Disusun oleh :
Kelompok 2
Lina Indriani Ariyanto (20402009)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
1. Kesimpulan ...................................................................................................16
2. Saran ..............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Sumber-sumber Hukum dalam Islam?
2. Bagaimana Metodologi Ilmu Ekonomi Islam?
3. Bagaimana Penguji Model Ekonomi Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sumber-sumber Hukum dalam Islam
2. Untuk mengetahui Metodologi Ilmu Ekonomi Islam
3. Untuk mengetahui Pengujia Model Ekonomi Islam
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Qiyas, Ijtihad itu dipandang sebagai metode atau dengan kata lain, bahwa Ijam’
dan Qiyas bisa dikategorikan sebagai metode pelaksanaan ijtihad.1
Berikut ini disampaikan secara garis besar sumber-sumber hukum islam:
1. Al-Qur’an
Kata Al-Qur’an dalam kamus Bahasa Arab berasal dari kata Qara’a yang
artinya membaca. Bentuk mashdar artinya membaca dana pa yang
tertulis di atasnya. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an:
mengenai Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad yang ditulis dalam mushaf dalam Bahasa arab yang datang
kepada kita melalui mutawatir ketika dibaca mengandung nilai ibadah,
dimulai dengan surah Al-fatihah dan di akhiri dengan surah An-Nas. Al-
Qur’an (kalamullah) yang diturunkan kepada Nabi dalam sebuah mushaf
tidak diragukan lagi menutip mutawatir dari Nabu.
Adapun hukum-hukum yang terkandung dalamAl-Qur’an yang
meliputi:2
Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan
dengan keimanan kepada Allah SWT, kepada malaikat, kepada
kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari kiamat.
Hukum-hukum Khuluqiyah, yaotu hukum yang berhubungan
dengan amnesia wajib berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku
yang buruk.
Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan
dengan perbuatan manusia. Hukum amaliyah ini ada dua:
mengenai ibadah dan mengenai muamalah, dalam arti yang luas.
Hukum dalam Al-qur’an yang berkaitan dengan bidang ibadah
dan bidang Al-Ahwal Al-sSyakhsiyah/Ihwal perorangan atau
keluarga, disebut lebih terperinci disbanding dengan bidang
hukum yang lainnya.3
2. As-Sunnah
1
jurnal
2
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikh., 105.
3
Zainudin Ali, Ilmu Ushul Fiikih, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) 106.
6
Sunnah secara Bahasa berarti ‘cara yang dibiasakan’ atau ‘cara yang
terpuji’. Sunnah lebih umum disebut hadits yang mempunyai beberapa
arti: dekat, baru, berita. Dari arti-arti diatas maka yang sesuai untuk
pembahasan ini adalah hadits dalam arti khabae, seperti dalam firman
Allah SWT, secara kamus menurut ulama ushul fiqh adalah semua yang
bersumber dari Nabi SAW, selain Al-Qur’an baik berupa perkataan,
perbuatan atau persetujuan. Adapun hubungan As-Sunnag dengan Al-
Qur’an dilihat dari sisi materi hukum yang terkandung di dalamnya
sebagai berikut:
a. Muaqqid yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah
ditetapkan Al-Qur’an dikuatkan dan dipertegas lagi oleh As-
Sunnah, misalnya tentang shalat, zakat terdapat dalam Al-Qur’an
dan dikuatkan oleh As-Sunnah.
b. Bayan yaitu As-Sunnah yang menjelakan terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an yang belum jelas dalam hal ini ada empat hal:
Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
masih mujmal, misalnya perintah shalat dalam Al-Qur’an
yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah, demikian juga
tentang zakat, haji, dan shaum.
Membatasi kemutlakan (taqyid al-muthlaq) misalnya@
Al-Qur’an memerintahkan untuk berwasiat, dengan tidak
dibatasi berapa jumlahnya kemudian As-Sunnah
membatasinya.
Mentakhshishkan keumuman, misalnya: Al-Qur;an
mengharamkan tentang bangkai, darah, dan daging babi,
kemudian As-Sunnag mengkhususkan dnegan
memberikan pengecualian kepada bangkai ikan, laut,
belalang, hati dan limpa.
Menciptakan hukum baru. Rasulullah melarang untuk
binatang buas dan yang bertaring kuat, dan burung yang
7
berkuku kuat, dimana hal ini tidak sebutkan dalam Al-
Qur’an.4
3. Ijtihad
Al Baghawi meriwayatkan ketika Nabi Muhammad SAW hendak
mengutus Muads bin Jabal ke Yaman terlebih dahulu bertanya
kepadanya “Bagaimana kamu akan memutuskan jika kepadamu
dihadapkan suatu perkara?” Muads menjawab, “Saya akan memutuskan
dengan Kitab Allah (Al-Qur’an)”, Nabi bertanya lagi, “Jika kamu tidak
mendapatkannya dalam Kitab Allah?”. Muads menjawab, “Saya akan
memutuskannya dengan Sunnah Rasul-Nya”. Nabi bertanya lagi, “Jika
dalam Sunnah tidak juga kau jumpai bagaimana?”, Muads menjawab,
“Saya akan berijtihad dengan pikiranku, saya tidak akan membiarkan
perkara tidak berkeputusan”. Mendengar jawaban Muadz yang
demikian itu maka kemudian Nabi menepuk dada Muadz seraya
mengatakan, “Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah
memberikan taufiq kepada utusan Rasul Allah dengan sesuatu yang
melegakan Rasul Allah”.
Hadist diatas menjadi salah satu dasar hukum dari sumber hukum
islam yang ketiga yaitu Ijtihad. Dari segi Bahasa ijtihad artinya ‘berusaha
sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja dengan
sungguh-sungguh. Dari segi istilah ia berarti mencurahkan segala pikiran
dan kemampuan untuk menetapkan atau menemukan hukum syara’
(Islam) yang tidak ditetapkan secara jelas dalam Al-Qur’an danAs-
Sunnah (basyir, 1981). Dengan demikian jika sesuatu hal tidak dijumpai
ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maka
digunakanlah metode ijtihad. Ijtihad menjadi salah satu metode hukum
yang tetap akan menjaga relevansi ajaran islam dengan segala aspek
kehidupan di sepanjang ruang dan waktu. Dengan adanya ijtihad, maka
masalah apapun dapat dicari relevansinya dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Karena konsep dasar ijtihad adalah penggunaan akal pikiran,
4
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2010), 137.
8
maka terdapat banyak sekali variasi metode yang digunakannya. Berikut
ini beberapa metode ijtihad yang umum yang digunakan dalam ijtihad.
a. Ijma’
Ijma’ menurut Bahasa dan istilah dijelaskan dalam arti
Bahasa yang mempunyai dua arti, yang pertama adalah
berusaha bertekad terhadap sesuatu, sedangkan yang kedua
artinya kesepakatan. Ijma’ adalah suatu prinsip dari isi hukum
yang baru, yang timbul sebagai akibat dari penalaran yang
dilakukan atas suatu peristiwa hukum yang berkembang
dengan cepat.
b. Qiyas
Qiyas menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya
dalam Al-Qur’an ataupun hadist dengan cara membandingkan
sesuatu yang erupa dengan sesuatu yang hendak diketahui
hukumnya tersebut. Artinya jika sesuatu nash telah
menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama
islam dan telah diketahui melalui salah satu metode untuk
mengetahuipermasalahan hukum tersebut, kemudian ada
kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu
dalam suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut
disamakan dengan hukum kasus yang ada nashnya.
c. Maslahah mursalah dan istihsan
Terdapat dua metode penetapan hukum yang dasar utama
pertimbangannya adalah kepentingan masyarakat yang
merupakan tujuan umum syariat islam, yaitu maslahah
mursalah. Dalam praktek pemakaian keduanya sering kali
tidak dibedakan dan hanya digunakan untuk memutuskan
sesuatu yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Metode
maslahan mursalah ini banyak diajukan oleh mazdhab maliki,
sementara istihsan diajukan oleh mazdhab Hanafi.5
9
B. Metodologi Pengembangan Ekonomi Islam
Metode adalah langkah atau tindakan tertentu, tahapan, prosedur langkah
demi langkah yang harus diikuti dalam urutan tertentu selama penyelidikan.
Metodologi adalah “sistem metode dan prinsip untuk melakukan sesuatu”.
Metodologi mengasumsikan urutan logis bahwa peneliti harus mengikuti untuk
mencapai hasil yang diberikan.6
Metodologi merupakan cara bagaimana suatu ilmu disusun, sesuatu yang
sangat krusial bagi ilmu pengetahuan, karena hal inilah yang membedakan
pengetahuan yang diklaim ilmu dan yang bukan ilmu. Munculnya metodologi
ekonomi konvensioanl bermula berdasarkan metode ilmiah. Sedangkan metologi
ekonomi islam berdasarkan metode ushul fiqh. Metodologi ekonomi islam bisa
diringkaskan menjadi berikut:
a. Ekonomi islam dibentuk berdasarkan pada sumber-sumber wahyu, yaitu
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penafsiran pada dua sumber tadi mestilah
mengikuti garis pedoman yang sudah ditetapkan sang para ulama
muktabar.
b. Metodologi ekonomi islam lebih mengutamakan metode induktif.
c. Ilmu ushul permanen mengikat bagi metodologi ilmu ekonomi islam.
Walaupun begitu, pemikiran kritis dan evaluative terhadap ilmu ushul
merupakan produk pemikiran manusia
d. Penggunaan metode ilmiah konvensional atau metodologi lainnya bisa
dibenarkan sepanjang tidak bertentangan menggunakan ajaran islam.
e. Ekonomi islam dibangun pada atas nilai dan etika luhur yang dari syariat
islam, misalnya nilai keadilan, sederhana, dermawan, senang berkorban.
f. Kajian ekonomi islam bersifat normative dan positif
g. Tujuan primer ekonomi islam merupakan mencapai falah pada global
dan akhirat
h. Pada dasarnya metodlogi yang bersumber berdasarkan metode ilmiah
mempunyai peluang buat membentuk konklusi yang sama menggunakan
6
Jonker, J., Pennink, Bartjan J.W., Wahyuni. S, “Metodologi Penelitian Panduan untuk Master Pj.D. di
bidang Manajemen”, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 27-28
10
yang bersumber berdasarkan ilmu ushul. Ilmu ushul buat ayat Qauliyah
dan metode ilmiah buat ayat Kauniyah.7
7
Nur Kholis, Perbedaan Mendasar Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional,
http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/,
diakses pada: 26 Maret 2022.
8
11
nash, atau konstruksi teoritik holistic membangun kesluruhan
sistematika disiplin ilmu itu.10
Kejernian akal budi memungkinkan manusia menangkap makna
integral dari moralitas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Perlu disadari
bahwa ada dua pemaknaan, yaitu pemaknaan substansif serta
instrumentatif dan pemaknaan dalam arti tafsir serta dalam arti
takwil.
2) Model Pengembangan Multidisipliner dan Interdisipliner
Model ini adalah cara bekerjanya seseorang ahli di suatu disiplin
dan berupaya membangun disiplin ilmunya yang berkonsultasi
pada ahli disiplin lain. Untuk membangun teori hukum islam,
seseorang ahli hukum berkonsultasi pada ahli kebudayaan, ahli
sosiologi, ahli hukum dan lainnya. Keputusan konsep mana yang
diambil terserah kepada ahli hukum yang bersangkutan. Inilah
yang dimaksud pengembangan multisipliner.11
Adapun yang dimaksud dengan kerja interdisipliner adalah cara
kerja sejumlah ahli dari beragam keahlian dan spesialisasi untuk
menghasilkan secara bersama atau membangun suatu teori atau
merealisasikan suatu proyek. Kerja multi disiplin membangun
disiplin ilmu ekonomi yang islami, misalnya, akan tepat bila yang
bersangkutan sekaligus memiliki kompetensi dalam disiplin ilmu
ekonomi dan ilmu agama. Dengan kompetensi tersebut akan
menjadi modal terbaik untuk membangun suatu disiplin ilmu
menjadi islami.
3) Model Pengembangan Relektif-Konseptual-Tentatif-Problematik
Model ini merupakan paduan antara konsep idealisasi dan multi
disipliner serta interdisipliner. Oleh karena itu, model ini dapat
bergerak serentak dari konsep idealisasi teoritik, moralistik,
sampai transcendental secara reflektif. Model ini menuntut
10
11
12
peniliti untuk berangkat dari konstruksi teoritik – sistematik ilmu
yang berkembang. Bagian-bagian dilematik, inkonklusif, dan
kontrofersial dikonseptualisasikan secara reflektif yang disajikan
dalam berbagai alternative atau disajikan sebagai masalah yang
belum konklusif. Beragam keraguan tersebut dikonsultasikan
dengan nash.
Model ini dapat dioperasionalkan sebagai berikut: Pertama,
dikonseptualisasikan lewat telah empiric, lewat abstraksi, lewat
penjabaran yang dilangkahkan berulang-ulang antara induksi dan
dedukasi, berangkat dari dasar teoritik atau sistematik ilmu
sendiri. Tetapi konseptualisasi tersebut jangan ditampilkan
konklusif, melainkan ditampilkan inkonklusif: mungkin
problematis, mungkin tentative, mungkin hipotetik mungkin
bentuk lain yang membuka peluang alternative, nuansi, atau open
ended. Kebenarannya masih bersifat probabilistic.12
Bangunan teoritik model ketiga ini sama dengan model pertama,
yaitu tampilannya sosok kontruksi teoritik sebagai bangunan
pokok. Bedanya model pertama mendudukkan hukum, nash, atau
tesis sebagai paying untuk menetapkan hasil empiric sesuai
dengan bangunan pokoknya. Ketidak cocokan tersebut, bila
menggunakan kalkulus jenis empiric maka akan ditolak. Model
ketiga mendudukkan tesis, nash, atau lainnya sebagai petunjuk,
acuan atau kriteria yang ditampilkan dalam bagian telah yang
relevan.
Boleh dikatakan di sini, bahwa metodologi bagi masing-masing
ilmu itu sama saja, dengan perbedaannya yang kecil sesuai
dengan sifat atau ilmu apa yang diperlukan. Metodologi ini terdiri
dari proses-proses dengan urutan fasenya, yaitu: fase pertama
ontology, fase kedua epistimologi, dan fase ketiga adalah
12
13
aksiologi. Dalam penyusunan dan pengembangan Ilmu Ekonomi
Islam perlu diperhatikan:
1. Perekonomian islam yang deskriptif atau empiric disusun atas
fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah atau aspek
spesifik. Hipotesisnya perlu diuji terhadap kenyataan agar
suatu teori ekonomi islam yang dihasilkan itu absah.
2. Asas-asas atau teori ekonomi islam yang dipergunakan untuk
menggenaralisasikan tingkah laku ekonomi.
3. Ilmu politik ekonomi islam yang dipergunakan untuk
mengawasi atau mempengaruhi tingkah laku ekonomi dan
akibat-akibatnya.
14
kajian, maka dalam pendekatan ini ada dua ilmu penting, yaitu
ilmu al-lisan dan ilmu al-mantiq. Tujuannya adalah untuk
menetapkan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan
cara kerja akan, atau cara mencapai kebenaran yang mungkin
diperoleh darinya.
Pendekatan irfani adalah suatu pendekatan yang dipergunakan
dalam kajian pemikiran islam untuk mengeluarkan makna batin
dari batin lafz dan ‘ibarah, ia juga merupakan istinbat dari Al-
Qur’an
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Perikatan Islam adalah bagian dari Hukum Islam bidang
muamalah yang mengatur prilaku manusia di dalam menjalankan hubungan
ekonominya. Menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhary, SH hukum perikatan islam
merupakan seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al Qur'an, As
Sunnah, Hadits dan Ar Ra'yu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara
dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu
transaksi. Islam merupakan agama sempurna, ajaran yang bersumber dari Allah
Swt. yang mengatur seluruh bidang kehidupan manusia yang disampaikan
melalui Rasulullah SAW yaitu Nabi Muhammad. Salah satu bidang yang diatur
dalam Islam adalah hukum. Karakteristik hukum dalam Islam berbeda dengan
hukum-hukum yang lain sebagaimana yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat.
Konsep hukum antara hukum dalam Islam berbeda dengan hukum
lainnya. Hukum dalam Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat (hukum muamalat), seperti
yang diatur dalam hukum barat, namun hukum dalam Islam juga mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu sebuah
hukum ibadah yang tidak diatur dalam hukum lainnya.
B. Saran
Demikian tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan, harapan
kami dengan adanya tulisan ini lebih mengenali dan memahami. Khususnya
pada mata kuliah Hukum Perikatan Islam, kita bisa mengetahui tentang “ Asas
Hukum Perikatan Islam”. Kami sadar dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Untuk itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami perlukan guna memperbaiki makalah kami
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
16
DAFTAR PUSTAKA
Kaedah atau norma merupakan patokan atau pedoman untuk hidup. Lihat Purnadi
Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perihal 46 Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung,1993
17