Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH EKONOMI ISLAM II (MAKRO)

“KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM”


DOSEN PENGAMPU
H.M.ALI NASRUN SE, MEc

OLEH KELOMPOK 3
Sari Meliana : B1061171002
Dimas Pangestu : B1061171018
Fitri Anisa Nusa Putri : B1061171020
Mutia Oktafiani : B1061171022
Utin Kenanga Sumantri: B1061171031
Dian Islamiati : B1061171032
Khadijah : B1061171039
Nurul Sulistyo Ningrum: B1061171043
Windi Kurniasari : B1061171046

EKONOMI ISLAM
ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR

Ahamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT tuhan semesta alam.
Hanya kepada-Nya kita memuji, memohon, berlindung, menyembah dan beserah
diri. Milik-Nyalah jiwa dan raga kita. Untuk-Nyalah sahalat, ibadah, hidup dan
mati kita. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan segenap pengikutnya hingga akhir
zaman kelak.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan
tentang “Kebijakan Moneter dalam Islam”. Pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengungkapkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pemelihara Pak Ali Nasrun SE, MEc dan ucapan terimakasih kepada anggota
kelompok yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, 22 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………....1
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 2
1.3. Tujuan…………………………………………………………………………. 2

BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………. 3


2.1.Sejarah Kebijakan Moneter Islam……………………………………………....3
2.2. Konsep Kebijakan Moneter Menurut Konvensional dan menurut Pandangan
Islam………………………………………………………………………...…..4
2.3. Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi dan Sahabat….......................................... 11
2.4. Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam……………...…… 16
2.5. Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Islam….... 17
2.6. Tujuan Kebijakan Moneter dalam Islam………………………………….……24
2.7. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi………………………… ………28
2.8. Peran Bank Indonesia dalam Menjalankan Kebijakan Moneter Untuk Menjaga
Kestabilan Nilai Mata Uang………………………………………………… 29
2.9. Aplikasi Instrumen Moneter di Indonesia…………………………………… 31

BAB III. PENETUPAN…………………………………………………………... 34


3.1.Kesimpulan…………………………………………………………………..… 34
3.2.Saran…………………………………………………………………………… 35
3.3.Ibrah……………………………………………………………………..............35

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………............... .36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya untuk


mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Di Negara-negara sedang
berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber
dana untuk investasi, dan keterbatasan devisa, di samping itu tentunya keterbatasan
sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya pemeliharaan kesetabilan ekonomi
makro berada dalam lingkup tugas kebijakan ekonomi makro, yaitu kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan nilai tukar.
Begitu pula upaya pengembangan infrastruktur ekonomi berada dalam ruang
lingkup tugas kebijakan ekonomi mikro, seperti seperti kebijakan di bidang
industri, perdagangan, pasar modal, perbankan, dan sektor keuangan lainnya. Dua
di antara berbagai kebijakan tersebut, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan di
bidang perbankan, saat ini menjadi cakupan tugas Bank Indonesia. Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral
atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang
dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja
penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Kebijakan Moneter Islam?
2. Bagaimana Konsep Kebijakan Moneter Menurut Konvensional Dan Menurut
Pandangan Islam?
3. Bagaimana Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi, Sahabat Atau
Khulafaurrasyidin Dan Abad Pertengahan?
4. Apa Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam?
5. Apa Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Konvensional Dan
Islam?
6. Apa Tujuan Kebijakan Moneter Dalam Islam?
7. Bagaimana Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi?
8. Bagaimana Peran Bank Indonesia Dalam Menjalankan Kebijakan Moneter
Untuk Menjaga Kestabilan Nilai Mata Uang?
9. Bagaimana Aplikasi Instrumen Moneter Di Indonesia?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui Dan Menjelaskan Sejarah Kebijakan Moneter Islam.
2. Mengetahui Dan Menjelaskan Kebijakan Moneter Menurut Konvensional Dan
Menurut Pandangan Islam.
3. Mengetahui Dan Menjelaskan Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi, Sahabat
Atau Khulafaurrasyidin Dan Abad Pertengahan.
4. Mengetahui Dan Menjelaskan Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter Dalam
Ekonomi Islam.
5. Mengetahui Dan Menjelaskan Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter Dalam
Konvensional Dan Islam.
6. Mengetahui Dan Menjelaskan Tujuan Kebijakan Moneter Dalam Islam.
7. Mengetahui Dan Menjelaskan Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi.
8. Mengetahui Dan Menjelaskan Peran Bank Indonesia Dalam Menjalankan
Kebijakan Moneter Untuk Menjaga Kestabilan Nilai Mata Uang.
9. Mengetahui Dan Menjelaskan Aplikasi Instrumen Moneter Di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Kebijakan Moneter Islam


Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan,
sistem keuangan inilah yang paling banyak dilakukan studi empiris maupun historis
bila dibandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi yang lain. Sistem keuangan pada
zaman Rasulullah digunakan bimetalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan
dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di
masyarakat. Nilai tukar emas dan perka pada masa Rasulullah ini relatif stabil
dengan nilai kurs dinar-dirham 1:10. Namun demikian, stabilitas nilai kurs pernah
mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand.
Misalkan, pada masa pemerintahan Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara
dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132/750-656/1258) berada
pada kisaran 1:15.
Di samping nilai tukar pada dua pemerintahan ini, pada masa yang lain nilai
tukar dirham dan dinar mengalami berbagai fluktuasi dengan nilai paling rendah
pada level 1:35 sampai dengan 1:50. Instabilitas dalam nilai tukar uang ini akan
mengakibatkan terjadinya bad coins to drive good coins out of circulations atau
uang kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literatur
konvensional peristiwa ini disebut sebagai hukum Gresham. Seperti yang pernah
terjadi pada masa pemerintahan Bani Mamluk (1263-1328 M), di mana mata uang
logam yang beredar terbuat dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam
emas dan perak. Peristiwa ini terjadi bila uang dari jenis dinar (emas) dan dirham
(perak) menghilang dari peredaran karena adanya perbedaan nilai kurs dengan
daerah lain. Sebagai contoh bila kurs di wilayah Mamluk akan dibawa ke daerah
lain yang akan dapat ditukarkan dengan 25 fulus, tentu saja perbedaan nilai ini akan
mengakibatkan emas di peredaran akan menghilang. Oleh Ibn Taimiyah dikatakan
bahwa uang dengan kualitas rendah akan mengeluarkan uang kualitas baik.

