Anda di halaman 1dari 20

EKONOMI MAKRO ISLAM

“Kebijakan Moneter Islam”


Dosen Pengampu :
Delima Afriyanti, SE,ME

Disusun oleh :
Asih Nabila
(20160104)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


STIES IMAM ASY-SYAFI’I PEKANBARU
TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah ‘azza wa jalla yang telah memberikan
karunia serta nikmat-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
‘Taqlid dan Talfiq’ ini biidznillahi ta’ala. Shalawat beserta salam juga saya ucapkan untuk
Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, yang mana karena perjuangan beliaulah
sehingga kita sampai saat ini dapat berada pada manhaj yang benar, yaitu manhaj salafus sholih
ahlussunnah wal jama’ah.

Penyusunan makalah Kebijakan Moneter Islam ini dibuat dalam rangka memenuhi

tugas Ekonomi Makro Islam.

Saya sebagai penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Namun, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya

dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 07 Desember 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui dan memang sudah menjadi rahasia umum bahwa
selama beberapa dekade ini , sistem ekonomi dunia dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan
pemikiran liberalis kapitalis yang bebas dari nilai dan bertujuan hanya untuk mencapai
keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya yang terbatas. Salah satu instrumen yang
dipergunakan adalah bunga yang kemudian menjadi ruh bagi sistem ekonomi kapitalis.
Negara-negara yang mau tidak mau harus berhubungan dengan negara lain, mau tidak mau
harus menyesuaikan sistem ekonominya dengan sistem ekonomi yang dianut oleh dunia. Tak
terkecuali dalam sistem kebijakan moneternya.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan / distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku
bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan.

Kebijakan Moneter merupakan suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi


makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi
serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Hampir semua sektor ekonomi kapitalis
terkait dengan sistem bunga sehingga sektor moneter lebih cepat berkembang dari pada sektor
moneter. Hal ini disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan keuntungan dari
pada sektor rill.

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun
eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai.
Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam
berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan Al Qur’an dalam QS. Al- An’am : 152

.....,‫َوأ َ ْوفُواْ ْال َك ْي َل َو ْالميزَ انَ ب ْالق ْسط‬


Artinya
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”
Kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian islam adalah stok uang, sasarannya
haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup
untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang
dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.

Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter


sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan
dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan
dicapai.

2. Rumusan Masalah
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk memenuhi tugas ekonomi makro islam
dan menambah pengetahuan tentang kebijakan moneter.

3. Tujuan Penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Definisi Kebijakan Moneter

Menurut Rahardja (2008) Yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah upaya
mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang
lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Adapun yang dimaksud dengan
kondisi yang lebih baik adalah meningkatkan output keseimbangan dan atau terpeliharanya
stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat
mempertahankan , menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar dalam upaya
mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh sekaligus mengendalikan inflasi.

Dengan kata lain kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah menyangkut perilaku
bank sentral dalam penawaran uang dan pengaturan uang yang beredar pada suatu negara.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga serta pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) juga
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang.

Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah
dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive). Sebaliknya jika
jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif
(monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang
ketat (tight money policy)

2. Instrumen Kebijakan Moneter

Menurut Rahardja (2008), ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur
jumlah uang yang beredar : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto
(discount rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrument
tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan
imbauan moral (moral persuasion)
1) Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (open market operation) adalah
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual dan
membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government securities).
Jika bank sentral ingin menambah supply uang maka bank sentral akan
membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar
maka bank sentral akan menjual obligasi.

2) Fasilitas Diskonto (Discount Rate)


Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang
ditetapkan pemerintah dan bank sentral atas dalam pengaturan jumlah uang
yang beredar dengan memainkan tingkat suku bunga.. Tingkat bunga pada tiap-
tiap bank umum akan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank sentral.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang
dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.
Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan
bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan
jumlah uang beredar dapat ditekan.

3) Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Rasio cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan atau menurunkan
cadangan minimum yang harus dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan
atau memberikan kredit kepada masyarakat.
Ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebaliknya, ketika pemerintah
ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah menaikkan rasio
cadangan wajib. Hal ini terjadi karena dengan naiknya cadangan kas berarti
bank umum harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak diedarkan.

4) Kebijakan Kredit Selektif


Kebijakan kredit selektif adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pemberian atau tidaknya suatu kredit. Kredit selektif ini dilakukan
dengan cara menentukan syarat-syarat kredit yang dikenal dengan 5C. Pada saat
pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan
melonggarkan pemberian kredit. Namun, jika pemerintah ingin mengurangi
jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan mengetatkan pemberian
kredit.

5) Imbauan Moral (Moral Persuation)


Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan
moral yang memengaruhi dalam mengatur jumlah uang beredar Contohnya,
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan
kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar.

3. Jenis-jenis Kebijakan Moneter

Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu
bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga
sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan
(interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.1
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
1) Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami
resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy
money policy).
Kebijakan Uang Longgar (Easy Money) Yaitu kebijakan yang digunakan
untuk mengatasi deflasi ( menambah jumlah uang yang beredar) yang dipakai
pemerintah untuk mempermudah syarat kredit dengan tujuan meningkatkan
produksi.

1
Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 22
2) Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut
juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)2
Tight Money Policy (Kebijakan Uang Ketat) yaitu kebijakan bank sentral
untuk mengurangi jumlah uang beredar atau mengatasi inflasi Kebijakan ini
dilakukan dengan:
a. Menaikkan suku bunga
b. Menjual SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
c. Menaikkan cadangan kas
d. Membatasi pemberian kredit

4. Jumlah Uang Beredar

Menurut Iskandar putong (2007) uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang
yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral
dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito).
Menurut Sadono Sukirno "uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di
perekonomian, yaitu adalah jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang
giral dalam bank-bank umum."(1998).
Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat,
lembaga keuangan serta bank sentral. Berikut adalah jenis-jenis uang yang beredar di
masyarakat :

4.1 Jenis-jenis Uang


1) Uang Kartal
Uang kartal adalah alat pembayaran sah yang dikeluarkan oleh pemerintah
suatu negara melalui bank sentral yang berupa uang logam dan uang kertas.
Uang kartal di Indonesia dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan dicetak oleh
Perusahaan Umum Per-cetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Uang
kartal terdiri atas uang logam dan uang kertas.
2) Uang Giral
Uang giral adalah simpanan atau rekening pada suatu bank dalam bentuk giro
(rekening koran) yang dapat diambil sewaktu waktu dengan cek, giro bilyet,

2
Raharja Pratama, Pengantar Ekonomi, Mandala Manurung, Jakarta, 2005, hal 269
atau telegrafic transfer. Uang giral ini dikeluarkan oleh bank umum. Uang giral
yang beredar di masyarakat terdiri atas :
a. Bilyet giro, adalah surat perintah dari nasabah bank kepada suatu bank
agar bank tersebut memindahbukukan sejumlah uang dari rekening
nasabah yang bersangkutan pada rekening nasabah lain yang ditunjuk.
Bilyet giro tidak dapat ditukar dengan uang tunai.
b. Cek, adalah surat perintah dari nasabah yang memiliki rekening giro
pada sebuah bank agar bank tersebut membayar sejumlah uang secara
tunai kepada pihak yang namanya tercantum dalam cek.
c. Pemindahan telegrafis (Telegraphic Transfer), merupakan
pembayaran yang dilakukan dengan pemindahan antar rekening pada
suatu bank tertentu melalui telegram. Cara ini dipilih apabila jarak orang
yang melakukan transaksi berjauhan.

4.2 Jenis-jenis Uang Beredar


1) Uang beredar dalam arti sempit (Narrow Money) [M1]
Didefinisikan sebagai kewajiban system moneter terhadap sector swasta
domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D). Uang kartal terdiri
dari uang kertas dan uang logam yang beredar dan berlaku di masyarakat.
M1 = uang kartal + uang giral
2) Uang beredar dalam arti luas (Broad Money) [M2]
Didefinisikan sebagai kewajiban moneter terhadap sektor swasta domestik
yang terdiri dari uang kartal ( C ), uang giral ( D ) dan uang kuasi (T) dengan
kata lain, M2 adalah M1 ditambah dengan tabungan dan simpanan berjangka
lain yang jaraknya lebih pendek.
M2= M1+Uang Kuasi (T)

Secara teoritis dan empiris ada beberapa faktor yang memengaruhi jumlah uang
beredar, salahsatu diantaranya adalah peran yang dimainkan oleh bank sentral, karena lembaga
ini yang bertanggung jawab atas prilaku jumlah uang beredar dalam jangka panjang. Faktro-
faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap perilaku jumlah uang beredar adalah uang primer
dan pengganda uang.

4.3 Perhitungan Jumlah Uang Beredar

Ada dua pendekatan (approach) yang digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar,
yakni: (1) yakni Pendekatan transaksi (transactional approach) dan (2) Pendekatan likuiditas
(liquidty approach).
1) Pendekatan Transaksi (Transactional Approach)
Pendekatan transaksional (transactional approach). Pendekatan ini
memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang
dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini menghitung jumlah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money) atau M1. Di Indonesia yang tercakup
dalam M1 adalah uang kartal dan uang giral, dengan komponen sebagai berikut:
a. Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam, tidak termasuk
uang kas pada kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan
bank umum.
b. Uang Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan
berjangka, dan tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh tempo yang
seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem
moneter.

2) Pendekatan Likuiditas (Liquidity Approach)


Sesuai pendekatan ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah
uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini
dilandasi pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial
yang kurang likuid dibanding uang kertas, uang logam dan uang rekening giro,
tetapi sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk
keperluan transaksi.
Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar dalam
arti luas (broad money) yang dikenal dengan M2 yang terdiri dari M1 ditambah
uang kuasi (di Indonesia uang kuasi adalah deposito berjangka).
Perkembangan M2 adalah jauh lebih cepat dari pertambahan M1 karena
pertambahan tingkat kemajuan perekonomian. Sebab peningkatan deposito
berjangka mengandung pengertian bahwa tingkat penghasilan masyarakat
sudah lebih besar dari tingkat konsumsi. Keputusan seseorang menyimpan
dananya di bank dalam bentuk deposito merupakan keputusan investasi yang
didorong oleh tingkat bunga yang diberikan.

4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Uang yang Beredar

1) Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan moneter (meliputi:
politik diskonto, politik pasar terbuka, politik cash ratio, politik kredit selektif)
dalam mencetak dan mengedarkan uang kartal.
2) Kebijakan pemerintah melalui menteri keuangan untuk menambah peredaran
uang dengan cara mencetak uang logam dan uang kertas yang nominalnya
kecil.
3) Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian saham dan surat
berharga.
4) Tingkat pendapatan masyarakat
5) Tingkat suku bunga bank
6) Selera konsumen terhadap suatu barang (semakin tinggi selera konsumen
terhadap suatu barang maka harga barang tersebut akan terdorong naik,
sehingga akan mendorong jumlah uang yang beredar semakin banyak,
demikian sebaliknya)
7) Harga barang
8) Kebijakan kredit dari pemerintah

5. Suku Bunga

Suku bunga adalah nilai, tingkat, harga atau keuntungan yang diberikan kepada investor
dari penggunaan dana investasi atas dasar perhitungan nilai ekonomis dalam periode waktu
tertentu. Tingkat suku bunga Bank digunakan untuk mengontrol perekonomian suatu negara.
Tingkat suku bunga diatur dan ditetapkan pemerintah yang bertujuan untuk menjaga
kelangsungan perekonomian suatu negara. Suku bunga ini penting untuk diperhitungkan
karena rata-rata para investor yang selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar.
Penetapan tingkat bunga dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan UU nomor 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Suku bunga dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh
Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal atau
stance kebijakan moneter (Puspopranoto, 2004:60).

5.1 Fungsi Suku Bunga

Suku bunga memberikan sebuah keuntungan dari sejumlah uang yang dipinjamkan
kepada pihak lain atas dasar perhitungan waktu dan nilai ekonomis. Tinggi rendahnya
keuntungan ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga. Adapun fungsi suku bunga dalam
perekonomian adalah sebagai berikut:
1) Membantu mengalirnya tabungan berjalan ke arah investasi guna mendukung
pertumbuhan perekonomian.
2) Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit
kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi.
3) Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu negara.
4) Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya
terhadap jumlah tabungan dan investasi.

6. Sasaran dan Strategi Kebijakan Moneter dalam Islam

6.1 Sasaran Kebijakan Moneter dalam Islam

Sasaran sistem moneter dapat dilihat dari sasaran atau tujuan kebijakan moneter, pada
dasarnya intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi dari segi kebijakan, dapat dibedakan
ke dalam dua bentuk kebijakan utama, yakni kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan moneter
merupakan kebijakan dari otoritas moneter yang pada umumnya bertujuan untuk menjaga dan
memelihara kestabilan nilai mata uang dan mendorong pertumbuhan dan kelancaran produksi
guna meningkatkan taraf hidup orang banyak. Yang membedakan antara kebijakan moneter
konvensional dengan kebijakan moneter Islam terletak pada mekanisme dan pengunaan
instrumen kebijakan moneter dalam mencapai target moneter. Di mana dalam kebijakan
moneter Islam tidak diperkenankan memakai suku bunga dalam instrumennya.
Sistem perbankan dan uang, seperti aspek-aspek kehidupan Islam lainnya, harus
direkayasa untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran utama sosio-ekonomi Islam. Sistem
itu juga harus terus melaksanakan fungsi utamanya yang berkaitan dengan bidangnya yang
khusus dan seperti sistem peran lainnya berfungsi.3 Pada dasarnya sasaran (tujuan) kebijakan
moneter Islam, akan sangat luas sekali, namun setidak-tidaknya sasaran tersebut antara lain:

1) Kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan ekonomi


Pertumbuhan ekonomi selayaknya merupakan kontribusi dari sumber daya
manusia yang ada, bukan dari orang-perorang atau dari perusahaan tertentu,
karena hal ini berkaitan erat dengan distribusi pendapatan. Jika pertumbuhan
ekonomi hanya disumbang oleh sebagian kecil dari penduduk suatu negara,
maka distribusi pendapatan juga akan dinikmati oleh sebagaian kecil penduduk,
oleh karena itu sasaran yang tidak boleh dilupakan dari sistem moneter Islam
adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sumber daya manusia
yang tersedia, meskipun tidak semua akan mempunyai peran yang sama.
2) Keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan distribusi kekayaan dan
pendapatan

3
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.1.
Keadilan sosio-ekonomi terwujud ketika pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dibarengi dengan distribusi pendapatan yang merata. Selain itu sistem moneter
Islam, berupaya supaya tidak ada ketimpangan. Harta harus terdistribusi dan
bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi
atau distribusi.

3) Stabilitas nilai tukar mata uang


Stabilitas dalam nilai tukar mata uang (nilai kurs) harus menjadi tujuan utama
dari kerangka sistem monter Islam, karena penekanan Islam yang begitu tegas
kepada kejujuran dan keadilan dalam interaksi antar manusia. Secara praktis
bahwa gejolak yang ada pada nilai kurs (nilai tukar mata uang) akan
menyebabkan terganggunya daya beli mayarakat, yang pada akhirnya kegiatan
ekonomi (jual beli) juga akan terganggu. Dan bila nilai kurs terus menurun maka
dampak akhirnya adalah menurunya pendapatan nasional.
Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa nilai kurs juga merupakan alat
pertukaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari luar negeri, jika nilai kurs
tidak stabil, maka pengusaha akan mendapatkan resiko dari menurunya nilai
kurs, sehingga pengusaha juga akan enggan melakukan kegiatan perdagangan
dengan negara lain. Sehingga hampir bisa dipastikan bahwa perdagangan
ekspor-impor akan lesu. Seperti yang disampaikan di atas, pada akhirnya
pendapatan nasional tidak akan tumbuh signifikan.

4) Mobilisasi investasi dan tabungan untuk pembangunan perekonomian


Islam menganjurkan adanya lembaga-lembaga keuangan yang terorganisir
untuk memobilisasi harta yang menggangur (idle of fund) dan menyalurkannya
secara efektif pada usaha-usah produktif.
5) Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal
diharapkan dari sistem perbankan
Sistem keungan dan perbankan tidak saja harus mampu memobilisasi
tabungan secara efektif dan mengalokasikannya secara efesien bagi usaha-usaha
produktif untuk memenuhi kebutuhan sektor rill, namun juga mampu
mengembangkan pasar uang, primer dan sekunder. Pengembangan pasar uang
primer dan sekunder sangat penting bagi mobilisasi sumber-sumber daya
finansial secara efesien.

Dalam sebuah perekonomian islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama
dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan
pendapatan uang dan distribusinya . Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada
dasarnya di dorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan
dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu
dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga
seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam
jumlah uang yang di pegang oleh publik.
Preferensi likuiditas memang membantu dalam hal sekuritas pembawa bunga dan
aset karena menunggu berarti mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi manakala suku bunga
meningkat. Sebagian individu dapat menunggu dalam memilih waktu yang tepat untuk
membeli aset investasi tertentu, tetapi hal ini akan didasarkan pada penilaian personal yang
tidak bersifat umum dan mungkin dapat diganti dengan keputusan lain untuk membeli hal yang
sama atau menginvestasikan dalam bentuk aset lain.
Karena itu, variable yang akan dipakai dalam suatu kebijakan moneter yang
diformulasikan dalam sebuah perekonomian islam adalah cadangan uang daipada suku bunga.
Bank sentral islam harus menjalankan kebijakan moneternya untuk menghasilkan suatu
pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk membiayai pertumbuhan potensial
dalam output selama periode jangka menengah dan panjang dalam kerangka harga-harga yang
stabil dan sasaran sosioekonomi islam lainnya. Tujuannya adalam menjamin bahwa ekspansi
moneter tidak bersifat kurang mencukupi atau berlebihan tetapi cukup untuk sepenuhnya
mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplay barang-barang dan jasa bagi
kesejahteraan yang berbasis luas.

6.2 Strategi Kebijakan Moneter dalam Islam

Bagaimanapun juga tujuan-tujuan kebijakan moneter itu tidak dapat dicapai tanpa adanya
suatu strategi yang tepat. Di sinilah Islam memiliki keunggulan nyata, bukan saja tujuan-tujuan
yang merupakan bagian integral dari ideologi Islam, tetapi juga sebagian strategi merupakan
dari syarῑah dan tidak dapat dipisahkan. Elemen terpenting dari strategi Islam untuk mencapai
tujuan-tujuan Islam adalah terintegrasinya semua aspek kehidupan keduniaan dengan aspek
spiritual untuk menghasilkan suatu peningkatan moral manusia dan masyarakat di mana ia
hidup. Tanpa peningkatan moral semacam ini tak satupun sasaran akan dapat diwujudkan dan
kesejahteraan manusia yang hakiki sulit dicapai. Hal ini memfokuskan perhatian kita kepada
konsep kesejahteraan dalam Islam. Kesejahteraan manusia hanya dapat direalisasikan melalui
pemenuhan kebutuhan material dan spiritual manusia sedemikian rupa, sehingga salah satu dari
kedua aspek ini tidak ada yang diabaikan.
Dari pembahasan di atas jelas bahwa meskipun secara umum tujuan sistem moneter Islam
hampir sama dengan sistem moneter ekonomi lainnya yakni, kesejahteraan. Namun pada
tataran strategi berbeda jauh, teori ekonomi kapitalis yang mengandalkan kekuatan pasar saja,
sedangkan Marxisme mengandalkan negara sebagai pemegang penuh atas kendali aktivitas
perekonomian beserta kebijakan-kebijakannya. Dalam Islam individu sebagai khal ῑfah di muka
bumi harus mampu bertangung jawab atas dirinya dan negara sebagai garda terakhir apabila
individu itu sudah tidak mampu menjamin kesejahteraannya.
Secara praktis dalam manajemen moneter Islam tidak diperkenankan mengunakan suku
bunga, karena sebagaimana dasar dari sistem ekonomi Islam bahwa riba itu haram, sedangkan
suku bunga adalah ribᾱ. Oleh karena itu strategi moneter Islam harus menangalkan suku bunga.
Dasar pemikiran dari menajemen moneter Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang
dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan-tujuan yang penting dan produktif,
sehingga setiap instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian
sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan. Dengan kata lain peredaran uang
diusahakan dialokasikan kapada sektor rill yang produktif, oleh karena itu dalam Islam tidak
ada permintaan uang untuk spekulasi sebagaimana yang dikenal dalam teori Keynes yang
mengklasifikasikan permintaan uang menjadi tiga motif, motif untuk transaksi, berjaga-jaga
dan spekulasi.
Adapun strategi moneter Islam adalah penghapusan suku bunga dan kewajiban
pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, sehingga akan menghilangkan
inisiatif orang untuk memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan: Qard,
Ba’i dan Mudharabah.4
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan
keuntungan besar terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi
disektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi semakin besar maka, tingkat
keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besarnya tingkat actual
retrun ini tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, maka akan menjadikan permintaan uang
akan lebih stabil.

4
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, Edidi Kedua (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), h. 194-196.
7. Instrumen Moneter Islam

Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya


secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan
target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut
adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate
return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan
moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak
memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang
bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal
ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk
meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat
untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi
Islam, antara lain :
1) Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh
bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang
beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang
dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit,
begitu sebaliknya.
2) Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan
kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan
depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam
ekonomi.
3) Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio
dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
4) Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio
turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk
memberikan pinjaman.
5) Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai
suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai
instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah
uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
6) Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan
mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral
dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk
menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar.

Menurut Chapra, mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syari’ah Islam
harus mencakup 6 elemen yaitu:
1) Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki
cadangan wajib dalam jumlah tertentu di bank sentral. Statutory reserve
requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus
membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, bank
sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang
dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
2) Credit Ceillings (pembataasan kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang
boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa
penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang
sehat antar bank komersial.
3) Government Depoisit. Kebijakan dalam mengalihkan government demand
deposits ke atau dari bank komersial, yang secara langsung akan memengaruhi
cadangan mereka.
4) Target pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun bank sentral harus menentukan
pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.
Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:
uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus
mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah,
bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan
berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam.
5) Publik Share Of Demand Deposit (uang giral). Dalam jumlah tertentu demand
deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada
pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
6) Alokasi kredit berdasarkan nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh
pemerintah dan bank-bank komersial untuk mengurangi resiko dan biaya yang
harus ditanggung bank.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang
peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam
suatu negara.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku
bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pada dasarnya sistem moneter akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman
dan kebutuhan masyarakat akan sistem moneter tersebut, perkembangan sistem moneter dapat
dilihat dari perkembangan standar moneter yang digunakan, instrumen moneter, sistem
pembayaran sampai pada kebijakan-kebijakan yang diambil oleh otoritas kebijakan moneter.
Dan setiap perkembangan sistem moneter akan menghadapi masalah-masalah moneter tertentu
sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat di sektor moneter.
Dari pemaparan tentang sistem moneter Islam, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut: Pertama, tujuan sistem moneter Islam antara lain: kesempatan kerja penuh dan
laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, keadilan sosio-ekonomi dan distribusi kekayaan dan
pendapatan yang merata, stabilitas nilai tukar mata uang, mobilisasi investasi dan tabungan
untuk pembangunan perekonomian serta memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif
yang secara normal diharapkan dari sistem perbankan.
Kedua, tujuan-tujuan kebijakan moneter itu tidak dapat dicapai tanpa adanya suatu
strategi yang tepat. Di sinilah Islam memiliki keunggulan nyata, bukan saja tujuan-tujuan yang
merupakan bagian integral dari ideologi Islam, tetapi juga sebagian strategi merupakan dari
syariah dan tidak dapat dipisahkan. Strategi moneter Islam adalah dengan penghapusan suku
bunga dan kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islam, Edidi Kedua, Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada., 2010.

Raharja Pratama, Pengantar Ekonomi, Jakarta: Mandala Manurung., 2005

Chapra, M. Umer. Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

http://kebijkanmoneter.blogspot.com/2013/06/makalah-kebijakan-moneter.html.
(diakses pada tanggal 21 november 2018 pukul 10:35 WIB)

https://eriellg.blogspot.com/2016/05/makalah-kebijakan-moneter.html (diakses pada


tanggal 21 november 2018 pukul 10:35 WIB)

https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-jenis-fungsi-dan-faktor-tingkat-
suku-bunga.html (diakses pada tanggal 21 november 2018 pukul 10:48 WIB)

http://khaerunnisa26.blogspot.com/2017/01/kebijakan-moneter-islam.html (diakses
pada tanggal 21 november 2018 pukul 11:00 WIB)

http://journeyofarose88.blogspot.com/2011/07/kebijakan-moneter-menurut-
islam.html (diakses pada tanggal 21 november 2018 pukul 11:00 WIB)

kebijakanmoneterislamidaninstrumennya.blogspot.com/2016/05/kebijakan-moneter-
islam-dan-instrumen.html (diakses pada tanggal 21 november 2018 pukul 11:00 WIB)

http://s41f.blogspot.com/2010/01/instrumen-moneter-islami.html (diakses pada


tanggal 21 november 2018 pukul 11:12 WIB)

Anda mungkin juga menyukai