Anda di halaman 1dari 18

KONSEP HARTA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pengempuh :

Nur Santri Yanti, ME, I

Oleh Kelompok 1 :

Marisa Febry sipahutar 0502173493

Nurmaya Sari 0502172301

Safira Andari 0502171016

Yeni Rahmi Siregar 0502173492

PROGRAM SDUTY AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah swt karena atas rahmat nikmat dan karunianya kami
dapat menyelesaikan tugas yang berjudul ” konsep harta ” kami juga ucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan amanah kepada kami sehingga kami dapat
belajar lebih banyak dalam memahami judul makalah yang telah diberikan.

Dalam Analisis ini kita dapat memahami dan mengetahui secara keseluruhan tentang
Analisis ”Konsep Harta” dan dapat membantu kita dalam dengan tujuan memudahkan rekan-
rekan dalam memahami mata kuliah Fiqh Muamalah

Kami menyadari bahwa didalam tugas ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu
atas segalah kekurangan yang ada kami memohon maaf serta keritik dan saran yang membangun
dalam menyempurnakan makalah ini.

Medan, April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang. . ...............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................5

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta. ...............................................................................................6


...................................

2.2 Unsur – unsur Harta...........................................................................................7

2.3 Kedudukan – kedudukan Harta Dalam Al – quran ...........................................8

2.4 Memperoleh harta dan Pemanfaatannya............................................................10

2.5 Pembagian Harta. ..............................................................................................13

2.6 Fungsi Harta......................................................................................................15

2.7 Kepemilikan Harta Berdasarkan Konsep Al-Quran..........................................16

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................17

3.2 saran..................................................................................................................17

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini,
sehingga oleh para ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu ad-
daruriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas, agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.1 Atas dasar itu, mempertahankan harta dari segala upaya yang
dilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah, termasuk ke dalam kelompok yang
mendasar dalam Islam.
Sekalipun seseorang diberi Allah memiliki harta, baik banyak atau sedikit, tidak boleh
berlaku sewenang-wenang dalam menggunakan hartanya itu. Kebebasan seseorang untuk
memiliki dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang diperbolehkan oleh syara’. Oleh
sebab itu, dalam pemilikan dan penggunaan harta, disamping untuk kemaslahatan
pribadi, juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan pada orang lain. Inilah di
antara fungsi sosial dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang
dititipkan ke tangan-tangan manusia2
Dalam menjalankan aktivitas bisnis, tentunya di lakukan untuk mendapat keuntungan
sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis
memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil
yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.
Dewasa ini, dalam realitas masyarakat di sekitar kita kepemilikan atas harta merupakan
standarisasi dalam menentukan kebahagiaan hidup seseorang, harta yang melimpah
menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berbahagia. Sehingga dengan asumsi tersebut,
menurut hemat penulis, cukuplah menjadi sebuah alasan mengapa manusia cendrung
berlomba-lomba untuk memperbanyak harta3

1
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Amzah, 2009, cet.2, hlm. 57
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 12.
3
Wening Purbatin Palupi, harta dalam islam, at tahdzib Jakarta: 2013 Vol.1 Nomor 2 hlm. 154

4
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi kepemilikan harta ?


b. Bagaimana cara memperoleh dan memanfatkan harta ?
c. Bagaimana pendapat Islam dalam kepemilikan harta ?

1.3 Tujuan
Berkaitan dengan penulisan makalah ini penulis mempunyai
beberapa tujuan pokok antara lain yaitu:

a. Untuk Mengetahui mengenai kepemilikan harta berdasarkan ajaran islam


b. Dapat memahami mengenai pembagian dan fungsi harta
c. Agar pembaca tau bagaimana cara memperoleh dan memanfaatkan harta dengan baik

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta

Term al-mal ditemukan dalam al-Qur’an dengan berbagai derivasinya sebanyak 87 kali
(ayat) yang tersebar dalam berbagai surah. Diantaranya terdapat dalam surah Makkiyah sebanyak
32 kali dan dala surah Madaniyah sebanyak 55 kali.

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata mala, yamilu yang artinya
berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyenangkan manusia untuk dipelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat. Menurut
bahasa umum, arti mal adalah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang
berharga dan bersifat materi serta beredar diantara manusia”. 4

Harta atau mal jamaknya anwal, secara etimologi mempunyai beberapa arti yaitu
condong, cenderung dan miring. Karena memang manusia condong dan cenderung untuk
memiliki harta. Ada juga yang mengartikan al-maal dengan sesuatu yang menyenangkan
manusia dan mereka menjaganya, baik dala bentuk materi maupun manfaat. Ada juga yang
mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang
tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni seperti
kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, menurut etimologi, sesuatu yang tidak
dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta, sepertiburung di udara, ikan di dalam air, pohon di
hutan dan barang tambang yang ada di bumi.5

Adapun harta menurut terminologis, yaitu sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan
tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya. Sesuatu yang tidak dapat
disimpan tidak bisa disebut harta. Karena itu, menurut hanafiah manfaat dan milik tidak disebut
harta.6

4
M. Abdul Mujieb, Kamus, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 191
5
Rahmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 21
6
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 10

6
Menurut ulama Hanfiyah al-mal adalah segala yang diminati manusia dan dapat
dihadirkan ketika diperlukan atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, dsimpan, dan
dimanfaatkan. Menurut jumhur ulama al-mal adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan
dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya.7

Dalam kandungan kedua definisi ini terdapat perbedaan esensi harta yang dikemukan
oleh jumhur ulama dengan ulama Hanfiyah.Implikasi dari perbedaan pendapat ini terlihat dala
contoh berikut:

Apabila seseorang merampas (al-ghasb) atau menggunakan kendaraan orang lain tanpa
izin, menurut jumhur ulaa orang itu dapat dituntut ungtuk ganti rugi, karena manfaat kendaraan
itu mempunyai nilai harta. Mereka berpendirian bahwa manfaat suatu benda merupakan unsure
terpenting dalam harta, karena nilai harta diukur pada kualitas dan kuantitas manfaat benda.
Akan tetapi, ulama Hanfiyah mengatakan bahwa penggunaan kendaraan orang lain tanpa izin,
tidak dapat dituntut ganti rugi, karena orang itu tidak mengambil haknya, tetapi hanya sekedar
memanfaatkan kendaraan, sementara kendaraannya tetap utuh. Namun demikian ulama Hnafiyah
tetap tidak membenarkan pemanfaatan milik orang lain tanpa izin. Manfaat sebagai hak milik
menurut mereka tetap boleh dijadikan mahar dalam perkawinan dan manfaat wajib dizakatkan.8

2.2 Unsur –Unsur Harta

Menurut ulama harta mempunyai dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur
‘aniyah yaitu bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah
yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi disebut hak milik atau hak. Unsur ‘urf yaitu
segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian menusia, tidaklah
manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun
manfaat maknawiyah.9

2.3 kedudukan Harta Dalam Al-Quran

Pandangan islam pada harta berada pada posisi netral antara pandangan materalistis, yaitu
pandangan yang berlebihan kepada kepemilikan harta, bahkan sampai mempertuhankannya, dan

7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 73
8
Ibid, hlm. 74
9
Loc.cit, hlm. 12

7
pandangan apreiori dan pesimis terhadap kepemilikan harta bahwa harta merupakan kotoran
yang harus dijauhi. Konsep – konsep islam tentang harta akan di elaborasi dalam beberapa hal
sebagai berikut :

a. Harta sebagai Pilar Penegak Kehidupan


Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ (5) : 5 sebagai berikut:

‫َواَل تُ ْؤتُوا ال ُّسفَهَا َء أَ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِي َج َع َل هَّللا ُ لَ ُك ْم قِيَا ًما َوارْ ُزقُوهُ ْم فِيهَا َوا ْكسُوهُ ْم َوقُولُوا لَهُ ْم قَوْ اًل َم ْعرُوفًا‬

Artinya: “Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta kamu yang dijadikan Allah untuk kamu sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”.

Allah menjadikan harta sebagai pokok dan penegak kehidupan, sehingga manusia
dilarang boros dalam pemanfaatan harta, sebaliknya, dianjurkan untuk mengembangkan harta itu
dalam bentuk investasi-investasi pada sector riil yang menguntungkan. Ayat diatas
mengingatkan para wali atau yang diberikan kuasa untuk menjaga harta orang lain, agar tidak
menyerahkan harta itu sebelum pemiliknya memiliki kemampuan dan kecakapan dalam
mengelola hartanya.

b. Harta sebagai Cobaan atau Fitnah


‫ت َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬ ِ ُ‫ال َواأْل َ ْنف‬
ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬ ِ ‫ص ِمنَ اأْل َ ْم َو‬
ِ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِمنَ ال َخو‬
ِ ‫ف َوالج‬
Artinya: “Dan kami pasti menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabra”.

Al-Tabariy menafsirkan ayat dalam surah al-Anfal: 28 bahwa sesungguhnya harta yang
pinjamkan Allah kepada manusia dan anak keturunan yang diberikan Tuhan tiada lain hanyalah
cobaan dan ujian untuk melihat sejauhmana manusia tunduk dan melaksanakan hak-hak Allah,
baik melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Harta dan anak merupakan
kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia, oleh karena itu, nikmat itu seharusnya
senantiasa disyukuri dengan cara mengeluarkan zakat, infaq dan bersedekah, namun seruhan itu
kadang tidak dipenuhi karena perasaan takut miskin dan adanya sifat kikir. Atas dasar itu, al-
Qur’an mengobati sifat kikir dan tamak itu dengan mengingatkan tentang bahaya daya tarik harta
dan anak-anak keturunan, sebab kedua hal itu merupakan bahan ujian dan cobaan. Al-Qur’an
mengingatkan, jangan sampai manusia lengah terhadap ujian itu, sehingga lalai dalam menjaga
amanah dan tanggungjawab mereka di dunia.

c. Harta sebagai Perhiasan Hidup


Manusia memiliki kecenderungan kuat terhadap kepemilikan akan harta, hamper
dipastikan bahwa sebagian besar aktifitas kehidupan sehari-hari beriorentasi ekonomi. Hal itu

8
juga dipertegas dengan pengertian leksikal dari kata “mal” itu, dimana berarti condong dan
miring. Atas dasar itu, dapat dikatakan bahwa manusia memiliki kecondongan kuat untuk
mengumpulkan harta. Sebagaimana terlihat dalam firman Tuhan surah Yunus: 88 sebagai
berikut:
ْ ‫ُضلُّوا ع َْن َسبِيلِكَ ۖ َربَّنَا‬
‫اط ِمسْ َعلَ ٰى أَ ْم َوالِ ِه ْم َوا ْش ُد ْد‬ ِ ‫ك آتَيْتَ فِرْ عَوْ نَ َو َمأَل َهُ ِزينَةً َوأَ ْم َوااًل فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َربَّنَا لِي‬ َ َّ‫َوقَا َل ُمو َس ٰى َربَّنَا إِن‬
‫اب اأْل َلِي َم‬
َ ‫َعلَ ٰى قُلُوبِ ِه ْم فَاَل ي ُْؤ ِمنُوا َحتَّ ٰى يَ َر ُوا ْال َع َذ‬

Artinya: “Dan Musa berkata, Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir’aun
dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan
kami (akibatnya) mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta
mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih”.

Al-Qur’an memberikan panduan bagi orang yang senang mengumpul dan menumpuk
harta, bahwa tidak ada larangan untuk melakukan hal itu, namun panduan al-Qur’an adalah
bahwa jangan sampai harta itu menjadikan manusia lupa diri, sombong dan angkuh terhadap
sesamanya, meskipun sebelumnya al-Qur’an juga telah mensinyalir bahwa ada kecenderungan
manusia lupa diri ketika telah menggapai kesempurnaan dan telah merasa berkecukupan.
Sehingga hal itu dapat memalingkannya dari ingat kepada Allah. Melupakan fungsi utamanya
sebagai seorang khalifah, yaitu bagaimana hidup dan kehidupannya mengandung nilai ibadah
kepada Khaliqnya.10

2.4 Memperoleh Harta dan Pemanfaatannya

a. Memperoleh Harta

Harta merupakan kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kebutuhan pokok


manusia dalam menjalankan hidup didunia ini, oleh karena itu Allah memerintahkan untuk
mencari harta dan memilikinya usaha mencari harta harus dengan cara yang halal.
10
Rahman ambon masse, fiqh ekonomi dan keuangan syariah, yokyakarta; trust media publishing, 2015, ctk. 1
hlm. 105

9
Banyak Al-quran dan hadits yang memeritahkan hal tersebut, antara lain :

Firman Allah dalam surah Al-jumuah ayat 10:

َ‫ض ِل هّٰللا ِ َو ۡاذ ُك ُروا هّٰللا َ َكثِ ۡي ًرا لَّ َعلَّ ُكمۡ ت ُۡفلِ ُح ۡون‬
ۡ َ‫ض َو ۡابتَ ُغ ۡوا[ ِم ۡن ف‬ ِ َ‫ص ٰلوةُ فَا ْنت‬
ِ ‫ش ُر ۡوا فِى ااۡل َ ۡر‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَاِ َذا ق‬
ِ َ ‫ضي‬
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”

Setelah seseorang berusaha mencari karunia Allah, maka Allah menyuruh kepada Orang
tersebut untuk memohon kepada Allah agar Allah melimpahkan karunianya itu dalam bentuk
rezeky. Seperti dijelaskan dalam sabda nabi;

“Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata, “Saya mendengar Rassulullah SAW bersabda:
“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan
memberikan rezeki kepada kalian seperti seekor burung, pagi-pagi ia keluar dari sarangnya
dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang,” (HR. Ahmad dan
Turmudzi).

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh
manusia bagi menunjang kehidupannya, secara garis besar ada dua bentuk:

1. Memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun, bentuk yang
jelas dalam mendapatkan harta baru sebelum menjadi milik oleh siapapun adalah
menghidupkan(menggarap ) tanah mati yang belum dimiliki yang disebut ihya al-mawat.
2. Memperoleh harta yang telah dimiliki seseorang melalui transaksi. Bentuk ini dipisahkan
dari dua cara:
 Pertama, peralihan harta berlangsung dengan sendirinya atau disebut dengan
ijbary, yang siapapun tidak dapat merencanakan atau menolaknya seperti melalui
warisan.
 Kedua, peralihan harta berlangsung tidak dengan sendirinya, dalam hati atas
kehendak dan keinginan sendiri yang disebut ikhtiyary, baik melalui kehendak
sepihak seperti hibah atau pemberian maupun melalui kehendak perjanjian dan
timbal balik.

10
b. Pemanfaatan Harta

Tujuan utaman Allah menciptakan harta yaitu untuk menunjang manusia. Oleh karena itu
harta itu harus digunakan untuk maksud tersebut. Tentang penggunaan harta yang telah diperoleh
itu ada beberapa petunjuk dari Allah sebagai berikut:

1. digunakan untuk kepentingan hidup sendiri. Penggunaan harta untuk kepentingan hidup
dinyatakan dalam firmannya, yaitu pada surah Al-mursalat ayat 43 :

َ‫ُكلُ ْوا َواش َْربُ ْوا َهنِ ۤ ْئـًًٔ[ا ۢبِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُ ْون‬

“(Katakan kepada mereka), “Makan dan minumlah dengan rasa nikmat sebagai balasan
dari apa yang telah kamu kerjakan.”

Namun dalam dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk
dilakukukan oleh setiap muslim, yaitu :
a. israf, yaitu berlebih – lebihan dalam memanfaatkan hartameskipun untuk
kepentingan hidup sendiri. Yang dimaksud berlebih-lebihan itu ialah melebihi ukuran
yang patut seperti makan lebih dari 3 kali sehari, dan mempunyai mobil lebih dari
yang diperlukan.
b. Tabdzir (boros), dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan
dan menghambur – hamburkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Bedanya
dengan israf yaitu kalau israf untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan tabdzir untuk
kepentingan lain, seperti memiliki motor balap yang mahal padahal dia sendiri bukan
pembalap,

2. Digunakan untuk memenuhi kewajiban terhadap Allah.


Kewajiban kepada Allah ada 2 macam yaitu:

a. kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama agama yang merupakan
utang terhadap Allah, seperti untuk keperluan membayar zakat atau nazaratau
kewajiban materi lainnya, meskipun secara praktik juga digunakan dan dimanfaatkan
untuk manusia kewajiban itu dinyatakan Allah dalam beberapa ayat Al-quran,
diantaranya dalam surat Al-baqarah ayat 267:

ِ ‫س ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َ ْر‬


…… ‫ض‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُ ْوا ِمنْ طَيِّ ٰب‬
َ ‫ت َما َك‬

11
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu”………

b. kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga, yaitu istri, anak, dan kerabat.
Tentang kewajiban materi untuk istri dana anak dijelaskan Allah dalam surah Al-
baqarahayat233:
ْ ‫َو َعلَى ا ْل َم ْولُ ْو ِد لَ ٗه ِر ْزقُ ُهنَّ َو ِك‬
ِ ۗ ‫س َوتُ ُهنَّ بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
‫ف‬

“ …. Kewajiban ayah untuk memberi pakaian untuk istri dan anaknya secara makruf
(patut)….”

c. Dimanfaatkan bagi kepentingan social, hal ini dilakukan karena meskipun semua
orang dituntut untuk berusaha mencari rezeky, namun yang diberikan Allah tidaklah
sama untuk setiap orang. Ada yang mendapatkan banyak sehingga melebihi
keperluan hidupnya sekeluarga; tetapi ada pula yang mendapatkan sedikit sehingga
kurang untuk keperluan hidupnya. Yang mendapat rezeky sedikit ini yang
memerlukan bantuan dari saudaranya yang mendapatkan keperluan yang berlebih
dalam bentuk infak. Kenyataan berbedanya perolehan rezeky ini dinyatakan Allah
dalam firmannya pada surah Al-nahl ayat 71:

ٍ [‫ض[ ُك[ ْم[ َع[ لَ[ ٰى[ بَ[ ْع‬


ِ [‫ض[ فِ[ ي[ ا[ل[ ِّر[ ْ[ز‬
[.[.[.[.[. [‫ق‬ َّ [َ‫َو[ هَّللا ُ[ ف‬
[َ [‫ض[ َل[ بَ[ ْع‬
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal
rezeki…..”11

2.5 Pembagian Harta

Menurut Fukaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-
tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian harta itu sebagai berikut:

1. Di lihat dari aspek kebolehan memanfaatkannya oleh syara’.


a. Harta Mutaqawwin ialah “ Sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara”
Harta yang termasuk mutaqawwin ialah segala harta yang baik jenisnya, baik pula
cara memperoleh dan penggunaannya. Misalnya kerbau halal di makan oleh umat
islam, tetapi kerbau ini disembelih tidak menurut syara, misalnya di pukul, maka

11
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A, fiqh muamalah, Jakarta; kencana, ctk. 1 hlm. 24

12
daging kebau itu tidak dapat dimanfaatkan karena cara penyembelihannya tidak sah
menurut syara.
b. Harta Ghair Mutaqawwin ialah “ Sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya
menurut syara”
Harta ghoir mutaqawwin adalah kebalikan dari mutaqawwin, yakni yang tidak boleh
diambil manfaatnta, baik jenisnya, cara memperolehnya, maupun penggunaannya.
Misalnya, babi termasuk harta ghoir mutaqawwin karena jenisnya diharamkan oleh
syara. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk harta ghoir mutaqawwin
karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk tempat
pelacuran termasuk harta ghair mutaqawwin karena cara penggunaannya untuk yang
di haramkan (maksiat). 12
2. Dilihat dari segi jenisnya
a. Harta manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat
ketempat yang lain, seperti emas, perak, perunggu, pakaian dan kendaraan.
b. Harta ghoir manqul ialah sesuatu harta yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari
satu tempat ketempat yang lain, seperti; kebun, rumah, pabrik dan sawah.
3. Dari segi pemanfaatannya
a. Harta istihlaq adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas(nyata) zatnya
habis sekali digunakan, misalnya korek api bila dimakan maka habislah harta yang
berupa kayu itu.
Harta istihlak haqiqi adalah harta yang telah habis nilainya bila digunakan, tetapi
zatnya masih tetap ada, misalnya uang yang digunakan untuk membayar utang,
dipandang habis menurut hokum walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah
kepemilikannya.
b. Harta isti’mal adalah harta yang tidak habis sekali digunakan, tatapi dapat digunakan
lama menurut apa adanya seperti kebun, tempat tidur, pakaian, dan sepatu.
4. Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta sejenis dipasaran
a. Harta mitsli ialah harta yang memiliki persamaan atau kesetaraan dipasar, tidak ada
perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuaannya, yaitu perbedaan atau
kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.

12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 19.

13
b. Harta qimi ialah harta yang tidak mempunyai persamaan dipasar atau mempunyai
persamaan tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan atau kesatuaany pada nilai, seperti
binatang dan pohon.
5. Dilhat dari status harta
a. Harta mamluk ialah sesuatu yang masuk kebawah milik, milik perorangan atau badan
hukum seperti, pemerintah dan yayasan. Harta mamluk terbagi menjadi 2 yaitu;
 Harta perorangan yang berpautan degan hak bukan pemilik, misalnya rumah
yang dikontrakkan.
 Harta perkongsian(masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dan hak
yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah
pabrik dan 5 mobil, salah satu mobilnya disewakan selama 1 bulan pada orang
lain.
b. Harta mahjur ialah sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada
orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang di
khususkan untuk masyarakat umum seperti jalan raya, masjid, kuburan.
c. Harta mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti mata air,
binatang buruan darat, laut, pohon-pohan dihutan dan buah-buahnya. Tiap-tiap
manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya.
6. Harta dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak
a. Mal qobil li al-qismah adalah harta yang tidak dapat menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, dan tepung.
b. Mal ghoir qobil li al-qismah adalah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta tersebut bagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja dan mesin.
7. Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta itu baik hasilnya itu melalui upaya
manusia maupun dengan sendirinya berdasarkan ciptaan Allah, maka harta itu dibagi
kepada;
 ashl(pokok) adalah harta yang menghasilkan misalnya rumah, tanah, pepohonan
dan hewan.
 Al-samar adalah buah yang dihasilkan suatu harta, misalnya sewa rumah, buah-
buahan dari pepohonan dan susu kambing, sapi.
8. Dilihat dari segi pemiliknya,

14
a. Harta Khas adalah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh
diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya
b. Harta ‘am adalah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya,
seperti sungai, jalan raya, masjid dan lain sebagainya.
9. Dilihat dari segi harta yang berbentuk benda dan harta yang berbentuk tanggungan.
a. Harta ’ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, beras, mobil dan
sebagainya.
Harta ‘ain dzati qimah adalah harta benda yang memiliki betuk yang dipandang
sebagai harta karta memiliki nilai.
b. Harta ‘ain ghoir dzati qimah adalah benda yang tidak dipandang dari segi harta
kerena tidak memiliki harga misalnya sebiji baras.

2.6 Fungsi Harta


Fungsi harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik maupun kegunaan dalam
hal yang buruk.
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, sebab untuk beribadah diperlukan
alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan sholat, bekal untuk
melaksanakan ibadah haji, berzakat, sedekah dan hibah.
2. Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah, sebab kefakiran cendrung dekat pada
kemaksiatan. Sehingga pemilikan harta dimaksudkan untu meningkatkan ketakwaan
kepada Allah.
3. Meneruskan estafet kehidupan, karna Allah melarang meninggalkan generasi penerus
yang lemah dalam bidang ekonomi. Q.S-An-nisa: 9
4. Untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmu-ilmu, karna menuntut ilmu tanpa biaya
akan terasa sulit, misalnya seseorang tidak dapat kuliah diperguruan tinggi jika iya tidak
memiliki biaya.
5. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, sehingga orang kaya dapat
memberkan pekerjaan kepada orang miskin.
7. Buntuk menumbuhkan silaturrahmi.

15
2.7 Asas – asas Kepemilikan Harta

Menurut pasal 17 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pemilik an-amwal (harta)


didasarkan pada asas sebagai berikut:

1. Amanah, bahwa pemilikan amwal pada dasarnya merupakan titipan dari Allah SWT
digunakan untuk kepentingan hidup.
2. Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan peyatuan
benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau koperasi.
3. Ijtimah’ iyah, bahwa kepemilikan benda tidak hanya memiliki fungsi pemenuhan
kebutuhan hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama didalamnya terdapat hak
masyarakat.
4. Manfaat, bahwa kepemilikan harta beda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar
manfaat dan mempersempit mudarat.13

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Sebagai kesimpulan kepemilikan harta ialah kekuasaan atas benda dan manfaatnya secara
utuh. Di dalam Islam umat muslim senantiasa dianjurkan untuk mencari rezki yang baik dan
halal dan sangat dilarang untuk meyembah kekayaan sebagaimana hadis rasulullah yang artinya
13
. Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 30.

16
“Terkutuk bagi mereka yang menjadi penyembah dinar dan terkutuk pula bagi mereka yang
menjadi penyembah dirham”.

3.2 Saran

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekeliruan karena minimnya
referensi yangh kami dapatkan. Oleh karena itu kami masi mengharapkan kritik dan saran oleh
pembaca demi perbaikan makalah ini.

BAB 1V

DAFTAR PUSTAKA

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Amzah, 2009,
cet.2,
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010,
Wening Purbatin Palupi, harta dalam islam, at tahdzib Jakarta: 2013 Vol.1 Nomor 2
M. Abdul Mujieb, Kamus, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994),
Rahmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2000

17
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2008
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A, fiqh muamalah, Jakarta; kencana, ctk. 1
Rahman ambon masse, fiqh ekonomi dan keuangan syariah, yokyakarta; trust media publishing,
2015, ctk. 1

18

Anda mungkin juga menyukai