3
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali
evolusi yaitu:
1. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif
dalam peredaran.
2. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam
menentukan nilai tukar uang yang beredar.
3. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang
mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan
perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang
fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh
emas dan perak
2.2. Konsep Kebijakan Moneter Menurut Konvensional dan Menurut
Pandangan Islam
 Konsep Kebijakan Moneter Konvensional
Kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk
mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah
defenisi umum dari kebijakan moneter, secara lebih khusus, kebijakan moneter
bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dalam hal ini adalah bank
sentral dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.
Dalam undang-undang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 yang telah diubah
dalam UU No. 3 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kebijakan moneter
adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain
melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga.
Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu Negara,
dengan kata lain kebijakan moneter merupakan instrumen Bank sentral yang
sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variabel- variabel
finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin
dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal
4
maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang
pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan
suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,
perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan
stabilitas ekonomi.
Hadirnya uang dalam sistem perekonomian akan mempengaruhi
perekonomian suatu negara, yang biasanya terkait dengan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian monetary agregates (besaran moneter, diantaranya
berupa uang beredar, uang kredit atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Jumlah uang beredar,
dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap tingkat
output perekonomian dan stabilitas harga-harga. Uang beredar yang terlalu
tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang akan ditandai dengan
naiknya tingkat harga dalam perekonomian, yang sering disebut dengan inflasi.
Dengan demikian, kebijakan moneter menjadi faktor penting dalam
menstabilisasi siklus bisnis. Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan
menghasilkan tingkat perekonomian yang stabil melalui mekanisme
transmisinya pada harga dan output, yang pada akhirnya membawa efek
multiplier pada variabel-variabel lain, seperti tenaga kerja. Sebaliknya, sistem
moneter yang unrealiable akan membawa pada masalah inflasi dan depresi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter, pada umumnya mengacu pada
peran uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity
Theory of money (teori kuantitas uang). Teori ini pada dasarnya
menggambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan
langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dan
inflasi. Sementara itu, instrumen moneter bank sentral di Indonesia, yaitu
Operasi Pasar Terbuka (OPT), Fasilitas Diskonto, Giro Wajib Minimum dan
Imbauan. Instrumen OPT dilakukan melalui lelang surat-surat berharga, yang
ditujukan untuk menambah atau mengurangi likuiditas di pasar uang.
5
Sementara itu, fasilitas diskonto adalah fasilitas kredit yang diberikan pada
bank-bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sedangkan GWM merupakan jumlah alat likuid minimum yang wajib
dipelihara oleh Bank Indonesia.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki
keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk
mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping
harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali
sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya
dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
a. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini
pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar
AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah
stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan
mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja,
tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing)
dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi
peminjaman atau penyimpanan uang.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang
beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat
perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga
kebijakan moneter longgar (easy money policy)
b. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
6
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami
inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Adapun faktor-faktor yang menentukan efektivitas kebijakan moneter yakni:
 Perbedaan tingkat elastisitas permintaan uang
 Perbedaan elastisitas efisiensi modal marginal (MEI)
 Perubahan dalam marginal Propensity to Consume (MPC)
 Konsep Kebijakan Moneter Islam
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan
ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Sasaran yang ingin
dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal
maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang
pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan
suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,
perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan
stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata
yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan Al-Qur’an dalam QS. Al-An’am : 152

7
Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata,
maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat.”
Dalam perekonomian Islam, sector perbankan tidak mengenal
isntrumen suku bunga. Sitem keuangan islam menerapkan sistem pembagian
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat bunga
yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka. Besar kecilnya pembagian
keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Islam ditentukan oleh besar
kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi
dan pembiayaan yang dilakukannya di sector riil. Jadi, dalam sistem keuangan
Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank di sector riil
yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sector moneter.
Artinya, sector moneter memiliki ketergantungan pada sector riil. Jika investasi
dan produksi di sector riil berjalan dengan lancar, maka return pada sector
moneter akan meningkat. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa kondisi
sector moneter merupakan cerminan kondisi sector riil.
Sistem keuangan Islam sesungguhnya merupakan pelengkap
penyempurna sistem ekonomi islam yang berdasarkan kepada produksi dan
perdagangan, atau dikenal dengan istilah sector riil. Kegiatan yang tinggi dalam
bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang beredar,
sedangkan kegiatan ekonomi yang lesuakan berakibat rendahnya perputaran
dan jumlah uang beredar. Dengan kata lain, permintaan terhadap uang akan
lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan
pada umunya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Makin merata
distribusi pendapatan, makin besar permintaan akan uang untuk tingakatan
pendapatan agregat tertentu. Dalam perekonomian islam, keseimbangan antara
8
aktivitas ekonomi riil dengan tinggi rendahnya jumlah uang beredar senantiasa
dijaga. Salah satu instrumen untuk menjaga adalah sistem perbankan Islami.
Pada perekonomian kapitalis yang menggunakan instrumen bunga,
permintaan akan uang karena motif spekulasi, pada dasarnya didorong oleh
fluktuasi suku bunga. Jika suku bunga turun dan ada harapan akan naik tidak
sama lagi, biasanya akan mendorong individu atau perusahaan untuk
meningkatkan jumlah uang yang dipegangnya. Karena suku bunga terus
berfluktuasi pada sistem perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus
menerus dalam jumlah uang yang dipegang oleh public. Maka tentu saja
penghapusan bunga sekaligus mewajibkan zakat 2,5 persen akan
meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang, sehingga akan
memberikan stabilitas yang lebih besar terhadap permintaan akan uang.
Sejumlah factor lain akan memperkuat kondisi, antara lain:
1. Karena tidak ada asset berbasis bunga, maka seseorang yang memiliki dana
hanya akan memiliki pilihan untuk menginvestasikan dananya dalam skema
bagi hasil, tentu saja dengan resiko tertentu atau mendiamkan uangnya tidak
produktif tersimpan di tangannya.
2. Peluang investasi jangka pendek dan jangka panjang, dengan berbagai
tingkatan resiko akan tersedia bagi investor tanpa memandang, apakah
mereka adalah pengambil risiko tinggi atau rendah, sejauh mana resiko
yang dapat diperkirakan akan diganti dengan laju keuntungan yang
diharapkan.
3. Kecuali dalam keadaan resesi, rasanya tidak aka nada orang yang
menyimpan sisa uangnya setelah dikurangi untuk keperluan transaksi dan
berjaga-jaga membeku begitu saja. Ia tentu lebih memilih berinvestasi pada
asset bagi hasil, paling tidak untuk menggantikan dananya yang tergerus
oleh zakat dan inflasi.
4. Berbeda dengan suku bunga, laju keuntungan dalam skema bagi hasil tidak
ditentukan didepan. Satu-satunya yang ditentukan didepan adalah nisbah
bagi hasil yang tidak akan berfluktuasi, karena nisbah ini ditentukan oleh
9
konvensi dan sosial, dan setiap terjadi perubahan di dalamnya akan melalui
sesuatu yang panjang.
Dalam perekonomian Islam, permintaan akan dan untuk investasi yang
berorientasi kepada modal sendiri, akan merupakan bagian dari permintaan
transaksi total dan akan bergantung pada kondisi perekonomian dan laju
keuntungan diharapkan yang tidak akan ditentukan di depan. Mengingat
harapan terhadap keuntungan tidak mengalami fluktuasi harian atau
mingguan, permintaan agregat kebutuhan transaksi akan cenderung lebih
stabil. Stabilitas yang lebih besar dalam permintaan keuangan untuk tujuan
transaksi akan cenderung mendorong stabilitas yang lebih besar bagi
kecepatan peredaran uang dalam suatu fase daur bisnis dalam sebuah
perekonomian Islam dan dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.
Karena itu, kebijakan moneter yang diformulasikan dalam sebuah
perekonomian Islam, adalah menggunakan variabel cadangan uang dan
bukan suku bunga. Bank sentral harus meggunakan kebijakan moneternya
untuk menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang
mencukupi untuk membiayai pertumbuhan potensial dalam output selama
periode menengah dan panjang, dalam kerangka harga-harga yang stabil
dan sasaran sosialekonomoni lainnya. Tujuannya untuk menjamin ekspansi
moneter yang pas, tidak terlalu lambta tetapi juga tidak terlalu cepat, tetapi
cukup mampu menghasilkan kesejahteraan yang merata bagi masyarkat.
Laju pertumbuhan yang dituju haruslah bersifat kesinambungan, realistis
serta mencakup jangka menengah dan jangka panjang.
Haruslah disadari, untuk mewujudkan sasaran Islam, tidak saja harus
melakukan reformasi perekonomian dan masyarakat sejalan dengan garis-
garis Islam, tetapi juga memerlukan peran positif pemerintah dan semua
kebijakan negara termasuk fiskal, moneter dan pendapatan, harus berjalan
seirama. Praktik-praktik yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap
usaha harus dilakukan untuk menghapuskan kelakuan struktrual dan

10
menggalakan semua faktor yang mampu menghasilkan peningkatan
penawaran barang dan jasa.
Salah satu sebab terjadinya peredaran uang yang terlalu tinggi adalah
terjadinya defisit anggaran yang ditutup dengan pinjaman. Karena itu agar
kebijakan moneter menjadi lebih efektif, perlu koordinasi antara kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal untuk mewujudkan tujuan-tujuan nasional.
Diperlukan suatu kebijakan anggaran yang tidak inflasioner dan realistis di
negara-negara muslim. Suatu pemerintah muslim yang sungguh-sungguh
berkomitmen pada pencapian sasaran, haruslah mampu melaksanakan satu
kebijakan anggaran konsisten dengan sasarannya. Ini penting bagi suatu
pemerintahan muslim, karena pasar uang di negara muslim relatif
terbelakang saat ini (Chapra, 2000) dan kebijakan moneter tidak dapat
berperan aktif dalam meredam peredaran uang. Namun itu bukan berarti
defisit anggaran tidak dimungkinkan. Paling tidak defisit anggaran boleh
terjadi sejauh memang diperlukan untuk suatu pertumbuhan jangka panjang
yang berkesinambungan dan kesejahteraan yang berbasis luas yang
didukung oleh harga-harga yang stabil.
Sumber ekspansi moneter yang kedua adalah deposito derivative dari
Bank Komersial yang dibagi menjadi dua bagian yaitu depositu primer yang
berbasis uang nyata di bank sentral dan deposito dervatif yang dengan cara
mengatur ketersediaan uang basis bagi bank-bank komersil.
2.3. Kebijakan Moneter Pada Masa Nabi Dan Sahabat
A. Masa Rasulullah SAW
Perekonomian jazirah Arabia ketika jaman Rasulullah merupakan ekonomi
dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum
dittemukan dan sumber daya lainnya masih terbatas. Lalu lintas perdagangan
amtara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai jalur dagang
selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang
utara. Antara Syam dan Yaman disebut sebagai jalur dagang utara selatan.

11
Perekonomian Arab di jaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi
terbelakang yang mengenai barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada
masa itu telah terjadi:
 Valuta asing dari persia dan Romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan
masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah Dinar dan
Dirham.
 Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk
mengimpor dinar atau dirham.
 Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang.
 Cek dan promissory note lazim digunakan, misalnya Umar bin Khattab r.a.
menggunakan instrumen ini ketika melakuan impor barang-barang yang
baru dari Mesir ke Madinah.
 Instrumen factory (anjak piutang) yang baru populer pada tahun 1980-an
telah dikenal dengan nama al-hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur
bunga.
Pada masa itu, bila penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan
dirham diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang turun, barang impor nilai
emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama dengan nilai
nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis. Kelebihan
penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas atau perak. Tidak terjadi
kelebihan atau permintaan akan uang, sehingga nilai uang stabil.
Permintaan uang hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
Permintaan uang yang riil dilarang. Penimbunan mata uang dilarang-larang
sebagaimana penimbunanan barang juga dilarang. Trasaksi talaqqi rukban
dilarang, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat
keuntungan dari ketidaktahuan harga. Hal demikian merupakan tindakan
distorsi harga. Distorsi harga merupakan cikal bakal spekulasi. Transaksi kali
bi kali dilarang, yaitu bukan transaksi dan bukan pula transaksi tunai.
Keistimewaan dalam Islam dalam hal transaksi adalah bahwa transaksi tunai
boleh, transaksi tidak tunai boleh namun melarang transaksi future tanpa ada
12
barangnya. Transaksi maya merupakan salah satu unsur riba. Sagala bentuk riba
dilarang. Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas,
Islam tidak menggunakan instrumen bunga atau penawaran uang baru melalui
percetakan defisit anggaran. Di dalam Islam, yang dilakukan adalah
mempecepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor
pendorong percepatan perputaran uang adalah disebabkan oleh kelebhan
likuiditas. Uang tidak boleh ditimbul dan dipinjamkan dengan bunga.
Sedangkan faktor penarikan uang adalah dianjurkan dengan jalan Qardh
(pinjaman kebajikan), sedekah dan kerja sama bisnis berbentuk syirkah atau
mudharabah. Keuntungan utama dari kerja sama bisnis adalah pelaku dan
penandang dana bersama-sama mendapat pengalaman, informasi, metode
supervisi, manajemen dan pengetahuan akan risiko suatu bisnis. Akujmulasi
dari informasi ini akan menurunkan tingkat resiko investasi. Jelaslah kebijakan
moneter Rasulullah SAW selalu terkait dengan sektor riil perekonomian.
Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas.
B. Masa sahabat atau Khulafaur Rasyidin
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Dalam masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan
perubahan, Ia meneruskan sistem perekonomian yang telah di bangun Nabi
Muhammad seperti membangun kembali Baitul Maal, melaksanakan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambil alih tanah orang
murtad demi kepentingan umat Islam.
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq melaksanakan kebijakan moneternya
sebagai berikut:
 Perkembangan pembangunan baitul maal dan penanggungjawaban
baitul maal.
 Menerapkan konsep balance budget policy pada baitul maal atau prinsip
kesamarataan yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua
sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, budak dan orang
merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Dengan begitu harta di Baitul
13
Maal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lamakarena
langsung didistribusikan kepada kaum muslimin.
2. Umar bin Khattab
Kebijakan moneter Umar diantaranya seperti gagasan spektakulernya
tentang pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien. Stabilitas nilai
tukar emas dan perak terhadap mata uang dinar dan dirham. Penetapan nilai
dirham, instrumen moneter, contoh harga barang dipasar dan lain
sebagainya.
Mengenai pencetakan uang dalam Islam menjadi perbedaan pendapat.
Namun riwayat yang terbanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin
Marwan-lah yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam.
Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan Umar yang pertama kali
mencetak dirham pada masanya. Tentang hal ini Al-Maqrizi mengatakan
“ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan ung
dalam kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan satupun pada
masanya hingga tahun 18 H. Dalam tahun ke-6 kekhalifahannya ai
mencetak dirham ala ukiran kisra dan dengan bentuk yang serupa. Hanya
saja ia menambahkan kata alhamdulillah dan dalam bagian yang lain
dengan kata rasulullah dan pada bagian lain lagi dengan kata
lailahaillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar kisra bukan
gambarnya Umar.
Namun dalam riwayat Al-Bukhari diriwayatkan, ketika Umar melihat
perbedaan antara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada
dirham thabary senilai empat daniq, dirham yamani dengan nilai sau daniq.
Ketika ia melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham Islam
yang nilainya enam daniq. Dan masih banyak riwayat yang lain
menerangkan bahwa Umar telah mencetak.

14
Dapat disimpulkan kebijakan moneter Umar bin Khattab yaitu:
 Reorganisasi baitul maal, dengan mendirikan Diwan Islam yang
pertama yang disebut dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan
untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan
dan tunjangan-tunjangan lainnya).
 Adanya gagasan spektakulernya tentang pembuatan uang dari kulit unta
agar lebih efisien.
 Stabilitas nilai tukar emas dan perak terhadap mata uang dinar dan
dirham.
 Penetapan nilai dirham, instrumen moneter, kontrol harga barang
dipasar dan lain sebagainya.
3. Usman bin Affan
Pada masa pemerintahannya Usman banyak mengikuti kebijakan
ekonomi Umar bin Khattab. Di bawah ini beberapa kebijakan Usman bin
Affan yaitu:
 Pembangunan pengairan.
 Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan
perdagangan.
 Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hokum.
 Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan
hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa umar
dari 9 juta menjadi 50 juta dirham
4. Ali bin Abi Thalib
Dalam mengelola perekonomian Ali bin Abi Thalib sangat berhati-hati
terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Ali menarik diri dari
daftar penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 dirham setiap
tahunnya. Perekonomian pada masa Ali bin Abi Thalib mengambil tindakan
sperti membuka lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang
kesayangan Usman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai
dengan ketentuan yang dotetapkan Umar bin Khattab.
15
Kebijakan moneter Ali bin Abi Thalib diantaranya:
 Pendistribusian yang ada pada baitul maal, Ali mengeluarkan semua
tanpa ada cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat.
Berbeda dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan.
 Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
 Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
 Mencetak mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, dimana
sebelumnya menggunakan mata uang Romawi dan Persia.
2.4. Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam
Secara khusus kebijakan moneter mempunyai pengertian sebagai tindakan
makro pemerintah melalui bank sentral dengan cara mempengaruhi penciptaan
uang. Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa
mempengaruhi jumlah uang beredar, yang selanjutnya pemerintah bisa
mempengaruhi pengeluaran investasi, kemudian mempengaruhi permintaan
agregat dan akhirnya tingkat harga sehingga tercipta kondisi ekonomi sebagaimana
yang dikehendaki.
Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi
islam sebagai berikut :
1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut.
2. Manusia merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang
sebenarnya.
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin
Allah,dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki
hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih
beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5. Kekayaan harus diputar.
6. Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam perekonomian, dapat
menghapus konflik antar golongan.

16
7. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu,
termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.
Dalam aspek teknis, kebijakan moneter islam harus bebas dari unsur riba dan
bunga bank. Dalam islam riba yang termasuk didalamnya bunga bank diharamkan
secara tegas. Dengan adanya pengharam ini maka bunga bank yang dalam ekonomi
kapitalis menjadi instrument utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi.
Manajemen moneter dalam islam didasarkan pasa prinsip bagi hasil.
2.5. Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Islam
 Instrumen Moneter Konvensional
Kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua golongan: kebijakan
moneter kuantitatif dan kualitatif. Kebijakan moneter kuantitatif adalah
langkah-langkah bank sentral yang tujuan utamanya adalah untuk
mempengaruhi jumlah penawaran uang dan suku bunga dalam perekonomian.
Kebijakan moneter kualitatif adalah langkah-langkah bank sentral yang
bertujuan untuk menguasai bentuk-bentuk pinjaman dan investasi yang
dilakukan oleh bank-bank perdagangan.
A. Kebijakan Moneter Kuantitatif
Kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif dapat dibedakan dalam tiga
jenis tindakan, yaitu:
1. Operasi Pasar Terbuka (Jual beli surat-surat berharga di dalam
pasar uang dan pasar modal).
Bank sentral dapat membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah
penawaran uang dengan melakukan jual beli surat-surat berharga.
Bentuk tindakan yang akan diambil tergantung kepada masalah
ekonomi yang dihadapi. Bentuk tindakan yang akan diambil tergantung
kepada masalah ekonomi yang dihadapi.
Pada waktu perekonomian menghadapi masalah resesi, penawaran
uang perlu ditambah. Bank sentral menambah penawaran uang dengan
melakukan pembelian surat-surat berharga. Penawaran uang akan
bertambah karena apabila bank sentral melakukan pembayaran ke atas
17
pembeliannya itu, maka cadangan yang ada pada bank perdagangan
telah menjadi besar. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut maka
dapat memberikan pinjaman yang lebih banyak. Pinjaman ini akan
diinvesatsikan dan kegiatan ekonomi Negara akan menjadi bertambah
tinggi. Di dalam masa infasi, kegiatan ekonomi yang berlebih-lebihan
harus dikurangkan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah
dengan mengurang penawaran uang. Tujuan ini dapat dicapai oleh bank
sentral dengan membeli surat-surat berharga. Dengan penjualan itu
tabungan giral masyarakat dan cadangan yang dipegang oleh bank-bank
perdagangan akan berkurang.
2. Mengubah Suku Bunga dan Suku Diskonto
Di dalam membantu bank-bank perdagangan, ada dua bentuk
bantuan yang dapat diberikan oleh bank sentral: (i) dengan memberikan
pinjaman atau (ii) dengan membeli surat-surat berharga tertentu yang
dimiliki oleh bank perdagangan yang memerlukan bantuan. Dalam
melakukan pembelian surat-surat berharga, bank sentral hanya
menerima surat-surat berharga yang mudah tunai, seperti Sertifikat
Bank Indonesia. Di dalam member pinjaman, bank sentral akan
menetapkan suku bunga yang harus dibayar oleh bank-bank
perdangangan atas pinjaman yang diterimanya.
Juga bank sentral akan menetapkan suku diskonto dari Sertifikat
Bank Indonesia atau surat-surat berharga yang lainnya yang mudah
tunai yang dijual kepada bank sentral. Tingkat yang ditentukan oleh
bank sentral tersebut dinamakan suku diskonto atau suku bank (Bank
Rate). Dalam keadaan dimana kegiatan ekonomi berada dibawah
tingkat yang mewujudkan kesempatan kerja yang tinggi, bank sentral
dapat mempertinggi kegiatan ekonomi dengan menurunkan suku
diskonto. Dengan penurunan suku diskonto, biaya yang harus dibayar
oleh bank-bank perdagangan untuk meminjam dari bank sentral
menjadi lebih murah. Ini akan menggalakkan mereka untuk
18
memberikan lebih banyak pinjaman. Sebaliknya, apabila bank sentral
ingin mengurangi kegiatan ekonomi yang sudah mencapai tingkat yang
terlalu tinggi, suku diskonto perlu dinaikkan. Kenaikan suku diskonto
ini akan mendorong bank-bank perdagangan menaikkan suku bunga ke
atas pinjaman-pinjaman yang diberikan.
3. Mengubah Tingkat Cadangan Minimum
Apabila kelebihan cadangan terdapat dalam kebanyakan bank
perdagangan, kedua-dua tindakan di atas tidak dapat digunakan untuk
membuat perubahan-perubahan dalam penawaran uang. Dengan adanya
kelebihan cadangan, operasi pasar terbuka dan mengubah suku diskonto
tidak mewujudkan efek yang diaharapkan. Apabila kelebihan cadangan
banyak terdapat di bank-bank perdagangan, di dalam mempengaruhi
uang, langkah bank sentral yang paling efektif adalah dengan mengubah
tingkat cadangan minimum. Kelebihan cadangan yang terdapat di bank-
bank perdagangan akan dapat dihapuskan dengan menaikkan tingkat
cadangan minimum tersebut. Sebagai contoh, misalkan cadangang
minimum yang diwajibkan adalah 20%, tetapi bank-bank perdagangan
pada umumnya mempunyai cadangan sebanyak 25 %. Dalam keadaan
seperti ini operasi pasar terbuka dam kebijakan mengubah tingkat bunga
tidak akan member efek ke atas penawaran uang. Untuk mempengaruhi
penawaran uang, perlulah terlebih dahulu suku cadangna dinaikkan
menjadi 25 %.
B. Kebijakan Moneter Kualitatif
Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif biasanya dibedakan dalam dua
jenis, yaitu:
1. Pengawasan Pinjaman Secara Terpilih
Tujuan utama dari melaksanakan pengawasan pinjaman secara
terpilih adalah untuk memastikan bahwa bank-bank perdangangan
memberikan pinjaman-pinjaman dan melkukan investasi yang sesuai
dengan yang diinginkan oleh pemerintah. Pengawasan pinjaman secara
19
terpilih bukanlah bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang
diwujudkan oleh bank-bank perdagangan melauli kegiatan mereka
meminjamkan dan menginvestasi uang di pasaran uang dan pasaran
modal. Dalam kebijakan ini yang di awasi adalah bentuk peminjaman
dan investasi keuangan yang dilakukan oleh bank-bank perdagangan.Di
samping itu bank sentral dapat pula megarahkan agar lebih banyak
pinjaman dilakukan oleh bank-bank perdagangan untuk menggalakkan
perkembangan sektor pertanian, terutama kegiatan yang diusahakan
oleh petani dan pengusaha kecil. Salah satu langkah dalam menjalankan
kebijakan ini adalah: bank sentral dapat mengarah bank-bank
perdangangan untuk membrikan peinjaman ke sektor ini dengan syarat-
syarat yang ringan, misalnya suku bunga adalah rendah. Beberapa
contoh lain langkah-langkah bank sentral untuk mengendalikan
pinjaman bank-bank perdagangan adalah:
 Mengarahkan supaya bank-bank perdagangan memberikan
pinjaman kepada pembeli-pembeli rumah biaya murah dengan
tingkat bunga yang rendah.
 Menggalakkan pemberian pinjaman kepada pedagang-pedagang
kecil.
 Memberikan syarat yang lebih ringan untuk pinjaman kepada
pedagang keci dan industri rumah tangga.
2. Pembujukan Moral
Kebijakan ini dijalankan oleh bank sentral bukan dengan
menetapakan dalam bentuk tertulis hal-hal yang harus dilakukan oleh
bank-bank perdagangan, tetapi dengan mengadakan pertemuan
langsung dengan bank-bank tersebut. Langkah-langkah ini ada kalanya
bersifat pengharapan agar bank-bank perdagangan menjalankan suatu
kebijkan pengawalan kredit secara terpilih. Ini berarti dalam
menggunakan pembujukan moral di dalam menjalankan kebijakan
moneternya, bank sentral mungkin menjalankan kebijakan bersifat
20
kuantitatif, tetapi meungkin pula menjalankan kebijakan yang bersifat
kualitatif.
Dengan melalui pembujukan moral bank sentral dapat meminta
bank-bank perdagangan untuk mengurangi atau menambah pinjaman
kepada sektor-sektor tertentu, atau membuat perubahan-perubahan ke
atas suku bunga yang mereka tetapkan ke atas pinjaman yang mereka
berikan. Oleh karena itu kesuksesan dari kebijakan yang dijalankan
secara pembujukan moral tergantung kepada sampai di mana bank-bank
perdagangan menjalankan kebijakan yang diusulkan oleh bank sentral.
 Instrumen Moneter Islam
Ciri utama dari kebijakan moneter di dalam ekonomi Islam adalah
dihapusnya sistem bunga dari sistem keuangan oleh otoritas moneter.
Ketiadaan sistem bunga merupakan instrument yang sangat penting di dalam
kebijakan moneter menyebabkan otoritas moneter di dalam ekonomi Islam
bergantung kepada instrument yang lain dalam menjalankan kebijakan
moneternya. Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan
kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter
berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target
atau sasaran operasionalnya. Beberapa ahli ekonomi Islam memberikan
instrumen alternatif yang dapat digunakan dalam menjalankan kebijakan
moneter, seperti, rasio bagi hasil (profit Ratio), rasio pinjaman (lending ratio),
rasio tabungan rekening giro (demand deposit ratio), rasio pembiayaan
(refinance ratio), dan operasi pasar terbuka.6 Adapun instrumen-instrumen atau
piranti utama kebijakan moneter adalah sebagai berikut:
1. Regulasi Uang Primer (Base Money)
Supply uang primer harus konsisten dengan pertumbuhan sektor riel di
dalam ekonomi guna mendukung proses pertumbuhan ekonomi dan
menghindarkan diri terjadinya inflasi tinggi yang disebabkan oleh
kelebihan suplai uang serta menghindari terjadinya depresi ekonomi yang
disebabkan oleh kekurangan suplai uang.
21
Bank Negara, selaku wakil pemerintah yang mempunyai wewenang
dalam memformulasikan dan melaksanakan kebijakan moneternya, harus
menentukan ukuran pertumbuhan yang opti- mum dari uang primer dan
menentukan berapa bagian yang harus masuk ke kas Negara tanpa ada
pembebanan biaya dan berapa bagi- an lainnya berada di tangan beberapa
institusi keuangan, seperti bank komersial dan bank pembangunan
berdasarkan prinsip Muda- rabah.
2. Reserve Requirement atau Cash Ratio atau Cadangan Wajib
Ini adalah ketentuan yang dibebankan oleh bank Negara ke- pada bank
umum, bank komersial dan yang sejenisnya untuk menaruh bagian tertentu
dari uang tunai sebagai cadangan wajib di bank Negara. Rasio cadangan
wajib dapat dinaikkan dan diturunkan sesuai dengan arah kebijakan
moneter yang ditentukan oleh bank Negara untuk mengendalikan jumlah
uang beredar.
3. Profit Ratio atau Rasio Bagi Hasil
Rasio bagi hasil adalah yang digunakan untuk membagi hasil
keuntungan antara pengusaha dan bank. Karena bunga dilarang di dalam
ekonomi Islam, maka sebagai gantinya, pengusaha dan bank (sebagai
kontributor/pemberi modal) akan mendapatkan bagian masing-masing
sesuai dengan rasio bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila
pengusaha memperoleh tingkat bagi hasil (ke- untungan) yang tinggi, maka
berarti bank akan mendapatkan ting- kat bagi hasil yang rendah, dan
skenario ini pasti akan meningkatkan lebih banyak investasi di dalam
ekonomi, dan begitu juga sebaliknya. Bank Negara harus melakukan
kontrol atas rasio bagi hasil ini untuk mengontrol perilaku bank dalam
memberikan pinjaman.
4. Lending Ratio atau Rasio Pinjaman
Ini berkaitan dengan prosentase dari simpanan uang pada reke- ning
giro, di mana bank komersial diharuskan untuk memberikan pinjaman
kepada beberapa kelompok tertentu tanpa meminta bagi hasil dan tanpa
22
beban biaya (tanpa bunga) sebagai al-Qord al-Hasan. Uang ini adalah uang
para nasabah yang di simpan di bank tersebut dan digunakan bank untuk
kepentingan bank yaitu memperoleh keuntungan. Beberapa ahli ekonomi
Islam menyarankan bahwa harus ada beberapa proporsi tertentu dari uang
simpanan tersebut yang dipinjamkan kepada mereka yang miskin dan
membutuhkan dalam bentuk al-Qord al-Hasan tanpa beban biaya apapun.
Bila rasio pinjaman (tanpa beban biaya) tersebut ditetapkan tinggi, maka
hal ini akan menurunkan penciptaan kredit yang diberikan kepada nasabah
oleh bank komersial dan sejenisnya, begitu sebaliknya.
5. Demand Deposit Ratio atau Rasio Simpanan Rekening Giro
Ini adalah prosentase dari simpanan rekening giro bank ko- mersial
yang dialihkan dan disalurkan kepada pemerintah untuk digunakan
membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial, di mana
pembiayaan proyek-proyek tersebut tidak dimungkinkan dan tidak
diharapkan dari bank komersial dan sejenisnya. Rasio yang bervariasi
dalam hal ini, diharapkan dapat mempengaruhi siklus fluktuasi ekonomi
dengan merubah dasar penciptaan kredit oleh bank dan kemampuan belanja
pemerintah.
6. Refinance Ratio atau Rasio Pembiayaan Kembali
Hal ini dapat digunakan sebagai dasar oleh bank Negara untuk
memberikan pembiayaan kembali kepada bank komersial dengan
menyediakan likuiditas (dana segar siap pakai) tanpa pem- bebanan biaya,
di mana bank komersial dalam keadaan membutuh- kan dana likuiditas
tersebut sampai kepada batas ketentuan pro- sentase maksimum dalam
memberikan pinjaman Uang yang di- pakai untuk memeberikan
pembiayaan kembali ini termasuk jumlah uang yang dialihkan dan
disalurkan oleh bank komersial kepada bank Negara sebagai persyaratan
rasio simpanan rekening giro, ( demand deposit ratio).

23
7. Operasi Pasar Terbuka
Dihapusnya system bunga dalam penjualan surat-surat berharga di
dalam ekonomi Islam, maka operasi pasar terbuka dapat dilakukan dengan
cara pembelian dan penjualn surat-surat berharga atau saham-saham yang
berdasarkan bagi hasil sesuai dengan atau mengacu pada ketentuan syariah.
2.6. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi
Kebijakan moneter yaitu peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh
otoritas moneter (Bank Sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar
ekonomi tumbuh lebih cepat, Bank Sentral bisa memberikan lebih banyak kredit
kepada sistem perbankan melalui operasi pasar terbuka, atau Bank Sentral
menurunkan persyaratan cadangan dari bank-bank atau menurunkan tingkat
diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari Bank Sentral.
Akan tetapi, apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi masalah
yang semakin besar, maka Bank Sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka
(open market Operations), menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan
persyaratan cadangan minimum (reserve requitments), atau menaikkan tingkat
diskonto (interest or discount rate), sehingga dengan demikian akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Instrumen kebijakan moneter lain berkisar
dari kebijakan kredit selektif sampai moral situation, suatu kebijakan yang
sederhana, tetapi sering sangat efektif. Kebijakan moneter berbeda dengan
kebijakan fiskal yang dilakukan melalui pembelanjaan pemerintah dan pajak.
Kedua kebijakan digunakan untuk mengendalikan tingkat kegiatan ekonomi.
Money Supply (Penawaran Uang) yaitu Persediaan uang total dalam ekonom,
terutama terdiri dari (1) mata uang dalam peredaran dan (2) deposito dalam
perkiraan tabungan dan Giro. Penawaran uang yang terlalu banyak dibandingkan
dengan keluaran/output barang yang dihasilkan akan cenderung mendorong
naiknya suku bunga, turunnya harga dan berkurangnya produksi, serta
menyebabkan pengangguran tenaga kerja dan kapasitas pabrik. Bagian terbesar
dari uang yang beredar dalam rekening giro dalam bank- bank umum yang diatur
oleh Bank Sentral, yang mengelola penawaran uang dengan menaikkan atau
24
menurunkan cadangan yang harus disediakan oleh bank yang melalui tingkat
diskonto (discount rate) yang dikenakan pada bank apabila mereka meminjam dari
bank sentral. Pengaturan juga dilakukan melalui operasi pasar terbuka (Open
Market Operations), memperdagangkan surat berharga/efek pemerintah untuk
menyedot uang dari sistem atau menambah uang ke dalamnya. Perubahan-
perubahan dari sistem keuangan, khususnya sesudah adanya deregulasi perbankan
diawali tahun 1980-an, telah menimbulkan silang pendapatan di antara para
ekonom tentang apa sebenarnya yang menjadikan penawaran uang pada suatu saat
tertentu. Sebagai tanggapan atas ini, dikembangkanlah analisis dan rincian yang
lebih mendalam tentang uang. Pada dasarnya, berbagai bentuk dari uang itu kini
dikelompokkan dalam dua devisi besar M1, M2, dan M3 yang mewakili uang dari
near money (aktivitas yang segera dapat diuangkan) dan L mewakili dana likuid
berjangka lebih lama untuk. lebih rinci lihat tabel 2.1.
Table 2.1
Penawaran Uang

PENAWARAN UANG
Klasifikasi Komponen
M1 Adalah uang kertas dan uang logam, simpanan dalam bentuk
rekening Koran (demand deposit), atau rekening giro pada bank-
bank uumum, rekening giro bank simpanan bersama, cek
perjalannan bukan bank

M2 M1 + tabungan, ditambah tabungan berjangka (time deposit)


pada bank-bank umum.
M3 M2 + tabungan, ditambah deposit- berjangka pada lembaga
keuangan bukan bank
L M3 + aktivitas lainnnya yang lekuid seperti treasury bills, obligasi
tabungan surat berharga komersial, aksep bank, simpanan
Eurodollar

25
Untuk menjelaskan kebijakan moneter dalam mengatasi inflasi,
perhatikan dibawah ini.

Keseimbangan awal ditunjukkan oleh titik E0, yaitu pada perpotongan


penawaran agregat (AS) dan permintaan agregat (AD) sehingga tingkat harga
berada pada P0 dan pendapatan pada Y0. Dengan terjadinya perkembangan
ekonomi yang pesat, maka akan terjadi pemindahan permintaan agregat (AD)
dari AD0 menjadi AD1, keseimbangan pun terjadi pada E1. Jika pemerintah
tidak melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan pengeluaran agregat maka
pendapatan nasional pun akan meningkat dari Y0 ke Y1, begitu juga harga-harga
akan ikut mengalami kenaikan pada P0 ke P1. Apabila usaha untuk mengurangi
inflasi dilakukan dengan menggunakan kebijakan moneter, maka pemerintah
akan menurunkan penawaran uang. Perubahan ini akan menaikkan suku bunga.
Dampak yang mungkin timbul dari penurunan penawaran uang ini adalah
perusahaan-perusahaan dan penanam modal akan mengurangi kegiatan
investasinya, kenaikan suku bunga akan mengurangi keinginan rumah tangga
untuk membeli barang-barang baru sehingga efek dari kebijakan moneter ini
akan memindahkan kurva dari AD1 ke AD2, dengan demikian kesempatan kerja
penuh akan tercapai dan tingkat inflasi dapat dikendalikan yaitu harga hanya
mengalami kenaikan pada P0 ke P2.

26
Pendekatan yang digunakan oleh Burger (1986:20) dalam menjelaskan
masalah implementasi kebijakan moneter ini adalah indicator operasional
target approach. Pendekatan ini merupakan metode pragmatis untuk
memperlancar penerapan kebijakan moneter dalam mencapai tujuan akhirnya.
Pendekatan ini berusaha untuk mencari dan mengelola informasi yang tersedia,
seperti efek apakah yang perlu dihasilkan untuk mencapai tujuan akhir?
Misalnya, untuk mencapai tujuan penurunan harga-harga atau perluasan
kesempatan kerja, apakah jumlah uang yang beredar harus naik, turun atau
tetap? Yang dimaksud dengan indikator kebijakan moneter adalah suatu
variabel ekonomi yang bisa memberikan informasi mengenai arah perubahan
sektor moneter, termasuk pengaruh tindakan-tindakan Bank Sentral terhadap
pencapaian tujuan akhir. Sedangkan target operasional dari kebijakan moneter
adalah suatu variabel ekonomi yang setiap saat berusaha dikendalikan oleh
bank sentral melalui tindakan money market operations-nya.
Untuk menerapkan kebijakan moneter berdasarkan pada hipotesis
“market interest rate”, maka kebijakan yang diambil adalah mengubah dari
output riil dan kesempatan kerja kepada pencapaian stabilitas harga-harga.
Langkah yang diambil adalah berusaha menaikkan tingkat bunga agar bisa
menurunkan total spending. Instrumen kebijakan akan digunakan untuk
mengurangi tingkat free reserves, yaitu dengan membuka operasi pasar
pengetatan uang. Ini akan mengakibatkan turunnya bese dan selanjutnya
menurunkan tingkat ekspansi persediaan uang. Tetapi jika tingkat bunga terus
naik, maka harga-harga surat berharga akan turun dan akhirnya akan terjadi
krisis likuiditas. Jika money stock yang digunakan sebagai indicator, maka
tingkat kenaikan base akan dikurangi sehingga tingkat pertumbuhan money
stock akan turun, tetapi lain halnya jika money supply sebagai indicator, maka
tidak akan terjadi krisis elemen likuidasi. Elemen kunci dari menurunnya
Ekpansi demand deposits dan kredit bank. Ini perlu untuk mengurangi agregat
demand dan selanjutnya mengurangi kenaikan harga-harga. Diakui bahwa
pengurangan tingkat pertumbuhan base secara kontinu dalam jangka pendek
27
akan mengakibatkan kenaikan tingkat bunga pasar. Tetapi dalam jangka
menengah, turunnya total spending akan memperkecil akibat kenaikkan harga-
harga dan mengurangi permintaan akan kredit, selanjutnya terjadi penurunan
tingkat bunga dan harga-harga akan menurun.
2.7. Tujuan Kebijakan Moneter dalam Islam
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal
7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara
lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada
inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai
tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting
dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank
Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai
tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti
uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi
yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-
sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi
pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat
diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian
moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Adapun tujuan lain dari Kebijakan Moneter sebagai berikut:
1. Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus barang dan jasa
seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.

28
2. Menjaga kestabilan harga, artinya harga suatu barang merupakan hasil
interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia
di pasar.
3. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam
perekonomian.
4. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian
dan stabilitas tingkat harga.
5. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
6. Melakukan kontrol terhadap terjadinya siklus fluktuasi yang tinggi di dalam
ekonomi yang dapat berpengaruh buruk terhadap aktivitas ekonomi dan
menyebabkan pelaku ekonomi menderita karenanya.
7. Menegakkan nilai nilai Islam dan memberlakukan normanorma Islam dengan
melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap praktek-praktek yang
dilarang shari’ah, seperti transaksi ekonomi yang berdasarkan bunga serta
memberikan dukungan terhadap kegiatan ekonomi yang dianggap perlu
dengan memberikan prioritas yang tinggi dan begitu jugasebaliknya.
8. Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri
yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.
2.8. Fungsi Utama Bank Sentral dalam Menjalankan Kebijakan Moneter
Kalau diperhatikan peranan dan kegiatan yang dijalankan oleh bank sentral di
berbagai negara, maka akan dapat dilihat bahwa pada umumnya bank sentral
ditugaskan oleh pemerintah untuk menjalankan lima kegiatan berikut:
1. Bank Sentral Sebagai Bank Kepada Pemerintah
Untuk mengurus pengeluaran dan pendapatan pemerintah tersebut ia
memerlukan jasa-jasa bank, dan salah satu fungsi bank sentral adalah untuk
memenuhi kebutuhan ini. Bank sentral bertindak sebagai lembaga keuangan
terutama yang menyimpan uang yang dimiliki pemerintah. Seterusnya
pemerintah menggunakan jasa-jasa bank sentral untuk membayar dan
29
mengirimkan uang kepada pemerintah daerah dan departemen-departemen
yang lain. Cara lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk membiayai
desifit dalam pengeluarannya adalah dengan mengeluarkan surat pinjaman
(obligasi) jangka panjang atau dengan meminjam langsung dari bank sentral.
Apabila peminjaman uang kepada bank sentral itu sangat berlebih-lebihan.
Maka bank sentral harus lebih banyak mencetak uang. Langkah yang demikian
dapat menimbulkan inflasi.
2. Sebagai Bank Kepada Bank Umum
Bank sentral disebut sebagai bank dari bank-bank lainnya karena jasa-jasa
yang diberikannya kepada bank umum adalah sama sifatnya dengan jasa bank
umum kepada masyarakat. Selanjutnya bank sentral disebut sebagai bank dari
bank-bank lainnya karena bank-bank umum dapat meminjam dari bank sentral
apabila bank umum itu mengalami kekurangan cadangan. Disamping
meminjam, cara lain yang dapat dilaksanakan oleh bank umum untuk mengatasi
masalahnya adalah dengan menjual surat berharga yang dimiliki oleh bank
umum kepada bank sentral.
3. Mengawasi Bank Umum Dan Institusi Keuangan Lain
Lembaga-lembaga keuangan, termasuk bank umum, merupakan
perusahaan yang mencari keuntungan dari meminjamkan uang yang
dimilikinya atau yang ditabungkan kepadanya. Lembaga-lembaga keuangan
mungkin memberi terlalu banyak pinjaman sehingga sehingga uang tunai yang
ditinggalkan sebagai cadangan tidak mencukupi lagi. Ketika masyarakat
menarik lebih banyak uangnya dan lembaga-lembaga keuangan tersebut,
mereka tidak akan mempunyai cukup dana untuk melakukan pembayaran
tersebut. Keadaan seperti Itu akan menghilangkan kepercayaan masyarakat
kecuali. Lembaga-lembaga keuangan. Di samping itu, pinjaman yang akan
diawasi akan menyebabkan lembaga keuangan takut meminjamkan uangnya
kepada usaha yang sangat tinggi resikonya.

30
4. Mengawasi Kestabilan Kurs Valuta Asing
Salah satu usaha yang perlu dilakukan untuk menciptakan kestabilan
ekonomi adalah dengan mempertahankan kestabilan nilai kurs mata uang asing.
Untuk mencapai tujuan ini pertama-tama haruslah dijaga agar terdapat
keseimbangan di antara ekspor dan aliran masuk modal di satukan dengan
impor dan aliran ke market modal di lain pihak. Dengan naiknya suku bunga,
investasi dan menyimpan uang menjadi lebih menguntungkan di negara
tersebut dan akan menggalakkan aliran masuk modal. Langkah lainnya adalah
dengan berusaha membatasi impor Salah satu faktor yang dapat
menjatuhkan nilai mata uang adalah keadaan perdagangan liar negeri di mana
impor lebih kecil dari ekspor. Maka untuk menjaga agar nilai kurs mata uang
tetap stabil bank sentral haruslah mengambil langkah-langkah yang menjamin
agar masyarakat tidak mengimpor secara berlebih-lebihan dan negara lain.
Berdasarkan kepada contoh di atas dapatlah dikatakan bahwa bank sentral
merupakan suatu lembaga pemerintahyang bertugas untuk menjaga kestabilan
kegiatan ekspor, impor, dan aliran modal luar negeri dengan tujuan untuk
menjamin tercapainya perekonomian Negara.
2.9. Aplikasi Instrumen Moneter Islam di Indonesia
Peraturan perbankan syari’ah yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang
menggantikan peraturan perbankan syari’ah 1992 telah memungkinkan
perkembangan perbankan syari’ah dengan sangat cepat. Berkembangnya jumlah
cabang dari bank syari’ah baik dari bank umum yang berdasarkan syari’ah maupun
divisi syari’ah dari bakn umum konvensional, serta meningkatnya kemampuan
dalam menyerap dana masyarakat yang terlihat dari dana simpanan pihak ketiga
yang tertera di neraca bank-bank syari’ah tersebut. Hal tersebut mengharuskan
Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk lebih menaruh perhatian dan lebih
berhati-hati dalam menjalnkan fungsi pengawasannya sebagai bank sentral yang
bertugas mengawasi bank-bank umum yang ada di bawahnya sekaligus dengan
tidak mengganggu momentum pertumbuhan bank-bank syari’ah tersebut.

31
BI dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang
berdasarkan syari’ah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut:
a) Giro Wajib Minimum (GMW), biasanya dinamakan Statutory Reserve
Requirment, yaitu simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro
pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan persentase tertentu dari
dana pihak ketiga. GMW ini adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung
pelaksanaan prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking) serta
juga mempunyai peran sebagai instrumen moneter yang berfungsi
mengendalikan jumlah peredaran uang.
Dalam pelaksanaannya GMW ini besarnya adalah 5% dari dana pihak
ketiga yang berbentuk IDR (Rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang
berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam
satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan
dana pihak ketiga yang dimaksud di sini adalah bentuk:
 Giro wadiah
 Tabungan mudharabah
 Deposito Investasi Mudharabah
 Kewajiban lainnya
Dana pihak ketiga bank dalam IDR ini tidak termasuk dana yang diterima
oleh bank dari Bank Indonesia (BI) dan BPR. Sedangkan dana pihak ketiga
dalam mata uang asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak
ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia (BI) yang terdiri dari:
 Giro Wadiah
 Deposito Investasi Mudharabah
 Kewajiban lainnya
Adapun kesalahan dan keterlambatan dalam penyampaian laporan
mingguan yang digunakan untuk menentukan GMW ini dikenakan denda oleh
Bank Indonesia (BI). Sedangkan untuk bank yang melakukan pelanggaran
GMW ini dikenanakn sangsi baik kekurangan dari minimum maupun
kekurangan negative.
32
b) Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syari’ah (Sertifikat
IMA), sertifikat IMA adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank-bank
syari’ah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak
sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syari’ah yang
kekurangan dana. Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor
pusat bank syari’ah dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia (BI). Pemindahtanganan Sertifikat IMA hanya dapat dilakukan
oleh bank penanam dana pertama saja, sedangkan bank penanam dana kedua
tidak diperkenankan memindahtangankan kepada pihak lain sampai
berakhirnya jangka waktu. Pembayaran akan dilakukan oleh bank syari’ah
penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi hasil (yang dibayarkan
awal bulan berikutnya dengan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank
Indonesia (BI), atau transfer elektronik)
c) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), SWBI adalah instrumen
Bank Indonesia (BI) yang sesuai dengan syari’ah Islam yang digunakan dalam
OMO. Selain itu, SWBI ini juga dapat digunakan oleh bank-bank syari’ah yang
mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek.
Dalam operasionalnya, SWBI ini mempunyai suatu nilai nominal
minimum Rp.500 juta dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari
(misalnya: 7 hari, 14 hari, 30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI adalah
melalui debet/kredit rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia (BI). Jiak
jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang ditentukan
berdasarkan parameter Sertifikat IMA.

33
BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas


tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat
kegiatan ekonomi dalam suatu negara.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan
persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai
tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.

34
iii
3.2. Saran

Alhamdulillah kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena


kami telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan terkait
“Kebijakan Moneter Dalam islam”. Kami mengetahui bahwa makalah ini
tidaklah sempurna. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi memperbaiki makalah ini.

3.4.Ibrah
Dengan mengetahui komponen-komponen mengenai “Kebijakan Moneter
dalam Islam” diharapkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik, serta kita
sebagai warga negara dapat mengetahui bagaimana aliran keuangan negara dan
berprilaku sebagai Warga Indonesia yang baik dan bertanggung jawab dengan
mentaati kebijakan-kebijakan yang telah pemerintah buat untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Bangsa Indonesia.

35
iv
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansur. Kebijakan Moneter dan Implikasinya terhadap Pembangunan


Ekonomi dalam Perspektif Islam. Vol. 9, No. 1.

Dhiya, S. Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam.


https://www.academia.edu/26079103/KEBIJAKAN_MONETER_DALAM_EKONO
MI_ISLAM (Diakses pada 22 April 2019)

Karim, Adiwarman A.2014. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Nurul Huda, Handi Risza Idris dkk. Ekonomi Makro Islam; Pendekatan
Teoritis. 2014. Jakarta : Kencana, Prenadamedia Group.

Muhammad. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam.


Jakarta: PT. Salemba Emban Patria.

Raihan, Arief. 2015. Sejarah Kebijakan Moneter Islam. 2015.


https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-kebijakan-moneter-
islam.html

Sukirno Sadono. 2015. Makroekonomi Teori Pengantar “Edisi Ketiga”.


Jakarta: Raja Grafindo Prasada.

36
v

Anda mungkin juga menyukai