ada beberapa hubungan dalam penerbitan credit card,
antara lain sebagai berikut.

• Hubungan antara emiten dengan pemegang credit card (terjadi perjanjian credit
card dengan persyaratan seperti di atas).
• Hubungan antara emiten dengan pengusaha. Antara emiten dan pengusaha
dilakukan perjanjian, dengan isi antara lain seperti berikut.
• Merchant mewajibkan dirinya terhadap pemegang kartu kredit yang sah yang telah
menandatangani saleslip untuk menyerahkan barang atau jasa dalam jumlah atau
harga normal.
• Merchant tidak dapat menaikkan harga dari harga seperti yang seharusnya dibayar
secara kontan
• Dalam hal perusahaan menolak melakukan penyerahan barang tanpa alasan yang
sah, maka untuk semua kerugian yang mungkin timbul perusahaan tersebut akan
bertanggung jawab.
• Saleslip hanya semata-mata adapat diperhitungkan dengan emiten.
• Setelah mengirim saleslip, tidak boleh lagi terjadi penarikan kembali atas saleship
itu.
• Keluhan mengenai barang yang diserahkan harus diselesaikan langsung dengan
perusahaan.

Antara pemegang kartu kredit dengan perusahaan yang bergabung terjadi suatu
perikatan dasar yang berdasarkan perusahaan berkewajiban menyerahkan barang atau jasa
yang diperjanjikan dan pemegang kartu berkewajiban membayar jumlah yang disepakati.

15
Berhubungan dengan pembayaran jumlah uang itu, mereka lebih lanjut menyatakan
kesepakatan, bahwa hal itu akan dilakukan dengan menggunakan kartu kredit. Perjanjian
pembayaran ini adalah perjanjian pembantu (hulp overeenkomst) yang dibuat di atas
perjanjian dasar dan bersifat accesoir terhadap perjanjian dasar.

2.4.1 Aspek Hukum Kartu Kredit


a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Nasional.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember
2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008

2.5 Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan konsumen merupakan kegiatan yang mirip sewa guna usaha dengan hak
opsi, dengan tetap memperhatikan unsur risiko dan keamanan dalam pemberian
pembiayaan. Bedanya hanya pada besar kecilnya pinjaman.

Si peminjam dalam pembiayaan konsumen memiliki beberapa alasan kenapa ia


meminjam, yaitu seperti sebagai berikut.

• Tidak berorientasi pada jaminan.


• Tidak terlalu banyak persyaratan.
• Tidak mengganggu keuangan konsumen.
• Prosesnya cepat.
• Angsuran dapat dibayar melalui anggaran bulanan konsumen dan disesuaikan
dengan kemampuan serta angsuran bersifat tetap.

Perusahaan pembiayaan, yakni PT yang bergerak dalam bidang ini tentu akan
mengkaji pelbagai perhitungan dalam transaksi tersebut, akuntansi dan perpajakan.

16
Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen mirip juga dengan transaksi sewa guna usaha
dengan hak opsi untuk perorangan, yang meliputi sebagai berikut.

1. Permohonan, dilakukan oleh debitur di tempat dealer/supplier penyedia barang


keperluan konsumen yang telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
Berkas lampiran permohonan, antara lain: kopian KTP calon peminjam dan
suami/isteri, kartu keluarga, rekening koran tiga bulan terakhir, keterangan gaji, dan
keterangan bekerja.
2. Pemeriksaan lapangan, yakni pengecekan dari marketing department dengan cara
berkunjung ke tempat calon peminjam, ke tempat lain dan observasi umum/khusus
yang diperlukan.
3. Pembuatan customer profile, yakni berisi tentang nama calon debitur dan
isteri/suami, alamat dan nomor telepon, nomor KTP, pekerjaan, alamat kantor,
kondisi pembiayaan yang diajukan dan jenis barang kebutuhan konsumen.
4. Pengajuan proposal kepada kredit komite, proposal terdiri atas: tujuan, struktur,
latar belakang, analisis risiko dan saran kesimpulan pemberian fasilitas pembiayaan
konsumen.
5. Keputusan kredit komite, merupakan dasar bagi kreditor untuk melakukan
pembiayaan atau tidak.
6. Pengikatan, yang mungkin juga dilakukan dengan bawah tangan. Pengikatan
kontrak perjanjian meliputi perjanjian pembiayaan konsumen, dan jaminan bila ada.
7. Pemesanan barang kebutuhan konsumen, yakni kreditor memesan barang kepada
supplier, yang dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian dan bukti
pengiriman dan surat tanda penerimaan barang dan penerimaan pembayaran dari
debitur kepada kreditor dapat melalui supplier/dealer
8. Pembayaran kepada supplier, setelah barang diserahkan oleh supplier kepada
debitur, maka supplier menagih kreditor, dengan melampirkan kuitansi penuh,
kuitansi uang muka dan/atau bukti pelunasan uang muka, bukti pengiriman dan
surat tanda penerimaan barang dan lain lain yang berhubungan dengan barang
9. Penagihan/monitoring pembayaran.
10. Pengambilan surat jaminan; yakni jika semua kewajiban debitur telah lunas, maka
kreditor akan mengembalikan jaminan misal BPKB atau dokumen lainnya.

