Anda di halaman 1dari 7

BAB 5

TEORI PRODUKSI

EORI perilaku produsen (perusahaan) memiliki banyak analogi dengan teori perilaku
konsumen. Misalnya, bila konsumen mengalokasikan dananya untuk konsumsi, produsen
mengalokasikan dananya untuk penggunaan faktor produksi atau yang akan diproses menjadi
output. Karena itu bila keseimbangan konsumen terjadi pada saat seluruh uangnya habis
untuk konsumsi, keseimbangan produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis terpakai
untuk membeli faktor produksi. Dalam mengonsumsi barang berlaku The Law of
Diminishing Marginal Utility (LDMU), sedangkam dalam penggunaan faktor produksi
berlaku The Law of Diminshing Return (LDR). Produsen juga memiliki pengetahuan yang
lengkap (perfect knowledge) atas faktor produksi yang dibelinya. Akhirnya, bila konsumen
berupaya mencapai kepuasan maksimum, maka produsen berupaya mencapai tingkat
produksi maksimum. Pemahamam kita mengenai perilaku konsumen akan memudahkan
pemahaman mengenai perilaku produsen.

1. Dimensi Jangka Pendek dan Jangka Panjang


Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai faktor
produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor
produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel
(variable input).

Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaanya tidak
tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi
itu harus tetap tersedia. Mesin-mesin pabrik adalah salah satu contoh. Sampai tingkat interval
produksi tertentu jumlah mesin tidak perlu ditambah. Tetapi jika tingkat produksi menurun
bahkan sampai nol unit (tidaj berproduksi) jumlah mesin tidak bisa dikurangi.

Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya.


Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu
juga sebaliknya. Buruh harian lepas di pabrik rokok adalah contohnya. Jika perusahaan ingin
meninngkatkan produksi, maka jumlah buruh hariaanya ditambah. Sebaliknya jika ingin
mengurangi produksi, buruh harian dapat dikurangi.

Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Mesin
dikatakan sebagai faktor produksi tetap karena dalam jangka pendek (kurang dari setahun)
susah untuk ditambah atau dikurangi. Sebaliknya buruh dikatakan faktor produksi variabel
karena jumlah kebutuhannya dapat disediakan dalam waktu kurang dari setahun.

Dalam jangka panjang (long run) dan sangat panjang (very long run) semua faktor
produksi sifatnya variabel. Perusahaan dapat menambah atau mengurangi kapasitas produksi
dengan menambah atau mengurangi mesin produksi. Dalam konteks manajemen, jangka
panjang dan jangka sangat panjang berkaitan dengan ukuran waktu kronologis. Misalnya ada
kualifikasi yang menyatakan bahwa jangka panjang berkisar antara 5-25 tahun. Jangka sangat
panjang bila waktunya lebih dari 25tahun.

Teori produksi tidak mendefinisikan jangka pendek dan jangka panjang secara
kronologis. Periode jangka pendek adalah periode produksi di mana perusahaan tidak mampu
dengan segera melakukan penyesuaian jumlah penggunaan salah satu attau beberapa faktor
produksi. Periode jangka panjang adalah periode produksi di mana semua faktor produksi
menjadi faktor produksi variabel.

Tenganggang waktu jangka pendek setiap perusahaan berbeda-beda tergantung jenis


usahanya. Perusahaan yang memproduksi barang-barang modal, periode jangka pendeknya
barangkali limma tahun. Sebab perusahaan membutuhkan waktu minimal lima tahun untuk
menambah kapasitas produksi dengan menambah mesin. Perusahaan yang bergerak di
industri pengolahan, periode jangka pendeknya lebih singkat. Perusahaan yang mengolah
makanan kalengan, periode jangka pendeknya barangkali hanya dua atau tiga tahun.

Adakah perusahaan yang jangka pendeknya kurang dari satu tahun? Ada, misalnya
restoran kelas menengah ke bawah faktor produksi tetapnya adalah rumah dan peralatan
masak/makan. Mereka mampu meneysuaikan kapasitas produksi dalam tempo kurang dari
satu tahun. Bahkan pedagang bakso keliling yang faktor produksi tetapnya hanya berupa
gerobak dorong, mangkok dan kompor, periode jangka pendeknya hanya sebulan.

2. Model Produksi Dengan Satu Faktor Produksi Variabel


Sebenarnya sangat jarang bahkan tidak ada proses produksi yang hanya menggunakan
satu faktor produksi variabel. Pengertian produksi dengan satu faktor produksi variabel
adalah pengertian analisis jangka pendek, di mana da faktor produksi yang tidak dapat
diubah. Ketika mencoba memahami proses alokasi faktor produksi oleh perusahaan, ekonom
membagi faktor produksi menjadi barang modal (capital) dan tenaga kerja (labour).
Hubungan matematis penggunaan faktor produksi yang menghasilkan output maksimum
disebut fungsi produksi, seperti di bawah ini.

Q = f(K,L) .............................................................................................. (5.1)

Di mana: Q = tingkat output

K = barang modal

L = tenaga kerja/buruh

Dalam model produksi satu faktor produksi variabel, barang modal dianggap faktor
produksi tetap. Keputusan produksi ditentukan berdasarkan alokasi efisiensi tenaga kerja.

a. Produksi Total, Produksi Marjinal, dan Produksi Rata-rata


Produksi total (total product) adalah banyaknya produksi yang dihasilkan dari
penggunaan total produksi. Produksi marjinal (marginal product) adalah tambahan produksi
karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Produksi rata-rata (avarage
product) adalah rata-rata output yang dihasilkan per unit faktor produksi.

Produksi Total:

TP = f(K,L) ............................................................................................ (5.2)

Di mana: TP = produksi total

K = barang modal (yang dianggap konstan)

L = tenaga kerja/buruh

Secara matematis TP akan maksimum apabila turunan pertama dari fungsi nilainya
sama dengan nol. Turunan pertama TP adalah MP (Persamaan 5.3), maka TP maksimum
pada saat MP sama dengan nol.

Produksi Marjinal:

∂TP
MP = TP’ = ............................................................................... (5.3)
∂L

Di mana: MP = produksi marjinal

Perusahaan dapat terus menambah tenaga kerja selama MP > 0. Jika MP sudah < 0,
penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP merupakan
indikasi telah terjadinya hukum Pertambahan Hasil Yang Semakin Menurun atau the Law of
Diminishing Return (LDR).

Produksi Rata-rata:

TP
AP = ........................................................................................... (5.4)
L

Di mana: AP = produksi rata-rata

AP akan maksimum bila turunan pertama fungsi AP adalah 0 (AP’ = 0). Dengan
penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP = MP, dan MP akan memotong
AP pada saat nila AP maksimum. Contoh kasus usaha tekstil tradisional yang menggunakan
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) berikut ini akan memperjelas lagi.

Tabel 5.1

Produksi Total, Produksi Marjinal dan

Produksi Rata-rata Usaha Tekstil Tradisional

(Satu Faktor Produksi Variabel)


Mesin Buruh Produksi Total (TP) Produksi Marjinal (MP) Produksi Rata-rata (AP)
(unit) (orang) (bal) (bal) (bal)
1 1 5 5 5
1 2 20 15 10
1 3 45 25 15
1 4 80 35 20
1 5 105 25 21
1 6 120 15 20
1 7 126 6 18
1 8 120 -6 15
1 9 106 -12 12
1 10 90 -18 9

Dari tabel 5.1 kita melihat bahwa produksi total (TP) pada awalnya meningkat dan
mencapai maksimum (126 unit) pada saat jumlah buruh yang dipekerjakan tujuh orang.
Tetapi setelah itu penambahan buruh justru menurunkan produksi total, karena produksi
marjinal (MP) sudah negatif. Bila melihat kolom MP sangat mempengaruhi TP.

Selama nilai MP > 0, TP tetap bertambah. Sayangnya pertambahan MP juga


mengalami penurunan (LDR). Besarnya nilai MP juga berpengaruh terhadap nilai produksi
rata-rata (AP). Penambahan satu orang tenaga kerja akan memeperbesar nilai AP selama nilai
MP > nilai AP sebelumnya. Begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi pada saat penggunaan
tenaga kerja antara 2-5 orang.

Tabel 5.1 dapat dipresentasikan dalam bentuk Diagram 5.1 TP ternyata bergerak
membentuk kurva yang mirip huruf S (S curve). Hukum pertambahan hasil yang semakin
menurun menyebakan kurva MP berbentuk parabola, sampai mneyentuh sumbuh horizontal
(MP = 0). Jika kurva MP telah lebih rendah dari sumbuh horizontal (MP < 0), penambahan
tenaga kerja justru mennurunkan produksi total (slope kurva TP menjadi negatif). Kurva AP
bergerak sepola dengan kurva MP. Sebelum titik potong AP dan MP, nilai AP selalu di
bawah MP, setelah itu AP di atas MP. Tetapi penurunannya tidak setajam MP, sehingga pada
saat MP < 0, AP masih mungkin bernilai positif bahkan tidak pernah negatif.

Diagram 5.1

Kurva TP, MP, dan AP

Kasus Usaha Tekstil Tradisonal


b. Tiga Tahap Produksi
Apa yang telah diuraikan ketika menjelaskan kasus di atas merupakan prinsip umum
dalam menganalisis proses alokasi faktor produksi yang efisien. Untuk kasus umum dan bila
dianggap penambahan faktor produksi bersifat kontinyu, kurva-kurva pada Diagram 5.1 dapat
diperhalus menjadi seperti pada Diagram 5.2.
Diagram 5.2 menunjukkan ada tiga tahap penting dari gerakan perubahan nilai TP.
Yang pertama, pada saat MP maksimum (titik 1 dan 4). Kedua, pada saat AP maksimum
(titik 2 dan 5). Ketiga pada saat MP = 0 atau TP maksimum (titik 3 dan 6). Selanjutnya
diagram tersebut dapat kita bagi menjadi tiga tahap produksi (the three stages of production):
1. Tahap I (stage I), sampai pada saat kondisi AP maksimum.
2. Tahap II (stage II), antara AP maksimum sampai saat MP sama dengan nol.
3. Tahap III (stage III), saat MP sudah bernilai < nol (negatif).
Penahapan ini berguna untuk memahami pada tahap mana perusahaan berproduksi.

Diagram 5.2

Kurva TP, MP, dan AP


Pada tahap I, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun
produksi rata-rata. Karena itu hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar
dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti produksi pada
tahap ini (slope kurva TP meningkat tajam).

Pada tahap II, karena berlakunya LDR, baik produksi marjinal maupun produksi rata-
rata mengalami penurunan. Namun demikian nilai keduanya masih postif. Penambahan
tenaga kerja akan tetap menambah produksi total sampai mencapai nilai maksimum (slope
kurva TP datar sejajar dengan sumbu horizontal).

Pada tahap III, perushaan tidak mungkin melanjutkan produksi, karena penambahan
tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan akan mengalami kerugian (slope
kurva TP negatif).

Dengan demikian, perusahaan sebaiknya berproduksi di tahap II. yang menjadi


pertanyaan adalah di titik mana perusahaan berhenti menambah tenaga kerja? Secara
sistematis perusahaan akan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya
(marginal cost) yang harus dibayar adalah tambahan biaya masih lebih kecil dari tambahan
pendaptan, perusahaan akan menambah tenaga kerja. Begitu sebaliknya. Tambahan biaya
dalam hal ini adalah upah (wage) tenaga kerja. Tambahan pendapatan adalah produksi
marjinal dikalikan harga jual barang. Jika upah, dinotasikan sebagai W, sedangkan harga jual
barang dinotasikan P, maka alokasi tenaga kerja (faktor produksi) dianggap efiseien bila:

W = MP (P) .................................................................................................. (5.5)

c. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Secara grafis
dapat digambarkan dengan semakin luasnya bidang yang dibatasi kurva TP. Pada Diagram
5.3, akibat kemajuan teknologi, luas kurva dibatasi kurva TP³ > TP² > TP¹. Artinya jumlah
output yang dihasilkan per unit faktor produksi semakin besar. Dari Diagram 5.3 tampak
Q ³ Q² Q¹
bahwa > > .
L ¹ L ¹ L¹

Anda mungkin juga menyukai