Anda di halaman 1dari 11

MAKRO EKONOMI

BLANCHARD DAN JHONSON


I. BAB 9 KRISIS
1. Dari Masalah Perumahan hingga Krisis Keuangan.
 Perumahan & Hipotek
Tahun 2000-an, suku bunga rendahnya tidak biasa.
Suku bunga hipotek juga ikut rendah; yang meningkatkan permintaan perumahan,
dan mendorong kenaikan harga. Pemberi pinjaman hipotek (mortgage lenders)
semakin antusias memberikannya ke lebih banyak peminjam berisiko. Hipotek
subprime (subprimes) telah ada sejak pertengahan tahun 90-an, tapi barusan lebih
lazim—pada tahun 2006, sekitar 20% dari semua hipotek A.S.
 Perumahan & Hipotek: Positif
Saat itu, sebagian besar ekonom melihatnya sebagai perkembangan yang positif:
a) Memungkinkan lebih banyak orang untuk membeli rumah. Berdasarkan
asumsi, harga perumahan akan terus naik dan
nilai hipotek akan turun terhadapnya; sepertinya aman, bagi pemberi
pinjaman maupun peminjam.
b) Menilik masa lalu, asumsi bahwa harga perumahan
tidak akan turun juga tampak masuk akal. Harga perumahan tidak pernah
turun selama resesi tahun 2000-2001
 Perumahan & Hipotek: Berisiko
Perkembangannya jauh daripada yang dipikirkan oleh sejumlah ekonom.
a) Harga rumah dapat turun, terbukti dari tahun 2006.
Banyak peminjam mengalami nilai hipotek yang melebihi
nilai rumah—hipotek underwater.
b) Hipotek sebenarnya jauh lebih berisiko:
Banyak kasus, peminjam tidak sepenuhnya menyadari bahwa
pembayarannya meningkat tajam dengan berlalunya waktu.
Maka, meski harga rumah tidak turun, banyak peminjam
tidak akan mampu memenuhi pembayaran hipoteknya.
 Bank: Perantara Keuangan
Peran bank yang umum adalah sebagai perantara keuangan (financial
intermediaries)—institusi yang:
Menerima dana dari pihak yang ingin menabung, menggunakan dana ini untuk
memberikan pinjaman kepada pihak yang ingin meminjam.
 Bank: Modal & Kebangkrutan
Sangatlah penting bagi bank untuk memiliki cukup banyak modal demi
membatasi risiko kebangkrutan.
a) Nilai aset mungkin turun, sehingga modal bank tidak cukup untuk
menutup kerugiannya—insolven.
b) Bila sejumlah investor menginginkan kembali dananya dengan segera,
bank mungkin sulit menjual asetnya dengan cepat—ilikuiditas (masih
solven, tetapi ilikuid). Semakin likuid kewajibannya (semakin kurang
likuid asetnya), semakin mungkin bank mengalami kesulitan.
 Bank: Rasio Modal & Leverage
a) Rasio modal (capital ratio): Rasio modal terhadap aset.
b) Rasio leverage (leverage ratio): Rasio aset terhadap modal.
Bank A: Aset 100, kewajiban 80, modal 20;
rasio modal 20%, rasio leverage 5.
Bank B: Aset 100, kewajiban 95, modal 5;
rasio modal 5%, rasio leverage 20.
 Rasio Leverage Sangat Tinggi
Selama krisis, banyak bank memiliki rasio leverage sangat tinggi yang merugi
(terbatas pada aset yang meningkatkan risiko kebangkrutan).
a) Misalkan aset menjadi buruk; contohnya,
sejumlah peminjam tidak dapat membayar kembali.
Akibatnya, nilai aset turun dari 100 menjadi 90.
b) Bank A sekarang asetnya 90, kewajiban 80, modal 10.
Bank B sekarang asetnya 90, kewajiban 95, modal –5.
Kewajiban melebihi aset—bank ini bangkrut.

 Meningkatkan Leverage: SIV


SIV (structured investment vehicle)
Sebuah bank virtual, diciptakan oleh bank aktual.
 Di sisi kewajiban, bank ini meminjam dari investor
(umumnya, utang jangka pendek).
 Di sisi aset, bank ini memegang berbagai jenis sekuritas.
Untuk memastikan kepada investor tentang pembayaran kembali, SIV umumnya
dijamin oleh bank aktual yang (jika diperlukan) akan menyediakan dana kepada
SIV.
 SIV: Krisis
a) Harga perumahan mulai turun dan banyak hipotek memburuk, sekuritas
yang dipegang SIV turun nilainya.
b) Investor menjadi enggan meminjamkan ke SIV,
takut tidak mampu membayar.
c) Banyak yang menciptakan SIV, meski berkomitmen dengan kewajibannya
membayar investor, memiliki modal yang terbatas untuk itu.
 SIV: Sistem Perbankan Bayangan
a) Ternyata:
Bank telah menciptakan sistem perbankan bayangan (shadow banking
system), Leverage dari keseluruhan sistem perbankan (mencakup
perbankan bayangan) jauh lebih tinggi daripada perkiraan. Kerugian kecil
saja dapat menyebabkan kebangkrutan.
b) Pada Oktober 2008, tak ada SIV yang tersisa; ditutup, atau semua aset dan
kewajibannya telah ditransfer ke bank yang menciptakannya.
 Meningkatkan Leverage: AIG CDS
Pada tahun 2006, AIG (American International Group) menjual asuransi atas
risiko gagal bayar, melalui penjualan credit default swaps (CDS).
a) Bagi bank, sekuritasnya menjadi tidak berisiko—menurunkan modal yang
harus dipegangnya (semakin kurang berisiko asetnya,
semakin kecil jumlah modal yang diharuskan regulasi).
b) Bagi AIG, sebagai perusahaan asuransi dan bukan sebuah bank, tidak
harus memegang modal atas janjinya.
 AIG & CDS: Krisis
a) Harga perumahan mulai turun, hipotek mulai gagal bayar; AIG harus
memenuhi semua janjinya. Tapi, AIG tidak memiliki dana untuk
membayar CDS.
b) Bank menyadari bahwa (tanpa pembayaran asuransi) asetnya jauh lebih
berisiko daripada asumsi, dan tidak memiliki modal untuk menutupi
kerugian. Leverage sistem keuangan (termasuk bank, SIV, dan penerbit
CDS seperti AIG) jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan.
 Bank & Kompleksitas: Sekuritisasi
Pertumbuhan sekuritisasi (securitization) tahun 1990-an dan 2000-an:
a) Secara tradisional, perantara keuangan mencatat pinjaman/hipotek di
neracanya sendiri, yang jelas memiliki kekurangan. Sebuah bank lokal,
dengan pembukuan terkait pinjaman/hipotek lokal, sangat bergantung
pada situasi ekonomi lokal.
b) Jika bank memiliki portofolio/hipotek yang lebih terdiversifikasi, bank ini
mungkin terhindar dari kebangkrutan.
 Sekuritisasi
Sekuritisasi penciptaan sekuritas berdasarkan jaminan sekumpulan aset misalnya,
sejumlah pinjaman atau hipotek. Contohnya, sekuritas berdasarkan hipotek
(mortgage-based security, MBS)—hak atas pengembalian dari sekumpulan
hipotek, sering kali bernilai puluhan ribu dolar. Banyak investor tidak ingin
memegang hipotek individual.
 Sekuritisasi: Senior & Junior
Alih-alih menerbitkan klaim yang identik atas sekumpulan aset yang
mendasarinya, jenis sekuritas yang berbeda dapat diterbitkan:
Sekuritas senior (senior securities) memiliki klaim pertama terhadap
pengembalian dari sekumpulan aset; sekuritas junior (junior securities) datang
setelahnya, hanya dibayar dari sisa pembayaran sekuritas senior.
Sekuritas senior menarik investor yang menginginkan risiko kecil;
sekuritas junior menarik investor yang bersedia mengambil
risiko lebih besar.
 Sekuritisasi: CDO & Lebih Jauh
Sekuritas senior-junior kewajiban utang yang dijamin (collateralized debt
obligations, CDO)pertama kali diterbitkan pada akhir tahun 1980-an, tapi makin
penting pada tahun 1990-an dan 2000-an. Sekuritisasi melangkah lebih jauh,
dengan menciptakan CDO yang didasarkan pada CDO yang diciptakan
sebelumnya CDO2 (dan masih melangkah lebih jauh lagi).
 Sekuritisasi: Aset Beracun
Sekuritisasi sepertinya ide yang baik, tapi juga memerlukan biaya besar (terutama
selama krisis). Risiko ini dilupakan agen pemeringkat (rating agency)perusahaan
penilai risiko berbagai sekuritas: Ketika berbagai hipoteknya macet/berkendala,
penilaian atas sekumpulan aset yang mendasari MBS (lebih jauh lagi, MBSs yang
mendasari CDOs) sangat sulit. Inilah aset beracun (toxic assets): Menyebabkan
investor berasumsi terburuk, sangat enggan untuk memegangnya maupun
memberi pinjaman kepada institusi yang memegangnya.
 Bank & Likuiditas: Pendanaan Besar
Perkembangan lain dari tahun 1990-an dan 2000-an berupa sumber pembiayaan
(selain checkable deposit) oleh bank. Pendanaan besar (wholesale funding):
Pinjaman utang jangka pendek dari bank lain atau investor lain, untuk membiayai
pembelian asetnya. SIV entitas keuangan yang dibentuk oleh bank dibiayai
sepenuhnya melalui pendanaan besar semacam ini.
 Pendanaan Besar: Sulit Dijual
Ini ide baik: Bank lebih fleksibel terkait jumlah dana yang dapat digunakan
(memberi pinjaman atau membeli aset). Tapi, jika investor atau bank lain
(mengkhawatirkan nilai aset bank) berhenti meminjamkan, bank mungkin
kekurangan dana dan terpaksa menjual aset. Jika aset itu kompleks dan sulit
dijual, bank mungkin akan menjualnya pada harga yang sangat murah
fire sale prices (harga obral).

 Krisis: Penurunan Harga Perumahan


Pemicu krisis adalah penurunan harga perumahan.Sebagian besar ekonom
meramalkan akan timbul penurunan permintaan agregat dan
pelambatan pertumbuhan. Hanya beberapa ekonom yang mengantisipasi akan
timbul krisis makroekonomi besar. Sebagian besar ekonom tidak mengantisipasi
pengaruh terhadap sistem keuangan.
 Krisis: Perumahan & Perbankan
Pengaruh penurunan harga perumahan teramplifikasi cukup besar terhadap sistem
perbankan.
a) Rasio modal sangat rendah, beberapa bank insolven. Aset yang dipegang
sangat kompleks, nilainya sangat tidak pasti ketika harga perumahan
menurun dan terjadi gagal bayar (default) atas hipotek.
b) Investor enggan memberi pinjaman kepada bank, dan banyak bank
menjadi illikuid. Bank menjadi tidak bersedia untuk meminjamkan satu
sama lain dan kepada orang lain.
 Krisis: Kompleksitas & Keengganan
Ted spread adalah perbedaan antara:
Suku bunga tanpa risiko diukur dengan suku bunga obligasi pemerintah berjangka
tiga bulan. Ini dapat dianggap sebagai suku bunga yang ditentukan oleh kebijakan
moneter. Suku bunga di mana bank bersedia meminjamkan satu sama lain Libor
rate.

2. Penggunaan dan Pembatasan Kebijakan.


 Peringkat & Suku Bunga Pinjaman
Perusahaan berperingkat AAA (triple A) dianggap paling aman, perusahaan
berperingkat BBB (triple B) dianggap kurang aman. Perusahaan AAA dapat
meminjam pada suku bunga yang mendekati suku bunga obligasi pemerintah;
perusahaan BBB meminjam pada suku bunga lebih tinggi, tetapi perbedaannya
umumnya kecil (kisaran 1%).

 Obligasi Pemerintah A.S. 10 tahun, Obligasi Perusahaan AAA & BBB

 Krisis Keuangan & Makroekonomi


Krisis keuangan menimbulkan krisis makroekonomi, dan penurunan output yang
besar: Suku bunga yang jauh lebih tinggi bagi peminjam, bahkan beberapa kasus
ketidakmampuan untuk meminjam sama sekali, menimbulkan penurunan
pengeluaran yang drastis. Kekhawatiran akan terjadinya Great Depression lagi
menimbulkan penurunan yang tajam atas kepercayaan, dan penurunan
pengeluaran lebih lanjut.
 Kepercayaan Konsumen dan Bisnis A.S.
 Respons Kebijakan Awal
1) Memperkuat sistem keuangan:
Mencegah penarikan depositor, jaminan simpanan federal ditingkatkan;
dan, program jaminan bagi utang baru. Menyediakan likuiditas yang
tersebar luas ke sistem keuangan—fasilitas likuiditas (liquidity facilities);
meningkatkan serangkaian aset sebagai jaminan (collateral) ketika
meminjam dari the Fed. Memperkenalkan program Troubled Asset Relief
Program, (TARP); tujuan awalnya menyingkirkan aset kompleks,
berikutnya meningkatkan modal bank.
2) Kebijakan fiskal dan moneter:
Pada musim panas tahun 2007, the Fed mulai khawatir dengan semakin
lambatnya pertumbuhan; dan, mulai menurunkan suku bunga T-bill.
Ketika gejolak negatif sudah jelas, pemerintah A.S. berpaling ke kebijakan
fiskal; dengan kombinasi pengurangan pajak dan peningkatan pengeluaran
—American Recovery and Reinvestment Act, diluncurkan pada Februari
2009.
 Batasan Kebijakan Moneter
Kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan telah digunakan. Mungkin mencegah
penurunan yang bahkan jauh lebih besar atas output, tetapi tidak mencegah resesi.
Baik kebijakan fiskal maupun moneter sekarang menghadapi batasan yang ketat.
Kebijakan moneter konvensional tidak lagi berjalan.
 Moneter: Perangkap Likuiditas
Suku bunga pada T-bills telah turun menjadi nol, dan ekonomi A.S. masuk dalam
perangkap likuiditas orang bersedia memegang lebih banyak uang (lebih banyak
likuiditas) pada suku bunga yang sama. Ketika suku bunga sama dengan nol,
dan orang-orang cukup banyak uang untuk bertransaksi, mereka tidak peduli
antara memegang uang atau obligasi. Permintaan akan uang menjadi horizontal:
Peningkatan lebih lanjut dalam jumlah uang beredar
tidak mempengaruhi suku bunga.

 Perangkap Likuiditas

 Moneter: Menurunkan Suku Bunga


Ada banyak jenis obligasi dan suku bunga; beberapa lebih tinggi daripada suku
bunga T-bills. Kebijakan pelanggaran kredit (credit easing) atau pelanggaran
kuantitatif (quantitative easing): Ketimbang membeli T-bills melalui operasi
pasar terbuka, the Fed dapat membeli obligasi lain; sehingga, mungkin mampu
menurunkan suku bunga obligasi (atau hipotek) itu. Suku bunga yang lebih
rendah tersebut dapat membantu meningkatkan permintaan.
 Batasan Kebijakan Fiskal
Pemerintah harus terus mengalami defisit untuk mempertahankan permintaan dan
output yang lebih tinggi, jika: Permintaan akan barang belum pulih juga dengan
sendirinya setelah beberapa waktu, Orang atau perusahaan pada akhirnya tidak
menjadi lebih optimistis dan meningkatkan pengeluaran, Tapi, melanjutkan defisit
yang besar akan menimbulkan utang publik yang semakin besar.

3. Pemulihan yang Lambat


 Jepang: Peringatan Keras
Bursa saham Jepang, yang telah mengalami booming sebelumnya, tiba-tiba
runtuh pada awal tahun 90-an. Indeks Nikkei indeks harga saham Jepang telah
naik dari 7.000 di tahun 1980 menjadi 35.000 di awal tahun 1990; dalam waktu
dua tahun, indeks ini turun menjadi 16.000 dan terus turun, mencapai 7.000 di
tahun 2003. Ini diikuti penurunan pengeluaran, dan (sebagai respons) bank sentral
Jepang memotong suku bunga.
 Pemulihan: Berjalan Lambat
1) Pengangguran diperkirakan tetap tinggi selama beberapa waktu.
2) Mungkin krisis keuangan telah mengakibatkan kerusakan pada sistem
perbankan.
3) Tingkat output alami mungkin turun relatif terhadap tren.
 Pemulihan: Sisi Permintaan
Pada tahap ini, masalahnya berada di sisi permintaan. Batasan kebijakan,
dan kegagalan mekanisme penyesuaian standar untuk mengembalikan ekonomi ke
tingkat alaminya, menyiratkan:
1) Permintaan mungkin tetap lemah,
2) pemulihan mungkin tetap lambat selama beberapa waktu ke depan.
 Pemulihan: Permintaan Agregat
Permintaan agregat akhirnya akan pulih: Investasi perumahan yang sangat rendah
(sehingga menurunkan stok perumahan), ditambah populasi yang terus tumbuh,
akhirnya akan menaikkan harga dan investasi perumahan di masa mendatang.
Beberapa jenis konsumsi dan investasi tidak dapat ditunda selamanya.
 Pemulihan: Permintaan Terpendam
Rendahnya pembelian barang tahan lama dan peralatan oleh konsumen sekarang
menyiratkan pembelian yang lebih tinggi nanti. Mobil dan mesin pada akhirnya
rusak, dan harus diganti. Para ekonom kadang-kadang merujuk mekanisme ini
sebagai permintaan terpendam (pent-up demand) permintaan yang tidak dilakukan
hari ini, dipendam; dan meningkatkan permintaan di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai