Disusun Oleh :
Nursari 2104030044
DOSEN PENGAMPU :
Humaidi S, S. EI.,ME.
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana satu sama lain
saling membutuhkan. Dinamika kehidupan tidak memungkinkan manusia selalu
berada dalam kondisi yang berkecukupan untuk memenuhi kebutuhannya, kadang
ketika mendapat kebutuhan seseorang sedang berada dalam kondisi ekonomi yang
tidak baik sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, disinilah Islam
menganjurkan kepada umatnya untuk saling tolong meolong dalam kebaikan.
Salah satu yang termasuk dalam kategori tolong menolong dalam
bermu’amalah adalah sewa menyewa atau dalam istilah ekonomi syariah dikenal
dengan istilah Ijārah. Secara sederhana Ijārah dapat diartikan dengan transaksi
sewa-menyewa baik barang ataupun jasa. Bila yang menjadi objek transaksi itu
adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut al-Ijārah al-‘ain, seperti
menyewa rumah untuk ditempati, bila yang menjadi objek transaksi berupa
manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut dengan al-Ijārah ad-dzimah atau
upah mengupah. Seperti upah pekerja bangunan, sekalipun objeknya berbeda,
dalam hukum ekonomi syariah keduanya masuk kategori Ijārah1.
Ijārah dalam bentuk sewa menyewa atau upah mengupah merupakan
muamalah yang telah disyariatkan dalam islam. Hukum asalnya menurut jumhur
ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
diterapkan oleh syariat berdasarkan Al-qur’an, Hadist nabi dan ketetapan ijma’
ulama.
Transaksi sewa menyewa atau Ijārah ini merupakan salah satu solusi yang
sering ditempuh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, dengan
cara mengajukan pinjaman kepada sesama atau kepada lembaga keuanganseperti
lembaga keuangan bank maupun kepada lembaga keuangan non bank, baik
syariah ataupun konvensional
Transaksi akad ljārah ini sering kali digunakan oleh lembaga keuangan
syariah dalam produk pembiayaan konsumtifLembaga Keuangan Syariah juga
menerapkan akad Ijarah pada layanan produk pembiayaan multijasa untuk
1
mengimbangi kebutuhan masyarakat yang semakin beragam seperti pemenuhan
kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Dalam pandangan ekonomi syariah Ijarah adalah akad untuk
memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila
digunakan untuk mendapatkan manfaat barang maka disebut dengan sewa
menyewa, sedangkan jika digunakan untuk mendapat tenaga kerja disebut upah
mengupah, Dia juga menjelaskan bahwa transaksi Ijarah dilandasi adanya
pemindahan manfaat (hak guna) bukan perpindahan kepemilikan (hak milik)Jadi
pada dasarnya prinsip ini sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terdapat dalam objek transaksinya, bila akad jual beli objek transaksinya adalah
barang, maka pada Ijārah objek transaksinya adalah manfaat dari barang maupun
jasa, dengan ijarahbank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya
membutuhkan jasa.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari masyru’ iyah ijarah?
2. Untuk mengetahui rukun dan objek transaksi ijarah?
3. Untuk mengetahui apa saja karakteristik akad ijarah dan hukumnya ?
4. Untuk mengetahui kapan berakhirnya akad ijarah menurut pandangan
ulama mashab fiqhi?
5. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi ijarah dalam praktek ekonomi dan
keuangan islam?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
membajak sawah, menyewa manusia untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan
sebagainya. 1
Menurut Gufron A. Mas‟adi dalam bukunya Fiqh muamalah kontekstual
mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa jasa atau imbalan.
Sesungguhnya merupakan transaksi yang memperjualbelikan suatu harta benda.2
Menurut Helmi Karim, ijarah secara bahasa berarti upah atau ganti atau
imbalan, karena itu lafadz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi
upah atas kemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan atauupah karena
melakukan aktifitas.Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang berisi
penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah
tertentu, hal ini sama artinya dengan menjual manfaat suatu benda, bukan menjual
„ain dari suatu benda itu sendiri. 2
Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa arab ke bahasa
Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional. Sewa
biasanya digunakan untuk benda, seperti seorang mahasiswa menyewa kamar
untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkah upah digunakan untuk tenaga,
seperti karyawan yang berkerja di pabrik di bayar gajinya (upahnya.) satu kali
dalam dua minggu, atau sekali dalam sebulan, dalam bahasa arab upah dan sewa
disebut ijarah. Dalam konteks substansi pembahasan ini yang dimaksud dengan
ijarah adalah upah. Definisi upah menurut Undang-undang No 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan tercantum pada Pasal 1 ayat 30 yang berbunyi :
“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
perkerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan”
1
Sayyid sabiq, Fiqih sunnah 13, pena pundi aksara, jakarta, 2006.h 203
2
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, PT raja grafindo persada, Jakarta 1997,h.113
4
2.2 Rukun Ijarah
Menurut Hanafiyah, Rukun dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan
qabul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan meyewakan. Sedangkan
menurut jumhur ulama, Rukun-rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid
(orang yang berakad), sighat, upah, dan manfaat 3. Ada beberapa rukun ijarah di
atas akan di uraikan sebagai berikut:
1. Aqid (Orang yang berakad)
Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan
mustajir.Mu’jir adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan.
Sedangkan Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu
dan yang menyewa sesuatu. Bagi yang berakad ijarah di syaratkan mengetahui
manfaat barang yang di jadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya
perselisihan.Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan
berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah
seorang yang berakal itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan baik
ataupun buruk , maka akad menjadi tidak sah. 4
2. Sighat Akad
Yaitu suatu ungkapan para pihak yangmelakukan akad berupa ijab dan
qabul adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah5.Dalam Hukum
Perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau penawaran dari
pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.Sedangkan qobul
adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir)
untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab. 6
Syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab-qabul pada jual beli, hanya saja
ijab dan qabul dalam ijarah harus menyebutkan masa atau waktu yang
ditentukan. 7
3. Ujroh(upah)
3
Nasrun Haroen, op.Cit.,h.230
4
Ibid.,h 117
5
Hendi Suhendi,OP.cit., h 116
6
Hendi Suhendi,OP.cit., h 116
7
Syaifullah Aziz, Fiqih islam Lengkap, Ass-syifa, Surabaya, 2005, h 378
5
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepadamusta’jir atas jasa yang telah
diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat hendaknya :
a. Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karenaijarah akad timbal balik,
karena itu iijarah tidaksah dengan upah yang belum diketahui.
b. Pegawai khusus seperti hakim tidk boleh mengambil uang dari pekerjaannya,
karena dia sudah mendapatkan gaji khusus dari pemerintah. Jika dia
mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan
hanyamengerjakan satu pekerjaan saja.
c. Uang yang harus diserahkan bersamaan denganpenerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus
lengkap. 8
Di antara cara untuk mengetahui ma’qud alaih(barang) adalah dengan
menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan
jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.9Semua harta benda boleh diakadkan
ijarah di atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Manfaat dari objek akad sewa-menyewa harusdiketahui secara jelas. Hal ini
dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa atau pemilik memberikan
informasi secara transparan tentang kualitas manfaat barang.
b. Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan
tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan
transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.
c. Objek ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan Hukum Syara‟.
Misalnya menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk kegiatan
maksiat tidak sah.
d. Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya, sewa
rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, dan sebagainya. Tidak
dibenarkan sewa-menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak langsung.
Seperti, sewa pohon mangga untuk diambil buahnya, atau sewa-menyewa
ternak untuk diambil keturunannya, telurnya, bulunya ataupun susunya.
8
Muhammad Rawas Qal’ Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khattab, PT Raja Grafindo persada,
Jakarta, 1999,h,178
9
Rachmat Syafe’i, Op.cit., h 126
6
e. Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat
isty’mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa
mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan sifatnya. Sedangkan harta
benda yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang
sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah
diatasnya.10
ض ْعنَ ِل ٰدت ْل َوا َوا ِ ضا يُّتِم اَ ْن دَ اَ َرا ِل َم ْن ِملَ ْي ِن َكا َح ْولَي ِْن دَهن اَ ْو َل ي ْر
َ ۗ ة َ ََع الر
ف بِا َو ِكس َْوتهن ِر ْزقهن لَه ْال َم ْول ْو ِد َو َعلَى ِ ضا َل ۚ و ْسعَ َها اِل نَ ْفس ت َكلف َل ۗ ْل َم ْعر ْو
َ ت
َ ث ْال َوا لَى
ََوع بِ َولَدِه له َم ْول ْود َو َل بِ َولَ ِدهَا ِلدَة َوا ر ٰ صا دَا اَ َرا ْن فَ ِا
ِ ۚ ذلِكَ ِمثْل ِر َ ًِل ف
ضعو اَ ْن اَ َر ْدتُّ ْم ْن َواِ ۗ َعلَ ْي ِه َما َح جنَا فَ َل َوتَشَاور ِم ْنه َما ض تَ َرا َع ْن ِ اَ ْو َل اََْتَ ْستَ ْر
َ ف بِا ٰاتَيْت ْم ما
سل ْمت ْم اِذَا َعلَيْك ْم َح جنَا فَ َل دَك ْم ِ ّللاَ تقوا َوا ْۗ ل َم ْعر ْو
ٰ ّللا اَن لَم ْواَْع َوا
َٰ
صيْر تَ ْع َمل ْونَ بِ َما
ِ َب
"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan
pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban)
10
Ibid .,h.127
7
seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Baqarah
2: Ayat 233)11
Ayat tersebut menerangkan bahwa setelah seseorang memperkerjakan
orang lain hendaknya memberikan upahnya. Dalam hal ini menyusui adalah
pengambilan manfaat dari orang yang dikerjakan. Jadi, yang dibayar bukan harga
air susunya melainkan orang yang dipekerjakannya. Dalam ayat Al-Quran lainnya
disebutkan dalam Q.S. An-Nahl:97 :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
صا َع ِم َل َم ْن َ طيِب َح ٰيوةً فَلَـن ْح ِي َينه نَِمؤْ م َوه َو ا ْن ٰثى اَ ْو ذَ َكر ِم ْن ِل ًحـا
َ ََ ً ۚ ة
س ِن ِبا َ ا َ ْج َره ْم َو َلـن َْج ِز َيـنه ْم
َ َي ْع َمل ْونَ ن ْوا َكا َما ْح
11
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya,Diponogoro, Bandung,2006
12
Ibid .,
8
"Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-
benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang
baik itu."(QS. Al-Kahf 18: Ayat 30)
Ayat di atas menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah
dilakukan manusia pasti Allah akan membalasnya dengan adil. Allah tidak akan
berlaku dzalim dengan menyia-nyiakan amal hambanya. Selanjutnya dalam QS.
az-Zukruf:32 Allah SWT berfirman :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ۗ ربِكَ َر ْح َمتَ يَ ْقسِم ْونَ اَه ْم َ الدُّ ْنيَا ْال َح ٰيوةِ فِى م ِع ْي
َ َشتَه ْم ه ْم ََبَيْن ق
َ س ْمنَا ن َْحن
ضه ْم َو َرفَ ْعنَاَ ضا ه ْمَ َب ْعض ِل َيـت ِخذَ دَ َرجٰ ت َب ْعض َف ْوقَ َب ْع ً َر ِبكَ َو َر ْح َمت ۗ س ْخ ِريًّا َب ْع
َي ْج َمع ْونَ ِمما َخيْر
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang
menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."(QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 32)13
Lafadz “Sukhriyyan” yang tepat dalam ayat di atas bermakna saling
menggunakan. Namun pendapat Ibnu Katsir dalam buku Pengantar Fiqih
Muamalah karangan Diyamuddin Djuwaini , lafaz ini diartikan dengan supaya
kalian saling mempergunakan satu sama lain dalam hal pekerjaan atau yang lain.
Terkadang manusia membutuhkan sesuatu yang berada dalam kepemilikan orang
lain, dengan demikian orang tersebut bisa mempergunakan sesuatu itu dengan
cara melakukan transaksi, salah satunya adalahdengan ijarah atau upah-mengupah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
13
Ibid .,h.392
9
َض ْعنَ س ْرت ْم تَ َعا ْن َواِ ۚ ِب َم ْعر ْوف بَ ْينَك ْم َوأْتَ ِمر ْوا ۚ اج ْو َرهن ت ْوهن فَ ٰا لَـك ْم اَ ْر
َ
ضع َ َا ْخ ٰرى لَه ف
ِ ست ْر
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka
melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara
kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."(QS. At-Talaq 65: Ayat
6)14
Selanjutnya dalam QS. Al-Qasas 28: Ayat 26 ,Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
14
Departemen Agama RI, Op.cit.,h.446
15
Ibid .,hal.310
16
Diyamuddin Djuwaini,. Op.cit.,h.156
10
2. Berdasarkan Ijma’
Para ulama sepakat bahwa ijarah itu dibolehkan dantidak ada seorang
ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma‟) ini. Jelaslah bahwa Allah SWT
telah mensyariatkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan umat, dan tidak
ada larangan untuk melakukan kegiatan ijarah.
Jadi, berdasarkan nash al-Qur‟an, Sunnah (hadis) dan ijma‟ tersebut di
atas dapat ditegaskan bahwa hukum ijarah atau upah mengupah boleh dilakukan
dalam islam asalkan kegiatan tersebut sesuai dengan syara‟ 17
3. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan (Upah-mengupah)
Ijarah atas pekerjan atau upah mengupah adalah suatu akad ijarah untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit
pakaian, mengangkut barang ke tempat tertentu, memperbaiki mesin cuci atau
kulkas dan sebagainya. Orang yang melakukan pekerjaan disebut ajir atau tenaga
kerja.Ajir atau tenaga kerja ada dua macam, yaitu :
a. Ajir (tenaga kerja) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk
masa tertentu. Dalam hali ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain
orangyang telah mempekerjakannya. Contohnya, seseorang yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.
b. Ajir (tenaga kerja) musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih darisatu
orang sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.
Contohnya, tukang jahit, notaries, dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir
musytarik) boleh bekerja untuk semuaorang, dan orang yang menyewa
tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang lain . ia (ajir
musytarik) tidak berhak atas upah kecuali dia bekerja. 18
1. Macam-macam Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagaiberikut :
a. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah bagian
pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
17
Hendi Suhendi, Op,.cit.h.117
18
Ahmad Wardi Muslich,.Op.,h.333-334
11
b. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah . Dalam ijarah bagian
kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.19
Al-ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa menyewa
rumah, kendaraan, pakaian, dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan
manfaat yang dibolehkan syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh
sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
Al-ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Al-ijarah seperti ini, hukumnya
boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh
pabrik, tukang salon, dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini biasanya bersifat
pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat
serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk
kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit.
Kedua bentuk ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqh hukumnya
boleh. 20
19
Ibid .,h.329
20
Nasrun Haroen., Op.sit,.h.236
12
d. Menurut ulama hanafiyah, apabila uzur dari salah satu pihak. Seperti rumah
yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka al-
ijarah batal. Uzur-uzur yang dapat mebatalkan akad al-ijarah itu, menurut
ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak muflis, dan berpindah tempat
penyewa. Misalnya, seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa,
sebelum sumur itu selesai penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi
menurut jumhur ulama, uzur yang boleh membatalkan akad al-ijarah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atas manfaat yang dituju dalam
akal itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.21
21
Nasrun Haroen, Op,.cit,.h.237-238
13
Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam periode
sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
Karakteristik Ijarah dalam Praktek KeuanganBank Syariah dan Lembaga
Keuangan Syariah lainnya dalam melayani produk pembiayaan, mayoritas masih
terfokus pada produk-produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah
memiliki kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena termasuk dalam
katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah kontrak jual beli.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang
diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek
transaksi adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan
dalam pembiayan ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang
maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga dengan skim ijarah, bank syariah dan
lembaga keuangan syariah lainnya dapat melayani nasabah yang membutuhkan
jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika
kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi dan investor hanya
membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar
untuk membeli aset tersebut. Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh
adanya kebutuhan akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak
memiliki kemampuan keuangan.
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek
transaksinya adalah barang dan jasa. 22
22
Dina Mardiyah, Pengertian Ijarah dan Aplikasinya Dalam Transaksi Ekonomi,
https://www.academia.edu/6126370/Pengertian_Ijarah_dan_Aplikasinya_dalam_Transaksi_Eko
nomi,(Diakses pada 12 Mei 2023)
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut etimologi, ijarah adalah (menjual manfa’at). Al-ijarah berasal
darikata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-‘iwadh yang arti dalam
bahasaIndonesianya ialah ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah, ijarah
adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah.
Dasar-dasar hukum atau rujukan iajarah adalah al-qur’an, al-sunnah dan
al-ijma’.Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua
belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut jumhur ulama iajarah ada empat
yaitu:
1. Dua orang yang berakad
2. Sighat (ijab dan qabul)
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat
Adapun syarat-syarat ijarah sebagimana yang ditulis Nasrun Haroen
sebagai berikut:
1. Terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanbalah disyaratkan yang telah balig dan berakal.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad
al-ijarah
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus dikatahui, sehingga tidak muncul
perselisihan dikemudian hari
4. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan tidak
adacacatnya
5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’
6. Sesuatu yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
7. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan
8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6126370/Pengertian_Ijarah_dan_Aplikasinya_
Muhammad Rawas Qal’ Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khattab, PT Raja
Sayyid sabiq, Fiqih sunnah 13, pena pundi aksara, jakarta, 2006
16