PERILAKU PRODUSEN
Dimana q adalah output barang – barang tertentu selama tertentu, K (mesin yaitu modal),
L (input jam tenaga kerja), dan M (bahan mentah yang digunakan). Fungsi produksi ini
menghasilkan kesimpulan tentang apa yang diketahui perusahaan mengenai bauran input untuk
menghasilkan output.
Penyederhanaan fungsi produksi dengan mengasumsikan bahwa produksi perusahaan
hanya tergantung pada dua input yaitu Modal (K) dan Tenaga kerja (L), maka fungsi produksi
disederhakan menjadi :
q = f ( K, L)
Dalam teori ekonomi, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu hukum yang
disebut : The Law of Diminishing Returns (Hukum Kenaikan Hasil Berkurang). Hukum ini
menyatakan bahwa apabila penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input yang lain
tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang
ditambahkan tadi mula-mula naik, tetapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus
ditambahkan.
Dari sifat-sifat tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan produksi seperti yang dinyatakan
dalam The Law of Diminishing Returns dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu :
a. Produksi total dengan increasing returns,
b. Produksi total dengan decreasing returns, dan
c. Produksi total yang semakin menurun.
Y = jumlah produk;
PY = harga produk;
X = faktor produksi;
Px = harga factor produksi.
Penafsiran geometris dari konsep produktivitas fisik marjinal yaitu slope kurva
produk total. Slope menurun pada kurva menunjukan produktivitas fisik marjinal yang
semakin menurun. Pada nilai input tenaga kerja yang lebih tinggi, kurva total hampir
berbentuk mendatar, tambahan lebih banyak tenaga kerja hanya meningkatkan output dalam
jumlah yang rendah.
Slope kurva produktivitas fisik marjinal tenaga kerja (MP L), pada awalnya nilai
MPL tinggi karena tambahan tenaga mengakibatkan kenaikan secara signifikan pada output.
Jika input tenaga kerja ditambahkan, akibatnya MPL akan turun. Pada titik L*, penambahan
tenaga kerja tidak akan menaikan output total secara keseluruhan.
Ada tiga tahap dalam fungsi produksi yaitu tahap I, II, III yang masing – masing
memiliki sifat yang khusus. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut (Sudarman,1997: 138) :
a. Tahap I
Pada tahap ini : APP input variabel meningkat
MPP input variabel meningkat
Ini berarti input tetap digunakan relatif terlalu banyak dibandingkan
dengan penggunaan input variabel. Oleh karena itu tahap ini bukan merupakan tahap
produksi yang rasional bagi produsen, karena setiap tambahan satu unit input variabel
akan menambah tambahan output dengan jumlah yang lebih besar, sehingga produsen
yang rasional tidak akan berproduksi di tahap ini.
b. Tahap II
Pada tahap ini : APP input variabel menurun
MPP input variabel menurun.
Ini berarti baik penggunaan input tetap maupun input variabel sudah
rasional, karena pada tahap ini tambahan penggunaan input variabel sudah mulai
menurunkan APP maupun MPP. Jadi tahap ini adalah tahap rasional bagi produsen untuk
berproduksi.
c. Tahap III
Pada tahap ini : TPP input variabel menurun
MPP input variabel menurun
Ini berarti input variabel relatif terlalu banyak digunakan dibandingkan
dengan penggunaan input tetap, sehingga tidak rasional untuk berproduksi di daerah ini,
karena tambahan input variabel justru akan menurunkan tingkat total output.
BAB VII
Perilaku Produsen
5. Peta Isokuan
Salah satu cara untuk menggambarkan fungsi produksi tertentu dalam gambar dua
dimensi adalah dengan melihat peta isokuan (insoquant map),kita dapat kembali
menggunakan fungsi produksi berbentuk q = f(K,L) dengan menggunakan modal dan tenaga
kerja sebagai contoh dua input yang mungkin akan dipergunakan. Peta isokuan merupakan
peta kontur dari fungsi produksi suatu perusahaan. Isokuan adalah sebuah kurva yang
menunjukkan berbagai kombinasi input yang akan menghasilkan output dalam jumlah yang
sama. Untuk menunjukkan berbagai kombinasi modal dan tenaga kerja yang dapat
dipergunakan dalam memproduksi tingkat output tertentu, kita menggunakan isokuan
(isoquant) dari bahasa Yunani yang berarti "sama".
Isokuan berisi berbagai kombinasi alternatif input yang dapat digunakan untuk
menghasilkan output pada tingkat tertentu. Slope kurva ini menunjukan suatu tingkat dimana
L dapat digantikan oleh K dengan menganggap output konstan. Bentuk negatif dari slope ini
disebut tingkat (marjinal) substitusi teknik (rate technical substitution atau RTS). Pada
gambar ini, RTS bernilai positif dan akan menurun ketika terjadi kenaikan input tenaga kerja.
6. Marginal Rate of Technical Substitution
Slope sebuah isokuan menunjukkan bagaimana sebuah input dapat dipertukarkan
dengan input lainnya saat output dianggap konstan. Pengujian slope ini memberikan
beberapa infomasi tentang berbagai kemungkinan teknis substitusi tenaga kerja terhadap
modal—sebuah isu yang cukup penting bagi perusahaan. Slope isokuan (atau lebih tepatnya,
bernilai negatif) disebut tingkat subtitusi teknis marjinal (marginal rate of technical
substitutions [RTS]) tenaga kerja terhadap modal. Lebih tepatnya, RTS didefinisikan sebagai
sejumlah input modal yang dapat dikurangi dengan menganggap kuantitas produksi tetap
konstan ketika ditambahkan lagi satu unit tenaga kerja. Secara matematis,
Tingkat subtitusi teknis (RTS)
(tenaga kerja terhadap modal) = RTS (dari L terhadap K)
= - (Slope isokuan)
= Perubahan input modal [5.3]
Perubahan input tenaga kerja
di mana seluruh perubahan yang terkandung dalam rumus tersebut merujuk pada situasi
output (q) konstan. Niali tertentu dari pertukaran (trade off) tidak hanya tergantung pada
tingkat output namun modal dan tenaga juga digunakan. Nilai ini tergantung pada suatu titik
di petan isokuan dimana slopenya diukur.
Penurunan RTS
Isokuan tidak hanya memiliki slope negatif, tetapi juga berupa kurva cembung.
Sepanjang kurva tersebut RTS mengalami penurunan. Ketika rasio K terhadap L besar, RTS
memiliki nilai besar yang berarti bahwa jumlah sejumlah besar modal dapat dikurangi jika
ditambahi satu unit tenaga kerja. Di lain pihak, jika sejumlah besar tenaga kerja telah
digunakan, maka RTS rendah. Hal ini menandakan bahwa hanya sejumlah kecil modal dapat
dipertukarkan untuk mendapatkan tambahan unit tenaga kerja jika output konstan. Bentuk
kurva ini secara intuisi cukup beralasan, semakin banyak tenaga kerja (relatif terhadap
modal) yang digunakan, semakin kecil kemampuan tenaga kerja yang menggantikan modal
dalam produksi. Penurunan RTS menunjukan penggunaan input tertentu lebih lanjut dapat
ditekan jumlahnya. Perusahaan tidak mungkin menggunakan “hanya tenaga kerja” atau
“hanya mesin” saja untuk memproduksi tingkat output tertentu. Perusahaan akan memilih
bauran input yang lebih seimbang yang menggunakan paling tidak sejumlah masing – masing
input.
7. Return to Scale
Bentuk dan sifat – sifat fungsi produksi perusahaan merupakan hal penting karena
berbagai alasan. Dengan menggunakan informasi tersebut, suatu perusahaan dapat
memutuskan bagaimana dana – dana penelitiannya dapat digunakan sebaik – baiknya untuk
tujuan pengembangan teknik. Atau, pembuat kebijakan publik dapat mempelajari bentuk
fungsi produksi untuk memberikan argumentasi bahwa hukum yang melarang perusahaan
dengan skala sangat besar akan mengganggu efisiensi ekonomi.
Para ekonom memerlukan definisi yang tepat tentang skala hasil (returns to
scale). Sebuah fungsi produksi dikatakan menunjukkan skala hasil konstan (constant returns
to scale) jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan
output sebanyak dua kali lipat pula. Jika penggandaan seluruh input menghasilkan output
yang kurang dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi tersebut dikatakan menunjukkan
skala hasil menurun (decreasing returns to scale). Jika penggandaan seluruh input
menghasilkan output lebih dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala
hasil meningkat (increasing returns to scale).
Tiga kemungkinan yang terjadi adalah :
a. Increasing Return to Scale
Ini terjadi jika proporsi perubahan output lebih besar dari proporsi perubahan input, yaitu
jika β1 + β2 + β3 > 1.
b. Constant Return to Scale
Terjadi bila proporsi perubahan output sama dengan proporsi perubahan input, yaitu β1 +
β2 + β3 = 1. Pada tahap ini, besarnya operasi produksi usaha tidak akan mempengaruhi
produktivitas dari faktor-faktor produksinya.
c. Decreasing Return to Scale
Jika proporsi perubahan output lebih kecil dari proporsi perubahan input yaitu β1 + β2 +
β3 < 1. Ini memungkinkan terjadi pada setiap perusahaan dengan operasi berskala besar
dengan manajemen yang lebih rumit dan struktur organisasi yang lebih kompleks.
8. Perubahan Teknologi
Titik isokuan q0 merupakan posisi awal daro pengetahuan teknik. Tingkat output
tersebut, dapat diproduksi dengan menggunakan (K 0, L0), atau sejumlah kombinasi input
lainnya. Kemajuan teknologi pada teknik produksi, isokuan q0 bergerser ke arah titik origin
dengan tingkat output yang sama dapat diproduksi dengan menggunakan kuantitas input
yang lebih sedikit. Contoh, isokuan q0 bergeser ke kiri q’0, memungkinkan untuk
memproduksi q0 dengan jumlah modal yang sama (K 0), tetapi dengan tenaga kerja yang lebih
sedikit (L1). Bahkan memungkinkan untuk memproduksi q0 dengan lebih sedikit modal dan
tenaga kerja, dengan memilih titik (misal titik A). Kemajuan teknis (Technical progress)
menunjukan penghematan secara riil pada input – input dan pengurangan biaya produksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://pepryan.blogspot.com/2016/01/teori-produsen-dan-fungsinya.html
http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/mikro-5-perilaku-produsen-nuhfil.pdf
https://www.academia.edu/4813852/teori_produksi_jangka_pendek_dan_jangka_panjang