2.5.1 Aspek Hukum Pembiayaan Konsumen

a. Dasar hukum subtantif


- Asas Kebebasan berkontrak :
Syarat syah :
- Kesepakatan

17
- Kecakapan
- Suatu hal tertentu
- Sebab yang halal/legal

b. Dasar hukum administrative


Keputusan menteri Keuangan No 1251 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan"

2.6 Modal Ventura (sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan


berdasarkan Kepmenkeu No. 448/ KMK.017/2000)

Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan
atau permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang
menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu (Keppres
No. 61 Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988).

Perusahaan pasangan usaha adalah perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam


bentuk penyertaan modal dari perusahaan modal ventura. Perbuatan penyertaan modal di
dalam perusahaan pasangan usaha terjadi berdasarkan perjanjian modal ventura. Perjanjian
modal ventura dibuat oleh kedua belah pihak untuk beberapa tujuan, sesuai dalam Pasal 4
SK Menkeu No. 1251/KMK.013/1988, yaitu:

a. pengembangan suatu penemuan baru,


b. pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan
dana,
c. membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan,
d. membantu perusahaan yang berada pada taraf kemunduran,
e. pengembangan proyek penelitian dan rekayasa,
f. pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi baik dari
dalam maupun luar negeri,
g. membantu pengalihan pemilikanperusahaan.

18
2.6.1 Sifat sementara penyertaan modal
Pembiayaan dengan bentuk penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura
(PMV) dalam perusahaan pasangan usaha (PPU) sifatnya adalah sementara dan
tidak boleh melebihi jangka waktu 10 tahun. Sifat sementara tersebut dimaksudkan
sesuai dengan tujuan pembiayan itu adalah untuk membantu menyediakan dana
bagi peningkatan usaha perusahaan mitranya. Apabila PPU sudah meningkat
usahanya, maka PMV melakukan divestasi dalam segala bentuknya dan harus
dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 3 bulan setelah
dilaksanakan.

2.6.2 Bentuk perusahaan modal ventura


Sebagaimana diketahui bahwa bentuk perusahaan firma dan CV menurut
hukum yang berlaku di Indonesia bukan suatu badan hukum. Oleh karena itu, tidak
dapat dicari suatu kontruksi hukum bagaimana perusahaan modal ventura
berbentuk firma melakukan penyertaan modal di suatu perusahaan yang
dibiayainya. Jadi, PMV pada dasarnya harus berbentuk badan hukum, misalnya
berbentuk PT atau koperasi.

2.6.3 Sumber pembiayaan modal ventura


Emmy Pangaribuan Simanjuntak, ahli hukum ekonomi dari UGM
menyebutkan beberapa alternatif sumber dana PMV, yaitu:
• modal sendiri
• pinjaman
• pendanaan melalui pasar modal

Apabila usaha pembiayaan itu disertai pemberian jasa di bidang manajemen


maka perlu dipikirkan apakah ada imbalan atas jasa-jasa tersebut di luar usaha
pembiayaan. Hal itu dapat dituangkan dalam perjanjian modal ventura atau dalam
perjanjian tersendiri. Jika PPU meningkat usahanya, maka diperoleh keuntungan,
baik melalui kenaikan nilai jual sahamnya maupun meningkatnya kedudukan
ekonomis PPU dalam kehidupan perekonomian. Kemungkinan-kemungkinan yang

19
dapat diatur mengenai saham (PMV atas PPU) pada saat harus dilakukan divestasi,
antara lain:

• saham-saham harus dibeli kembali oleh PPU,


• PPU tidak akan membeli kembali saham PMV dan PMV bebas menjual ke
pihak ketiga,
• apabila PPU setelah memperoleh pembiayaan dari PMV berkembang dan
meningkat usahanya, tidak tertutup kemungkinan bahwa saham sahamnya
dapat ditawarkan melalui pasar modal.

2.6.4 Aspek Hukum Modal Ventura


a. Dasar hukum pendirian PMV antara lain adalah Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) sebagai peraturan
umumnya
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.05/2015 tentang
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Modal Ventura (“POJK
34/2015”)
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura (“POJK 35/2015”)

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada makalah diatas telah dijelaskan bahwa Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Berdasarkan Keppres RI No.
61 Tahun 1988 tentang Lembaga Keuangan. Kegiatan lembaga pembiayaan yang dapat
dilakukan oleh bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan pembiayaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan
Pembiayaan, dan kegiatan perusahaan pada kegiatan usaha.

Definisi leasing atau sewa guna usaha yang terdapat dalam SK Menkeu No. 48 Tahun
1991, Mekanisme leasing, Beberapa jenis leasing, Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
perjanjian leasing, Nilai plus leasing, Sisi ekonomis yang turut mendukung leasing.
Leasing adalah sewa guna usaha, merupakan salah satu bentuk perusahaan pembiayaan,
yang sudah barang tentu tidak sama dengan sewa-menyewa biasa, karena ciri/syarat
leasing harus dipenuhi, Bila dilihat dari aspek hukumnya, maka dalam leasing harus
diperhatikan, antara lain bentuk perjanjian leasing, isi perjanjian leasing pentingnya
jaminan dalam perjanjian leasing dan bentuk kelalaian dari pihak lessee.

Selanjutnya Anjak piutang (factoring) terdapat dalam Pasal 1 butir 8 Keppres No. 61
Tahun 1988, Bentuk kegiatan factoring adalah pembelian atau pengalihan serta pengurusan
piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan di dalam transaksi dalam atau luar
negeri, pihak yang terlibat di dalam kegiatan anjak piutang, Aspek hukum anjak piutang.

Kemudian kartu kredit (credit card) adalah salah satu kegiatan usaha lembaga
pembiayaan berdasarkan Keppers No. 61 Tahun 1988 Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 2 (1) butir
e dan diatur lagi dalam UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 Pasal 6 butir i. Menurut
Kepmenkeu No. 448/KMK.017/2000, Kartu kredit sebagai pengganti pembayar kontan,
perjanjian credit car, dan aspek hukum kartu kredit.

21
Selanjutnya Pembiayaan konsumen merupakan kegiatan yang mirip sewa guna usaha
dengan hak opsi, dengan tetap memperhatikan unsur risiko dan keamanan dalam
pemberian pembiayaan. Bedanya hanya pada besar kecilnya pinjaman, Mekanisme
transaksi pembiayaan konsumen, dan aspek hukum pembiayaan konsumen.

Kemudian yang terakhir modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan atau permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan
yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu
(Keppres No. 61 Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988). beberapa tujuan
yang dibuat dalam perjanjian Modal Ventura, Sifat sementara penyertaan modal, Bentuk
perusahaan modal ventura, Sumber pembiayaan modal ventura, dan Aspek Hukum Modal
Ventura.

3.2 Saran

Setelah kami pelajari tentang lrmbaga pembiayaan ini, menurut kami pemerintah harus
lebih giat mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat, khususnya dalam hal
perusahaan pembiayaan infastuktur karena pada kenyataannya masyarakat masih banyak
yang kurang mengetahui tentang peraturan mengenai lembaga pembiayaan

22
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih, Endang. 2021. Hukum Bisnis: Ghalia Indonesia


https://www.hukumonline.com/klinik/a/penyelenggaraan-perusahaan-modal-ventura-dan-
keuntungannya-lt5dbbe21ac179f
https://www.tagar.id/mengenal-anjak-piutang-dan-dasar-hukumnya-di-indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai