TEORI INVESTASI
OLEH :
KELOMPOK 5 :
1. HIJRAH IRWAN (20180411024089)
2. YONA AMELIA LAINSAMPUTTY (20180411024147)
3. HERNIKA LANI (20180411024088)
4. IKA MURIB
BAB 5
TEORI INVESTASI
R1 R2 R3 Rn S
V= + + +…+ +
( 1+i ) 1 ( 1+i ) 2 ( 1+i ) 3 ( 1+i ) n ( 1+i ) n
Dimana:
i = tingkat diskonto
Contoh soal
Seorang pengusaha ingin membeli mesin seharga Rp. 15.000.000. diperkirakan mesin
tersebut dapat dipergunakan selama 6 tahun, setelah itu dianggap tidak layak lagi untuk
dipergunakan (umur ekonominya telah habis). Harga jual pada akhir tahun ke enam diperkirakan
Rp. 2.500.000. perkiraan hasil bersih untuk tahun pertama Rp. 3.000.000 tahun kedua, ketiga
dan seterusnya adalah Rp. 4.000.000, Rp. 6.000.000, Rp. 5.000.000, Rp. 3.000.000, Rp.
2.000.000, dengan suku bunga 10%.
Jawab
R1 R2 R3 Rn S
V= + + +…+ +
( 1+i ) 1 ( 1+i ) 2 ( 1+i ) 3 ( 1+i ) n ( 1+i ) n
3 4 6 5 3 2
V= + + + + +
( 1+0,1 ) 1 ( 1+ 0,1 ) 2 ( 1+ 0,1 ) 3 ( 1+ 0,1 ) 4 (1+ 0,1 ) 5 (1+0,1)6
V = Rp. 16.750.000
Jadi besarnya nilai sekarang Rp. 16.750.000 kemudian dibandingkan dengan biaya dari
pembelian mesin sebesar Rp. 15.000.000
Disini terlihat bahwa V> cost atau Rp. 16.750.000 > Rp. 15.000.000.
Jadi proyek investasi dapat menguntungkan (dijalankan) untuk membeli barang modal.
Margianal efficiency of capital (MEC) unttuk suatu usulan proyek investasi tergantung
pada berbagai factor seperti biaya aktiva sekarang, jumlah dana yang dihasilakan selama umur
aktiva tersebut dan distribusi pendapatan atau dana yang dihasilkan.
Jika kita mempertimbangkan penggunaan pendekatan ini maka pertama- tama kita perlu
mencari besarnya MEC yang kemudian dibandingkan dengan tingkat bunga pasar (i).
Keynes menyatakan bahwa investasi tergantung pada tingkat bunga, dan tingkat bunga
tersebut kemudian dibandingkan dengan MEC yang menunjukkan keuntungan pembelian suatu
barang modal
Pada waktu tingkat bunga i1, besarnya pengeluaran investasi adalah I 1, dan bila tingkat
bunga turun menjadi i2 investasi menjadi I2. Kurva ini menunjukkan bahwa bila tingkat bunga
pasar rendah berarti pengusaha berminat untuk mengalihkan modalnya ke investasi yang
memberikan MEC yang lebih besar dan ini berarti investasi akan meningkat. Tingkat bunga
menunjukkan biaya modal yang dipinjam atau menunjukkan biaya oportunitas nagi pemilik
modal.
Adapun kreteria pengambilan keputusan dilaksanakan tidaknya suatu jenis investasi riil
adalah sebagai berikut:
Apabila MEC > I ; berarti proyek untuk investasi dapat dijalankan (proyek go)
Apabila MEC = I ; berarti proyek investasi tergantung dari prospeknya, dan
Apabila MEC < I ; berarti proyek investasi tidak dapat dijalankan (no go)
Jadi dapat dikatakan bahwa pada perbedaan antara slop kurva MEC dan slop MEI.
Kurva MEI menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga, sedangkan
slop dari kurva \mec menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga
pada harga barang modal yang tetap walaupun tingkat bunga berubah.
Bila dilihat pada gambar diatas, tentang hubungan antara investasi dan tingkat bunga terdapat
kesamaan dan perbedaan antara slop (lereng kurva) MEI dan MEC. Kesamaannya dari kedua
lereng kurva tersebut sama- sama menunjukkan hubungan negative antara investasi dan tingkat
bunga. Sedangkan perbedaannya, lereng kurva dari MEI menunjukkan hubungan antara nilai
investasi dan tingkat bunga pada harga barang modal yang berubah walaupun tingkat bunga
berubah. Lereng kurva dari MEC menunjukkan hubungan antara nilai tingkat numga pada harga
barang modal yang tetap walaupun tingkat bunga berubah.
Social Overhead Capital ini juga dapat dibedakan menjadi Economic Overhead Capital
(EOC) dan Social Overhead Capital itu sendiri. Social Overhead Capital adalah aktivitas/kegiatan
investasi yang memberikan faedah umum (public utilities) seperti pelabuhan, jalan raya,
bendungan. Sedangkan Social Overhead Capital adalah sebagai Plant dan Equipment yang
diperlukan untuk naungan dan pemukiman misalnya sekolahan dan rumah sakit.
Keuntungan aktivitas dari investasi ini (SOC) baru dapat dirasakan bilamana timbul
pertambahan permintaan dalam masyarakat. Bertambahnya permintaan efektif yang juga
menaikkan pendapatan akan memberikan keuntungan pada public investment. Public
Investment ini sering juga disebut sebagai investasi yang otonom, yaitu investasi yang timbul
bukan karena tambahan pendapatan.
Persoalan mengapa umunya public investment bersifat otonom, antara lain disebabkan
karena:
1. Autonomous investment pada umumnya biayanya tidak kecil, sehingga pihak swasta tidak
mampu memikulnya.
2. Investasi otonom biasanya mempunyai produksitivitas dan keuntungan yang tidak langsung.
Misalnya proyek investasi bendungan yang akan memperbaiki irigasi, dengan adanya
perbaikan pada irigasi maka akan meningkatkan produksi sector pertanian, dengan demikian
pendapatan petani akan meningkat, sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional
(GDP) yang berarti pertumbuhan ekonomi juga meningkat.
Private Investment adalah kegiatan investasi yang dilakukan oleh swasta dan ditunjukan
untuk memperoleh keuntungan (profil) dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan.
Bilamana pendapatan bertambah, konsumsi juga bertambah dan bertambah pulalah effective
demand. Investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya
terletak pada penambahan pendapatan disebut Induced Investment dan ini mungkin dilakukan
oleh public maupun private (swasta). Jenis investasi yang dilakukan oleh public maupun swasta
ialah investasi luarnegeri (foreign investment). Foreign investment terjadi dari selisih antara
ekspor dan impor (X – M).
K
COR=
Q
Dimana :
ΔK
ICOR=
ΔQ
K
COR=
Q
K
Q=
COR
ΔK
ICOR=
ΔQ
∆K
∆ Q=
ICOR
Besarnya penyusutan pada umunya dinyatakan dengan percentage (D). bila mana
besarnya kapasitas prosuksi nasional pasa suatu tahun adalah K, maka besarnya penyusutan
kapasitas produksi pada suatu tahun adalah DK. Pada akhir tahun kapasitas produksi nasional
menjadi:
K – DK = (1 – D) K
Kapasitas produksi masyarakat pada tahun berikutnya bilamana tidak ada investasi baru dengan
sendirinya adalah tetap yaitu (1 – D) K. jumlah hasil produksi dalam tahun berikutnya adalah Q,
( 1−D ) K
dan Q=
COR
Bila ada penambahan investasi baru, maka ∆ K / ICOR , sehingga kapasitas produksi dalam
dua tahun menjadi:
( 1−D ) K Δ K
Q= +
COR ICOR
Ypt menggambarkan nilai maksimum dari pendapatan nasional yang dapat diciptakan oleh
barang modal bernilai Kt.
Dari ketiga- tiga kemungkinan yang baru dinyatakan di atas, yang akan dianalisi adalah
kegiatan yang pertama. Dimisalkan bahwa perbelanjaan agregat dimasa depan diramalkan
akan melebihi Ypt. Misalkan kenaikan- kenaikan agregat itu menyebabkan perekonomian
perlu memproduksikan barang dan jasa yang bernilai Y t-1 dimana Yt+1 lebih besar dari Ypt.
Untuk menyederhanakan analisis, misalkan pula diantara tahun t dan (t-1) tidak terdapat
modal yang didepresiasikan. Berdasarkan pada pemisalan- pemisalan ini maka jumlah
investasi yang diperlukan (I t+1) agar stok modal yang baru (K t+1) dapat memproduksikan
barang dan jasa sebanyak Yt+1 adalah
It + 1 = W. ∆Y
Seterusnya, apabila diingat bahwa depresiasi selalu dilakukan setiap tahun, dan apabila
dimisalkan nilai depresiasi pada tahun t adalah D t maka investasi bruto (Ig) atau gross
investment yang perlu dilakukan pada tahun (t+1) adalah
I g = It+1 + Dt
Contoh
Untuk memberi gambarnya lebih jelas tentang pandangan dari teori ekselerasi ini, table
5-1 ditunjukan hubungan diantara pendapatan nasional, stok modal yang tersedia, stok
modal yang diperlukan, dan infestasi. Dalam membuat contoh tersebut digunakan
pemisalan berikut;
i. Ratio diantara stok modal dengan pendapatan nasional, yaitu nilai W, adalah 3.
Berarti setia Rp. 3 nilai barang modal menghasilkan pendapatan nasional
sebanyak 1 rupiah.
ii. Pada permulaannya, yaitu pada tahun t, barang modal yang tersedia semuanya
digunakan. Barang modal yang tersedia adalah Rp. 300 triliun. Engan demikian
pendapat nasional adalah Rp. 100 triliun – yaitu dihitung dengan menggunakan
persamaan.
iii. Infestasi untuk depresiasi ( Dt ) tetap jumlahnya sebanyak Rp. 20 triliun.
Pada tahun ( t+1 ) perbelanjaan agregat meningkat menjadi Rp. 105 triliun. Peningkatan
ini mengakibatkan perekonomian meningkat Rp. 315 triliun barang modal. Sedangkan
modal yang tersedia (Kat-1) adalah sebanyak Rp. 280 triliun. Nilai ini diperoleh dengan
menggunakan formula:
Kat+1 = Kt – depresiasi
Oleh karena barang modal yang diperlukan adalah Rp. 315 trilun sedangkan yang
tersedia adalah Rp 280 trilun, maka perekonomian itu perlu melakukan investasi
sebanyak Rp. 35 trilun untuk menyediakan barang modal yang diperlukan. Pada akhir
tahun (t + 1) stok barang modal yang tersedia telah menjadi Rp. 315 trilun sebagai akibat
investasi tersebut.
Table 5-1. Pendapatan Nasional, Stok Modal Yang Diperlukan Dan Investasi (Trilun
Rupiah)
Pada tahun berikutnya (Ka1+2), sebagai akibat depresiasi, stok barang modal telah berkurang
menjadi Rp. 295 triliun, sedangkan perbelanjaan agregat meningkat menjadi RP. 295 triliun,
sedangkan perbelanjaan agregat meningkat menjadi Rp. 110 triliun. Berarti diperlukan stok
barang modal sebanyak Rp, 330 triliun - Rp 295 triliun sama dengan Rp 35 triliun pada tahun
( t+2). Dengan cara yang sama sekarang dapat anda menghitung sendiri investasi yang perlu
dilakukan pada tahun ( t+3 ) hingga ( t+4 ). Dalam contoh diatasdapat dilihat bahwa tingkat
investasi adalah jauh lebih besar dari pertambahan pendapatan nasional yang berlaku.
Dalam keadaan resesipun pada tahun ( t+5 ) dimana perbelanjaan agreget merosot sebanyak
satu triliun rupiah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, investasi masih perlu dilakukan.
Investasi ini adalah investasi untuk mengganti barang barang modal yang dideprisiasikan
pada tahun ( t+5 ).
2 Akselerator Fleksibel
Teori akselerasi yang diterangkan diatas telah membantu kita untuk memahami mengapa
tingkat investasi dari satu period eke periode lainnyasangat tidak stabil dan menjadi salah
satu sumber dari konjungtur. Namun demikian< teori ini gagal untuk menerangkan dengan
baik sifat hubungan antara investasi dengan perkembangan pendapatan nasional.
Kelemahan ini terutama bersumber dari kekakuan atau kurang realistiknya pemisalan yang
digunakan.
Terdapat beberapa kelemahan penting dari teori akselerasi. Kelemahan yang pertama ;
wujud dari emisahan utamanya yang menyatakan bahwa rasio atau perbandingan diantara
stok modal dan pendapatan nasionaladalh tetap. Dalam prakterknya tidak demikian,
misalnya produksi dapat ditambah dengan menggunakan lebih banyak tenaga kerja tanpa
menambah modal. Disamping itu perkembangan teknologi dapat menambah produksi
dengan cepat tanpa kenaikan stok barang modal yang sebanding. Kelemahan kedua;
bersumber dari pemisah bahwa stok modal yang tersedia selalu digunakan secara
sepenuhnyadan apabila tidak mencukudengan serta merta perusahan-perusahaan akan
melakukan investasi yang dipelukan sehingga pada tahun yang sama seuabarang modal yang
diperlukan dapat dibeli, dipasang dan mulai beroperasi. Dalam prakteknya terdapat beda
waktu (time lags) di antara masa dimana perusahaan- perusahaan menyadari investasi
tambahan perlu dilakukan dengan kegiatan investasi yang sebenarnya dijalankan. Disamping
itu, dalam bidang industry, pertanian, pembangunan dan berbagai kegiatan lain,
mengembangkan proyek- proyek memerlukan waktu yang lama.
Menyadari kelemahan- kelemahan di atas beberapa penyempurnaan telah dilakukan dalam
menganalisis mengenai investasi perusahaan. Salah satu perkembangan tersebut dikenal
sebagai model akselerator yang fleksibel atau flexible accelerator model. Menurut teori ini
apabila ada perbedaan diantara stok modal yang tersedia, dimana yang pertama lebih besar
dari yang kedua, maka investasi yang berlaku tidaklah secara serta mert, tetapi akan
berlangsung selama beberapa tahun. Investasi yang akan dilakukan pada setiap tahun
ditentukan oleh persamaan berikut:
I = a (K* – Ka)
Dimana a adalah suatu pecahan yang menunjukkan perbandingan di antara investasi yang
sebenarnya dengan perbedaan di antar stok modal yang diperlukan (K *) dengan stok modal
(Ka).
Satu contoh angka akan mempermudah memahami pandangan dari model akselerator
fleksibel. Misalnya a = 0,5 K* = Rp. 120 triliun, dan Ka = Rp. 100 triliun. Berdasarkan
pemisalan ini akan kita hitung investasi pada tahun (t + 1), (t+2) dan (t+3). Perhatikan
perhitungan berikut :
i. It+1 = 0,5 (120 – 100) = Rp 10 triliun
ii. It+1 = 0,5 (120 – 110) = Rp 5 triliun
iii. It+1 = 0,5 (120 – 115) = Rp 2,5 triliun
Seperti ditunjukkan oleh perhitungan di atas pada tahun (t+1) perbedaan di antara K * dan Ka
adalah Rp. 20 triliun. Maka investasi yang dilakukan pada tahun (t+1) adalah Rp. 10 triliun.
Pada tahun (t+2) perbedaan di antara K * dengan Ka yang telah menjadi Rp. 110 triliun adalah
sebanyak Rp 10 triliun. Maka jumlah investasi yang dilakukan adalah 0,5 (Rp 10 triliun) = Rp
15 triliun. Sebagai akibat dari investasi ini pada tahun (t+3) nilai stok modal yang tersedia
adalah Rp 115 triliun, dan dengan demikian investasi yang dilakukan pada tahun (t+3)
adalah: 0,5 (Rp 5 triliun) = Rp 2,5 triliun.
Gambar 5-4 Investasi dan Perkembangan Stok Modal Dalam Model Akselerator Fleksibel
Dalam gambar 5-4 ditunjukkan perbedaan diantara stok modal yang tersedia (Ka) dengan
stok modal yang diperlukan (K*) dan bagaimana investasi pada tahub (t+1) dan sesudahnya
menambah stok modal yang tersedia dan menciutkan jurang stok modal di antara modal
yang diperlukan dengan stok modal yang sebenarnya.