Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Politik Hukum Islam di Era Reformasi: Studi Kasus RUU KUHP

Dibuat untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Politik Hukum Pidana Islam

Dosen Pengampu: Ismail Marzuki, M.A. Hk.

Disusun Oleh:

Anastya Mawar Dini 2002026053

Akmal Hassaan 2002026047

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaiakan kewajiban kami
sebagai mahasiswa. Yakni, dalam bentuk tugas terstruktur yang diberikan oleh Bapak dosen
guna menambabh ilmu pengetahuan dan wawasan bagi kami.

Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad Saw,
semoga kelak kita semua menndapatkan syafaatnya di yaumul akhir nanti.

Segenap ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Selaku dosen pengampu mata
Ismail Marzuki, M.A. Hk. kuliah ini, karena berkat bimbingan beliau kelompok kami bisa
menyelesaiakan tugas makalah dengan judul “Politik Hukum Islam di Era Reformasi: Studi
Kasus RUU KUHP” ini selesai pada waktu yang sebagaimana mestinya.

Adapun dalam makalah ini dijumpai kekurangan maupun kesalahan, kami selaku kelompok
pembuat makalah meminta maaf sebesar-besarnya serta meminta saran dan kritik untuk
memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sesama.
Aamiin Ya Rabbal Alaamiin.

Semarang, 13 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3

BAB I ........................................................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................................... 6

2.1 Era Reformasi & Pembinaan Politik Hukum Pidana Islam ..............................................6-7

2.2 Studi Kasus Dalam RUU KUHP ...................................................................................7-10

BAB III ................................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 11

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Telah banyak studi hukum Islam Indonesia misalnya, pembaharuan hukum
Islam dilakukan oleh Hasbi al-Shiddieqy serta Hazairin. Orientasi Hasbi mengacu
metodologi ulama terdahulu sedangkan Hazairin disesuaikaan konstitusionalisasi pada
Piagam Jakarta dengan interpretasi al-Qur’an dan al-Sunnah secara modern. Fenomena
demikian sesungguhnya merupakan suatu pergumulan berkelanjutan dalam
pembangunan Sistem Hukum Nasional sejak masa kemerdekaan hingga bergulirnya
reformasi. 1Pergumulan hukum Islam di tengah pluralitas hukum nasional nampaknya
merupakan kewajaran sebagai konsekuensi dari Induk hukum nasional KUHP (WvS)
sebagai warisan Belanda dan Perancis dari sistem hukum kontinental civil law system
dengan ajaran individualism, liberalism and individual rights yang tidak sesuai dengan
kesadaran hukum Indonesia.
Dalam pergumulan politik nasional, beberapa hukum nasional telah lahir sejak
kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru bahkan hingga reformasi dan masih menjadi
polemik. Hal ini nampak misalnya dalam perjalanan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, UU Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, Perda Syariah dan lain-lainnya yang terus menuai tantangan
bahkan dari internal umat Islam sendiri. Fenomena demikian dapat dibenarkan, antara
lain karena politik hukum yang berpengaruh pada masa tersebut. Politik hukum Orde
Lama dan Orde Baru bisa dikatakan sebagai penghalang lajunya hukum Islam me\nuju
hukum Nasional. Namun, sejak reformasi, politik hukum nasional sesuai UU No. 10
Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2011 telah berbeda jauh dari politik hukum
sebelumnya. Atas dasar itulah, politik hukum era reformasi manampakkan wajah
politik yang berbeda daripada era orde lama dan orde baru dalam melihat realitas
pluralitas hukum yang berkembang terutama dari sisi peluang dan tantangan yang
terjadi terhadap hukum Islam.2

1
Barda Nawawi Arief, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), (Semarang: Pustaka Magister, 2012).
2
Muhammad Alim, “Perda Bernuansa Syariah dan Hubungannya Dengan Konstitusi”, akses pada 1 Pebruari
2013 dari http://law. uii.ac.id/ images/ stories/ Jurnal% 20 Hukum/1% 20MAlim.pdf.

4
II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Pembinaa Poitik Hukum Pidana Islam Era Reformasi?


2. Bagaimana Implementasinya Dalam Studi Kasus RUU KUHP?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Era Reformasi dan Pembinaan Politik Hukum Islam

Pada Era ini merupakan kebangkitan demokrasi dan kebebasan yang terjadi di seluruh
pelosok tanah air Indonesia bersamaan dengan jatuhnya Soeharto penguasa Orde Baru selama
kurang lebih 32 tahun. Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era ini setidaknya hukum
Islam mulai menempati posisinya secara perlahan tapi pasti. Lahirnya Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan,
semakin membuka peluang lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam.
Terutama pada Pasal 2 ayat 7 yang menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang
didasarkan pada kondisi khusus di suatu daerah di Indonesia, dan peraturan tersebut dapat
mengesampingkan berlakunya peraturan yang bersifat umum.

Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit merealisasikan
hukum Islam dalam wujud peraturan perundang-undangan telah membuahkan hasil yang nyata
di era ini. Salah satu buktinya adalah terbitnya Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Otonomi Khusus serta Undang-Undang Daerah Istimewa. Seperti halnya
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, kemudian yang sangat
menjadi perhatian adalah diterbitkannya Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang No. 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam. Keduaproduk hukum Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam ini walaupun tidak berlaku secara nasional namun telah merubah hampir secara
keseluruhan tatanan hukum dan politik di Aceh, bahkan ditengarai pula akan memberikan
pengaruh yang tidak kecil terhadap pemerintah pusat.3

Dalam penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam terdapat


empat keistimewaan yang dimiliki daerah ini sebagai berikut, (1) Penerapan syariat Islam
dalam seluruh aspek kehidupan beragama, (2) Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan
syariat tanpa mengabaikan kurikulum umum, (3) Pemasukan unsur adat dalam struktur
Pemerintahan Desa dan, (4) Pengakuan peran Ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Untuk
menindaklanjuti undang-undang tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah

3
Imam Syaukani dan A. Ahsan Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
97-98.

6
Istimewa Aceh tersebut maka Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah
mengeluarkan empat Peraturan Daerah (Perda) atau Qanun. Adapun beberapa Qanun dimaksud
masing-masing adalah, Qanun No. 3Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU), Qanun No. 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam
di Aceh, Qanun No. 6 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Qanun No. 7
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Adat.

Berkaitan dengan isi beberapa Qanun tersebut maka pelaksanaan Syariat Islam
sedemikian luasnya yang mencakup hukum tentang masalah ibadah, peradilan perdata dan
pidana. Berkaitan dengan peradilan (qadha), pada tanggal 1 Muharram 1424 Hijriah bertepatan
dengan tanggal 4 Maret 2003 melalui Keppres No. 11 Tahun 2003 Pemerintah telah
meresmikan berdirinya Mahkamah Syar’iyah, sehingga dapat melaksanakan syariat Islama
secara kaffah di wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan Mahkamah Syar’iah ini
nantinya akan menangani perkara-perkara perdata (ahwal al-syakhshiyyah) dan perkara pidana
(jinayah), hal ini sesuia amanat Qanun No. 10 Tahun 2002, dan sesuai pula dengan Qanun
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002.
4
Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam
untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-
langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan
sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku
dalam hukum Nasional kita.

B. Studi Kasus: RUU KUHP

Memadukan ilmu hukum pidana dan moral dalam konsep integrasi tidak saja membentengi
watak hukum Indonesia yang religius bermoral. Akan tetapi, lebih dari itu konsep integrasi
sebagai upaya menjawab kegagalan ilmu hukum menghadirkan keadilan dalam masyarakat.
Termasuk pendekatan profetik sebagai koridor religiousitas ilmu hukum. Hukum pidana saat
ini yang diberlakukan sebagai hukum warisan kolonial seharusnya telah mengalami
pembaharuan karena konteks kehidupan di masa penjajahan sudah berbeda. Hukum warisan
kolonial sudah ketinggalan zaman untuk tetap dipertahankan sehingga beberapa aturan pasal-
pasal dalam KUHP memang seharusnya dirombak dan dibangun kembali sebagaimana teori

4
Ibid, 99.

7
hukum progresif yang menghendaki agar cara berhukum kita out of the box dan apabila hukum
tersebut tidak lagi memberikan keadilan maka hukum tersebut harus di rombak dan dibangun
kembali.

Beberapa pasal dalam KUHP yang harus diperbaharui dan sementara disusun oleh
pemerintah dalam RKUHP, yakni Pasal 284: ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan, ayat (2) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan suami/istri yang
tercemar; dan bila bagi mereka berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam
tenggang waktu tigda bula diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang
karena alasan itu juga, Ayat (3) terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75, Ayat
(4) pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai, dan Ayat (5) Bila bagi suami-istri berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian
atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan ranjang menjadi tetap.5

Pasal 284 ayat (1) itu sendiri dirincikan lagi menjadi 4 bagian, yakni seseorang pria yang
telah kawin yang melakukan mukah (verspel), padahal diketahuinya bahwa pasal 27 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya; seorang wanita yang telah kawin yang
melakukan mukah, padahal diketahuinya bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata berlaku baginya; sesorang pria yang tutut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; dan seorang wanita yang telah kawin yang
turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah
kawin dan pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya. Menurut hukum
pidana Islam, ancaman pidana disesuaikan dengan pelaku perzinahan. Jika pelaku zina itu
muhsin atau telah menikah maka ancaman pidananya adalah rajam (stoning to death).

Namun jika perzinahan itu dilakukan oleh orang yang belum menikah maka ancaman
pidananya adalah cambuk atau didera sebanyak delapan puluh kali. Ketentuan yang mengatur
mengenai persaksian tidak diatur secara khusus dalam delik perzinahan menurut KUHP. Maka
system pembuktian delik perzinahan sama dengan sistem pembuktian delik-delik yang lain.
Masyarakat Indonesia telah memahami bahwa segala bentuk hubungan badan yang dilakukan
di luar pernikahan merupakan perzinahan dan hal tersebut wajib untuk dihukum. Namun dalam
hukum positif persepsi masyrakat tidak selamanya benar sehingga dalam RKUHP perzinahan

5
Eko Sugiyanto & Budhi Wicaksono, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
Perzinahan, (Diponegoro Law Jurnal 5, no 3, 2016), 1-10.

8
diperluas maknanya. Pasal 484 ayat 1 RUU KUHP mencakup perzinahan antara laki-laku
dengan perempuan yang keduanya tak terikat perkawinan dan yang bisa jadi pengadu adalah
pihak ketiga yang tercemar. RKUHP 2015 tindak pidana Zina diatur dalam pasal 484 angka
(1) sampai (4). Adapun bunyi pasal tersebut disajikan pada Tabel. Deskripsi Pasal 484 angka
(1) sampai (4)

Pasal 484

• Bunyi Pasal Angka 1 Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun: 1) Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan bukan istrinya; 2) Perempuan yang berada dalam
ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
3) Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan
perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan
perkawinan; 4) Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan laki-laki padahal diketahui tersebut berada dalam ikatan
perkawinan; atau 5) Laki-laki dan perempuan yang masingmasing tidak terikt
dalam perkawinan yang sah melakukan perstubuhan.
• Angka 2 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar.
• Angka 3 Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 29.
• Angka 4 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan
belum dimulai.

Menurut beberpa ahli hukum pidana Pasal 484 angka 1 hingga 4 merupakan rancangan
yang mengoverkriminalisasi karena negara telah mengurus privat seseorang namun perzinahan
merupakan perbuatan yang melanggar moral dan hukum agama sehingga hal tersebut harus
ditanggulangi selain merumuskan aturan yang tegas dan keputusan hakim dengan
memperhatikan hukum pidan materiil. Perumusan delik perzinahan yang dirumuskan oleh
pemerintah merupakan sutau gagasan penerapan nilai hukum islam yang berbasiskan teori
hukum profetik dimana perzinahan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT
yang tertuang dalam rumusan RKUHP bahwa yang termasuk zina bukan hanya yang terikat
pernikahan secara bersama-sama melainkan segala bentuk hubungan badan di luar pernikahan
termasuk zina dan harus dihukum.

9
Perumusan delik tersebut berasal dari perluasan asas legalitas dalam KUHP bahwa
yang dapat dipidana bukan hanya perbuatan yang dilarang dalam aturan tertulis tetapi segala
perbuatan yang bertentang dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus di hukum.
Gagasan perluasan ini memberikan ruang kepada para ilmuwan hukum untuk mengkaji
hukuman yang pantas bagi pelaku perzinahan jika dalam hukum Islam pelaku dihukum rajam
dan hukum pidana warisan belanda dihukum penjara maka dalam pembaharuan hukum pidana
masih tetap dipenjara dengan batasan dan ketentuan yang telah dibuat. Meskipun hukum yang
dirancang adalah hukum penjara namun sebenarnya internalisasi nilai hukum Islam dengan
dipidana penjara telah mengandung nilai dan spirit agama islam dengan hukum rajam
meskipun tidak disebutkan secara eksplisit hukum rajamnya dalam KUHP maupun RKUHP.

10
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pembangunan hukum dan politik hukum Indonesia era reformasi menunjukkan


perubahan besar terhadap eksistensi hukum Islam. Perubahan tersebut dapat dilihat dari
orientasi yang sebelumnya (Orde Baru) menekankan aspek ekonomi yang sangat rentan
korupsi, otoriter, kolusi dan nepotisme menuju sistem dan pembangunan hukum yang lebih
demokratis sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. Faktor yang merupakan
peluang dan tantangan hukum Islam di tengah pluralitas hukum nasional era reformasi
dipolakan dalam tiga aspek, faktor politis, faktor sosiologis dan faktor filosofis. Dengan
demikian, era reformasi member peluang besar pada hukum Islam dalam pergumulan politik
hukum, yang mengarah pada integrasi ilmu Hukum Indonesia yang dikotomi dengan ilmu
Hukum Islam Indonesia, menyatu di tengah pluralitas hukum nasional.

Indonesia sebagai Negara yang ber KeTuhanan Yang Maha Esa berimplikasi kepada
pengakuan terhadap agama-agama dan keyakinan yang berada di Indonesia. Hukum Islam
sebagai salah satu hukum yang diakui dan diberlakukan di Indonesia memuat nilai-nilai
Universal yang sangat relevan terhadap perkembangan kehidupan masyarakat di Indonesia.
Mengintegrasikan nilai-nilai hukum Islam dalam pembahruan hukum pidana (RKUHP)
terhadap perzinahan merupakan hal yang sangat tepat karena tujuan hukum Islam yakni
menjaga akal, jiwa, keturunan dan harta dapat diaktualisasikan dengan memperbaharui aturan-
aturan tentang perzinahan yang tidak hanya terhadap pasangan yang sudah menikah melainkan
terhadap pasangan yang belum terikat pada pernikahan. Hukum Islam sebagai salah satu
sumber hukum pidana nasional telah dilegitimasi oleh Pancasila dan UUD 1945 sehingga
kekuatan hukumnya dapat mengikat dalam penerpan hukum terhadap 3 struktur hukum yakni
substansi, kulture dan structure.

11
Daftar Pustaka & Bahan Bacaan

Nawawi, Barda Arief. (2012). Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia). Semarang:
Pustaka Magister.
Alim, Muhammad. (2013). “Perda Bernuansa Syariah dan Hubungannya Dengan Konstitusi”.

Akses pada 1 Pebruari 2013 dari http://law. uii.ac.id/ images/ stories/ Jurnal% 20

Hukum/1% 20MAlim.pdf.

Syaukani, Imam. dan A, Thohari Ahsan. (2005) Dasar-Dasar Politik Hukum. (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai