Nim:B1021221094
Kelas manajemen B
Rangkuman bab 5 : Teori produksi
TEORI PRODUKSI
TEORI perilaku produsen (perusahaan) memiliki banyak analogi dengan Tteori perilaku konsumen.
Misalnya, bila konsumen mengalokasikan dananya untuk konsumsi, produsen mengalokasikan dananya
untuk penggunaan faktor produksi atau yang akan diproses menjadi output. Karena itu bila keseimbangan
konsumen terjadi pada saat seluruh uangnya habis untuk konsumsi, keseimbangan produsen tercapai pada
saat seluruh anggaran habis terpakai untuk membeli faktor produksi. Dalam mengonsumsi barang berlaku
The Law of Diminishing Marginal Utility (LDMU), sedangkan dalam penggunaan faktor produksi berlaku
The Law of Diminishing Return (LDR). Produsen juga memiliki pengetahuan yang lengkap (perfect
knowledge) atas faktor produksi yang dibelinya. Akhirnya, bila konsumen berupaya mencapai kepuasan
maksimum, maka produsen berupaya mencapai tingkat produksi maksimum. Pemahaman kita mengenai
perilaku konsumen akan memudahkan pemahaman mengenai perilaku produsen.
Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang
dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor
produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variable input).
Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah
produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Mesin mesin
pabrik adalah salah satu contoh. Sampai tingkat interval produksi tertentu jumlah mesin tidak perlu
ditambah. Tetapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin
tidak bisa dikurangi.
Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksi-nya. Makin besar tingkat
produksi, makin banyak faktor p variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya. Buruh harian lepas di
pabrik rokok adalah contoh-nya. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh
hariannya ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, buruh harian dapat dikurangi. Produksi
Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan waktu yang dibutuhkan
untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Mesin dikatakan sebagai faktor produksi tetap
karena dalam jangka pendek (kurang dari setahun) susah untuk ditambah atau dikurangi. Sebaliknya buruh
dikatakan faktor produksi variabel karena jumlah kebutuhannya dapat disediakan dalam waktu kurang dari
satu tahun.
Dalam jangka panjang (long run) dan sangat panjang (very long run) semua faktor produksi sifatnya
variabel. Perusahaan dapat menambah atau mengurangi kapasitas produksi dengan menambah atau
mengurangi mesin produksi. Dalam konteks manajemen, jangka panjang dan jangka sangat panjang
berkaitan dengan ukuran waktu kronologis. Misalnya ada kualifikasi yang menyatakan bahwa jangka
panjang berkisar antara 5-25 tahun. Jangka sangat panjang bila waktunya lebih dari 25 tahun.
Teori produksi tidak mendefinisikan jangka pendek dan jangka panjang secara kronologis. Periode jangka
pendek adalah periode produksi di mana perusahaan tidak mampu dengan segera melakukan penyesuaian
jumlah penggunaan salah satu atau be-berapa faktor produksi. Periode jangka panjang adalah periode
produksi di mana semua faktor produksi menjadi faktor produksi variabel.
Tenggang waktu jangka pendek setiap perusahaan berbeda-beda tergantung jenis usahanya. Perusahaan
yang memproduksi barang-barang modal, periode jangka pendeknya barangkali lima tahun. Sebab
perusahaan membutuhkan waktu minimal lima tahun untuk menambah kapasitas produksi dengan
menambah mesin. Perusahaan yang bergerak di industri pengolahan, periode jangka pendeknya lebih
singkat. Perusahaan yang mengolah makanan kalengan, periode jangka pendeknya barangkali hanya dua
atau tiga tahun.
Adakah perusahaan yang jangka pendeknya kurang dari satu tahun? Ada, misalnya restoran kelas
menengah ke bawah yang faktor produksi tetapnya adalah rumah dan peralatan masak/makan. Mereka
mampu menyesuaikan kapasitas produksi dalam tempo kurang dari satu tahun. Bahkan pedagang bakso
keliling yang faktor produksi tetapnya hanya berupa gerobak dorong, mangkok dan kompor, periode jangka
pendeknya hanya sebulan.
