Anda di halaman 1dari 14

TEORI EKONOMI MAKRO 1

TEORI INVESTASI

OLEH :

KELOMPOK 5 :
1. HIJRAH IRWAN (20180411024089)
2. YONA AMELIA LAINSAMPUTTY (20180411024147)
3. HERNIKA LANI (20180411024088)
4. IKA MURIB

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


ILMU EKONOMI 2018
UNIVERSITAS CENDERAWASIH

BAB 5
TEORI INVESTASI

A. PENGERTIAN DAN DEFINISI


Pada dasarnya investasi didefinisikan sebagai semua pengeluaran pada barang- barang
kepital riil. Akan tetapi, dalam bahasa sehari- hari investasi juga mencakup pembelian aktiva.
Secara umum pengeluaran investasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang ada saat
ini untuk diperoleh penggunaan atau manfaatnya pada saat yang akan datang.
Bila dilihat dari jenisnya, investasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu investasi riil
dan investasi finansial. Yang dimaksud dengan investasi riil yaitu investasi terhadap barang-
barang tahan lama (barang- barang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi. Jenis
investasi riil ini masih terbagi lagi menjadi 3 komponen investasi:
1. Investasi tetap perusahaan (bussines fixed investment)
2. Investasi untuk perumahan (residential construction)
3. Investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (net change in bussines inventori)
Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat- surat berharga, misalnya
pembelian saham, obligasi dan surat bukti hutang lainnya.
Pertimbangan- pertimbangan utama yang perlu dilakukan dalam menentukan/memilih
suatu jenis investasi riil adalah tingkat bunga pinjamnya yang berlaku (i), pengembalian (rate of
return) dari barang modal dan prospek dari pada kegiatan investasi tersebut. Tingkat
pengembalian dari suatu barang modal disebut dengan marginal efficiency of capital (MEC atau
r), sedangkan tingkat pengambalian dari investasi finansial, terutama obligasi adalah tingkat
bunga obligasi dan perubahan harga dari jenis investasi finansial tersebut.
B. PENDEKATAN NILAI SEKARANG (RATE OF RETURN)
Pendekatan ini merupakan suatu teknik untuk membandingkan kemampuan
memperoleh keuntungan dari proyek- proyek investasi. Pendekatan nilai sekarang menyatakan
bahwa suatu proyek investasi dikatakan menguntungkan dan dapat diterima serta dilaksanakan,
jika nilai sekarang proyek tersebut lebih besar dari pada modal yang ditanamkan.
Untuk menentukan besarnya tingkat pengembalian dari suatu barang modal (MEC)
dapat dilakukan dengan jalan mencari tingkat disconto yang menyamakan antara harga barang
modal dengan pendapatan- pendapatan yang diharapkan dari pengoperasian barang modal
tersebut ditambah nilai sisa (nilai residu). Modal tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut:

R1 R2 R3 Rn S
V= + + +…+ +
( 1+i ) 1 ( 1+i ) 2 ( 1+i ) 3 ( 1+i ) n ( 1+i ) n

Dimana:

V = nilai sekarang (present value) dari investasi


R1, R2, R3,… Rn = jumlah yang diterima dari aktivitas investasi

i = tingkat diskonto

1,2,3,….n = jangka waktu investasi

S = nilai sisa (residu)

Contoh soal

Seorang pengusaha ingin membeli mesin seharga Rp. 15.000.000. diperkirakan mesin
tersebut dapat dipergunakan selama 6 tahun, setelah itu dianggap tidak layak lagi untuk
dipergunakan (umur ekonominya telah habis). Harga jual pada akhir tahun ke enam diperkirakan
Rp. 2.500.000. perkiraan hasil bersih untuk tahun pertama Rp. 3.000.000 tahun kedua, ketiga
dan seterusnya adalah Rp. 4.000.000, Rp. 6.000.000, Rp. 5.000.000, Rp. 3.000.000, Rp.
2.000.000, dengan suku bunga 10%.

Jawab

R1 R2 R3 Rn S
V= + + +…+ +
( 1+i ) 1 ( 1+i ) 2 ( 1+i ) 3 ( 1+i ) n ( 1+i ) n

3 4 6 5 3 2
V= + + + + +
( 1+0,1 ) 1 ( 1+ 0,1 ) 2 ( 1+ 0,1 ) 3 ( 1+ 0,1 ) 4 (1+ 0,1 ) 5 (1+0,1)6

V = Rp. 16.750.000

Jadi besarnya nilai sekarang Rp. 16.750.000 kemudian dibandingkan dengan biaya dari
pembelian mesin sebesar Rp. 15.000.000

Disini terlihat bahwa V> cost atau Rp. 16.750.000 > Rp. 15.000.000.

Jadi proyek investasi dapat menguntungkan (dijalankan) untuk membeli barang modal.

Margianal efficiency of capital (MEC) unttuk suatu usulan proyek investasi tergantung
pada berbagai factor seperti biaya aktiva sekarang, jumlah dana yang dihasilakan selama umur
aktiva tersebut dan distribusi pendapatan atau dana yang dihasilkan.

Jika kita mempertimbangkan penggunaan pendekatan ini maka pertama- tama kita perlu
mencari besarnya MEC yang kemudian dibandingkan dengan tingkat bunga pasar (i).
Keynes menyatakan bahwa investasi tergantung pada tingkat bunga, dan tingkat bunga
tersebut kemudian dibandingkan dengan MEC yang menunjukkan keuntungan pembelian suatu
barang modal

Gambar 5.1 kurva Investasi (MEC)

Pada waktu tingkat bunga i1, besarnya pengeluaran investasi adalah I 1, dan bila tingkat
bunga turun menjadi i2 investasi menjadi I2. Kurva ini menunjukkan bahwa bila tingkat bunga
pasar rendah berarti pengusaha berminat untuk mengalihkan modalnya ke investasi yang
memberikan MEC yang lebih besar dan ini berarti investasi akan meningkat. Tingkat bunga
menunjukkan biaya modal yang dipinjam atau menunjukkan biaya oportunitas nagi pemilik
modal.

Adapun kreteria pengambilan keputusan dilaksanakan tidaknya suatu jenis investasi riil
adalah sebagai berikut:

 Apabila MEC > I ; berarti proyek untuk investasi dapat dijalankan (proyek go)
 Apabila MEC = I ; berarti proyek investasi tergantung dari prospeknya, dan
 Apabila MEC < I ; berarti proyek investasi tidak dapat dijalankan (no go)

1) Marginal Effeciency of Investment


Permasalahan investasi baik menentukan jumlah maupun kesempatan untuk melakukan
investasi, Keynes mendasarkan teorinya atas konsep Marginal Effeciency of Investment (MEI),
yaitu bahwa investasi itu akan dijalankan oleh seorang pengusaha bilamana MEI masih lebih
tinggi dari pada tingkat bunga. Jelasnya investasi ditentukan oleh factor- factor lain diluar
interest rate. Dilihat dari model kurvanya, menunjukkan hubungan antara nilai investasi yang
terjadi dengan tingkat bunga dan perubahan tingkat bunga diikuti dengan perubahan harga
barang modal.
Gambar 5.3 kurva Investasi (MEI)
Kurva di atas mengambarkan jumlah investasi yang akan dilaksanakan pada setiap tingkat bunga.
Menurutnya slop dari MEI ini diantaranya disebabkan oleh 2 hal:
1. Bahwa semakin tinggi jumlah investasi yang terlaksanakan dalam masyarakat, makin
rendahnya efisiensi marginal investasi tersebut. Sebab makin banyak investasi yang
terlaksana dalam bebagai lapangan ekonomi, maka menjadi semakin ketat persaingan para
investor MEI menurun.
2. Bahwa semakin banyak investasi yang dilakukan maka ongkos (asset) menjadi lebih tinggi.

Jadi dapat dikatakan bahwa pada perbedaan antara slop kurva MEC dan slop MEI.
Kurva MEI menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga, sedangkan
slop dari kurva \mec menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga
pada harga barang modal yang tetap walaupun tingkat bunga berubah.

Gambar 5.3 Kurva MEC & MEI

Bila dilihat pada gambar diatas, tentang hubungan antara investasi dan tingkat bunga terdapat
kesamaan dan perbedaan antara slop (lereng kurva) MEI dan MEC. Kesamaannya dari kedua
lereng kurva tersebut sama- sama menunjukkan hubungan negative antara investasi dan tingkat
bunga. Sedangkan perbedaannya, lereng kurva dari MEI menunjukkan hubungan antara nilai
investasi dan tingkat bunga pada harga barang modal yang berubah walaupun tingkat bunga
berubah. Lereng kurva dari MEC menunjukkan hubungan antara nilai tingkat numga pada harga
barang modal yang tetap walaupun tingkat bunga berubah.

2) Factor- factor yang mempengaruhi MEI antara lain :


1. Jumlah aktivitas investasi social yang terselenggara dalam masyarakat
2. Population growth, bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan
terhadap barang dan jasa, sehingga akan menaikkan harga. Naiknya harga akan menaikkan
annual rate of income, sehingga MEI pun naik.
3. Technological Invention and Innovation yang mengakibatkan berkurangnya biaya- biaya
produksi.
4. Capital accumulation, makin banyak akumulasi modal akan semakin rendahlah tingkat MEI
5. Kepercayaan terhadap situasi perdangangan di masa depan (state of business confidence)
6. Struktur pajak, struktur pajak yang memberatkan produsen akan berakibat merendahkan
tingkat MEI.
C. PELAKSANA- PELAKSANA INVESTASI
Dari segi siapakah yang pada umumnya melakukan investasi dapatlah dinyatakan sebagai
berikut:
a. Pemerintah (public investment)
b. Swasta (private investment)
c. Pemerintah dan swasta

Public Investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapatkan


keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional),
sebagai missal jaringan- jaringan jalan raya, irigasi, rumah sakit, pelabuhan dan sebagainya.
Kegiatan investasi ini sering disebut dengan social overhead capital (SOC).

Social Overhead Capital ini juga dapat dibedakan menjadi Economic Overhead Capital
(EOC) dan Social Overhead Capital itu sendiri. Social Overhead Capital adalah aktivitas/kegiatan
investasi yang memberikan faedah umum (public utilities) seperti pelabuhan, jalan raya,
bendungan. Sedangkan Social Overhead Capital adalah sebagai Plant dan Equipment yang
diperlukan untuk naungan dan pemukiman misalnya sekolahan dan rumah sakit.

Keuntungan aktivitas dari investasi ini (SOC) baru dapat dirasakan bilamana timbul
pertambahan permintaan dalam masyarakat. Bertambahnya permintaan efektif yang juga
menaikkan pendapatan akan memberikan keuntungan pada public investment. Public
Investment ini sering juga disebut sebagai investasi yang otonom, yaitu investasi yang timbul
bukan karena tambahan pendapatan.

Persoalan mengapa umunya public investment bersifat otonom, antara lain disebabkan
karena:

1. Autonomous investment pada umumnya biayanya tidak kecil, sehingga pihak swasta tidak
mampu memikulnya.
2. Investasi otonom biasanya mempunyai produksitivitas dan keuntungan yang tidak langsung.
Misalnya proyek investasi bendungan yang akan memperbaiki irigasi, dengan adanya
perbaikan pada irigasi maka akan meningkatkan produksi sector pertanian, dengan demikian
pendapatan petani akan meningkat, sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional
(GDP) yang berarti pertumbuhan ekonomi juga meningkat.

Private Investment adalah kegiatan investasi yang dilakukan oleh swasta dan ditunjukan
untuk memperoleh keuntungan (profil) dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan.
Bilamana pendapatan bertambah, konsumsi juga bertambah dan bertambah pulalah effective
demand. Investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya
terletak pada penambahan pendapatan disebut Induced Investment dan ini mungkin dilakukan
oleh public maupun private (swasta). Jenis investasi yang dilakukan oleh public maupun swasta
ialah investasi luarnegeri (foreign investment). Foreign investment terjadi dari selisih antara
ekspor dan impor (X – M).

D. KAPASITAS PRODUKSI NASIONAL, COR DAN ICOR


Masalah COR (capital output ratio) dan ICOR (incremental Capital output ratio)
merupakan suatu alat yang banyak dipergunakan dalam teori tentang pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan tingkat hidup
masyarakat. Sampai seberapa jauh tingginya tingkat kemakmuran dan tingkat hidup ini
dicerminkan oleh pendapatan nasional yang dicapai oleh kegiatan ekonomi dari masyarakat itu
sendiri.
1) Kapasitas Produksi Nasional
Bagaimana peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional?. Investasi adalah
aktivitas ekonomi baik penambahan factor produksi maupun yang berupa peningkatan
kualitas factor produksi. Investasi ini akan memperbesar pengeluaran masyarakat yang
kemudian diperkuat oleh efek multiplier yang akhirnya akan memperbesar pendapatan
nasional.
Agar supaya produksi nasional tidak berkurang, maka penyusutan atau penurunan
produksivitas ini haruslah diimbangi dengan investasi baru. Net investment akan terjadi
bilamana tambahan investasi baru itu lebih besar dari penyusutannya. Akibatnya
perekonomian masyarakat yang bersangkutan akan berkembang naik (growing society).
Sebaliknya bilamana pertambahan investasi baru tersebut besarnya sama dengan besarnya
penyusutan, maka perekonomian masyarakat tidak mengalami perekonomian masyarakat
akan menurun bila mana penambahan investasi baru itu lebih kecil dari penyusutan (Over
consumtion society) dalam keadaan ini net investment adalah negatif.
2) Masalah COR dan ICOR
Dari penjelasan tentang kapasitas produksi keseimbangan pendapatan nasional dapatlah
disimpulkan bahwa pendapatan nasional itu akan berubah bilamana besarnya investasi
mengalami perubahan. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar
investasi yang harus ditambahkan kepada masyarakat agar supaya pendapatan dapat
dinaikkkan dengan jumlah tertentu. Hal ini adalah tergantung dari besarnya COR ( capital
output ratio)-nya, yaitu suatu angka yang menyatakan perbandingan (ratio) antara besarnya
investasi (modal, capital, stock nasional) dengan besarnya hasil produksi nasional. COR ini
juga sering disebut dengan investment ratio. Formulasi tentang besarnya COR adalah sebagai
berikut:

K
COR=
Q

Dimana :

K = jumlah investasi yang diperlukan

Q = besarnya hasil produksi nasional yang ingin dicapai dengan investasi


Bilamana yang dibandingkan itu adalah tambahan investasi dengan tambahan
pendapatan, maka ditentukan nilai dari ICOR (incremental capital output ratio)

ΔK
ICOR=
ΔQ

Untung menghitung besarnya kapasitas produksi nasional digunakanlah COR:

K
COR=
Q

K
Q=
COR

Untuk menghitung besarnya pertambahan kapasitas produksi nasional digunakan ICOR

ΔK
ICOR=
ΔQ

∆K
∆ Q=
ICOR

Pemasalahan Besarnya Penyusutan

Besarnya penyusutan pada umunya dinyatakan dengan percentage (D). bila mana
besarnya kapasitas prosuksi nasional pasa suatu tahun adalah K, maka besarnya penyusutan
kapasitas produksi pada suatu tahun adalah DK. Pada akhir tahun kapasitas produksi nasional
menjadi:

K – DK = (1 – D) K

Kapasitas produksi masyarakat pada tahun berikutnya bilamana tidak ada investasi baru dengan
sendirinya adalah tetap yaitu (1 – D) K. jumlah hasil produksi dalam tahun berikutnya adalah Q,

( 1−D ) K
dan Q=
COR

Bila ada penambahan investasi baru, maka ∆ K / ICOR , sehingga kapasitas produksi dalam
dua tahun menjadi:
( 1−D ) K Δ K
Q= +
COR ICOR

E. TEORI AKSELERASI : HUBUNGAN DI ANTARA PENDAPATAN NASIONAL DAN INVESTASI


Teori akselerasi merupakan teori investasi yang didasarkan kepada hubungan yang rigid
atau kaku diantara jumlah barang modal (capital stock) dengan tingkat pendapatan nasional
yang dapat diciptakannya. Menurut teori ini rasio diantara nilai stok modal dengan nilai produksi
yang dapat diwujudkannya adalah tetap. Misalnya rasio tersebut adalah 4. Niai ini berarti
barang modal yang bernilai Rp4 akan dapat mewujudkan produksi yang bernilai satu rupiah,
atau seperempat dari nilai modal pada satu periode tertentu. Teori ini mula- mula dikembangkan
oleh Bickerdike dan J.M. Clark pada tahun 19910-an, dan menjadi semakin popular setelah
Keynes menerbitkan bukunya The General Theory, Hansen dan Saumelson telah
mengembangkan lebih lanjut teori tersebut untuk menerangkan sebab- sebab dari konjungtur.
1) Hubungan Di Antara Pertambahan Produksi Dan Investasi
Pandangan utama dari teori akselerasi dapat dinyatakan dalam dua rumusan, yaitu: (i)
terdapat hubungan yang proposional di antara jumlah barang modal yang tersedia dengan
tingkat produksi nasional yang dapat diwujudkannya, dan (ii) kebutuhan untuk
meningkatkan produksi dimasa depan memerlukan investasi yang beberapa kali nilainya dari
peningkatan produksi yang perlu dilakukan. Aspek kedua dari pandangan ini menyebabkan
teori investasi ini lebih dikenal sebagai prinsip akselerasi atau prinsip percepatan
(acceleration principle). Selanjutnya rasio atau perbandingan di antara nilai stok modal yang
diperlukan dengan produksi nasional yang dapat diwujudkan dinamakan akselerator
(accelerator) atau kofisien akselerasi (acceleration coefficient).
Investasi merupakan suatu kegiatan untuk menambah barang modal dalam perekonomian.
Walau bagaimanapun pada setiap periode investasi tidak akan menambah barang modal
sebanyak nilai investasi tersebut. Sebagai dari investasi dilakukan untuk menggantikan
barang modal yang telah didepresiasikan dan tidak digunakan lagi. Dengan demikian,
pertambahan barang modal dalam suatu periode tertentu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
∆ K t=I t −D t
Dimana ∆ K t adalah pertambahan nilai modal pada tahun t, I adalah nilai investasi pada
tahun t dan Dt adalah nilai barang modal yang didepresiasikan pada tahun t.
Investasi yang berlaku pada suatu tahun tertentu (I t), biasanya lebih besar dari depresiasi
yang berlaku (Dt). Sebagai akibatnya, investasi yang terus menerus dilakukan pada masa lalu
akan menyebabkan suatu akumulasi stok modal tertentu, yaitu pada tahun t nilai stok modal
tersebut adalah Kt. Kemampuan stok modal ini akan menghasilakan produksi nasional
ditentukan oleh rasio modal produksi, yaitu W. dengan demikian hubungan diantara stock
modal (Kt) dan produksi nasional yang dapat diciptakan (Y pt) dapat dinyatakan dengan
menggunakan persamaan berikut:
Kt = WYpt

Ypt menggambarkan nilai maksimum dari pendapatan nasional yang dapat diciptakan oleh
barang modal bernilai Kt.

Bagaimana suatu perekonomian perlu melakukan investasi itu bergantungan kepada


keinginan masyarakat untuk melakukan perbelanjaan di masa depan. Apabila perbelanjaan
agregat pada masa (t + 1) melebihi Y pt yang diperlukan hanyalah investasi untuk
menggantikan modal yang didepresiasikan. Sebaliknya apabila perbelanjaan agregat dimasa
depan jauh di bawah Ypt ( yaitu perekonomian resesi yang serius) investasi untuk
menggantikan barang modal yang didepresiasikan juga tidak diperlukan.

Dari ketiga- tiga kemungkinan yang baru dinyatakan di atas, yang akan dianalisi adalah
kegiatan yang pertama. Dimisalkan bahwa perbelanjaan agregat dimasa depan diramalkan
akan melebihi Ypt. Misalkan kenaikan- kenaikan agregat itu menyebabkan perekonomian
perlu memproduksikan barang dan jasa yang bernilai Y t-1 dimana Yt+1 lebih besar dari Ypt.
Untuk menyederhanakan analisis, misalkan pula diantara tahun t dan (t-1) tidak terdapat
modal yang didepresiasikan. Berdasarkan pada pemisalan- pemisalan ini maka jumlah
investasi yang diperlukan (I t+1) agar stok modal yang baru (K t+1) dapat memproduksikan
barang dan jasa sebanyak Yt+1 adalah

It+1 = Kt+1 – Kt = W (Yt+1 – Ypt)

