Anda di halaman 1dari 6

Manajemen Zakat dan Wakaf

Nama : Siti Zawiyah


NIM : EES 150879
Lokal : 5/G

Defenisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:Orday
Tead, dalam buku “The Art Administration”: menyatakan bahwa Manajement is process
agency which direct and guides operation of organization in the realizing of established
aims (Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing
kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan).[1]
Sedangkan John D. Millet, buku “Management in the public Service”:Management is
the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to
achieve a desired end (Manajemen ialah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas
terhadap pekerjaan orang-orang yang terorganisisr kelompok formil untuk mencapai
suatu tujuan yang dikehendaki).[2]
Zakat (Bahasa Arab: ‫ زكاة‬transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta
tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada
golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya).Zakat dari segi
bahasa berarti bersih,suci,subur,berkat dan berkembang.Menurut ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.[3]
Wakaf (Arab: ‫وقف‬, [ˈwɑqf]; plural Arab: ‫أوقاف‬, awqāf; bahasa
Turki: vakıf, bahasa Urdu: ‫ )وقف‬adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan
wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.[4]

Pengertian manajemen zakat dan wakaf adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengelola zakat dan wakaf agar dapat terkumpul dan tersalurkan secara optimal.

1
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988) 45
2
Ibid., 46
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat last accessed January 4th 2018
4
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Bagi umat muslim melakukan zakat hukumnya adalah wajib bagi yang mampu,
akan tetapi disini artian mampu bukan sama saat haji. Ada beberapa ketentuan orang
yang wajib mengeluarkan, menerima, serta benda yang wajib di zakati.
Seperti dikutip dari hasanriz.blogspot.com zakat merupakan memberikan sebagian
harta yang mana telah mencapai hisab serta haul kepada orang yang berhak untk
menerinma denga persyaratan yang telah ditetapkan.[5]
Zakat dan wakaf merupakan nilai instrumental system ekonomi islam. Kedua
lembaga ini merupakan sarana yang sangat erat dengan pemilikan. Dilihat dari sudut
pandang islam,pemilikan adalah soal yang sangat penting, sebab ia menyangkut
hubungan manusia dengan harta kekayaan yang dimiliki, mengenai cara
memperolehnya, fungsi hak milik, dan cara memanfaatkannya.
Mengenai cara memanfaatkan harta atau rezeki yang diberikan Tuhan, ajaran
islam memberikan pedoman dan wadah yang jelas. Diantaranya melalui zakat, sebagai
saranadistribusi pendapatan dan pemerataan rezeki dan kemudian wakaf sebagai sarana
berbuat kebajikan bagi kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allâh SWT yang terdapat dalam al-
Qur`ân surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang kelompok yang berhak
menerimanya (mustahiq) dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat
untuk diambil (dijemput) oleh para petugas (amil) zakat. Demikian pula petunjuk yang
diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz Ibn Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau
mengatakan:
“.....jika mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan melak-sanakan
salat, maka beritahukanlah bahwasanya Allâh SWT telah mewajibkan zakat yang
diambil dari harta mereka dan diberikan kepada orang-orang fakirnya....”
Seperti telah dikemukakan di atas dan juga berdasarkan petunjuk al-Qur`ân, hadis
Nabi dan pelaksanaannya di zaman Khulafa’ al-Rasyidin, bahwa pelaksanaan zakat
bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban bersifat
otoritatif (ijbari). Jadi zakat tidaklah seperti shalat, shaum, dan ibadah haji yang
pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing (sering disebut sebagai
masalah dayyani), tetapi juga disertai keterlibatan aktif dari para petugas yang amanat,

5
http://rocketmanajemen.com/manajemen-zakat-dan-wakaf/ last accessed january 4th 2018
jujur, terbuka, dan profesional yang disebut amil zakat (sering disebut sebagai masalah
qadha’i).

Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60
yakni:

 Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup.
 Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup.
 Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
 Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
 Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya
 Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup
untuk memenuhinya.
 Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan
sebagainya.
 Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Haram menerima
 Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
 Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
 Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).
 Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.

Untuk pengelolaan zakat diperlukan beberapa prisip berikut ini:


1. Pengelolaannya berdasar Al-Quran serta As-Sunnah
2. Keterbukaan
3. Menggunakan manajemen serta administrasi modern
4. Badan pengurus harus dapat mengelola sebaik mungkin.
Amil pun harus berpegang teguh dengan tujuan pengeloalaan zakat yang berupa:
1. Dapat mengangkat harkat serta martabat dari fakor miskin seta membantunya
keluar dari jurang kesulitan
2. Menjembatani antara si miskin dan si kaya
3. Meningkatkan syiar Islam
4. Membantu untuk memecahkan masalah bagi mustahik
5. Mengankat harkat martabat bagi nusa dan bangsa
6. Mewujudkan kesejahteraan serta keadilan sosial

Bila zakat dilaksanakan dengan baik maka zakat ini dapat membersihkan jiwa serta
harta. Untuk jiwa sendiri dapat terhindar dari rasa sombong dengki dan lain-lainnya.
Untuk harta sendiri akan menjadi berkah.
4 Hal Aman dalam Pengelolaan Zakat
 Aman Syar’i
 Aman Regulasi
 Aman Manajemen
 Aman Sosial

SUSTAINABILITY BAZNAZ
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menandatangani komitmen untuk
menetapkan 'Tujuan Pembangunan Berkelanjutan' atau Sustainable Development Goals
(SDGs) sebagai acuan dalam program pemberdayaan zakat di seluruh Indonesia.
Komitmen ini ditandatangani Direktur Amil Zakat Nasional Baznas, Arifin
Purwakananta bersama pimpinan lembaga-lembaga dunia lain dalam acara high level
side event Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat Rabu (21/9).
Menurut Arifin, Baznas menempatkan SDGs sebagai cara pandang alternatif
dalam mengukur dan memandu program-program pemberdayaan zakat. Kerangka
berfikir alternatif ini diperlukan karena SDGs telah menjadi kesepakatan bangsa-bangsa
untuk diterapkan hingga akhir 2030. Baznas yang menjadi motor dari gerakan zakat di
Indonesia, memandang SDGs sebagai instrumen mewujudkan kemajuan Indonesia yang
selaras dengan visi Baznas. Yaitu menyejahterakan mustahik, mengentaskan
kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mendorong kesehatan
masyarakat dan seluruh aspek lainnya dalam pemberdayaan mustahik.[6]
Indonesiapun menetapkan empat platform pembangunan tersebut menjadi pilar
terwujudnya SDGs di Indonesia. Seluruh program BAZNAS saat ini terdapat dalam 17
kerangka SDGs. Antara lain masalah kemiskinan, hingga saat ini seluruh program
BAZNAS menyasar pada pengentasan kemiskinan sebab kemiskinan merupakan asnaf
(golongan yang berhak menerima) zakat terbesar. Bidang lain yaitu pendidikan untuk
meningkatkan kualitas manusia, BAZNAS berkontribusi sebesar 25 persen dari seluruh
dana zakat yang terhimpun.
Dari 17 program SDGs, gerakan zakat menekankan pada 11 isu, yaitu
pemberantasan kemiskinan, menghapuskan kelaparan, peningkatan kualitas kesehatan,
pendidikan, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, energi,pertumbuhan ekonomi,
mengurangi kesenjangan, perubahan iklim dan kemitraan.
“Kita memiliki keyakinan bahwa problematika umat hanya dapat diselesaikan
oleh umat itu sendiri. Sehingga SDGs akan membantu gerakan zakat dalam meyakinkan
masyarakat dunia bahwa gerakan zakat dapat menjadi komponen kunci dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan umat,” katanya.
Maka dengan ini gerakan zakat diharapkan mewujudkan berbagai program yang
akan mengembangkan mustahik (penerima) zakat mencapai kesejahteraannya sekaligus
diukur melalui ukuran SDGs. Sehingga pada gilirannya zakat akan menjadi sebuah
alternatif untuk menyelesaikan permasalahan dunia.[7]
Isu keberlanjutan adalah alasan penting mengapa BAZNAS harus mendorong
dirinya untuk menguasai public fundraising. Fundraising tidak saja bentuk kegiatan
untuk menghimpun dana namun mendapatkan segala macam sumber daya untuk
kepentingan cita-cita lembaga.
Fundraising tidak saja berupa kegiatan untuk penambahan sumber daya namun juga
untuk menegaskan siapa basis dukungan dan konstituen sebuah lembaga.

6
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/16/09/28/oe7txk368-zakat-berkontribusi-dalam-pembanguan-
berkelanjutan last accessed January 4th 2018
7
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/16/09/28/oe7txk368-zakat-berkontribusi-dalam-pembanguan-
berkelanjutan last accessed January 4th 2018

Anda mungkin juga menyukai