Anda di halaman 1dari 17

REFORMASI DAN POSITIFIKASI HUKUM ISLAM DI

INDONESIA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah: Tarikh Tasyri’
Dosen pengampu: Muhammad Farid Azmi, MH.
.

Disusun oleh:
1. Zalfa Shidqiyyah (1119113)
2. Rizqi Ariana Zulma (1119118)
3. Annisa Sabira (1119144)
Kelas: HKI D

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kahadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Reformasi dan Positifikasi Hukum Islam di
Indonesia.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekalongan, 13 Mei 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1

C. TUJUAN.......................................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN

A. MAKNA ISTILAH HUKUM ISLAM DI INDONESIA.............................2

B. REFORMASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA.........................................4

C. POSITIFIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA


...............................................................................................................................
8

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN..................................................................................................8

B. SARAN.........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum Islam merupakan salah satu bidang hokum yang menjadi
sumber pembangunan nasional, selain hukum Adat dan hukum Barat.
Ketiganya mewarnai produk hukum yang dikeluarkan oleh Negara dari
tatanan Undang-Undang hingga tatanan peraturan teknis. Keberlakuan
hokum Islam sesuai dengan sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” dan
Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945 menjadi dasar legitimasi bagi positivikasi
hukum yang berasal dari agama ke dalam hokum nasional melalui proses
legislasi. Frasa “menjamin” dalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI Tahun
1945 setidaknya dapat dimaknai sebagai wujud kata kerja aktif yang harus
dilakukan oleh Negara dalam rangka memberikan jaminan. Hal tersebut
bermakna bahwa Negara secara imperatif dan dan positif perlu
mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan syariat
agama-agama dan secara negatif dilarang mengeluarkan peraturan
perundang-undangan yang bertentangan dengan syariat agama-agama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Makna Istilah Hukum Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Konsep Reformasi Hukum Islam di Indonesia?
3. Bagaimana Positifikasi Hukum Islam di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Makna Istilah Hukum Islam di Indonesia.
2. Untuk Mengetahui Konsep Reformasi Hukum Islam di
Indonesia.
3. Untuk Mengetahui Positifikasi Hukum Islam di Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. MAKNA ISTILAH HUKUM ISLAM DI INDONESIA


Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di daman Al-Quran
dan literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam Al-Quran adalah kata
syariah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hokum
Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dari literature Barat.
Dalam penjelasan mengenai hukum Islam dalam literatur Barat ditemukan
definisi hukum Islam yaitu: keseluruhan kitab Allah yang mengatur
kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Dari definisi ini arti
hukum Islam lebih dekat dengan pengertian syariah.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang arti hukum Islam, perlu
diketahui lebih dari dahulu kata “hukum”. Sebenarnya tidak ada arti yang
sempurna tentang hukum. Namun, untuk mendekatkan kepada pengertian
yang mudah menurut Muhammad Muslehuddin dari Oxford English
Dictionary hukum adalah sekumpulan aturan, baik berasal dari aturan
formala maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dang bangsa tertentu
sebagai mengikat bagi anggotanya.1
Jika hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti:
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan
mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.

B. KONSEP REFORMASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Jatuhnya Presiden Soeharto di tahun 1998 tidak


hanya berimplikasi pada proses suksesi kepemimpinan nasional,
namun juga terkait dengan munculnya kembali keinginan dari

1
Mardani, “Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke-38 No.2 April-Juni 2008, hlm 178.

2
sebagian masyarakat Indonesia untuk kembali menghidupkan
syariah dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara. Mulai dari UU Zakat, UU Perbankan Syariah, UU


Wakaf, amandemen UU Peradilan Agama, hingga
pemberlakuan qanun di Aceh. Banyaknya peraturan perundang-
undangan bernuansa syariah yang dihasilkan pasca reformasi
tidak terlepas dari peran partai-partai politik Islam yang

berhasil masuk ke DPR sejak pemilu 1999. Perkembangan


perpolitikan Indonesia di masa reformasi memberikan tempat
bagi partai politik Islam untuk dapat memperjuangkan aspirasi
umat Islam. Kondisi demokratis ini memberikan harapan baru
bagi perkembangan Hukum Islam dalam konstelasi hukum
positif di Indonesia, termasuk dalam bidang ekonomi Islam.2

Ekonomi Islam, menurut para ahli dikatakan sebuah


sistem ekonomi yang dibangun atas prinsip-prinsip religius,
berorientasi pada persoalan dunia maupun akhirat. Mayoritas
para ekonom muslim sepakat mengenai dasar filosofis sistem
ekonomi Islam yaitu: Tauhid, Khilafah, ‘Ibadah, dan Takaful.
Sistem ekonomi dan keuangan Islam adalah sistem yang
senantiasa mengacu pada maqas{id al- shari’ah, sesuai dengan
tujuannya yakni kemaslahatan.

Pada tataran konsep dan ide, sistem ekonomi syariah


memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan sistem ekonomi
lainnya seperti kapitalisme dan sosialisme. Masudul Alam
Choudury mengemukakan beberapa prinsip utama dari sistem
ekonomi Islam yakni prinsip tauhid dan persaudaraan,

prinsip bekerja dan produktivitas, dan distribusi equitas.


Sementara Naqvi menjelaskan empat landasan normatif dalam
2
Ibid hal 182

3
etika Islam yang direpresentasikan dalam aksioma etika yaitu
landasan tauhid, keadilan, kehendak bebas, dn

pertanggungjawaban. Tokoh lainnya, Humaid al-„Ali menyebutkan


tiga ciri utama ekonomi syariah yaitu : (1) ekonomi ilahi-
rabbani-‘aqdi; (2) ekonomi ta’abbudi akhlaqi dan (3) ekonomi insani-

‘alami-waqi’ Meskipun pada tataran teori dan konsep para ahli


mengemukakan perincian yang bebeda mengenai karakteristik
ekonomi syariah, namun pada dasarnya terdapat persamaan
diantara mereka, yakni mengutamakan nilai-nilai etika dan moral,
yakni terhindar dari maisir, gharar, riba,.3

Namun disisi lain, munculnya peraturan perundang-


undangan yang bernuansa syariah tersebut memunculkan
kekhawatiran bagi sebagian masyarakat non muslim Indonesia-

bahkan dunia- akan pemberlakuan syari‟ah Islam di Indonesia.


Tidak dapat disalahkan jika ada kekhawatiran yang dirasakan
oleh sebagian masyarakat non muslim terkait dengan fenomena
maraknya peraturan perundang- undangan bernuansa syar‟riah
karena melihat arah dari konsep yang coba dikembangkan oleh
para legislator di beberapa daerah di Indonesia lebih kearah
bentuk model hukuman seperti ta‟zir dan hukuman fisik lainnya
dan bukan pada substansi yang dapat diterima oleh semua
masyarakat, baik yang muslim maupun non muslim.

Rekonsepsi Hukum Islam di Indonesia

Berbagai konsep yang akan diajukan dalam upaya


mengembangkan Hukum Islam di Indonesia setidaknya harus melihat
juga sejarah perkembangan tradisi dan pemikiran Islam yang telah

3
Muhammad Aiz, “Format Hukum Islam di Indonesia”, STIT Al
Marhalah Al ‘Ulya Bekasi, Koordinat Vol. XVII 1 April 2018.

4
lama ada. Dalam sejarah Hukum Islam pemikiran hukum yang
dihasilkan oleh para ulama “swasta” lebih dapat diterima oleh
masyarakat dibandingkan hasil pemikiran hukum “negeri”. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya kitab-kitab fiqih yang dijadikan rujukan
utama masyarakat dibandingkan dengan warisan keputusan pengadilan
agama bahkan aturan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka patutlah
dipertimbangkan persoalan-persoalan apa saja yang layak untuk diatur
oleh negara. Karena bagaimanapun juga tidak seharusnya semua
persoalan kehidupan masyarakat diatur oleh negara, apalagi yang
terkait dengan praktek-praktek keagamaan atau hukum diyani.
Campur tangan negara yang terlalu dominan dalam penerapan hukum
agama akan menimbulkan anggapan otoriternya hukum agama
tersebut.4

Konsep kehidupan bernegara di Indonesia sebagai sebuah


negara hukum (rechtstaat) harus dimaknai bukan sebagai
negara Hukum Islam. Namun menyikapi hukum yang hidup di
Indonesia pada kenyataannya ada Hukum Islam di tengah
masyarakat harus pula disikapi secara baik .Keikutsertaan
negara dalam merumuskan sebuah peraturan merupakan hal
yang mutlak. Karena kebebasan yang tanpa batas dalam konteks
perumusan serta penetapan sebuah peraturan perundang-
undangan hanya akan menimbulkan anarkis berlabel agama,
dan hal ini justru sangat merugikan agama itu sendiri. Dalam
upaya untuk merumuskan hukum agama (Islam) inilah, negara
(pemerintah) harus mampu mengedepankan substansi dari
hukum agama (Islam) dibandingkan dengan label penamaan
“syari‟ah”. Berbagai teori terkait dengan keberadaan Hukum
Islam di Indonesia, mulai teori Receptie in Complexu milik Van
den Berg, lalu teori Receptie milik Snouck Hurgronje, teori

. Ali Sodiqin, "Positifikasi Hukum Islam di Indonesia: Prospek dan


4

Problematikanya", supremasi hukum, Vol. 1, No. 2, Desember 2012.

5
Receptie Exit milik Hazairin, teori Receptie a Contrario milik
Sayuti Thalib, teori Eksistensi miliknya Ichtijanto dan pemikiran

Hasbi ash-Shidiqiey dan Munawir Syadzali harus dijadikan


pertimbangan di saat negara akan merumuskan berbagai nilai-
nilai Islam untuk dijadikan hukum positif.

Pemahaman akan Hukum Islam yang diformulasikan


sebagai hukum positif di Indonesia, seharusnya dipahami
sebagai “fiqih” yang memungkinkan untuk disesuaikan dengan
tempat dan waktu. Penggunaan label “syari‟ah” setidaknya
memunculkan kerancuan di sebagian masyarakat yang
mengidentikan atau menyamakan dengan sumber utama Hukum
Islam, yakni Alquran dan Sunnah, yang tidak boleh untuk
dirubah. Akibatnya akan menimbulkan salah persepsi manakala
ada perubahan penafsiran dari sebuah ketentuan yang
sebelumnya telah ada. Jika dilihat perbedaan antara syari‟ah
dan fiqih, maka setidaknya dapat dikategorikan menjadi 3 ,
yaitu bahwa syari‟ah adalah (1) konteks agama secara umum;
(2) konteks hukum secara umum; dan (3) bersumber dari kitab
suci dan hadits, berbeda dengan fiqih yang bersumber dari
penafsiran manusia.5

Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi sangat wajar


apabila dalam perkembangan Hukum Islam di Indonesia
disesuaikan dengan konteks keadaan masyarakatnya, baik
waktu maupun tempatnya. Hal inilah yang menjadi substansi
penting bagi perumusan Hukum Islam di Indonesia yang dapat
menjawab berbagai kebutuhan masyarakat muslim di Indonesia.
Agenda perumusan Hukum Islam di Indonesia harus mampu
mengangkat martabat manusia, karena hal itulah yang

5
Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Mediapratama, 2001, hlm. 187

6
sesungguhnya dimaksudkan dalam filsafat Islam terkait dengan
keberadaan sebuah hukum. Salah satu agenda yang relevan
dengan tujuan tersebut adalah pengaturan dalam bidang
mu‟amalah guna menghilangkan kesenjangan ekonomi dan
sosial yang semakin tinggi. Perkembangan masyarakat yang
sangat cepat, seringkali mampu meninggalkan aturan-aturan
dalam Hukum Islam. Berbagai problematika kontemporer
seharusnya mampu diimbangi dan dicarikan solusinya oleh
perkembangan Hukum Islam. Oleh karenanya Hukum Islam
harus mampu bergerak dinamis mengikuti kebutuhan
masyarakatnya. Konteks mu‟amalah yang terus mengalami
perkembangan menuntut adanya interaksi antara penafsiran
Hukum Islam dengan masyarakat secara terus-menerus. Tanpa
adanya interaksi yang berkesinambungan, maka akan sangat
sulit bagi Hukum Islam untuk dapat menjawab kebutuhan
masyarakat yang pada akhirnya diformulasikan dalam hukum
positif di Indonesia.6

C. POSITIFIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA


Konsep Positivisasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional

Implikasi teori resepsi yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje,


yang diatur dalam Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS)
adalah munculnya penggolongan penduduk dan hukum yang berlaku bagi

masing-masing golongan. Kemerdekaan Indonesia yang oleh Hazairin


dianggap sebagai ajalnya teori resepsi ternyata tidak selamanya benar,
karena pasca kemerdekaan negara masih mengakui adanya 3 (tiga) tradisi

hukum yang menjadi sumber bagi pembangunan hukum nasional. Hukum


Islam, Hukum Adat, dan Hukum Eropa secara eklektis menjadi materi bagi
pembentukan hukum nasional, artinya dari ketiga tradisi hukum tersebut
dapat diambil sebagai bahan baku (raw material) bagi penyusunan
6
Ibid hal 190

7
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh warga negara.
Pasca kemerdekaan semangat yang muncul dari para ahli hukum
adalah perlunya unifikasi dan kodifikasi hukum yang difungsikan sebagai
pengganti hukum kolonial yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan

alam kemerdekaan. Unifikasi menurut Penulis tentunya tidak mudah,


terlebih pada bidang hukum yang tidak “netral”, yakni bidang hukum yang
di dalamnya memuat hukum agama, khususnya dalam konteks ini adalah
hukum Islam. Hal ini antara lain terlihat pada saat negara hendak
melakukan unifikasi hukum perkawinan dan penyusunan UU Peradilan
Agama.7

Pada bagian ini Penulis terlebih dahulu perlu mengemukakan bagaimana


konsep positivisasi dalam sistem hukum nasional ditinjau dari: (a) peraturan
perundang-undangan; dan (b) doktrin yang telah dikemukakan oleh ahli
hukum. Pertama, positivisasi dalam sistem hukum nasional tidak dapat
dilepaskan dari dasar hukum pembentukan peraturan perundang-undangan,
yakni Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang- undangan (UU P3), yaitu melalui tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan. Kedua, positvisasi dalam khasanah hukum Islam menurut


Syamsul Anwar dikenal dengan istilah qanun yang menggambarkan bagian
dari syariah yang telah dipositifkan dan diintegrasikan oleh suatu
pemerintah menjadi hukum Negara.
Substansi hukum Islam merupakan salah satu bahan baku bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan melalui mekanisme
positivisasi. Positivisasi hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional
memiliki dua bentuk, yaitu: (a) hukum Islam tidak bisa diberlakukan dalam
lingkup nasional karena kondisi pluralitas bangsa Indonesia, namun hukum
Islam dapat menjadi salah satu sumber nilai dalam penyusunan hukum

7
Mardani, "Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional", Jurnal
hukum, No. 2 Vol. 16 April 2009. Hal 34

8
nasional; atau (b) hukum Islam dapat menjadi hukum positif yang berlaku
bagi semua warga melalui proses legislasi yang sah seperti bidang
muamalah atau hukum privat.
Positivisasi hukum Islam memiliki prospek yang cerah karena era
reformasi

yang demokratis memiliki karakter hukum responsif, yang mana hal ini
berkebalikan dengan sistem hukum Barat/Kolonial yang sudah kurang

berkembang. Hal ini didukung dengan jumlah penduduk mayoritas yang


beragama Islam dan politik pemerintah yang mendukung berkembangnya
hukum Islam, sehingga hukum Islam menjadi salah satu sumber bahan baku
dalam pembentukan hukum nasional di samping hukum adat dan hukum

Barat/Kolonial. Penulis berpendapat bahwa nilai-nilai, asas-asas, dan


norma- norma hukum Islam yang berpotensi untuk dijadikan materi
peraturan perundang- undangan, yakni di bidang hukum keluarga
(munakahat dan faraidh), hukum ekonomi (ahkam iqtishadiyyah), dan saat
ini juga hukum pidana (jinayah).8

Hukum Islam yang telah dipositifkan, namun tidak bisa diberlakukan


dalam lingkup nasional dalam arti mengikat semua warga negara, yakni
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Positivisasi dalam arti penuangan nilai-nilai hukum Islam, menurut Penulis
tertuang dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ketiga undang-undang tersebut menurut Penulis secara nilai-nilai sejalan
dengan hukum Islam.
Hukum Islam yang menjadi hukum positif dan berlaku bagi semua
warga negara, yakni positivisasi di bidang hukum keluarga dan hukum
8
Ibid hal 37

9
ekonomi. Bidang hukum keluarga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan positivisasi hukum Islam di
bidang ekonomi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Di ranah hukum publik, hukum pidana telah
dilakukan positivisasi sebagaimana dituangkan dalam Qanun yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Di era reformasi lahir beberapa perundang-undangan yang dapat
memperkokoh hukum Islam, di antaranya:
Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 53 tambahan
lembar negara Republik Indonesia Nomor 3832).

Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji terdiri dari 15 Bab


dan30 Pasal. Secara global isinya sebagai berikut:

Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1 – 3), Bab II Asas dan Tujuan


(Pasal 4– 5), Bab III Pengorganisasian (Pasal 6 – 8), Bab IV Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Pasal 9 – 11), Bab V Pendaftaran (Pasal 12
– 14), Bab VI Pembinaan (Pasal 15), Bab VII Kesehatan (Pasal 16), Bab
VIII Keimigrasian (Pasal 17), Bab IX Transportasi (Pasal 18-20), Bab X
Barang Bawaan (Pasal21), Bab XI Akomodasi (Pasal 22), Bab XII
Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (Pasal 23 – 24), Bab XIII
Penyelenggaraan Ibadah Umrah (Pasal 25 – 26), Bab XIV Ketentuan
Pidana (Pasal 27 – 28), Bab XV Ketentuan Peralihan (Pasal 29), dan Bab
XVI Ketentuan Penutup (Pasal 30). 9

Undang-Undang Pengelolaan Zakat

9
Muchsin, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: STIH Iblam, 2004,
hlm. 41

10
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999,
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885).

Pengelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab dan 25 pasal. Secara global


isinya adalah sebagai berikut:

Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1 – 3), Bab II Asas-asas dan


Tujuan (Pasal 4 – 5), Bab III Organisasi Pengelolaan Zakat (Pasal 6 – 10),
Bab IV Pengumpulan Zakat (Pasal 11 – 15), Bab V - Pendayagunaan
Zakat (Pasal 16 – 17), Bab VI Pengawasan (Pasal VII Sanksi (Pasal 21),
Bab VIII Ketentuan-ketentuan Lain (Pasal 22 – 23), Bab IX Ketentuan
Peralihan (Pasal 24), Bab X (Pasal 25).

Undang-Undang Wakaf

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf


disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 oleh
Presiden Susilo Bambang Yudoyono (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 159).
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf terdiri dari
XI Bab dan 71 pasal, Bab I Ketentuan Umum (1 pasal), Bab II Dasar-dasar
Wakaf (30 pasal), Bab III Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda
Wakaf (8 pasal), Bab IV Perubahan Status Harta Benda Wakaf (2 pasal),
Bab V Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf (5 pasal), Bab
VI Badan Wakaf Indonesia (15 pasal), Bab VII Penyelesaian Sengketa (1
pasal), Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan (4 pasal), Bab IX Ketentuan
Pidana dan Sanksi Administratif (2 pasal), Bab X Ketentuan Peralihan (2
pasal), Bab XI Penutup (1 pasal).10

10
Farida Prihantini, dkk, Hukum Islam Zakat dan Wakaf Teori dan Prakteknya
diIndonesia, Jakarta: Papan Sinar Sinanti & FHUI, 2005, hlm. 135

11
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Hukum Islam artinya seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan
Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.

Dalam perjalanannya, hukum Islam mengalami perkembangan.yang


signifikan. Masih banyak peluang hukum Islam masuk dalam perundang-
undangan di Indonesia. Saat ini telah nampak adanya fenomena perkembangan
yang positif dalam penerimaan masyarakat, elit penguasa, dan legislatif terhadap
kehendak legislasi hukum Islam. Prospek hukum Islam dalam berbagai bidang
hukum tidak bisa digeneralisasikan. Hukum Islam di Indonesia identik dengan
hukum substantive PA, sehingga dalam hukum perdata prospek hukum Islam

12
lebih cerah. Dalam bidang hukum pidana tidak secerah dalam hukum privat. Hal
ini disebabkan karena bidang hukum yang diatur berbeda, yaitu menyangkut
kepentingan umum. Pengaturan dan penjagaan terhadap kepentingan umum
menjadi wewenang negara, sehingga ketentuan-ketentuan yang dijadikan alat
untuk mengatur berada di bawah otoritas pemerintah.

B. SARAN
Berdasarkan hasil dari pemaparan materi pengertian dan
perkembangannya dan reformasi hukum Islam di Indonesia diharapkan
mahasiswa dapat memahami secara ringkas materi tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mardani. 2018. “Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional”.


Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38 No.2 April-Juni 2008.
Aiz, Muhammad. 2018. “Format Hukum Islam di Indonesia”. (Bekasi, STIT Al
Marhalah Al ‘Ulya Bekasi). Koordinat Vol. XVII 1 April 2018.
Sodiqin, Ali. 2012. "Positifikasi Hukum Islam di Indonesia: Prospek dan
Problematikanya". SUPREMASI HUKUM, Vol. 1, No. 2, Desember 2012.

Mardani. 2009. "Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional".


Jurnal hukum, No. 2 Vol.16 April 2009.
Suparman Usman. 2001. Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum
Islam dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Mediapratama.

Muchsin. 2004. Masa Depan Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: STIH Iblam

Farida Prihantini, dkk. 2005. Hukum Islam Zakat dan Wakaf Teori dan
Prakteknya di Indonesia. Jakarta: Papan Sinar Sinanti & FHUI

14

Anda mungkin juga menyukai