Apabila (Yt+1 – Ypt) digantikan dengan ∆Y persamaan dapat disederhanakan menjadi

It + 1 = W. ∆Y

Seterusnya, apabila diingat bahwa depresiasi selalu dilakukan setiap tahun, dan apabila
dimisalkan nilai depresiasi pada tahun t adalah D t maka investasi bruto (Ig) atau gross
investment yang perlu dilakukan pada tahun (t+1) adalah

I g = It+1 + Dt

Contoh
Untuk memberi gambarnya lebih jelas tentang pandangan dari teori ekselerasi ini, table
5-1 ditunjukan hubungan diantara pendapatan nasional, stok modal yang tersedia, stok
modal yang diperlukan, dan infestasi. Dalam membuat contoh tersebut digunakan
pemisalan berikut;

i. Ratio diantara stok modal dengan pendapatan nasional, yaitu nilai W, adalah 3.
Berarti setia Rp. 3 nilai barang modal menghasilkan pendapatan nasional
sebanyak 1 rupiah.
ii. Pada permulaannya, yaitu pada tahun t, barang modal yang tersedia semuanya
digunakan. Barang modal yang tersedia adalah Rp. 300 triliun. Engan demikian
pendapat nasional adalah Rp. 100 triliun – yaitu dihitung dengan menggunakan
persamaan.
iii. Infestasi untuk depresiasi ( Dt ) tetap jumlahnya sebanyak Rp. 20 triliun.

Untuk melihat bagaimana perubahn-perubahan pendapat nasional emperbarui investasi,


akan diperhatikan perubah perbelanjaan agregat yang berlaku pada tahun ( t+1 ) hingga
( t+ 5 ) dan implikasinya kepada kegiatan investasi.

Pada tahun ( t+1 ) perbelanjaan agregat meningkat menjadi Rp. 105 triliun. Peningkatan
ini mengakibatkan perekonomian meningkat Rp. 315 triliun barang modal. Sedangkan
modal yang tersedia (Kat-1) adalah sebanyak Rp. 280 triliun. Nilai ini diperoleh dengan
menggunakan formula:

Kat+1 = Kt – depresiasi
Oleh karena barang modal yang diperlukan adalah Rp. 315 trilun sedangkan yang
tersedia adalah Rp 280 trilun, maka perekonomian itu perlu melakukan investasi
sebanyak Rp. 35 trilun untuk menyediakan barang modal yang diperlukan. Pada akhir
tahun (t + 1) stok barang modal yang tersedia telah menjadi Rp. 315 trilun sebagai akibat
investasi tersebut.

Table 5-1. Pendapatan Nasional, Stok Modal Yang Diperlukan Dan Investasi (Trilun
Rupiah)

tahun Perbelanjaan agregat Barang modal Barang modal Investasi


(pendapatan nasional) yang diperlukan yang tersedia bruto
T 100 300 300 0
t+1 105 315 280 35
t+2 110 330 295 35
t+3 112 336 310 26
t+4 115 345 316 29
t+5 114 342 325 17

Pada tahun berikutnya (Ka1+2), sebagai akibat depresiasi, stok barang modal telah berkurang
menjadi Rp. 295 triliun, sedangkan perbelanjaan agregat meningkat menjadi RP. 295 triliun,
sedangkan perbelanjaan agregat meningkat menjadi Rp. 110 triliun. Berarti diperlukan stok
barang modal sebanyak Rp, 330 triliun - Rp 295 triliun sama dengan Rp 35 triliun pada tahun
( t+2). Dengan cara yang sama sekarang dapat anda menghitung sendiri investasi yang perlu
dilakukan pada tahun ( t+3 ) hingga ( t+4 ). Dalam contoh diatasdapat dilihat bahwa tingkat
investasi adalah jauh lebih besar dari pertambahan pendapatan nasional yang berlaku.
Dalam keadaan resesipun pada tahun ( t+5 ) dimana perbelanjaan agreget merosot sebanyak
satu triliun rupiah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, investasi masih perlu dilakukan.
Investasi ini adalah investasi untuk mengganti barang barang modal yang dideprisiasikan
pada tahun ( t+5 ).

2 Akselerator Fleksibel

Teori akselerasi yang diterangkan diatas telah membantu kita untuk memahami mengapa
tingkat investasi dari satu period eke periode lainnyasangat tidak stabil dan menjadi salah
satu sumber dari konjungtur. Namun demikian< teori ini gagal untuk menerangkan dengan
baik sifat hubungan antara investasi dengan perkembangan pendapatan nasional.
Kelemahan ini terutama bersumber dari kekakuan atau kurang realistiknya pemisalan yang
digunakan.
Terdapat beberapa kelemahan penting dari teori akselerasi. Kelemahan yang pertama ;
wujud dari emisahan utamanya yang menyatakan bahwa rasio atau perbandingan diantara
stok modal dan pendapatan nasionaladalh tetap. Dalam prakterknya tidak demikian,
misalnya produksi dapat ditambah dengan menggunakan lebih banyak tenaga kerja tanpa
menambah modal. Disamping itu perkembangan teknologi dapat menambah produksi
dengan cepat tanpa kenaikan stok barang modal yang sebanding. Kelemahan kedua;
bersumber dari pemisah bahwa stok modal yang tersedia selalu digunakan secara
sepenuhnyadan apabila tidak mencukudengan serta merta perusahan-perusahaan akan
melakukan investasi yang dipelukan sehingga pada tahun yang sama seuabarang modal yang
diperlukan dapat dibeli, dipasang dan mulai beroperasi. Dalam prakteknya terdapat beda
waktu (time lags) di antara masa dimana perusahaan- perusahaan menyadari investasi
tambahan perlu dilakukan dengan kegiatan investasi yang sebenarnya dijalankan. Disamping
itu, dalam bidang industry, pertanian, pembangunan dan berbagai kegiatan lain,
mengembangkan proyek- proyek memerlukan waktu yang lama.
Menyadari kelemahan- kelemahan di atas beberapa penyempurnaan telah dilakukan dalam
menganalisis mengenai investasi perusahaan. Salah satu perkembangan tersebut dikenal
sebagai model akselerator yang fleksibel atau flexible accelerator model. Menurut teori ini
apabila ada perbedaan diantara stok modal yang tersedia, dimana yang pertama lebih besar
dari yang kedua, maka investasi yang berlaku tidaklah secara serta mert, tetapi akan
berlangsung selama beberapa tahun. Investasi yang akan dilakukan pada setiap tahun
ditentukan oleh persamaan berikut:
I = a (K* – Ka)
Dimana a adalah suatu pecahan yang menunjukkan perbandingan di antara investasi yang
sebenarnya dengan perbedaan di antar stok modal yang diperlukan (K *) dengan stok modal
(Ka).
Satu contoh angka akan mempermudah memahami pandangan dari model akselerator
fleksibel. Misalnya a = 0,5 K* = Rp. 120 triliun, dan Ka = Rp. 100 triliun. Berdasarkan
pemisalan ini akan kita hitung investasi pada tahun (t + 1), (t+2) dan (t+3). Perhatikan
perhitungan berikut :
i. It+1 = 0,5 (120 – 100) = Rp 10 triliun
ii. It+1 = 0,5 (120 – 110) = Rp 5 triliun
iii. It+1 = 0,5 (120 – 115) = Rp 2,5 triliun

Seperti ditunjukkan oleh perhitungan di atas pada tahun (t+1) perbedaan di antara K * dan Ka
adalah Rp. 20 triliun. Maka investasi yang dilakukan pada tahun (t+1) adalah Rp. 10 triliun.
Pada tahun (t+2) perbedaan di antara K * dengan Ka yang telah menjadi Rp. 110 triliun adalah
sebanyak Rp 10 triliun. Maka jumlah investasi yang dilakukan adalah 0,5 (Rp 10 triliun) = Rp
15 triliun. Sebagai akibat dari investasi ini pada tahun (t+3) nilai stok modal yang tersedia
adalah Rp 115 triliun, dan dengan demikian investasi yang dilakukan pada tahun (t+3)
adalah: 0,5 (Rp 5 triliun) = Rp 2,5 triliun.

Gambar 5-4 Investasi dan Perkembangan Stok Modal Dalam Model Akselerator Fleksibel

Dalam gambar 5-4 ditunjukkan perbedaan diantara stok modal yang tersedia (Ka) dengan
stok modal yang diperlukan (K*) dan bagaimana investasi pada tahub (t+1) dan sesudahnya
menambah stok modal yang tersedia dan menciutkan jurang stok modal di antara modal
yang diperlukan dengan stok modal yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai