Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter juga Dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang agar tujuan dari kebijakan moneter dapat terealisasikan. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
B. Macam-macam Kebijakan Moneter
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy, adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar. Apabila tidak ada kebijakan ini maka jumlah uang di suatu negara akan menipis sehingga transaksi atau jual beli disuatu negara akan terganggu. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. 2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy, adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Kebijakan ini biasanya dilakukan saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
C. Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang. 2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. 4. 3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. 4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian. 5. Kredit Selektif Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit 6. Politik Sanering Ini dilakukan bila sudah terjadi inflasi tinggi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1 Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. 5. D. Tujuan Kebijakan Moneter Kebijakan moneter memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan ekonomi moneter adalah untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan : 1. Kesempatan kerja. Dengan adanya kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan maka makin besar dalam meningkatkan produksi, selain dapat meningkatkan produksi maka dapat juga membantu masyarakat yang menjadi pengangguran. Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan karyawan. 2. Kestabilan harga Harga yang makin kian tinggi membuat masyarakat menjadi resah, tiap tahunnya harga barang bukannya menjadi turun tetapi semakin naik, untuk mencegah harga yang semakin naik maka pemerintah menstabilkan harga sehingga harga tidak mengalami kenaikkan setiap tahunnya. Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan. 3. Neraca pembayaran internasional Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter. 4. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian. 5. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga. 6. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi. 7. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal. 6. II. KEBIJAKAN FISKAL A. Pengertian Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Kebijakan fiskal juga dapat diartikan sebagai kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Kebijakan pemerintah ini ditujukan unuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan ekonomi masyarakat melalu Anggaran Belanja Negara atau APBN. Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran. Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men- stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut: 1. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi 2. Pola persebaran sumber daya 3. Distribusi pendapatan 7. B. Instrumen Kebijakan Fiskal Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Adapun instrumen-instrumennya a.l. : 1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif. 2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. 3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin. C. Kebijakan Fiskal Pada Pendapatan Nasional Pada sistem perekonomian yang tertutup (tidak ada perdagangan internasional) maka pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G). Dirumuskan : C = aY + b Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi dirumuskan sebagai : Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai pendapatan yang dapat dibelanjakan diformulasikan sebagai : YD = Y – Tx + Tr YD = C + S Dimana saving dapat difungsikan sebagai : S = (1-a)Y – b Dengan pendekatan matematis dapat ditemukan adanya angka pengganda/ multiplier dalam perekonomian dengan penggunaan kebijakan fiskal, yaitu : Keterangan : Tx : Pajak Tr : Transfer pemerintah S : Saving 8. 1. Angka pengganda investasi 2. Angka pengganda konsumsi 3. Angka pengganda pengeluaran pemerintah 4. Angka pengganda transfer pemerintah 5. Angka pengganda pajak. D. Tujuan Kebijakan Fiskal Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Biaya transfer pemerintah merupakan pengeluaran- pengeluaran pemerintah yag tidak menghasilkan balas jasa secara langsung. Contoh pemberian beasiswa kepada mahasiswa, bantuan bencana alam dan sebagainya. E. Konsep-konsep Dasar Kebijakan fiskal memiliki beberapa konsep, adapun konsepnya adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan Fiskal : perubahan- perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintah pusat yang dimaksudkan untk mencapai penggunaan tenaga kerja-penu, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas. 2. Kebijakan Fiskal Ekspansioner : peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran. 3. Kebijakan Fiskal Kontraksioner : Pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi. 4. Efek Pengganda : dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak- pihak lain. Ketika orang ini membelanjakan pendapatkannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan. 9. 5. Kebiljakan Fiskal Sisi-penawaran : kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan. a. Membiayai Defisit & Memanfaatkan Surplus : –Meminjam dari publik atau luar negeri (crowding out ) –Mencetak uang b. Memanfaatkan surplus –Mengurangi hutang –Disimpan F. Masalah dalam Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal sering kali menghadapi permasalah seperti yang disebutkan di bawah ini: 1. Masalah waktu 2. Pertimbangan politis 3. Respon pelaku ekonomi 4. Dampak crowding-out 5. Kondisi perekonomian dunia/luar negeri G. Masalah Pokok Ekonomi Makro Tingkat kegiatan ekonomi Negara pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan, yaitu mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment), menghadapi masalah pengangguran dan menghadapi masalah inflasi. (Sadono Sukirno, 2000). 1. Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja Penuh (full employment) Keadaan ini merupakan keadaan yang ideal untuk setiap perekonomian.Dalam perekonomian yang mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, pengeluaran agregat yang sebenarnya adalah sama dengan pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi tenaga kerja penuh tercapai ketika pendapat nasional sama dengan pendapat nasional potensial. 10. 2. Masalah Pengangguran Masalah ini terjadi karena pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Jurang deflasi, yaitu jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi deflasi terjadi sat pendapatan nasional lebih kecil dari pada pendapatan national potensial. Akibatnya, penawaran barang dan jasa jauh melebihi permintaan. 3. Masalah Inflasi Pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan harga- harga inflasi. 11. III. PERAN dan FUNGSI KEBIJAKAN MONETER dan FISKAL A. PERAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN MONETER Kebijakan moneter berperan dalammenciptakan kondisi perekonomian di antaranya sebagai berikut. 1. Mempertahankan iklim investasi Dengan tingkat inflasi yang rendah, maka ikliminvestasi akan tetap hidup. Jika inflasi rendah, suku bunga bank juga cenderung rendah. Rendahnya suku bunga bank akan mendorong orang untuk melakukan investasi atau usaha baru. 2. Memperluas kesempatan kerja Kebijakan moneter dapat menciptakan iklim kondusif bagi berlangsungnya berbagai kegiatan ekonomi. Setiap kegiatan ekonomi membutuhkan tenaga kerja. Adanya kegiatan ekonomi berarti pula memperluas kesempatan kerja. 3. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi Keadaan ekonomi yang kondusif memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Adanya kestabilan nilai kurs mata uang serta kestabilan harga barang dan jasa sangat dibutuhkan para investor atau pengusaha dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang berjalan baik menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 4. Memperbaiki kondisi neraca pembayaran Neraca pembayaran nasional dikatakan baik jika mengalami surplus atau nilai ekspor melebih nilai impor. Untuk mencapai kondisi tersebut, kebijakan moneter yang terkait dengan mata uang atau nilai kurs sangat diperlukan. Kebijakan moneter dapat mempertahankan stabilitas kurs maupun menurunkan ke tingkat yang diinginkan. Dengan suatu tingkat kurs tertentu, diharapkan barang- barang produksi dalam negeri akan bisa lebih murah dibanding produk dari negara lain. Kondisi ini meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga pada akhirnya akan memperbesar volume ekspor (menciptakan neraca pembayaran yang surplus). 5. Menjaga kestabilan nilai kurs mata uang Untuk menjaga agar nilai kurs mata uang stabil sesuai yang diharapkan, maka Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter berupa operasi pasar terbuka. Dalam keadaan apabila nilai kurs mata uang rupiah merosot tajam dibanding dollar Amerika Serikat, maka Bank Indonesia melakukan intervensi pasar dengan menjual dollar. 12. 6. Menjaga kestabilan harga barang dan jasa Masyarakat membutuhkan keadaan dimana harga barang dan jasa tetap stabil sehingga dapat menjalankan usahanya. Untuk menciptakan keadaan seperti itu, maka Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan moneter berupa menaikkan atau menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tujuan kebijakan ini adalah untuk menurunkan atau menaikkan jumlah uang yang beredar (JUB). Apabila harga barang dan jasa naik terus-menerus (tidak stabil) maka Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia agar jumlah uang yang beredar berkurang sehingga laju kenaikan harga barang dan jasa dapat dikurangi. 7. Menurunkan laju inflasi Apabila terjadi inflasi yang tinggi, Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan moneter untuk menurunkan jumlah uang yang beredar (JUB). Untuk menurunkan jumlah uang yang beredar, kebijakan moneter yang diambil dapat berupa menaikkan atau menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau pun dengan kebijakan moneter lainnya yaitu reserve requirements. Untuk menurunkan laju inflasi berarti jumlah uang yang beredar harus dikurangi. Untuk itu, dengan kebijakan reserve requirements, Bank Indonesia menetapkan kenaikan cadangan minimum dari bank-bank umum. Kebijakan moneter berfungsi sebagai instrumen/cara untuk mempengaruhi perekonomian. Kebijakan moneter sebagai sebuah cara, dipergunakan untuk mencapai tujuan/sasaran ekonomi yang diharapkan, di antaranya adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengatasi pengangguran, memperbaiki neraca pembayaran yang defisit, dan menjaga stabilitas nilai uang. B. PERAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN FISKAL Kebijakan fiskal berperan memengaruhi keadaan perekonomian agar berjalan dengan lebih baik. Hal ini dilakukan dengan cara memperbesar atau pun memperkecil pengeluaran pemerintah (G), penerimaan pajak (Tx) dan jumlah transfer oleh pemerintah (Tr). Peranan kebijakan fiskal antara lain sebagai berikut. 1) Menurunkan tingkat inflasi Untuk menurunkan tingkat inflasi, pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal berupa tindakan memperkecil pengeluaran pemerintah. Untuk memperkecil 13. pengeluaran, tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan menunda atau membatalkan proyek-proyek pemerintah yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan pembatalan atau penundaan tersebut, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat tidak bertambah banyak sehingga laju inflasi dapat dikurangi/diturunkan. Kebijakan fiskal lainnya adalah dengan mengurangi atau meniadakan transfer pemerintah (Tr). Yang dimaksud transfer pemerintah adalah pengeluaran tanpa balas jasa langsung, misalnya bantuan bencana alam, beasiswa pelajar, bantuan kepada rakyat miskin dan subsidi. Dengan mengurangi atau meniadakan transfer pemerintah (Tr), maka laju pertambahan uang yang beredar di masyarakat dapat dikendalikan sehingga laju inflasi juga dapat dikurangi. 2) Meningkatkan Produk Domestik Bruto Untuk meningkatkan produk domestik bruto, pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal yaitu memperbesar pengeluaran pemerintah (G). Untuk memperbesar pengeluaran pemerintah (G), dapat dilakukan dengan merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan yang didanai APBN. Dengan adanya proyek-proyek tersebut maka terjadi permintaan barang dan jasa. Adanya permintaan barang akan mendorong adanya produksi oleh masyarakat. Selain itu, kebijakan fiskal lainnya yang dapat meningkatkan produk domestik bruto adalah peningkatan transfer pemerintah (Tr). Transfer pemerintah (Tr) berupa bantuan bencana alam, beasiswa pelajar, bantuan kepada rakyat miskin dan subsidi dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan permintaan barang maupun jasa, yang akhirnya mendorong kegiatan produksi oleh pengusaha. 3) Mengurangi tingkat pengangguran Untuk mengurangi tingkat pengangguran, pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal, yaitu memperbesar pengeluaran pemerintah (G) dan memperbesar transfer pemerintah (Tr) berupa subsidi kepada pengusaha, pengurangan pajak terhadap pengusaha dan sebagainya. Pengeluaran pemerintah untuk mendanai proyek-proyek pembangunan membutuhkan jasa tenaga kerja, dengan demikian pengangguran dapat dikurangi. Proyek-proyek tersebut membutuhkan beraneka macam barang misalnya batu, pasir, batu bata, semen, peralatan, dan sebagainya. Semua kebutuhan tersebut disediakan oleh masyarakat (pengusaha) yang pastinya menggunakan tenaga kerja. 14. 4) Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Pengeluaran pemerintah (G) misalnya proyek pembangunan jalan, jembatan, gedung pemerintah, pembelian barang berupa peralatan kantor, rumah sakit, militer memberikan pendapatan kepada masyarakat karena semuanya itu melibatkan tenaga kerja serta memberikan keuntungan pada pengusaha. Penyedia (supplier) bahan bangunan mendapat keuntungan saat dilaksanakan proyek pembangunan jalan, jembatan, dan gedung pemerintah. Pedagang peralatan kantor, peralatan rumah sakit dan peralatan militer mendapat keuntungan saat pemerintah melakukan pembelian barang. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan dalam mengelola keuangan negara yaitu yang terdapat pada pos penerimaan dan pos pengeluaran negara dalam APBN. Dalam pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa APBN mempunyai sejumlah fungsi, yakni : 1) Fungsi Otorisasi Anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2) Fungsi Perencanaan Anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3) Fungsi Pengawasan Anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4) Fungsi Alokasi Anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5) Fungsi Distribusi Kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6) Fungsi Stabilisasi Anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. 15. IV. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM IS-LM Kondisi yang tidak diinginkan oleh pemerintah antara lain: a) Tingkat inflasi yang tinggi b) Pengangguran c) BOP yang difisit Kebijakan pemerintah: a) Kebijakan fiskal: semua tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui pajak (Tx), transfer pemerintah (T), dan pengeluaran pemerintah (G). b) Kebijakan moneter: semua tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui penambahan/pengurangan M (penawaran uang). . Kebijakan fiscal dan kebijakan moneter mempengaruhi target variabel dalam bentuk; a) Kebijakan ekspansi: kebijakan ekonomi makro untuk meningkatkan kegiatan ekonomi Kondisi: banyak pengangguran dan kapasitas produksi nasional belum penuh b) Kebijakan kontraksi: kebijakan ekonomi makro untuk mengurangi kegiatan ekonomi Kondisi: overemployment (permintaan agregat > kapasitas produksi nasional), inflasi tinggi, BOP yang difisit. Kebijakan ekonomi makro Kondisi Perekonomian Kondisi ekonomi makro sesuai dengan target Variabel target : Variabel yang nilainya diharapkan berubah sesuai dengan yang diinginkan melalui pelaksanaan kebijakan, pendapatan nasional (Y), dan kesempatan kerja Policy instrument/ instrument variable (instrumen kebijakan) : alat untuk mencapai tujuan dalam suatu kebijakan 16. V. KOORDINASI KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DI INDONESIA A. Kebijakan Fiskal Dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara. Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara. Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment). Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable). Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam 17. perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Demikian juga jika, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi. Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow. B. Kebijakan Moneter Dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs). Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah. Dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi. Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan 18. OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs. C. Perlunya Koordinasi Antara Kebijakan Fiskal Dan Kebijakan Moneter Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit APBN secara konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Disamping itu koordinasi yang baik juga diperlukan untuk mendorong perkembangan pasar finansial, serta mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal melalui pertukaran informasi. Bentuk koordinasi antara kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan kebijakan moneter (Bank Indonesia) sangat tergantung kepada : (1) Apakah bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives dan instruments yang terpisah, dan (2) Apakah pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang cukup maju. Pada saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap peralihan ke arah ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh : (1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu dengan adanya program rekapitalisasi sektor perbankan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi; (2) Pasar sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam tahap awal; (3) Interbank loan masih lemah, akibat dari krisis ekonomi; dan (4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari Bank Indonesia untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk meminjam uang untuk jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank Indonesia mempunyai kekuasaan penuh di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, karena mempunyai objective yang terpisah (inflation targeting). Akan tetapi asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang adalah tetap (fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system, pelaksanaannya akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs rupiah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, walaupun Bank Indonesia 19. mempunyai “kebebasan penuh” dalam mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tetap diperlukan walaupun detail koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke masa, tergantung kepada perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal. D. Kelembagaan dan Pengaturan Operasional Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter harus didukung oleh pembentukan lembaganya dan pengaturan operasionalnya. Pertama, mengenai ketentuan otonomi bank sentral, yaitu seberapa jauh Bank Indonesia dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah. Dalam hal ini berdasarkan undang-undang yang berlaku (UU No.23 Tahun 1999) Bank Indonesia tidak diijinkan untuk memberi pinjaman kepada pemerintah, dengan alasan dan jangka waktu apapun. Kedua, pembentukan suatu komite yang beranggotakan pejabat-pejabat Bank Indonesia dan pejabat-pejabat Departemen Keuangan akan sangat membantu menghilangkan perbedaan pendapat mengenai peranan dari tingkat suku bunga. Apalagi karena instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia dalam OMO adalah SBI, dan bukan obligasi. Ketiga, pengaturan operasional, di mana perlu dilakukan tukar menukar informasi antara Bank Indonesia dan Departemen Keuangan akan sangat membantu operasi sehari-hari Departemen Keuangan dan Bank Indonesia di dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. Keempat, baik Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia mempunyai kepentingan yang sama untuk mempunyai pasar sekunder bagi obligasi negara yang berfungsi baik. Akan tetapi koordinasi ini tidak terlalu penting artinya bila instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia (bank sentral) berbeda dengan instrumen yang dipakai oleh Departemen Keuangan. Walaupun demikian, Bank Indonesia terlibat dalam penerbitan obligasi negara, paling tidak dalam dua hal. Pertama, Bank Indonesia bertindak sebagai penasihat pemerintah yang akan memberitahu pemerintah mengenai situasi likuiditas dalam perekonomian, perkembangan tingkat bunga, kredit perbankan, dan sebagainya. Kedua, sebagai fiscal agent, Bank Indonesia melakukan pembayaran kepada dan menerima pembayaran dari investor. Di samping itu Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir pemerintah atas simpanan pemerintah di Bank Indonesia. 20. E. Koordinasi Antara Kebijakan Fiskal Dan Kebijakan Moneter Koordinasi antara Departemen Keuangan sebagai pengelola fiskal dan Bank Indonesia sebagai pengelola moneter perlu dilakukan. Masing-masing pihak perlu memanfaatkan informasi dan data yang diterbitkan oleh pihak lain, untuk dipakai dalam penentuan target-target. Bank Indonesia dan Departemen Keuangan dapat membentuk tim koordinasi yang akan membantu dalam pencapaian target-target secara lebih akurat. Selain dari itu secara bertahap harus diusahakan agar instrument utama Bank Sentral dalam pengendalian moneter diubah dari SBI menjadi obligasi negara. 21. DAFTAR PUSTAKA Riadi, Muchlisin. 2017. Pengertian, Tujuan, dan Instrumen Kebijakan Moneter dalam http://www.kajianpustaka.com/ diakses pada tanggal5 Februari 2017. Tim Ilmu EknomiID. 2016. Kebijakan Fiskal dalam http://www.ilmu-ekonomi-id.com/diakses pada tanggal5 Februari2017. Anonim. ____. Kebijakan Moneter dalamhttps://id.wikipedia.org/ diakses pada tanggal 5 Februari2017. Anonim. ____. Kebijakan Fiskal dalam https://id.wikipedia.org/ diakses pada tanggal 5 Februari2017. Astuti, AriKusuma. 2015. Peran dan FungsiKebijakan Moneter dalam http://arikusumaastuti.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal5 Februari 2017. Astuti, AriKusuma. 2015. Peran dan FungsiKebijakan Fiskal dalam http://arikusumaastuti.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal5 Februari 2017.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro