Anda di halaman 1dari 24

TRADE OFF JANGKA PENDEK ANTARA INFLASI DAN

PENGANGGURAN

Oleh : Kelompok 10

Areza Pradityo,

1506730xxx

Hasna Mardhiana, 1506725xxx


M. Yazid Ulwan, 1506685xxx
Rezy Alfitriani,

KATA PENGANTAR

1506685xxx

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbungan baik materi maupun pemikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan penglaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agara menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan dan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 18 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
2

Kata Pengantar .........................................................................................................................ii


Daftar isi....................................................................................................................................iii
Bab I (Pendahaluan)..................................................................................................................1
1.1 LatarBelakang ...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................................2
Bab 2 (Isi) ..................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Trade-off jangka pendek antara inflasi & pengangguran ............................3
2.2 Kurva Phillips ................................................................................................................3
2.3 Hubungan Permintaan & penawaran agregat, serta kurva Phillips ...............................4
2.4 Pergeseran kurva Phillips (peranan harapan) ................................................................7
2.5 Kurva Phillips jangka panjang ......................................................................................7
2.6 Kurva Phillips jangka pendek .......................................................................................9
2.7 Pergeseran kurva Phillips (peranan guncangan penawaran) .......................................11
2.8 Biaya-biaya untuk menurunkan inflasi ........................................................................12
Bab 3 (Studi Kasus) .................................................................................................................16
Bab 4 (Penutup) .......................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................20
4.2 Saran ............................................................................................................................20
Daftar Pusataka .......................................................................................................................21

BAB I
LATAR BELAKANG
Inflasi dan pengangguran merupakan dua indikator kinerja perekonomian yang
dipantau secara ketat. Ketika para ahli statistik pemerintah mengeluarkan data tentang kedua
variabel ini, para pembuat kebijakan ini tidak sabar untuk mendengar beritanya. Beberapa
komentator telah menggabungkan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran untuk
memperoleh indeks kesengsaraan (misery index) yang bertujuan untuk mengukur kesehatan
perekonomian.
Bagaimanakah kedua ukuran kinerja perekonomian ini saling berhubungan satu
dengan lainnya? Kita melihat bahwa tingkat pengangguran alamiah tergantung pada beregam
ciri pasar tenaga kerja, seperti undang-undang upah minimum, kekuasaan pasar serikat
pekerja, peranan upah efisiensi, serta kefektifan pencarian kerja. Sebaliknya, tingkat inflasi
utamanya bergantung pada pertumbuhan jumlah uang yang beredar yang dikendalikan oleh
bank sentral. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, inflasi dan pengangguran biasanya
bukanlah permasalahan yang saling berhubungan.
Hal sebaliknya terjadi pada jangka pendek. Salah satu dari 10 prinsip ekonomi yang
akan dibahas yaitu trade-off (pertukaran kepentingan) diantara pengangguran dan inflasi. Jika
para pembuat kebijakan moneter dan fiskal meningkatkan permintaan agregat dan menaikkan
perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek, maka dapat memperkecil
tingkat pengangguran untuk sementara waktu, namun hal itu akan disertai dengan tingkat
inflasi yang lebih tinggi. Jika para pembuat kebijakan mengurangi permintaan agregat dan
menurunkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek, mereka dapat
memperkecil tingkat inflasi, tetapi dengan resiko menaikkan pengangguran untuk sementara.

RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Apa itu trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran?


Apa hubungan antara Kurva Phillips dengan inflasi dan pengangguran?
Apa hubungan antara Kurva Phillips dengan permintaan & penawaran agregat?
Apa pengaruh pergeseran dalam kura Phillips terhadap pengambilan kebijakan?
Apa saja biaya yang dibutuhkan untuk menurunkan inflasi?

TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar-dasar Ilmu Ekonomi 1 dalam bentuk presentasi dan hasil laporan berupa makalah.

MANFAAT PENULISAN
Penulisan makan ini dapat dijadikan sebagai modul pembelajaran yang mungkin akan
berguna bagi kegiatan belajar mengajar atau KBM di masa-masa mendatang. Makalah ini
juga dapat dijadikan referensi yang mungkin berguna dalam mempelajari ekonomi makro
tentang trade-off jangka pendek antara pengangguran dan inflasi di tahun ajaran baru.

BAB II
a. Pengertian Trade-offAntara Pengangguran dan Inflasi
Di dalam ekonomi, terdapat konsep kelangkaan (scarcity) yaitu bahwa
keinginan manusia relatif tidak terbatas, sedangkan alat pemuas keinginan tersebut
terbatas. Dengan kata lain alat pemenuhan keinginan tidak cukup untuk memenuhi
2

semua keinginan yang tidak terbatas tersebut, sehingga untuk mendapatkan alat
pemuas keinginan memerlukan pengorbanan yang lain.
Pengorbanan ini berarti kita merelakan sesuatu yang kita sukai untuk
mendapatkan hal lain yang juga kita sukai. Merelakan tersebut berarti kita menukar
(trade-off) satu hal untuk mendapatkan hal lain. Jadi, apabila diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, Trade-Off itu bisa diartikan sebagai Pertukaran Kepentingan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa trade-off antara pengangguran dan inflasi adalah
suatu pertukaran kepentingan diantara masalah pengangguran dan juga inflasi. Dalam
hal ini, salah satu dari masalah tersebut harus di korbankan.
b. Kurva Phillips
Kurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan jangka pendek
antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi di sebuah negara. Menurut Kurva
Philips, hubungan keduanya adalah berbanding negatif.
Jadi apabila ingin menurunkan inflasi, di saat yang sama hal itu akan
menyebabkan

jumlah

pengangguran

bertambah.

Sebaliknya,

apabila

ingin

mengurangi pengangguran, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan inflasi
menjadi tinggi.
Secara khusus, kurva Phillips menawarkan pilihan hasil-hasil perekonomian
yang mungkin terjadi kepada para pembuat kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Berikut merupakan gambar dari kurva Phillips.

kebijakan

Para

pembuat

tentu

akan

menghadapi
trade-off

antara inflasi dan

pengangguran, dan kurva Phillips menggambarkan trade-off tersebut. Dengan


3

mengubah kebijakan moneter dan fiskal untuk memengaruhi permintaan agregat, para
pembuat kebijakan dapat memilih titik yang mana pun dalam kurva Phillips. Titik A
menawarkan pengangguran tinggi dan inflasi rendah. Titik B menawarkan
pengangguran rendah tetapi inflasi tinggi.
c. Permintaan Agregat, Penawaran Agregat, dan Kurva Phillips
Penawaran agregat adalah (aggregate supply) adalah jumlah seluruh barang
akhir dan jasa-jasa di dalam perekonomian yang dijual atau ditawarkan oleh
perusahaan-perusahaan (firms) pada berbagai tingkat harga. Dengan perkataan lain,
dapat dikatakan bahwa penawaran agregat itu pada dasarnya merupakan nilai total
dari seluruh barang akhir dan jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian.
Permintaan agregatif adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang
terjadi dalam suatu perekonomian, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang
berasal dari luar negeri.Dengan demikian kurva permintaan agregatif dapat digunakan
untuk melihat hubungan antara tingkat harga dengan besarnya pendapatan nasional.
Kenaikan permintaan agregat terhadap barang dan jasa dalam jangka pendek
mengakibatkan hasil produksi barang dan jasa yang lebih besar dan tingkat harga
yang lebih tinggi. Hasil produksi yang lebih besar berarti pengerjaan yang lebih tinggi
sehingga tingkat pengangguran lebih rendah. Selain itu, berapa pun tingkat harga pada
tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat harga pada tahun berjalan, semakin tinggi
pula tingkat inflasi. Oleh karena itu, pergeseran pada permintaan agregat mendorong
inflasi dan pengangguran kearah yang berlawanan pada jangka pendek hubungan
yang digambarkan oleh kurva Phillips.

Figur di atas mengasumsikan tingkat harga sebesar 100 pada tahun 2000 dan
memetakan hasil yang mungkin terjadi pada tahun 2001.
Pada panel (a) figur 2 dapat kita lihat implikasinya terhadap hasil produksi dan
tingkat harga pada tahun 2001. Jika permintaan agregat untuk barang dan jasa relatif
rendah perekonomian mengalami kondisi seperti yang ditunjukkan titik A.
Perekonomian menciptakan hasil produksi sebesar 7500 dengan tingkat harga 102.
Sebaliknya, jika permintaan agregat relatif tinggi, perekonomian mengalami kondisi
seperti yang ditunjukkan pada titik B. Hasil produksi adalah sebanyak 8000 dengan
tingkat harga adalah 106. Oleh karena itu, permintaan agregat yang lebih tinggi
menggerakkan perekonomian pada keseimbangan dengan hasil produksi lebih tinggi
dan tingkat harga yang lebih tinggi.
Pada panel (b) figur 2 kita dapat melihat makna kedua hasil yang terjadi ini
pada pengangguran dan inflasi. Karena perusahaan-perusahaan membutuhkan lebih
banyak pekerja ketika memproduksi hasil barang dan jasa yang lebih besar,
5

pengangguran menjadi lebih rendah di titik B daripada di titik A. Dalam contoh ini,
ketika hasil naik dari 7500 ke 8000 pengangguran jatuh dari 7% ke 4%. Selain itu,
karena tingkat harga lebih tinggi pada titik B daripada titik A, tingkat inflasi
(perubahan presentase pada tingkat harga pada tahun sebelumnya) juga lebih tinggi.
Secara khusus, karena tingkat harga adalah 100 pada tahun 2000, titik A membawa
tingkat inflasi sebesar 2%, sedangkan titik B membawa inflasi sebesar 6%. Dengan
demikian, kita dapat membandingkan kedua hasil yang mungkin terjadi untuk
perekonomian ini, baik disangkutpautkan dengan hasil produksi dan tingkat harga
(dengan menggunakan model permintaan agregat dan penawaran agregat) maupun
pengangguran dan inflasi (dengan menggunakan kurva Phillips).

Pergeseran dalam kurva Phillips


Kurva phillips seperti yang dijelaskan diawal, menawarkan pilihan yang berisi tentang hasilhasil yang mungkin dapat terjadi dari hubungan antara inflasi dan pengangguran kepada para
pembuat kebijakan.
Kurva Phillips Jangka Panjang
6

Pada tahun 1968, seorang ekonom dari amerika, Milton Friedman menerbitkan tulisan di
American Economic Review.
Friedman dan Phelps mendasarkan kesimpulan pada prinsip-prinsip klasik ekonomi makro.
Dalam teorik klasik itu menunjukkan bahwa pertumbuhan penawaran uang menjadi faktor
penentu utama inflasi. Namun, teori klasik juga yang menyatakan bahwa pertumbuhan
moneter tidak memiliki dampak yang nyata, tapi pertumbuhan ini hanya sekadar mengubah
semua harga dan penghasilan nominal secara proporsional. Secara khusus, pertumbuhan
moneter tidak memiliki memengaruhi faktor-faktor yang menentukan tingkat pengangguran
dalam suatu perekonomian, seperti kekuatan pasar serikat pekerja, peran upah efisiensi, atau
proses pencarian kerja. Friedman dan Phelps menyimpulkan bahwa tidak ada alasan untuk
berpikir bahwa tingkat inflasi pada jangka panjang, berhubungan dengan tingkat
pengangguran.
Berikut ini merupakan pendapat Friedman tentang apa yang dimaksud atau diharapkan bank
sentral untuk dicapai pada jangka panjang.
Kurva phillips jangka panjang vertikal menggambarkan bahwa pengangguran tidak
bergantung pada pertumbuhan uang dan iflasi jangka panjang.
Kurva phillips jangka panjang vertikal, secara esensi adalah sebuah ungkapan ide klasik dari
netralitas moneter.

FIGUR

Kurva phillips jangka panjang :


Menurut Friedman, tidak ada gap
antara inflasi dan pengangguran pada
jangka panjang. Pertumbuhan jumlah
uang yang beredar menentukan tingkat
inflasi. Bagaimana pun tingkat
inflasinya, tingkat pengangguran akan
mengarah pada tingkat alamiahnya.
Akibatnya kurva phillips jangka
panjang berbentuk vertikal.

Pada figur 4, akan dijelaskan bahwa


kurva phillips jangka panjang vertikal dan kurva penawaran agregat jangka panjang adalah
dua sisi mata uang, artinya saling berkaitan dan bersangkutan antara keduanya.
Dalam figur (gambar 4) kenaikan pada penawaran uang menggeser kurva permintaan
agregeat ke kanan dari AD1 ke AD2. Sebagai hasil dari pergeseran ini, keseimbangan jangka

panjang bergeser dari titik A ke B. Tingkat harga naik dari P1 ke P2, tetapi karena kurva
penawaran agregat itu vertikal, maka hasil dari produksinya tetap sama.

FIGUR
Bagaimana Kurva Phillips jangka panjang berhubungan dengan Model Permintaan dan
Penawaran Agregat:
Gambar (a) menunjukkan model permintaan dan penawaran agregat dengan kurva
penawaran agregat vertikal. Ketika kebijakan moneter yang meluas menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan dari AD1 ke AD2, keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B,
tingkat harga naik dari P1 ke P2, sedangkan hasil produksi tetap sama.
Pada model (b), menunjukkan kurva phillips jangka panjang, yang vertikal pada tingkat
pengangguran alamiah. Kebijakan moneter berperan menggeser dari inflasi yang lebih
rendah (A) menuju inflasi yang lebih tinggi (B) tanpa mengubah tingkat pengangguran.
Kesimpulannya adalah, kurva penarawan agregat jangka panjang vertikal dan kurva phillips
jangka panjang vertikal keduanya sama-sama membawa arti bahwa kebijakan moneter
mempengaruhi variael nominal (tingkat harga dan tingkat inflasi), tetapi tidak
mempengaruhi variabel riil (hasil produksi dan pengangguran). apapun kebijakan
moneter yang diterapkan oleh bank sentral, tingkat produksi dan pengangguran pada jangka
panjang berada pada tingkat alamiah.

Harapan dan Kurva Phillips Jangka Pendek


Untuk membantu dalam menjelaskan hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara
inflasi dan pengangguran, Friedman dan Phelps memperkenalkan sebuah variabel baru
kedalam analisisnya: inflasi yang diharapkan. Inflasi yang diharapkan mengukur berapa
besar orang-orang mengharapkan keseluruhan tingkat harga mengalami perubahan. Tingkat

harga yang diharapkan memengaruhi upah dan harga yang ditetapkan oleh orang-orang dan
persepsi harga relatif yang mereka bentuk. Akibatnya, inflasi yang diharapkan adalah satu
faktor yang menentukan posisi kurva penawaran agregat jangkapendek. Pada jangka pendek,
bank sentral dapat menerima inflasi yang diharapkan (dan karenanya kurva penawaran
agregat jangka pendek) sebagaimana yang telah ditentukan. Ketika jumlah uang yang ebredar
berubah, kurva permintaan agregat bergeser, dan perekonomian bergerak di sepanjang kurva
penawaran agregat jangka pendek yang ada. Pada jangka pendek, karenanya, perubahan
moneter mengarah pada fluktuasi yang tidak terduga pada hasil produksi, harga,
pengangguran dan inflasi. Dengan cara ini, Friedman dan Phelps menjelaskan kurva Phillips
yang telah didokumentasikan oleh Phillips, Samuelson dan Solow.
Kesanggupan bank sentral untuk menciptakan inflasi yang tidak diharapkan dengan
meningkatkan jumlah uang yang beredar hanya dapat terjadi pada jaangka pendek. Pada
jangka panjang, orang-orang mulai mengharapkan tingkat inflasi apapun yang akan
dihasilkan oleh bank sentral. Karena upah, harga dan persepsi pada akhirnya akan
menyesuaikan dengan tingkat inflasi pada permintaan agregat, seperti karena perubahan pada
jumlah uang yang beredar, tidak memengaruhi hasil produksi barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Oleh karena itu, Friedman dan Phelps menyimpulkan bahwa pengangguran
akan kembali pada tingkat alamiahnya pada jangka panjang.
Analisis Friedman dan Phelps dirangkum dalam persamaan berikut (yang secara
esensi merupakan ungkapan lain dari persamaan penawaran agregat)
Tingkat Pengangguran = Tingkat pengangguran alamiah (a) (inflasi aktual inflasi
harapan)
Persamaan diatas menghubungkan tingkat pengangguran denga tingkat pengangguran
alamiah, inflasi aktual dan inflasi yang diharapkan. Pada jangka pendek, inflasi yang
diharapkan sudah ditentukan besarnya. Sebagai akibatnya, inflasi aktual yang lebih tinggi
dikaitkan dengan tingkat pengangguran yang lebih rendah. (seberapa banyak pengangguran
menanggapi inflasi yang diharapkan ditentukan oleh ukuran a, angka yang pada gilirannya
bergantung pada kemiringan kurva penawaran agregat jangka pendek). Namun pada jangka
panjang, orang-orang mulai mengharapkan inflasi apapun yang dihasilkan oleh bank sentral.
Dengan demikian, inflasi yang sebenarnya sama dengan inflasi harapan, dan pengangguran
berada pada tingkat alamiahnya.

Persamaan ini bermakna bahwa tidak ada kurva phillips jangka pendek yang stabil. Setiap
kurva Phillips jangka pendek mencerminkan tingkat tertentu dari inflasi yang diharapkan.
Ketika inflasi yang diharapkan berubah, kurva Phillips jangka pendek bergeser.
FIGUR
5

Bagaimana Inflasi Harapan Menggeser Kurva Phillips jangka pendek:


Semakin tinggi tingkat inflasi harapan, semakin besar pula perbedaan jangka pendek antara
inflasi dan pengangguran. Pada titik A, inflasi harapan dan inflasi yang riil keduanya samasama rendah dan pengangguran ada pada tingkat alamiahnya. Titik B menjelaskan
pergeseran akibat adanya kebijakan (terutama bank sentral) yang membuat inflasi harapan
tetap rendah namun inflasi sebenarnya tinggi. Pada jangka panjang (C), inflasi harapan dan
sebenarnya sama-sama tinggi, dan tingkat pengangguran kembali pada tingkat alamiahnya.

PERGESERAN KURVA PHILLIPS : PERANAN GUNCANGAN PADA PENAWARAN


Guncangan penawaran adalah peristiwa yang secara langsung mempengaruhi biaya produksi
suat perusahaan sehingga memengaruhi harga yang dibebankan oleh perusahaan tersebut.
Peristiwa ini menggeser kurva penawaran agregat suatu perekonomian dan akibatnya,
10

menggeser kurva phillips. Pergeseran pada penawaran agregat berkaitan dengan pergeseran
yang serupa pada kurva phillips jangka pendek pada poin (b) gambar dibawah.

Panel (a) menunjukkan model permintaan agregat. Ketika kurva penawaran agregat bergeser
ke kiri dari AS1 ke AS2, keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, hasil produksi jatuh dari
Y1 ke Y2. Sedangkan tingkat harga naik dari P1 ke P2. Sedangkan pada panel (b) menunjukkan
trade off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Pergeseran yang merugikan pada
penawaran agregat menggerakkan perekonomian dari titik dimana pengangguran lebih
rendah dan inflasi lebih rendah (titik A) ke titik dimana pengangguran lebih tinggi dan inflasi
lebih tinggi (titik B). Kurva phillips jangka pendek bergeser ke kanan dari PC 1 ke PC2. Para
pembuat kebijakan menghadapi kesulitan menghadapi trade off antara inflasi dan
pengangguran.

Biaya Biaya Untuk Menurunkan Inflasi

Pada Oktober 1979, ketika OPEC memberikan guncangan penawaran yang merugikan
perekonomian dunia yang kedua kalinya, Paul Volcker, selaku pemimpin The Fed

11

memutuskan untuk menerapkan kebijakan disinflasi, yakni penurunan tingkat inflasi. Namun
disinflasi jangka pendek memiliki biaya yang masih belum pasti.

Rasio Pengorbanan
Untuk mengurangi tingkat inflasi, bank sentral harus menjalankan kebijakan moneter yang
serba mengecil.Ketika bank sentral memperlambat laju pertumbuhan uang, bank sentral
menurunkan biaya agregat. Penurunan perimantaan agregat, pada gilirannya, akan
mengurangi jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan, dan penurunan
produksi ini mengarah pada pengurangan pekerjaan. Perekonomian yang terdapat pada
gambar dimulai pada titik A dan bergerak di sepanjang kurva Phillips jangka pendek ke titik
B, yang memiliki inflasi yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih tinggi.Seiring
berjalannya waktu, ketikra masyarakat mulai memahami bahwa harga tengah lnaik lebih
lambat, inflasi yang diharapkan mengalami penurunan dan kurva Phillips jangka pendek
bergeser ke bawah.Perekonomian bergerak dari titik B ke titik C. Inflasi menjadi lebih rendah
dan pengangguran kembali ke tingkat alamiah.

Besarnya pengorbanan ini bergantung pada kemiringan kurva Phillips dan seberapa cepat
harapan terhadap inflasi menyesuaikan diri dengan kebijakan moneter yang baru. Rasio
pengorbanan adalah peresentase yang mengacu pada hasil produksi tahunan yang hilang
selama proses penuruna inflasi sebesar satu poin presentase. Anggap jika inflasi adalah
sebesar 10 persen per tahun, untuk mencapai inflasi sedang, 4 persen per tahun, artinya inflasi
harus dikurangi 6 persen.

12

Harapan yang Rasional


Bank bank sentral merenungkan betapa besarnya biaya untuk mengurangi inflasi,
sekelompok professor ekonomi ingin memimpin sebuah revolusi intelektual yang akan
menantang kebijakan. Revolusi mereka didasarkan pada sebuah pendekatan baru pada teori
dan kebijakan ekonomi yang disebut dengan harapan yang rasional. Dalam teori ini, orang
orang secara optimal menggunakan semua informasi yang dimilki, termasuk informasi
tentang kebijakan pemerintah, ketika memperkirakan masa depan.

Pendekatan baru ini memiliki implikasi mendalam untuk beberapa kebijakan beberapa bidang
ekonomi makro, tetapi paling mendalam pada penerapannya pada tradeoff antara inflasi
dengan pengangguran.Inflasi yang diharapkan adalah variable penting yang menjelaskan
mengapa terjadi tradeoff antara inflasi dan pengangguran pada jangka pendek, tetap tidak
pada jangka panjang.Seberapa cepat tradeoff jangka pendek ini hilang bergantung pada
seberapa cepatnya ekspektasi masyarakat menyesuaikan diri.Ketika kebijakan perekonomian
berubah, orang orang menyesuaikan harapan mereka terhadap inflasi menurut kebijakan
13

itu.Penelitan terhadap inflasi dan pengangguran yang mencoba untuk memperkirakan rasio
pengorbanan telah gagal mempertimbangkan dampak langsung dari kebijakan terhadap
harapan, jadi rasio pengorbanan, menurut para ahli teori harapan rasional, bukan acuan yang
tepat.

Disinflasi Volcker
Disinflasi Volcker adalah sebuah kebijakan yang dibuat oleh Paul Volcker, selaku pemimpin
dari the fed untuk menurunkan tingkat inflasi. Terjadi penurunan inflasi sebesar 10 persen
pada tahun 1981 dan 1982, dan 4 persen pada tahun 1983 dan 1984 di Amerika Serikat.
Penurunan inflasi ini benar benar berkat kebijakan moneter.Kebijakan fiscal pada saat ini
berjalan ke arah yang berbeda.Kenaikan defisit anggaran memperluas permintaan agregat,
yang cenderung menaikan inflasi.Pada gambar dapat dijelaskan bahwa disinflasi Volcker
menyebabkan pengangguran yang tinggi.

Pada saat yang sama, produksi barang dan jasa sebagaimana diukur PDB riil berada di bawah
tingkat biasanya. Disinflasi Volcker menyebabkan resesi terdalam di Amerika Serikat sejak
Depresi Besar pada tahun 1930-an. Pola disinflasi ini mirip dengan pola yang diprediksikan
14

pada gambar sebelumnya.Untuk membuat transisi dari inflasi tinggai menuju inflasi rendah,
perekonomian harus mengalami periode pengangguran tinggi.

Era Greenspan
Sejak diisnflasi Volcker pada tahun 1980-an, perekonomian AS mengalami fluktuasi yang
relative ringan terhadap inflasi dan pengangguran.Gambar dibawah menunjukan inflasi dan
pengangguran dari tahun 1984 hingga 2001. Periode ini disebut era Greenspan, yang diambil
dari nama Alan Greenspan selaku pengganti Paul Volcker .Periode ini dimulai dengan
guncangan penawaran yang menguntungkan yang disebabkan jatuhnya harga minyak hampir
setengahnya sehingga mengarah pada menurunnya inflasi dan pengangguran. Agar tidak
mengulangi kesalahan kebijakan pada era 1960an, ketika pengangguran turun dan inflasi naik
pada tahun 1989 dan 1990, The Fed menaikan suku bunga dan mengurangi permintaan
agregat yang mengakibatkan resesi kecil pada tahun 1991 dan 1992. Pengangguran kemudian
naik di atas seabgian besar estimasi tingkat alamiah dan inflasi turun sekali lagi.

Sejak

itu,

sampai

akhir

tahun

1990-an,

perekonomian

mengalami

periode

kemakmuran.Angka inflasi dan pengangguran turun mendekati nol menjelang akhir decade
tersebut.Pengangguran juga menyimpang keaarah bawah, mengakibatkan para pengamat
meyakini bahwa tingkat pengangguran alamiah telah turun.

15

BAB III

STUDI KASUS KURVA PHILLIPS DI INDONESIA


Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang
rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi.Pengangguran di Indonesia menjadi masalah
yang terus menerus membengkak.Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran
di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen.Pada tahun 1998 tingkat pengangguran mulai
di atas 5% hingga tahun 2014.Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar
dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang
makin membesar.Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi.Dengan adanya
krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan
lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK). Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi
hingga tahun 2005 kemudian mulai menurun hingga tahun 2014 seperti terlihat pada Gambar
2 berikut.

Inflasi Indonesia dari tahun 1986 hingga 2014 mengalami fluktuasi setiap
tahunnya. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,63% dan
inflasi terendah pada tahun 1999 sebesar 2,01%.

16

Tingkat inflasi yang tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu
negara.Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong bank sentral menaikkan tingkat suku
bunga sehingga menyebabkan kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil. Lebih jauh
lagi akan menyebabkan pengangguran yang makin meningkat. Dalam jangka pendek
kenaikan inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian namun dalam jangka panjang
kenaikan inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak buruk.Tingginya tingkat inflasi
menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga barang
impor.Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor dibandingkan barang domestik.Hal
ini berakibat nilai ekspor cenderung turun dan nilai impor naik.Kurang bersaingnya harga
produk domestik menyebabkan rendahnya permintaan produk dalam negeri. Produksi
menjadi berkurang karena sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi
berkurang menyebabkan sejumlah pekerja kehilagan pekerjaannya sehingga pengangguran
meningkat.
Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan negatif
antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik,
pengangguran rendah, ataupun sebaliknya.Kurva Phillips membuktikan bahwa antara
stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan,
yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran
rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang
tinggi.Adapun bentuk kurva Phillips Indonesia dengan adalah sebagai berikut.

17

Kurva Philips di atas menunjukkan bahwa di negara Indonesia hubungan antara tingkat
inflasi dan pengangguran bukan lagi sebuah tradeoff melainkan berjalan searah, artinya
inflasi yang tinggi juga diikuti dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Amierrudin Saliem dengan data inflasi dan
pengangguran Indonesia tahun 1976 hingga 2006 yang juga menunjukkan hubungan yang
positif antara pengangguran dan inflasi. Inflasi sebagai bentuk kenaikan harga-harga di semua
sektor, maka perusahaan-perusahaan akan mengambil kebijakan mengurangi biaya untuk
memproduksi barang atau jasa dengan cara mengurangi pegawai atau tenaga kerja.
Akibatnya, angka pengangguran yang tinggi tidak dapat dihindari dan berakibat
perekonomian negara tersebut mengalami kemunduran.Oleh karena itu, inflasi sangat
berkaitan erat dengan tingkat pengangguran.
Adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya
kenaikan biaya produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena
kenaikan permintaan. Kenaikan harga BBM ini pada akhirnya akan meningkatkan harga
akibat kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Dengan alasan inilah
maka hubungan antara perubahan tingkat pengangguran dengan inflasi di Indonesia
menyimpang dari teori kurva phillips. Alasan lainnya adalah bahwa dalam kurva Phillips
hanya terjadi dalam jangka pendek tetapi tidak dalam jangka panjang.Karena pada jangka
pendek masih berlaku harga kaku sticky price sedangkan pada jangka panjang berlaku
harga fleksibel. Dengan kata lain pengangguran akan kembali pada tingkat alamiahnya
sehingga hubungan yang terjadi antara inflasi dan pengangguran akan positif.
Perubahan tingkat pengangguran di Indonesia lebih tepat jika dikaitkan dengan pertumbuhan
ekonomi.Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya peningkatan kapasitas
produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi. Dengan meningkatnya
investasi pasti permintaan tenaga kerja akan bertambah, sehingga dengan adanya

18

pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan adanya peningkatan investasi berpengaruh terhadap


penurunan tingkat pengangguran.
Tiga masalah utama dan mendasar dalam perekonomian Indonesia secara makro ekonomi
adalah persoalan ketenagakerjaan atau pengangguran dan inflasi yang tinggi serta
pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dan belum berkualitas. Penanggulangan atau
kebijakan pada dua masalah ini pun tidak dapat diprioritaskan mana yang akan diselesaikan
terlebih dahulu, semuanya bergantung pada kondisi struktural perekonomian.
Kurva Phillips tidak berlaku di Indonesia karena inflasi di Indonesia tidak disebabkan oleh
permintaan agregat melainkan kenaikan harga, misalnya akibat kenaikan BBM.Selain itu
kebanyakan perusahaan di Indonesia menerapkan padat modal bukan padat karya, sehingga
pertumbuhan lapangan kerja lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan
kerja.Suatu perekonomian negara dikatakan baik jika pada suatu ketika tingkat inflasi dan
pengangguran yang terjadi lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan ekonomi yang
dicapai.Tujuan utama dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah
inflasi sebagai penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah
pengangguran.Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu
menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja.
Penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional sesuai pasal 27 ayat 2 UUD 1945
bahwa setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang artinya produktif dan
remuneratif.Untuk itu diperlukan dua kebijakan yaitu kebijakan makro dan mikro. Kebijakan
makro (umum) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain kebijakan
moneter terkait uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan
Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya dalam setiap
rapat-rapat kabinet harus lebih fokus pada masalah penanggulangan pengangguran.
Kebijakan mikro (khusus) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain:

Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa


setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan
mengembangkan secara optimal.
Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan
terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi.
Segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan
yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun
berkelompok.

BAB IV
KESIMPULAN
19

Dapat disimpulkan bahwa kurva Phillips menggambarkan pergerakan apabila ingin


menurunkan inflasi, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan jumlah pengangguran
bertambah. Sebaliknya, apabila ingin mengurangi pengangguran, di saat yang sama hal itu
akan menyebabkan inflasi menjadi tinggi. Pada intinya, akan selalu ada trade-off antara
inflasi dan pengangguran yang sifatnya sementara, karena tidak ada trade-off yang permanen.
Trade-off sementara tidak berasal dari inflasi itu sendiri, tetapi dari inflasi yang tidak
diantisipasi, yang secara general berarti, dari tingkat inflasi yang naik. Keyakinan luas bahwa
ada trade-off permanen adalah versi yang tidak wajar dari kebingungan antara tinggi dan
naik yang kita ketahui dalam bentuk yang lebih sederhana. Tingkat inflasi yang naik dapat
mengurangi pengangguran, sedangkan tingkat inflasi yang tinggi tidak akan mengurangi
pengangguran.

KRITIK DAN SARAN


Dalam pembuatan makalah ini, penyusun masih banyak menemui kesulitan dalam pencarian
data maupun analisis pokok bahasan. Oleh karenanya, hasil output makalah ini setidaknya
menjadi cerminan penyusun untuk kemudian bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
Dengan adanya makalah mengenai trade off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran
ini, kita dapat mengetahui bahwa para pengambil kebijakan terutama moneter harus
mempraktekkan dengan baik kurva Phillips ini, namun di Indonesia hal ini tidak terjadi
karena pada dasarnya kurva Phillips tidak cocok dengan kondisi perekonomian di Indonesia.
Mengenai makalah yang kami buat, semoga dapat membantu untuk menjadi referensi bagi
pembaca, sekian. Terimakasih.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. N. Gregory Mankiw, Principles of Macroeconomics, Thompson/South Western, Fifth


Edition, 2008.
2. http://sakhowatilaqhnia.students.uii.ac.id/2014/06/26/tradeoff-jangka-pendek-antarainflasi-dan-pengangguran/
3.http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/
(KURVA_PHILLIPS)_DI_INDONESIA20140821142142.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai