Anda di halaman 1dari 8

DIALEKTIKA HUKUM ISLAM DENGAN MODERNISASI

TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA


A. Pendahuluan
Dialektika antara hukum dan masyarakat merupakan sebuah keniscahyaan, artinya
bahwa hukum dipengaruhi oleh dinamika masyarakatnya dan sebaliknya hukum akan
berpengaruh terhadap masyarakatnya. Dapat dikatakan pula bahwa perubahan hukum
dapat mempengaruhi perubahan masyarakat, dan sebaliknya perubahan masyarakat
dapat menyebabkan perubahan hukum. Bahkan ada adagium yang menyatakan bahwa
‫ الحك ام ولي دة الحاجة‬hukum lahir karena adanya tuntutan kebutuhan dalam masyarakat.
Secara realitas diyakini bahwa dinamika masyarakat dapat berpengaruh terhadap
konsepsi hukum, misalnya saja modernitas yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat ternyata telah mempengaruhi pandangan terhadap hukum Islam. Dengan
perkataan lain bahwa modernitas telah membawa dampak terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia termasuk terhadap konsep hukum khususnya hukum Islam.[1]
Berawal dari kenyataan di atas maka tulisan ini akan memfokuskan kajiannya pada
pengaruh modernitas terhadap hukum Islam di Indonesia. Tulisan ini akan berusaha
mencari sejauhmana pengaruh modernitas terhadap hukum Islam tersebut. Untuk
tujuan melengkapi kajian tersebut terlebih dahulu akan dipaparkan tentang signifikansi
kajian modernitas dan hukum Islam, hukum Islam dan tantangan modernitas,
pengaruh modernitas terhadap konsepsi hukum Islam, dan pada bagian terakhir
sebelum kesimpulan dari tulisan ini akan dicermati perubahan Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
sebagai dampak dari adanya modernitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia.
B. Signifikansi Kajian Modernitas dan Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang dibuat untuk kemaslahatan hidup manusia dan oleh
karenanya hukum Islam sudah seharusnya mampu memberikan jalan keluar dan
petunjuk terhadap kehidupan manusia baik dalam bentuk sebagai jawaban terhadap
suatu persoalan yang muncul maupun dalam bentuk aturan yang dibuat untuk menata
kehidupan manusia itu sendiri. Hukum Islam dituntut untuk dapat menyahuti
persoalan yang muncul sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya mempertimbangkan modernitas
dalam hukum Islam.
Hukum Islam adalah hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat sedangkan
masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan masyarakat dapat berupa
perubahan tatanan sosial, budaya, sosial ekonomi dan lain-lainnya. Bahkan menurut
para ahli lingusitik dan semantik bahasa akan mengalami perubahan setiap sembilan
puluh tahun. Perubahan dalam bahasa secara lansung atau tidak langsung mengandung
arti perubahan dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat dapat terjadi
disebabkan karena adanya penemuan-penemuan baru yang merubah sikap hidup dan
menggeser cara pandang serta membentuk pola alur berfikir serta menimbulkan
konsekwensi dan membentuk norma dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena hukum Islam hidup di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat
senantiasa mengalami perubahan maka hukum Islam perlu dan bahkan harus
mempertimbangkan perubahan (modernitas) yang terjadi di masyarakat tersebut, hal
ini perlu dilakukan agar hukum Islam mampu mewujudkan kemaslahatan dalam setiap
aspek kehidupan manusia di segala tempat dan waktu. Dalam teori hukum Islam
kebiasaan dalam masyarakat (yang mungkin saja timbul sebagai akibat adanya
modernitas) dapat dijadikan sebagai hukum baru (al-‘Adah Muhakkamah) selama
kebiasaan tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Perubahan dalam masyarakat memang menuntut adanya perubahan hukum. Soekanto
menyatakan bahwa terjadinya interaksi antara perubahan hukum dan perubahan
masyarakat adalam fenomena nyata. Dengan kata lain perubahan masyarakat akan
melahirkan tuntutan agar hukum (hukum Islam) yang menata masyarakat ikut
berkembang bersamanya.
C. Hukum Islam dan Tantangan Modernitas
Islam diyakini sebagai agama yang universal dan berlaku sepanjang masa yang
ajarannya diklaim akan selalu sesuai dengan tuntutan zaman dan tempat (shalihun
likulli zaman wa makan). Al-Qur’an menyatakan bahwa lingkup keberlakuan ajaran
Islam adalah untuk seluruh ummat manusia, dimanapun mereka berada. Oleh karena
itu Islam sudah seharusnya dapat diterima oleh setiap manusia di muka bumi ini, tanpa
ada konflik dengan situasi kondisi dimana ia berada.[2]
Islam akan berhadapan dengan masyarakat modern, sebagaimana ia telah berhadapan
dengan masyarakat bersahaja. Ketika Islam berhadapan dengan masyarakat modern, ia
dituntut untuk dapat menghadapinya. Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat
senantiasa mengalami perubahan. Perubahan suatu masyarakat dapat mempengaruhi
pola pikir dan tata nilai yang ada dalam masyarakat. Semakin maju cara berfikir, suatu
masyarakat akan semakin terbuka untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kenyataan ini dapat menimbulkan masalah, terutama jika dikaitkan dengan
norma-norma agama. Akibatnya, pemecahan atas masalah tersebut diperlukan,
sehingga Syariat Islam (termasuk hukum Islam) dapat dibuktikan tidak bertentangan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambaran tentang kemampuan syariat Islam dalam menjawab tantangan modernitas
dapat diketahui dengan mengemukakan beberapa prinsip syariat Islam diantaranya
adalah prinsip yang terkait dengan mu’amalah dan ibadah. Dalam bidang mu’amalah
hukum asal segala sesuatu adalah boleh kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan
bahwa sesuatu itu terlarang. Sedangkan dalam bidang ibadah hukum asalnya adalah
terlarang kecuali ada dalil yang mendasarinya.
Berdasarkan prinsip di atas dapat dipahami bahwa modernisasi yang terkait dengan
segala macam bentuk mu’amalat diizinkan oleh syariat Islam selama tidak
bertentangan dengan prinsip dan jiwa syariat Islam. Berbeda dengan bidang muamalah,
hukum Islam dalam bidang ibadah tidak terbuka kemungkinan adanya modernisasi,
melainkan materinya harus berorientasi kepada nash al-Qur’an dan Hadis yang telah
mengatur secara jelas tentang tata cara pelaksanaan ibadah tersebut. Namun
modernisasi dalam bidang sarana dan prasarana ibadah mungkin untuk dilakukan.
D. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Perkembangan terakhir yang menarik untuk dicermati terkait dengan pengaruh
modernitas terhadap hukum Islam adalah amandemen terhadap Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 dan telah diundangkan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2006. Sebagaimana diketahui bahwa DPR RI pada tanggal 21
Februrai 2006 sudah menyetujui Revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Fenomena ini merupakan awal yang baik bagi Peradilan Agama pasca
satu atap (one roof system) setelah munculnya Undang-undang RI Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung.
Lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 telah memunculkan dampak yang
sangat luas di lingkungan Peradilan Agama baik menyangkut penyiapan Sumber Daya
Manusianya maupun penyiapan materi hukum yang siap pakai di lingkungan Peradilan
Agama khususnya terkait dengan kewenangan baru di bidang ekonomi syari’ah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, kewenangan Peradilan Agama
tidak hannya terbatas pada permasalahan perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan
shadaqah tetapi juga menyangkut masalah zakat, infaq, dan ekonomi syari’ah (Pasal
49). Adanya tiga tambahan kewenangan ini (zakat, infaq, dan ekonomi syari’ah) telah
secara signifikan merubah wajah peradilan Agama di Indonesia yang telah berjalan
semenjak zebelum zaman kolonial hingga saat ini. Kalau dulu peradilan agama terkesan
hannya menangani persoalan hukum keluarga Islam, saat ini wajah peradilan agama
tampak lebih mentereng yaitu peradilan hukum keluarga Islam dan peradilan perdata
Islam, bahkan belakangan ada usulan untuk memakai nama baru “Peradilan Agama dan
Niaga Syariah”.
Perubahan di atas telah secara jelas memberikan gambaran tentang adanya pengaruh
modernitas terhadap hukum Islam, munculnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
tidak dapat dilepaskan dari adanya trend dan perkembangan perilaku masyarakat di
bidang ekonomi syari’ah yang mencakup bank syari’ah, lembaga keuangan mikro
syari’ah, asuransi syari’ah, obligasi syari’ah, pembiayaan syari’ah, pegadaian syari’ah,
bisnis syari’ah dan lainlain.
Disamping dalam bidang di atas perubahan lain (dalam bidang Hukum
Perkawinan/Hukum Keluarga) yang perlu dicatat adalah bahwa Undang-undang No. 3
Tahun 2006 dengan tegas menyebutkan bahwa Peradilan Agama berwenang dalam hal
menetapkan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam (Penjelasan Huruf a Pasal
49 Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2006). Kewenangan baru ini membawa implikasi
serius bagi perkembangan peradilan Agama ke depan mengingat selama ini masih ada
kecenderungan pemahaman bahwa pengangkatan anak harus melalui Peradilan Umum.
Dengan adanya kewenangan baru dalam hal pengangkatan anak berdasarkan Hukum
Islam ini juga perlu ditegaskan bahwa akibat hukum dari pengangkatan anak dalam
Islam berbeda dengan pengangkatan anak berdasarkan tradisi hukum Barat / Belanda
melalui Pengadilan Negeri. Pengangkatan anak dalam Islam sama sekali tidak merubah
hubungan hukum, nasab dan mahram antara anak angkat dengan orang tua dan
keluarga asalnya, pengangkatan anak dalam Islam ini tidak merubah status anak angkat
menjadi anak kandung dan status orang tua angkat menjadi status orang tua kandung,
yang dapat saling mewarisi, mempunyai hubungan keluarga seperti keluarga kandung,
dan lain-lain. Perubahan yang terjadi dalam pengangkatan anak menurut Hukum Islam
adalah perpindahan tanggungjawab pemeliharaan, pengawasan dan pendidikan dari
orang tua asli kepada orang tua angkat.[3]
E. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas amatlah jelas bahwa hukum Islam tidak dapat lepas dari
pengaruh modernitas dan bahkan modernitas haruslah dipertimbangkan dalam
perkembangan hukum Islam agar hukum Islam mampu menciptakan kemaslahatan
bagi ummat manusia.
Dari pemaparan di atas juga terlihat adanya fakta yang menunjukkan bahwa revisi atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diundangkan dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 juga tidak dapat dilepaskan dari adanya
modernitas yang tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
v     Hanafi, Ahmad. MA. Pengantar Sejarah Hukum Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta
1991.
v     Murodi, Drs. Dkk. Sejarah Kebudayaan Islam, CV Toha Putra, Semarang, 1995.
v     Sardar, Ziauddin dan Malik, Zafar Abbas. Mengenal Islam “For Beginners  “,
Terjemahnya, Mizan, 1997.
v     Munawwir, Imam. 1986. Posisi Islam di Tengah Pertarungan Ideologi dan
Keyakinan. Surabaya: PT Bina Ilmu.
v     Amin, Muhammad. 1991. Ijtihad Ibnu Taimiyah dalam Fiqih Islam. Jakarta:   
INIS. Jilid IX
v     Azhar Basyir, Ahmad. KH. MA. 1996. Refleksi atas Persoalan Keislaman. Bandung:
Mizan. Cet. IV
v     Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve. Cet. IV

[1] Lihat, Imam Munawwir, Posisi Islam di Tengah Pertarungan Ideologi dan


Keyakinan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1986), hal. 42
[2] Ziauddin Sardar dan Zafar Abbas Malik, Mengenal Islam “For Beginners:
Terjamahnya  “ , Penerbit Mizan, Bandung, 1997, hal ; 79.
[3] Ahmad Hanafi, MA. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, PT. Bulan Bintang,
Jakarta 1991, hal ; 159. (islami69.blogspot.com)

BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam yang mempunyai nilai-nilai universal yang
menyangkut semua manusia. Islam yang berarti sikap pasrah, kepatuhan dan ketundukan kepada
Allah merupakan sikap umum yang dimiliki oleh setiap penganutnya. Islam sesuai dengan
jiwanya selalu menerima perkembangan, karena Al-Qur’an itu sendiri itu merupakan wahyu
Allah yang bersifat universal dan up-to-date memenuhi tuntutan perkembangan zaman.
Universalisme islam tergambar pada prinsip-prinsip nilai dapat di terapkan dalam kehidupan
modern.
Pemakaian kata modern atau modernisasi selama ini sudah sangat popular, semua
kalangan terdidik (intelektual) nampaknya sudah paham dengan peristilahan yang di maksud.
Ungkapan kata itu terkait dengan makna-makna tertentu yang bisa sama tapi bisa juga berbeda
sesuai dengan eksentuasi masalah, tujuan dan asumsi peristilahan yang digunakan terutamadalam
pengambilan istilah tersebut. Sedangkan modern dalam peristilahan arab dikenal dengan kata
Tajdid yang dalam Indonesia di artikan dengan pembaharuan. Dalam konteks pemikiran modern
dalam islam,ia merupakan suatu wacana yang mengawali perubahan mendasar bagi islam
sebagai suatu nilai ajaran dan umatnya sebagai pembuat arus perubahan tersebut.
Pertama islam lahir, manusia telah berada di tepi jurang kehancuran dan tenggelam
dalam lumpur keterbelakangan serta kebiadaban yang tidak kenal moral, nilai dan kesopanan.
Pelita perang dan petunjuk jalan kemana mereka harus melangkah, secara biadab, mereka
tinggalkan dan di gantikan dengan kpercayaan dalam bentuk ritual yang di palsukan oleh
pemimpin yang di palsukan oleh pemimpin kejahiliahan yang haus akan kekuasaan. Di sebutnya
zaman kegelapan karena mereka tidak tau perintah dan larangan, tidak tau kompas sebagai
pedoman kemana harus melangkah, kemana tujuan harus berjalan dan harus berhenti. Kemudian
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin majunya zaman munculah
pembaharuan-pembaharuan yang terjadi.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimanakah Sejarah lahirnya pemikiran modern dalam islam?
2.         Apa Faktor yang menyebabkan timbulnya pemikiran modern dalam islam?
3.         Siapa sajakah tokoh-tokoh pemikiran modern dalam islam?
C.      Tujuan
Dari rumusan masalah yang tersebut di atas bahwa tujuanya adalah
1.    Untuk mengetahui sejarah lahirnya pemikiran islam modern
2.    Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pemikiran islam modern
3.    Untuk mengetahui factor yang menyebabkan timbulnya pemikiran islam modern

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Lahirnya pemikiran Islam Modern
Kata modern, modernisme, dan modernisasi berasal dari barat. Modernism mengandung
arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat,
institusi-institusi semua itu menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru
yang di timbulkan oleh ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Sedangkan modernisasi adalah
pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai tuntutan
hidup masa kini. Pikiran dan aliran itu muncul antara tahun 1650 sampai tahun 1800 M, suatu
masa yang terkenal dalam sejarah eropa sebagai “the age of reason” atau “ enlightenment”, yakni
masa pemujaan akal.
Sedangkan Pemikiran dalam Islam lahir jauh sesudah munculnya Islam, setelah melalui
sejarah yang panjang. Hal tersebut berangkat dari kepentingan-kepentingan sesudah wafatnya
nabi Muhammad SAW. Pada masa rasulullah SAW, kaum muslim tidak mengalami masalah
berat ketika berhadapan dengan masalah seperti akidah, ibadah dan muamalah, karena masalah
yang ada dapat langsung dirujuk kepada Nabi Muhammad SAW.[1] Namun setelah Rasulullah
SAW wafat, kaum muslim mulai menghadapi berbagai masalah. Masalah yang muncul palinng
awal adalah, siapakah pengganti rasul yang akan menjadi pemimpin umat? Pengganti
Muhammad SAW sebagai rasulullah tidak mungkinada, karena telah diketahui beliau adalah
nabi akhir zaman. Akan tetapi pengganti beliau sebagai kepala negara yang membuat banyak
perbedaan pendapat dari kalangan sahabat, dan keputusan yang diambil tidak dapat memuaskan
semua pihak. dari sinilah muncul cikal bakal munculnya pemikiran-pemikiran baru dari kalangan
sahabat. Jawaban dari masalah awal akhirnya tercapai dengan kesepakatan yaitu ronggak
kepemimpinan diserahkan kepada Abu Bakar.
Sekurang-kurangnya sejak setelah mengalami masa kemunduran dalam segala bidang
sejak jatuhnya kekhilafahan Bani Abbassiyah di Baghdad pada 1258 M, pemikiran modern Islam
muncul dikalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam. Pada
saat munculnya para pemikir Islam, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat
sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, non-agama maupun dalam bidang kebudayaan
lainnya. Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari
ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya.
Modernisasi Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan
gerakan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah kebalikannya, yaitu
memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan
menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang telah dilalaikan umatnya. Oleh karena itu
pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala
kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama Islam.[2]
B.  Faktor lahirnya pemikiran Modern dalam Islam
Lahirnya pemikiran modern dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh dua faktor, yakni faktor
eksternal yang berasal dari luar Islam sendiri dan faktor Internal yang berasal dari masalah-
maslah yang ada di Islam sendiri. Adapun kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut :[3]
1.        Faktor Eksternal
a.    Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat disintegrasi atau perpecahan yang
terjadi dikalangan umat Islam yang jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada pertengahan
abad ke-13 M., yaitu ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang mlepaskan diri dari
pemerintahan pusat kekhalifahan bani Abbasiyah.
Setelah runtuhnya peradaban Islam, perpecahan yang terjadi ditubuh umat Islam
bertambah parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya daerah-daerah yang
sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru sebagai
pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam,
Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk dijadikan daerah
penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Inggris menjajah India, Malaysia dan banyak
negara-negara di Afrika. Karena Imperialisme inilah, lahir para pemikir yang berusaha
membangunkan umat Islam dan mengajak mereka untuk bangkit melawan penjajahan.
b.    Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak abad ke-16 M. barat mengalami suatu babak sejarahnyayang baru, yaitu masa
modern dengan lahirnya para pemikir modern yang menyuarakan kemauan ilmu pengetahuan
dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (Agama). Karena keberhasilannya inilah dicapai
peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam pada waktu itu, sedang berada dalam masa kemundurannya,
karena interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari pentingnya kemajuan dan
mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali memajukan Islam.
2.    Faktor Internal
a.    Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena pertikaian
yang terjadi diantara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan pembatasan Madzhab
fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali.
Sementara itu bidang teologi didominasi oleh pemikiran Asy’ariyah dan bidang tasawwuf
didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghozali.
Penutupan pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar dimana
umat Islam tidak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan dengan
maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekedar pengulangan-pengulangan
tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai dengan
kemajuan zaman.
Berkenaan dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam paa zaman
modern dengan ide-ide pembaharuannya menyuarakan pentingnya dibukakan kembali pintu
ijtihad.
b.    Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur diluarnya
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi faktor lahirnya pemikiran modern
dalam Islam adalah bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur diluarnya.
Pada masa abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal agamanya dengan
baik sehingga banyak unsur diluar Islam diainggap debagai agama. Maka tercampurlah agama
Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah, Khurafat dan Takhayyul.
Satu hal yang perlu digarisbwahi disini adalah bahwa faktor eksternal yang paling utama
dalam mempengaruhi munculnya pemikiran modern dala Islam, sedangkan faktor internal telah
ada sebelum masa modern Islam yang telah lebih dulu melatarbelakangi lahirnya pemikiran-
pemikiran modern dalam Islam, karena pemikiran modern dalam Islam tidak lain adalah
kelanjutan pemikiran pembaharuan yang telah ada sebelumnya atau pemikiran pembaharuan
pada masa klasik.

Anda mungkin juga menyukai