Ekonomi Industri
OLEH :
KELOMPOK 13
DOSEN PEMBIMBING
WAGE UMMAMI
SEMESTER GANJIL
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur kita ucapkan kepada Allah yang telah senantiasa memberikan kita rahmat dan
nikmat nya serta taufik dan hidayah nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah penulis
yang berjudul ” Pengembangan Industri Dan Pengutamaan Ekspor Guna Menopang
PemulihanDan Pembangunan Ekonomi”.
Salawat dan salam tak lupa kita hadiahkan kepada nabi Muhammad saw yang telah
membawa kita dari alam yang tidak berilmu sampai kepada alam yang berilmu separti yang kita
rasakan pada saat sekarang ini.
Dan kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Wage Ummami pada mata kuliah
Ekonomi Industri.
Adapun dari itu pemakalah juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan-kekurangan yang akan di tambah. Penulis juga berharap kritikan dan saran
dari teman-teman semuanya untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................................................i
Daftar isi.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Daya beli masyarakat, yang sebenarnya merupakan salah satu unsur penopang
penting dari keberhasilan industrialisasi. Sehingga yang kita saksikan adalah justru sosok
konglomerasi dan keperkasaan segelintir orang namun disisi lain kita menyaksaikan
kepapaan dan ketidakberdayaan si kecil dan si lemah, himpitan yang di alami petani,
pengangguran terbuka dan terselubung, serta ketidaktertataan (ungoverned)
B. Rumusan malasah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Industrialisasi, dalam arti luas, bisa kita pahami sebagai suatu proses yang “tak
terelakkan” menuju masyarakat industrial untuk mengaktualisasikan segala potensi yang
dimiliki suatu masyarakat dalam upayanya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari
waktu ke waktu. Jadi, industrialisasi bukan sekedar membangun wujud fisik semata,
melainkan juga membentuk masyarakat untuk siap menghadapi realitas baru serta
mengembangkan seperangkat infrastruktur yang menopang kehidupan industrial yang
semakin pelik dan multidimensional.
Daya beli masyarakat yang sebenarnya merupakan salah satu unsur penopang penting
dari keberhasilan industrialisasi. Sehingga yang kita saksikan adalah justru sosok
konglomerasi dan keperkasaan segelintir orang, namun disisi lain kita menyaksikan
kepapaan dan ketidakberdayaan sikecil dan si lemah, himpitan yang dialami petani,
pengangguran terbuka dan terhubung, serta ketidaksertaan (ungorvenet).
Syarat mutlak bagi tercapainya keadaan diatas selain tersedianya infrastruktur yang
memadai adalah padunya lembaga perencanaan dengan lembaga-lembaga pemerintah
lainya yang memiliki kewenangan dalam menggulirkan berbagai insentif dan disinsentif,
misalnya: departemen keuangan dengan perangkat fiscal, departemen pedagang dengan
perangkat bea masuk,bank Indonesia dengan perangkat moneter, dan departemen
perindustrian dengan perangkat-perangkat kebijakan industrial lainya. Tentusaja, semua itu
harus ditopang oleh iklim usaha yang kondusif dengan jarring-jaring pengamanan yang
memadai.
2
B. PENGGALAKAN EKSPOR
1. Pengutamaan Ekspor
Depresiasi rupiah yang begitu tinggi seharusnya bisa meningkatkan daya saing produk-
produk ekspor Indonesia dengan cukup signifikan. Apalagi kalau diingat bahwa rupiah
mengalami depresiasi yang paling besar dibandingkan dengan mata uang Negara-negara
tetangga. Peluang ekspor pun seharusnya terbuka luas sejalan dengan mulai membaiknya
pertumbuhan ekonomi dunia.sebagai akibat, sisi supply ternyata juga mengalami
penggunaan karena ketergantungan yang tinggi terhadap inpor barang modal dan bahan
baku. Namun karena berbagai kendala dalam inpor bahan baku, keterbatasan modal dalam
proses produksi dan masalah pembiayaan ekspor menyebabkan peluang tersebut ternyata
belum banyak memanfaatkan.
Pola keunggulan komparatif pun mulai menunjukan kecenderungan ke arah yang sesuai
dengan proporsi factor produksi Indonesia, yang ditandai oleh relatif melimpahnya sumber
daya alam dan tenaga kerja. Akibatnya, secara alamiah komoditif ungulan unggulan ekspor
Indonesia pascakebijakan berorientasi keluar (promosi ekspor) adalah barang-barang yang
padat tenaga kerja dan padat sumber daya alam. Indonesia meraih daya saing industri
manufaktur padat sumber daya alam sejak tahun 1983. Hal ini ditandai oleh revealed
comparative advantage (RCA) yang melewati angka 1. RCA adalah indeks yang mengukur
kinerja ekspor suatu komoditas dari satu Negara dengan mengevaluasi peranan ekpor suatu
komoditas dalam ekspor total Negara tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas
tersebut dalam perdagangan dunia.