Sebenarnya sangat jarang bahkan tidak ada proses produksi yang hanya menggunakan satu faktor
produksi variabel. Pengertian prodi dengan satu faktor produksi variabel adalah pengertian analisis jan
pendek, di mana ada faktor produksi yang tidak dapat diubah. Ke mencoba memahami proses alokasi faktor
produksi oleh perusahaan, ekonom membagi faktor produksi menjadi barang modal (capital) dan tenaga
kerja (labour). Hubungan matematis penggunaan faktor produksi yang menghasil kan output maksimum
disebut fungsi produksi, seperti di bawah ini.
Q = f(K, L)…………………………………………………………………………………………….(5.1)
Secara matematis TP akan maksimum apabila turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol.
Turunan pertama TP adalah MP (Persamaan 5.3), maka TP maksimum pada saat MP sama dengan nol.
Produksi Marjinal:
MP=TP’ = ƏTP/ ƏL……………………………………………………………………………...(5.3)
Di mana: MP = produksi marjinal
Perusahaan dapat terus menambah tenaga kerja selama Pertambahan Hasil Yang Semakin Menurun atau
the Lato of Diminishing Re (LDR).
Produksi Rata-rata:
AP = TP/ L…………………………………………………………………………………………..(5.4)
Di mana: AP = produksi rata-rata
Dengan penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP = MP, AP akan maksimum bila
turunan pertama fungsi AP adalah 0 (AP=0) dan MP akan memotong AP pada saat nilai AP maksimum.
Contoh kasus usaha tekstil tradisional yang menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) berikut ini
akan memperjelas lagi.
W = MP (P)……………………………………………………………………………………………...
(5.5)
c. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Secara gra-fis dapat digambarkan
dengan semakin luasnya bidang yang dibatasi kurva TP. Pada Diagram 5.3, akibat kemajuan teknologi, luas
kurva TP3 TP2 TP1. Artinya jumlah output yang dihasilkan per unit faktor produksi semakin besar.
Studi empiris yang dilakukan duapuluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa ada yang lebih penting
dari sekedar memodernisasi mesin. Yaitu modernisasi sumber daya manusia (SDM), terutama dengan
mengubah cara berpikir dan sikap hidup. Dengan modernisasi SDM, kemajuan teknologi akan meresap ke
dalam diri manusia (embodied technology) dan mendorong peningkatan efisiensi.
Seorang ekonom senior (Paul Krugman) menggunakan konsep ini untuk menjelaskan mengapa negara-
negara yang dikenal sebagai “Macan Asia” (Asia Timur) mengalami krisis ekonomi di akhir dasa warsa ini.
Salah satu jawabannya adalah pertumbuhan ekonomi Asia Timur, seperti halnya Rusia, lebih disebabkan
oleh pertambahan penggunaan faktor produksi (barang modal dan tenaga kerja). Tidak ada peningkatan
efisiensi y signifikan. Oleh karena itu ukuran efisiensi dengan menggunakan angka harus ditinjau ulang.
Paul Krugman kemudian mengusulkan TFP (Total Factor Productivity) sebagai ukuran efisiensi. Pada
prinsipnya metode ini ingin memisahkan pengaruh barang modal, teknologi dan SDM terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dari pemisahan itu akan terlihat apakah ada kemajuan efisiensi yang signifikan.
Angka pertumbuhan TFP yang besar mengindikasikan perkembangan efisiensi yang semakin signifikan.
Dalam bagian ini kita melonggarkan asumsi adanya faktor produksi tetap. Baik barang modal maupun
tenaga kerja sekarang bersifat variabel. Namun yang harus diingat bahwa pelonggaran asumsi ini masih
tetap terlalu menyederhanakan persoalan. Sebab dalam kenyataan, faktor produksi variabel yang digunakan
dalam proses produksi lebih dari dua macam. Dalam studi ekonomi yang lebih lanjut, pembahasan alokasi
faktor-faktor produksi (lebih dari dua macam faktor produksi) secara efisien akan menggunakan model
ekonometrika. Dalam model produksi dua faktor produksi variabel ini, analisis cukup menggunakan
penjelasan grafis dan matematika sederhana.
a. Isokuan (Isoquant)
Isokuan (isoquant) adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi penggunaan dua macam
faktor produksi variabel secara efisien dengan tingkat teknologi tertentu, yang menghasilkan tingkat
produksi yang sama. Misalnya, kasus usaha tekstil tradisional di muka kita perlonggar asumsinya dengan
menyatakan bahwa mesin dapat ditambah. Tabel 5.2 memberikan data sebagai berikut.
Asumsi-asumsi Isokuan:
Konveksitas (Convexity)
Asumsi konveksitas (convexity) analogi dengan asumsi pada pembahasan perilaku konsumen, yaitu
kurva indiferensi yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah (down ward sloping). Produsen dapat
melakukan berbagai kombinasi penggunaan dua macam faktor produksi untuk menjaga agar tingkat
produksi tetap. Kesediaan produsen untuk mengorbankan faktor produksi yang satu demi menambah
penggunaan faktor produksi yang lain untuk menjaga tingkat produksi pada isokuan yang sama disebut
Derajat Teknik Substitusi Faktor Produksi atau Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS). MRTSIK
adalah bilangan yang menunjukkan berapa unit fak produksi L harus dikorbankan untuk menambah 1 unit
faktor produks pada tingkat produksi yang sama. Jika L adalah tenaga kerja dan K adaian barang modal
(mesin), maka/MRTSIk adalah berapa unit tenaga kerja yang harus dikorbankan untuk menambah 1 unit
mesin, demi menjaga produksi pada tingkat yang sama. Dasar pertimbangan substitusi faktor produksi
adalah perbandingan rasio produktivitas.
Penurunan Nilai MRTS (Diminishing of MRTS)
Sama halnya dengan konsumen, produsen menganggap makin mah faktor produksi yang semakin langka.
Itulah sebabnya mengapa nilai MRTS makin menurun (hukum LDR). Dalam kasus-kasus tertentu, nilai
MRTS ak konstan atau nol. MRTS konstan bila kedua faktor produksi besifat substitusi sempurna (perfect
substitution), seperti pada Diagram 5.6.a. MRTS adalah nol bila kedua faktor produksi mempunyai
hubungan proporsional tetap (fixed proportion production function).
Hukum Pertambahan Hasil Yang Semakin Menurun (The Law of Diminishing Return)
Di muka telah diuraikan bahwa dalam penggunaan dua macam faktor produksi juga berlaku hukum LDR.
Pada Diagram 5.7, Q60, Q80, Q90 adalah isokuan-isokuan dengan tingkat produksi masing-masing 60, 80,
dan 90 unit.
Penurunan hasil tenaga kerja (L) dapat dilihat dengan menarik garis ABC. Jika kita berproduksi dengan
faktor produksi mesin (K) sebanyak G unit, penambahan L sebanyak AB unit menambah output sebanyak
20 unit. Tetapi penambahan berikutnya dengan jumlah yang sama (BC = AB) hanya menambah output
sebanyak 10 unit. Penurunan hasil K dapat dilihat misalnya pada saat jumlah L = M unit (perhatikan garis
DBE). Awalnya untuk menambah 20 unit output cukup menambah DB unit K. Tetapi ketika akan
menambah output 10 unit lagi (Iq80 ke Iq90), jumlah unit mesin yang ditambah jauh lebih besar, yaitu BE
unit (lebih banyak dari DB unit).
Pada saat membahas model produksi satu faktor produksi variabel, telah disimpulkan bahwa daerah
produksi ekonomis perusahaan adalah daerah tahap II. Prinsip yang sama berlaku untuk model produksi dua
faktor produksi. Diagram 5.8.a menggambarkan bahwa batas antara titik A dan B adalah batas daerah
produksi yang ekonomis (relevance range of production)
Atau tahap II. Jika perusahaan ber-produksi di luar batas areal itu (A ke C atau B ke D), penambahan
faktor produksi tidak meningkatkan produksi. Garis AB merupakan daerah tahap II. Diagram 5.8.b
menggambarkan jika perusahaan ingin melakukan ekspansi produksi, batas ruang gerak ekonomis adalah
daerah yang diapit garis lengkung M dan N.
C.Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Tingkat produksi
yang sama dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit. Diagram 5.12
menggambarkan hal tersebut. Karena kemajuan teknologi, tingkat produksi 90 unit (Q90 periode pertama)
dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit (Q90 periode kedua).
Seorang ekonom bernama Hicks mengklasifikasikan kemajuan teknologi berdasarkan pengaruhnya
terhadap kombinasi penggunaan faktor produksi. Bila kemajuan teknologi mengakibatkan porsi penggunaan
barang modal menjadi lebih besar dibanding tenaga kerja, disebut teknologi padat modal (capital using atau
capital intensive). Sebaliknya jika menyebabkan porsi penggunaan tenaga kerja menjadi lebih besar, disebut
teknologi padat karya (labour using atau labour intensive). Jika tidak mengubah porsi (rasio faktor produksi
tetap), disebut teknologi netral (neutral technology). Perubahan perubahan itu dapat dilihat dari angka
MRTS yang tercermin dari perubahan sudut kemiringan isokuan.
Teknologi harus melewati tiga tahap sebelum dapat memengaruhi efisiensi. Tahap pertama adalah
penemuan (invention). Riset-riset ilm pengetahuan bertujuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk
proses produksi. Tetapi hasil penemuan tidak ada artinya bila para produsen (pengusaha) tidak berani
mengaplikasikannya dengan melakukan inovasi (inovation). Umumnya hanya sedikit pengusaha yang berani
melakukan inovasi awal. Tetapi keberhasilan inovasi akan mengundang makin banyak pengusaha yang mau
melakukannya. Terjadilah penyebaran inovasi (spread of inovation) yang menyebabkan tingkat penerimaan
terhadap inovasi (adopting inovation) mendekati angka 100%.
D.Kurva Anggaran Produksi (Isocost) Kurva anggaran produksi (isocost) adalah kurva yang
menggambarkan
Berbagai kombinasi penggunaan dua macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Jika
harga faktor produksi tenaga kerja adalah upah (w) dan harga faktor produksi barang modal adalah sewa (r),
maka kurva isocost (1) adalah:
I=rK+Wl…………………………………………………………………………………………….....(5.8)
Sudut kemiringan kurva isocost adalah rasio harga kedua faktor produksi. Jika Ter-jadi perubahan harga
faktor produksi, kurva I berotasi. Jika yang berubah Adalah kemampuan anggaran, kurva isocost bergeser
sejajar
E. Keseimbangan Produsen
Keseimbangan produsen terjadi ketika kurva I bersinggungan dengan kurva Q. Di titik persinggungan itu
kombinasi penggunaan kedua faktor produksi akan memberikan hasil output yang maksimum.
Keseimbangan dapat berubah karena perubahan kemampuan anggaran maupun harga faktor produksi.
Analisis perubahan keseimbangan produsen analogis dengan analisis perilaku konsumen.
Perubahan jumlah faktor produksi yang digunakan merupakan interaksi kekuatan efek substitusi
(substitution effect) dan efek skala produksi (output effect). Karena itu produsen juga mengenal faktor
produksi inferior, yaitu faktor produksi yang penggunaannya justru menurun bila kemampuan anggaran
perusahaan meningkat (kemampuan memproduksi meningkat).
Misalnya, tenaga kerja adalah faktor produksi inferior, jika tingkat produk ditingkatkan, jumlah
penggunaannya ternyata berkurang. Perusahaan lebi menyukai menambah barang (mesin).
Dalam mencapai keseimbangannya produsen selalu berdasarkan prinsip efisiensi, yaitu maksimalisasi
output (output maximalization); minimalisasi biaya
Keputusan maksimalisasi output atau minimalisasi faktor produksi sangat tergantung pada tujuan atau
misi yang diemban perusahaan atau lembaga. Perusahaan umumnya memiliki tujuan maksimalisasi laba,
sehingga biasanya prinsip efisiensi perusahaan adalah maksimalisasi output. Tetapi lembaga-lembaga yang
tidak berorientasi laba maksimum (nir laba atau no profit) seperti lembaga-lembaga swadaya masyarakat,
menggunakan prinsip menggunakan prinsip-prinsip minimalisasi biaya. Misalnya badan usaha milik negara
(BUMN) yang bergerak di bidang penyediaan jasa publik tertentu menggunakan prinsip minimalisasi biaya.