3. Potensi Peningkatan Ekspor Produk Industri: Kasus TPT (Tekstil dan Produk
Tekstil)
3
Pertumbuhan Ekspor Beberapa Jenis Barang Utama Bukan Minyak Bumi dan Gas Alam
(ISIC) Terhadap Tahun Sebelumnya (%)
Komoditi 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
Pakaian jadi 38.18 39.23 10.09 -8.09 5.02 5.54 19.58 - 7.53
10.01
Kayu lapis 5.33 12.52 30.67 -11.95 6.85 3.85 -5.14 - 8.39
39.08
Batang logam tidak 57.2 -0.09 2.881 9.38 39.33 7.39 0.75 3.20 11.41
mulia
Pupuk 53.24 -34.14 -21.68 17.20 54.09 2.13 15.15 398.9 -88.01
4
Karet olahan 9.98 14.62 -5.47 30.86 57.4 61.64 - - -20.15
13.36 19.75
Alat listrik 129.41 64.85 22.04 40.73 27.62 54.10 -2.89 8.78 13.50
Kain tenunan 41.59 61.37 -13.34 -16.70 4.42 0.07 22.22 2.21 17.63
Alas kaki 74.56 33.15 25.51 13.67 8.83 6.81 30.25 - 32.75
21.22
Makanan olahan 33.57 9.96 1.40 86.69 0.64 17.55 43.30 -9.38 26.78
Mebel dan bagianya 34.06 26.69 37.48 17.00 10.17 10.30 - - 247.82
20.26 53.12
Minyak sawit 64.86 6.26 32.51 51.95 4.12 10.44 75.20 - 559.68
88.32
Total ekspor 26.85 30.17 18.76 10.34 14.11 9.54 8.47 -0.72 -3.64
manufaktur
Total eksor 24.95 27.67 16.23 12.128 15.33 8.98 9/79 -2.02 -5.13
.
4
4 Karet alam Fluktuasi harga
5 Tembaga Fluktuasi harga
6 Batubara Fluktuasi harga
7 Udang Embargo dan fluktuasi harga
8 Minyak sawit Fluktuasi harga, GSP
9 Furniture Problem intern (masalah pasokan bahan bakar)
10 Kertas dan karton Fluktuasi harga
11 Biji kopi Kuota, fluktuasi harga
12 Radio/tape recorder Kuota, fluktuasi harga
13 Ikan Embargo
14 Pita kaset Embargo
15 Pulp Fluktuasi harga
16 Alumunium Control harga
17 Nikel Control harga
Ini merupakan peluang ekspor, terutama bagi para produsen industri tekstil dan produk
tekstil (TPT) dunia.
Peran industri TPT dapat dilihat dengan menggunakan indicator seberapa besar
dampak lanjutan dari perkembangan industry tersebut. Salah satu indicator yang dapat
digunakan adalah multiplier atau angka pengganda. Multiplier adalah angka yang
menunjukan dampak perubahan satu unit permintaan akhir terhadap output (output
multiplier)dan nilai tambah (value-added multiplier). Semakin tinggi angka multiplier
tersebut, maka semakin besar pula kontribusi suatu industry dalam menciptakan output,
pendapatan, ataupun value-added.
Keunggulan komparatif dalam produk padat karya seperti pakaian jadi ditentukan oleh
dua hal, yaitu: Pertama, kenaikan buruh upah dan kedua, kemampuan produsen untuk
memenuhi selera konsumen yang terus berubah dan semakin menuntut desain produk yang
lebuh baik.
Peluang terbuka luas untuk merebut pasar ekspor apalagi depresiasi rupiah yang relative
lebih besar dibandingkan Negara-negara yang terkena krisis ekonomi menjadi keunggulan
tersendiri jika dimanfaatkan secara maksimal.
Ada beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan. Pertama, mengantisipasi
kenaikan upah buruh yang cenderung meningkat dan mempertahankan produksi, dapat
dilakukan dengan mekanisme yang intensif. Kedua, meningkatkan kualitas produk TPT
5
yang lebih berbasiskan pada produk dengan tingkat diferensiasi yang tinggi. Ketiga, sudah
waktunya melakukan investasi untuk meremajakan mesin –mesin yang selama krisis
ekonomi tidak dapat dilakukan dan mengupayakan lagi investasi untuk menambah
kapasitas mesin-mesin, untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi dunia yang membaik
yang berarti peningkatan permintaan dunia.
Keunikan dari infrastsuktur adalah sifat eksternalitas positif yang tinggi. Eksternalitas
adalah aktivitas yang dilakukan oleh satu pihak berdampak pada pihak lain tersebut. Jika
akibatnya merugikan disebut sebagai eksternalitas negatif dan jika menguntungkan disebut
eksternalitas posiitif. Karena eksternalitasn positive yang tinggi, infrastruktur dapdat
mendorong atau meransang tumbuhnya sector lain. Pengukuran manfaat pembangunan
infrastruktur pun tidak cukup menggunakan indicator private benefit saja, tetapi harus
dilihat dari social benefit dari penggandaan suatu proyek infrastruktur.
Diantara Negara-negara dikawasan Asia Timur, Indonesia termasuk yang paling buruk
kondisi infrastrukturnya. Selama ini, kelangkaan infrastrukturkurang dirasakan karena
struktur perekonomian kita masih relative sederhana. Besarnya peranan sector pertanian
6
dan upaya “habis-habisan” untukswasembada pangan membuat alokasi anggaran
pembangunan lebih banyak untuk membangun bendungan dan irigasi.
Beberapa jenis infrastruktur bisa mengalami kegagalan pasar seperti jalan raya. Barang
seperti ini dikategorikan sebagai publik goods. Ciri umum pengguna publik goods adalah
adanya free rider.
7
3. Beban Pengadaan Infrastruktur
Publik goods harus disediakan atau diproduksi oleh pemerintah dengan memanfaatkan
pajak yang ditarik dari masyarakat dan dialokasikan sebagai anggaran pembangunan
APBN. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, tekanan terhadap APBN semakin besar karena
kewajiban membayar hutang dan bunganya. Baik hutang negri maupun luar negri, yang
meningka.
8
Sejak tahun 1970 produksi kayu mentah Indonesia megalai peningkatan yang sangat
tajam, meningkat sekitar 7 kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Hingga decade
tahun 1990-an produksi kayu mentah tersebut masih cenderung meningkat.
Dilihat dari konribusi devisa yang dihasilkan, sector kehutanan mempunyai peran yang
cukup penting. Komoditas hasil hutan, yaitu kayu lapis merupakan penyumbang yang
terbesar bersama-sama dengan komoditi yang lain, yaitu pakaian jadi, produk elektronik,
dan produk tenun. Namun kontibusi sector kehutanan ini, baik kontribusi terhadap ciptaan
nilai tambah, mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja baru, maupun tingkat daya
saing, belum memperhitungkan biaya lingkungan atau biaya social yang harus ditanggung
masyarakat.
Pemenuhan permintaan kayu mentah tentu dengan menebang hutan. Hal yersebut
menjadi ancaman serius bagi rusak dan hilangnya hutan.
9
Penurunan angka hilangnya hutan (deforestration) ini tidak pasti berarti penurunan
deforestrasi karena ada kemungkinan kualitas data yang lebih bagus. Namun, angka ini
tetap menunjukkan bahwa hilangnya hutan di dunia sangat berbahaya bagi perubahan iklim
yang tidak menetu, punahnya keanekaragaman hayati, banjir, tanah longsor, degradasi
tanah, dan bahkan punahnya kebudayaan masyarakat sekitar hutan.
Konsep HPH sebetulnya adalah mengekpolitasi hutan selama 35 tahun melalui Rencana
Karya Tahunan (RKT). Penebangan kayu dilakukan sesuai RKT terhadap blok-blok hutan
secara berkeliling, sesudah itu ditanam kembali. Sehingga, pada tahun ke-36 atau sesudah
habis masa konsekuensinya, hutan diharapkan dapat lestari. Namun, pada praktiknya
konsesi hutan dengan luas 100.000 hektar diberikan secara tidak selektif kepada pengusaha,
yayasan-yayasan di lingkungan militer (ABRI), dan departemen pemerintah. Di era Orde
Baru, pengelolaan hutan dipenuhi dengan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Pemberian HPH tidak memiliki modal, keahlian, serta pengetahuan tentang hutan. Pada
akhirnya, mereka mencari mitra untuk mengeploitasi hutan atau menjual konsesi HPH
tersebut. Penguasaan Hak Penguasa Hutan (HPH) pada gilirannya terkonsentrasi pada
beberapa gelintir pengusaha besar di sekitar penguasa. Pengusaha tersebut hanya
mengeploitasi tanpa melestarikan siklus tebang lestari.
Pada dasarnya terdapat dua mainstream dalam pemanfaatan sumber daya hutan, yaitu:
10
reboisasi, iuran hasil hutan, dan pungutan dana pembinaan masyarakat. Pungutan
biaya ini akan meningkatkan biaya produksi yang pada gilirannya akan menurunkan
tingkat produksi dan intervensi ini juga dapat pengawasan lansung dari pemerintah
dan menetapkan standar pengelolaan hutan agar lestari.
Namun sampai saat ini pemerintah belun memiliki ukuran kinerja yang secara efisien dan
efektif dapat digunakan untuk mengevaluasi system kerja HPH. System pelaporan HPH
lebih bersifat adiministratif dan tidak menggambarkan fakta di lapangan.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
12
masyarakat untuk siap menghadapi realitas baru serta mengembangkan seperangkat
infrastruktur yang menopang kehidupan industrial yang semakin pelik dan multidimensial.
Daya beli masyarakat, yang sebenarnya merupakan salah satu unsur penopang
penting dari keberhasilan industrialisasi. Sehingga yang kita saksikan adalah justru sosok
konglomerasi dan keperkasaan segelintir orang namun disisi lain kita menyaksaikan
kepapaan dan ketidakberdayaan si kecil dan si lemah, himpitan yang di alami petani,
pengangguran terbuka dan terselubung, serta ketidaktertataan (ungoverned)
DAFTAR PUSTAKA
13