Anda di halaman 1dari 19

Politik Hukum Istilah Ekonomi Islam Dan Ekonomi Syariah Di Indonesia

Makalah
Politik Hukum Ekonomi Syari’ah
Dosen Pengampu: Dr. Khairuddin, M.H.

Oleh :
Farhan Ramadhan 2174134009

Program Studi : Hukum Ekonomi Syari’ah

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1443 H/2022 M
II

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rab semesta alam, zat yang menurunkan Al-Qur’an
kalamnya yang begitu indah dan membawa kemaslahatan bagi hamba-Nya. Saat Al-
Qur’an dibaca, maka menggetarkan hati dan menambah keimanan baik bagi yang
membaca maupun yang mendengarkan, sehingga memberikan kenikmatan Iman, Islam,
Ihsan dan kepada penulis untuk menyelesaikan “Politik Hukum Istilah Ekonomi Islam
Dan Ekonomi Syariah Di Indonesia”. Shalawat beriring salam disampaikan kepada
Nabi Besar Muhammad saw, para sahabat dan para pengikutnya yang setia. Semoga kita
mendapatkan syafa’at-nya pada hari kiamat kelak.
Kami memohon kepada segenap pembaca sekalian, sebagai manusia yang tak
akan pernah luput dari salah dan lupa. Maka apabila dari beberapa hal yang telah kami
uraikan, baik dalam segi pemahaman atau pun penulisan terdapat kesalahan, maka kami
mohon klarifikasi, kritik dan saran yang membangun serta tentunya yang demikian yang
kami harapkan. Terakhir kami ucapkan terimakasih.
Bandar Lampung, Oktober 2022

Penulis
III

DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR................................................................................................ II
DAFTAR ISI............................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C. Tujuan............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Hukum................................................................................ 3
B. Konsep Dasar Ekonomi Politik Islam.............................................................. 4
C. Hukum Ekonomi Islam dalam Tata Hukum Indonesia.................................... 6
D. Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia................................................. 7
E. Pergerakan dan Perkembangan Ekonomi Politik Islam di Indonesia.............. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara yuridis penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar
hukum yang sangat kuat ketentuan pasal 29 ayat (1) dengan secara tegas menyatakan
bahwa Negara bersadar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga
makna diantaranya; Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau
melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau
melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya, Negara
berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapapun
melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.
Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata menjamin sebagaimana
termaktub dalam ayat 2 bersifat imperatif, negara berkewajiban secara aktiv melakukan
upaya-upaya agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu. Sebenarnya apabila merujuk pada ketentuan pasal itu
seluruh syariat Islam khususnya yang menyangkut bidang hukum muamalat pada
dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik dalam cara
langsung maupun tidak langsung dengan jalan mengadopsi sistem hukum positif nasional.
Lahirnya produk hukum bidang ekonomi syariah dipahami sebagai bentuk
apresiasi dan akomodasi pemerintah terhadap hukum yang hidup di masyarakat (living
law). Selain itu untuk membangun kepastian hukum dibidang ekonomi syariah prolegnas
perlu agar kiranya mendukung legislasi nasional ekonomi syariah dengan
mengagendakan dan memberikan prioritas perundang-undangan yang berkaitan dengan
ekonomi syariah.
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang digambarkan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Politik Hukum Istilah Ekonomi Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Politik Hukum Istilah Ekonomi Syariah di Indonesia?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang digambarkan di atas, maka dapat dirumuskan
tujuan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Politik Hukum Istilah Ekonomi Islam di Indonesia
2. Untuk mengetahui Politik Hukum Istilah Ekonomi Islam di Indonesia
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Hukum
Menurut Moh.Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy yang akan atau
telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama,
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang
telah ada termasuk penegasan fungsi-fungsi lembaga dan pembinaan para penegak
hukum.1
Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan
pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakkan. Dengan demikian, politik hukum adalah arahan atau garis
resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum
dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Politik hukum dapat dikatakan juga
sebagai jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif
formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara.
Sementara itu, Bellfroid mendefinisikan rechtpolitiek yaitu proses pembentukan
hukum positif dari hukum yang akan dan harus ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan
perubahan dalam kehidupan masyarakat. Politik hukum terkadang juga dikaitkan dengan
kebijakan publik (public policy) yang menurut Thomas Dye yaitu “whatever the
government choose to do or not to do”. Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris
policy atau dalam bahasa Belanda politiek yang secara umum dapat diartikan sebagai
prinsipprinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam mengelola,
mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau
bidangbidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian
hukum/peraturan, dengan suatu tujuan yang mengarah pada upaya mewujudkan
kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).2
Dalam istilah yang lain namun memiliki makna yang sama, Masudul Alam
Choudhury menyebutkan dengan istilah politik ekonomi, yang juga bermaksud sebagai
tujuan yang akan dicapai oleh kaedah-kaedah hukum yang dipakai untuk berlakunya
suatu mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat. Menurut beliau, politik ekonomi

1
Jurnal Nevi Hasnita, Politik Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, dalam Jurnal Hukum Pidana
dan Politik Hukum, Vol. 1, No. 2, 2012, h. 109.
2
Ibid., h. 110.
4

Islam adalah essentially a study of the endogenous role of ethico-economic relationships


between polity and the deep ecological system. Dalam redaksi yang lain beliau
mendefinisikan sebagai the study of interactive relationships between polity (Shura) and
the ecological order (with market subsystem).3
Istilah lain yang penting dipahami terkait dengan tulisan ini adalah hukum
ekonomi (economic law). Sumantoro memberikan pengertian hukum ekonomi sebagai
seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi dan secara
substansial sangat dipengaruhi oleh sistem yang digunakan oleh suatu negara yang
bersangkutan (sosialis, liberalis, atau campuran).
Sedangkan ekonomi syariah atau dikenal juga dengan ekonomi Islam
sebagaimana dikemukakan oleh Afzalur Rahman adalah sebuah sistem ekonomi yang
berbeda dengan sistem kapitalisme dan sosialisme. Ekonomi Islam memiliki kebaikan-
kebaikan yang terdapat dalam kedua sistem tersebut dan terbebas dari kelemahan-
kelemahan yang ada dalam kedua sistem tersebut. Melalui ekonomi Islam tidak hanya
menyiapkan individu-individu sejumlah kemudahan dalam bekerja sama berlandaskan
syariah, tetapi juga memberikan pendidikan moral yang tinggi dalam kehidupan.
Umar Chapra dalam bukunya The Future of Economic: An Islamic Perspective
mendefinisikan ekonomi Islam dengan ilmu yang memberikan konstribusi langsung atau
tidak langsung terhadap realisasi kesejahteraan manusia, tetap berkonsentrasi pada aspek
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya dengan tujuan utama merealisasi maqâshid al-
syari’ah.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa politik hukum dalam proses
positifikasi hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat dipahami sebagai arah, cara, serta
kebijakan dari pemerintah dalam upaya memformalkan hukum-hukum yang berkaitan
dengan ekonomi syariah di Indonesia.4
B. Konsep Dasar Ekonomi Politik Islam
Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat harus menyentuh semua lapisan baik
kebutuhan primer, sekunder maupun tersier sesuai dengan kemampuan tiap individu.
Dalam hal ini Islam mengarahkan bagaimana distribusi barang dan jasa ekonomi tersebut
bisa diperoleh secara cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Islam merumuskan
suatu sistem yang sesuai dengan kebutuhan manusia, guna mendatangkan maslahat dalam
kehidupan manusia, untuk mencapai maslahat maka harus terpenuhinya maqasid asy-

3
Ibid.
4
Ibid. 112
5

syariah (tujuan-tujuan Islam). Imam asy-Syatibi menjelaskan ada 5 (lima) bentuk


maqashid asy-syariah, yaitu: hifdzu din (melindungi agama), hifdzu nafs (melindungi
jiwa), hifdzu mal (melidungi harta) dan hifdzu nasab (melindungi keturunan). Hal ini
menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menitik beratkan pada pemenuhan material
semata, namun pemenuhan akan imateri juga diperlukan guna memenuhi kebutuhan
spiritual manusia, maka dari itu sudah seyogyanya sistem-sistem yang dianut dan berlaku
di masyarakat harus mencerminkan serta mengarahkan pada pemenuhan maqasid asy-
syariah. Termasuk sistem ekonomi politik Islam, untuk menegakkan praktik ekonomi
Islam yang bertujuan untuk mewujudkan maqashid asy syariah.5
Martin Staniland mendefiniskan ekonomi politik sebagai: A study of Social
Theory and Underdevelopment (sebuah studi tentang teori sosial dan keterbelakangan).
Lebih lanjut Staniland mendefiniskan ekonomi politik sebagai berikut: "mengacu pada
masalah dasar dalam teori sosial: hubungan antara politik dan ekonomi". Secara eksplisit
dapat dikatakan, sistem politik tidak hanya membentuk power relationship dalam
masyarakat, tetapi juga menentukan nilai-nilai yang mendasari apa dan bagaimana
kegiatan ekonomi dilaksanakan dalam masyarakat.
Permasalahan ekonomi adalah permasalahan sosial yang dalam penyelesainnya
tidak dapat dilakukan hanya dengan ilmu ekonomi atau sistem ekonomi semata, namun
diperlukan sinergi dari rumpun ilmu yang lain, contoh sederhana adalah dalam melihat
tingkat kemiskinan, maka disana diperlukan juga ilmu matematika, apalagi ketika
berbicara ekonomi Islam yang syarat dengan nilai-nilai serta norma-norma, maka sudah
barang tentu memerlukan bidang ilmu lain selain ilmu ekonomi. Sehingga dalam
melakukan kajian dan penyelesaian suatu masalah ekonomi dapat dilakukan sampai pada
akarnya, ibarat mengobati penyakit, tidak hanya mengobati rasa sakitnya namun juga
sumber dari penyakit tersebut. Secara tegas, maka diperlukan sinergi antara ekonomi
Islam dan Politik Prespektif Islam.
Salah satu karakteristik sistem ekonomi Islam adalah adanya tuntutan untuk lebih
mengutamakan aspek hukum dan etika bisnis Islami. Dalam sistem ekonomi Islam
terdapat suatu keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dan etika bisnis yang
Islami.6 Prinsip-prinsip tersebut sebagai dasar dalam penyelengaraan lembaga ekonomi
Islam termasuk didalamnya lembaga keuangan ekonomi Islam (syariah), sedangkan etika
bisnis Islam terkait dengan proses dan mekanisme politik ekonomi Islam yang mengatur
5
Jurnal Aan Nasrullah, Ekonomi Politik Islam: Pemikiran, Pergerakan dan Perkembangannya di
Indonesia, dalam Jurnal Ahkam, Vol. 6, No. 1, 2018, h. 131-132
6
Ibid., 133
6

segala bentuk kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta antar individu dan
kelompok secara proporsional.
C. Hukum Ekonomi Islam dalam Tata Hukum Indonesia
Dari perspektif sistem hukum nasional, bentuk negara kesatuan RI bukan sekedar
fenomena yuridis-konstitusional, tetapi merupakan suatu yang oleh Friedman disebut
sebagai "people attitudes" yang mengandung hal-hal seperti di atas yakni:keyakinan
(beliefs), nilai (values), ide-ide (ideas), dan harapan (expectations).7
Paham negara kesatuan bagi bangsa Indonesia adalah suatu keyakinan, suatu nilai,
suatu cita dan harapan-harapan. Dengan unsur-unsur tersebut, paham negara kesatuan
bagi rakyat Indonesia mempunyai makna ideologis bahkan filosofis, bukan sekedar
yuridis-formal. Dengan perkataan lain, sistem hukum nasional merupakan
pengejawantahan unsur budaya yang terintegrasi dengan baik dan dilandasai semangat
kebangsaan.
Di dunia, setidaknya terdapat beberapa sistem hukum yaitu: Hukum Islam
(Islamic Law), Civil Law, Common Law, Adatrech, Socialist Law, Sub-Sahara African
Law dan Far East Law. Sistem hukum Indonesia mengikuti tradisi Civil Lawyang ciri
utamanya adalah peraturan perundang-undangan yang terkodifikasi. Sementara itu hukum
Islam walaupun mempunyai sumber-sumber tertulis pada al-Qur'an, Sunnah dan pendapat
para fuqaha (doktrin fikih) pada umumnya tidak terkodifikasi dalam bentuk buku
perundang-undangan yang mudah dirujuk. Oleh karena itu, hukum Islam di Indonesia
seperti halnya juga hukum adat, sering dipandang sebagai hukum tidak tertulis dalam
bentuk perundang-undangan.8
Dengan demikian, sistem hukum di Indonesia menganut beberapa sistem hukum,
yaitu:
1. Hukum Adat yaitu norma-norma yang hidup dimasyarakat dan mempunyai sanksi
kalau tidak diikuti, adalah hukum asli Indonesia.
2. Hukum Islam yang datang dibawa pedagang-pedagang yang mengembangkan agama
Islam, sumber hukumnya Qur‟an dan Hadis, serta Ijtihad. Daerah- daerah yang kuat
Islamnya dan umat Islam pada umumnya di Indonesia tunduk pada Hukum Islam.
Hukum Islam pada mulanya hanya berkembang pada Hukum Keluarga seperti
perkawinan, perceraian dan warisan.

7
Jurnal Dudi Badruzaman, Ekonomi Islam dan Politik Hukum di Indonesia, dalam Jurnal
Aktualita Jurnal Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, h. 575.
8
Ibid., h. 576.
7

pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mentransformasikan hukum ekonomi


Islam ke dalam hukum nasional adalah meminjam teori hukumnya Hans Kelsen
(Stufenbau des Rechts). Menurut teori ini, berlakunya suatu hukum harus dapat
dikembalikan kepada hukum yang lebih tinggi kedudukannya yaitu:
1. Ada cita-cita hukum (rechtsidee) yang merupakan norma abstrak.
2. Ada norma kongkret (concrete norm), sebagai hasil penerapan norma antara atau
penegakannya di pengadilan.
Berkaitan dengan kondisi hukum Indonesia di atas, maka keberadaan hukum
ekonomi Islam setidaknya dimulai ketika hukum Islam telah diakui dalam tatanan hukum
Indonesia. Pengakuan ini ditunjukkan dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI)
pada tahun 1991. Meskipun cakupan KHI masih sebatas pada permasalahan hukum
keluarga, namun momentum ini setidaknya memberikan pengaruh mendalam bagi
lahirnya Kompilasi Hukum Ekonomi Islam yang bisa dijadikan sebagai ikon hukum
ekonomi Islam di Indonesia.9
Hukum ekonomi Islam yang lahir di Indonesia setidaknya diawali dari gerakan
ekonomi Islam dunia. Sejumlah ulama dan cendekiawan muslim Indonesia mulai melihat
fakta bahwa sistem ekonomi kapitalis dan sosialis tidak bisa diharapkan terlalu banyak,
karena telah terbukti dampak buruk dari kedua sistem ekonomi ini. Mereka pun berfikir
perlu 8 Euis Nurlaelawati, Modernization, Tradition and Identity The Kompilasi Hukum
Islam and Legal Practice in the Indonesian Religious Courts, Amsterdam: Amsterdam
University Press, 2010. dikembangkannya sistem ekonomi alternatif dari dua sistem
ekonomi tersebut.
Setidaknya ada dua upaya yang dilakukan, yaitu:
1. Mengkombinasikan dua sistem ekonomi tersebut ke dalam sistem ekonomi baru,
seperti yang telah dikembangkan oleh China selama dua dekade ini; dan
2. Memunculkan sistem ekonomi yang benar-benar berbeda dari semangat kedua sistem
ekonomi terdahulu.
D. Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia.
Pengertian politik hukum adalah proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang
dapat menunjukkan sifat dan arah sebuah hukum yang dibangun dan ditegakkan. Dari
pengertian tersebut dijelaskan bahwa politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang
dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka
mencapai tujuan bangsa dan negara. Politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum
9
Ibid., h. 577.
8

sebagai proses pencapaian tujuan negara. politik hukum dalam proses positifikasi hukum
ekonomi syariah di Indonesia dapat dipahami sebagai arah, cara, serta kebijakan dari
pemerintah dalam upaya memformalkan hukum-hukum yang berkaitan dengan ekonomi
syariah di Indonesia.10 Secara rinci kilasan politik hukum dalam bidang ekonomi syariah
ini dapat dipetakan sebagai berikut:
1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN), yang disahkan pada 7 Mei 2008. Undang-Undang ini bertujuan untuk
membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selalu defisit, termasuk
juga untuk pembiayaan proyek. Hal tersebut menunjukkan dukungan pemerintah
untuk mendanai APBN dengan instrumen keuangan syariah. Political will pemerintah
dengan mengesahkan UU SBSN terbukti telah mendorong perkembangan sukuk
global dengan sangat pesat.
2. Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada
tanggal 17 Juni 2008. Undang-undang ini makin menguatkan eksistensi perbankan
syariah di Indonesia dan juga dapat makin memacu peningkatan peran dan kontribusi
perbankan syariah dalam mengentaskan kemiskinan (poverty alleviation),
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuka lapangan kerja serta
mendorong pembangunan nasional.
3. Pendirian Bank Syariah oleh BUMN. Hal tersebut dipandang sebagai bukti nyata dari
politik ekonomi syariah yang diperankan oleh pemerintah dalam sektor industri
perbankan.Beberapa bank BUMN mendirikan perbankan syariah yang dikenal dengan
istilah dual banking system.
4. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pemerintah juga
telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, ditambah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang.
5. Berdirinya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). MUI
sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang
berhubungan dengan kepentingan umat Islam Indonesia membentuk suatu dewan
syariah yang berskala nasional yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN) pada
tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI Nomor
kep754/MUI/II/1999.

10
Jurnal Mul Irawan, Politik Hukum Ekonomi Syariah dalam Perkembangan Lembangan
Keuangan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal Media Hukum, Vol. 25, No. 1, 2018, h. 13.
9

6. Lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Zakat. Saat ini zakat yang
terkumpul baru mencapai 1 Triliun rupiah pertahun, padahal potensi zakat yang dapat
dikumpulkan secara nasional bisa mencapai 39 triliun rupiah per tahun.
7. Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Diundangkannya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama telah memberikan arah baru bagi kompetensi Peradilan
Agama untuk menangani, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Amandemen ini
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, terutama setelah
tumbuh dan berkembangnya praktik ekonomi Islam di Indonesia.
8. Terbitnya KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah). Penyusunan (KHES) yang
dikoordinatori oleh Mahkamah Agung (MA) RI yang kemudian dilegalkan dalam
bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 02 Tahun 2008 merupakan respon
terhadap perkembangan baru dalam kajian dan praktik ekonomi Islam di Indonesia.
Kehadiran KHES merupakan bagian upaya positifisasi hukum perdata Islam dalam
sistem hukum nasional, mengingat praktik ekonomi syariah sudah semakin semarak
melalui berbagai Lembaga Keuangan Syariah.
9. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian. Walaupun pemerintah belum mengundangkan secara khusus tentang
asuransi Syariah, akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 39 tersebut menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan industri asuransi syariah sebagai
bagian politik ekonomi Islamnya.
10. Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di Departemen Keuangan (Direktorat
Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan
RI) merupakan direktorat yang melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor
19/2008 tentang SBSN, sehingga lahir berbagai jenis sukuk negara di antaranya sukuk
ritel dan korporasi.11
Lahirnya peraturan dan perundang-undangan tersebut telah menandai era baru
perbankan syariah yang sudah memiliki payung hukum jelas, sehingga landasan hukum
perbankan syariah dapat setara dengan landasan hukum bank konvensional. Hal tersebut
menunjukkan bahwa politik ekonomi Islam dalam ranah keuangan publik Islam telah
menunjukkan keberpihakannya pada penerapan keuangan publik Islam secara legal
11
Ibid., h. 13-14.
10

formal. Selain itu eksistensi Lembaga DSN MUI ini merupakan lembaga yang memiliki
otoritas kuat dalam penentuan dan penjagaan penerapan prinsip syariah dalam operasional
di lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah, asuransi syariah dan lain-lain.
E. Pergerakan dan Perkembangan Ekonomi Politik Islam di Indonesia
Dalam kontek ekonomi-politik, Indonesia lebih cenderung mengunakan pola
sistem politik yang mengarahkan pemerintah terlibat dan ikut campur tangan dalam
bidang ekonomi dan bisnis. Hal ini terlihat dari produk hukum dan kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah ditujukan untuk menunjang perekonomian nasional.
Sebagaimana yang disampaikan pada penjelasan sebelumnya bahwa produk hukum dan
kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia secara implisit dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
norma-norma Islam. Berikut penjelasan kaitan ekonomi politik Islam di Indonesia, secara
periodik.
1. Masa Awal Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan benih adanya ekonomi politik Islam sebenarnya
sudah bisa kita telusuri dari pemikiran-pemikiran sang founding father bangsa ini,
yakni M. Hatta. Dalam konsep Sosialisme Indonesia atau Sosialisme Religius, M.
Hatta setidaknya meletakkan tiga nilai dasar sebagai fondasi dalam melakukan
aktivitas ekonomi yang hendak dibangunnya, yaitu nilai dasar kepemilikan, keadilan
serta kebersamaan dan persaudaraan. Adapun penjelasan ketiga nilai sebagai berikut12
Pertama Nilai Dasar Kepemilikian. Menurut Hatta: “Setiap orang boleh
mempuyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Miliknya itu
terjamin, tidak boleh dirampas dengan semena-mena. Tetapi jika hak miliknya tidak
dipergunakan untuk kepentingan umum sedangkan masyarkat menghendakinya,
pemerintah berhak mempergunakannya untuk itu.....”
Dari statement di atas, Hatta terlihat menghargai hak milik, baik kepemilikan
individu maupun kelompok. Serta kepemilikan itu harus di jamin oleh negara,
sehingga tidak boleh diambil alih tanpa melalui cara dan prosedur yang benar
tentunya. Namun dalam hal kepemilikan ada intervensi pemerintah, hal ini dibolehkan
jika memang sumber daya yang dimiliki oleh pribadi tidak dipergunakan sebagaimana
mestinya, sementara masyarakat umum memerlukannya. Maka negara atau
pemerintah boleh ikut campur dan mempegunakannya untuk kepentingan umum.

12
Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqashid al-Syariah,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h. 165.
11

Dalam hal ini Hatta melihat hak milik memiliki fungsi sosial, sehingga harus
digunakan untuk kepentingan umum juga.
Kedua, Nilai Dasar Keadilan. Pandangan Hatta tentang keadilan tidaklah sama
dengan keadilan prespektif ekonomi liberalisme-kapitalisme dan sosialisme yang
sekuler, di mana kedua paham ini keadilan hanya berdimensi dunia dan atau kekinian,
sementara bagi Hatta keadilan bersifat ketuhanan sehingga tidak hanya berdimensi
keduniaan, tetapi juga berdimensi keakhiratan. Konsep keadilan Hatta menuntut
kesamaan di depan hukum, negara tidak boleh membedabedakan antara orang seorang
dengan lainnya. Negara harus memperlakukan mereka secara sama, termasuk dalam
bidang ekonomi, baik produksi, distribusi maupun konsumsi. Konsep keadilan versi
Hatta juga dikenal dengan keadilan ilahi yakni keadilan yang dibawa oleh Islam.
Ketiga, Nilai Dasar Kebersamaan dan Kekeluargaan. Menurut Hatta Manusia
selain makhluk individual juga makhluk sosial, yang artinya kehadiran seseorang
dalam kehidupannya terkait dengan keberadaan dan kepentingan orang lain. Sehingga
bagi Hatta masalah kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan merupakan salah
satu prasyarat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disini tampak dengan jelas,
Hatta memberikan perhatian yang sangat besar bagi tumbuh dan berkembangnya
semangat kebersamaan di tengah- tengah masyarakat, termasuk di dalamnya kegiatan
ekonomi yang berasaskan kebersamaan dan kekeluargaan.
Bila kita telaah lebih lanjut, maka ketiga nilai dasar ekonomi bangsa ini tidak
bertentangan dan bahkan selaras dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Hatta di nilai
lebih mementingkan etika dan jiwa yang terdapat dalam ajaran Islam daripada
mengambil sistem dan bentuk strukturnya, atau Hatta lebih menekankan substansi
dari pada bentuk yang legal dan formal. Dalam kontek Koperasi misalnya, Hatta lebih
lebih menekankan kepada pengembangan etika berkoperasi yang diambil dari ajaran-
ajaran Islam, seperti ta’awun (tolong-menolong), syirkah (kerja sama), dll, daripada
sistem dan bentuk struktural koperasi yang diajarkan oleh Islam itu sendiri.13
Sedangkan wujud dari lembaga ekonomi pada masa awal kemerdeakaan
(berlanjut pada pemerintahan orde lama) adalah Koperasi. Koperasi yang dibentuk di
Indonesia tidak seperti Koperasi yang ada di Negara Barat, Koperasi di Indonesia
tidak hanya mementingkan nilai-nilai ekonomi semata, namun juga nilai religius,
karena orientasinya juga kepada akhirat. Koperasi sebagai badan usaha yang
berasaskan kekeluargaan, dinilai cocok dan sesuai dengan karakteristik masyarakat
13
Ibid., h. 219
12

Indonesia yang cenderung religius dan memegang adat ketimuran, meskipun pada
masa ini belum lahir UU tentang Perkoperasian, namun pada dasarnya Koperasi sudah
dikenalkan di Indoensia sejak tahun 1896 oleh R. Aria Wiriatmadja
2. Masa Orde Baru (1966-1998)
Sistem ekonomi yang dikembangkan pada masa Orde Baru adalah ekonomi
kapitalis yang sangat bergantung pada bantuan Barat. Dalam pembangunan yang
bercorak kapitalis inilah terselip westernisasi. Unsur westernisasi adalah suatu resiko
yang sulit dihindari oleh Orde Baru dalam rangka modernisasi, sebagai langkah untuk
menjauhkan Indonesia dari komunisme. Hal ini memang sejalan dengan kebijakan
tujuan pembangunan pada fase awal Orde Baru yaitu: pendidikan di negara-negara
Barat, bantuan pemberian saham dan teknik, penanaman modal asing dan pemberian
saham, pengaruh media massa, dan pemindahan struktur lembaga dan ekonomi.14
Kebijakan ekonomi Indonesia pada masa tersebut lebih berkiblat pada Amerika,
karena memang Presiden Suharto menunjuk beberapa ekonom lulusan Barat untuk
"mengarsitekturi" pembangunan perekonomian Nasional. Kebijakan dan keadaan
politik demikian, mempersempit atau bahkan tidak memberikan ruang gerak bagi
umat Islam untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam aktivitas
ekonomi.
Akibatnya dalam hal perkembangan ekonomi Islam, terutama dalam
perkembangan Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKS) termasuk produk
dan jasa Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Indonesia tertinggal jauh dari Negara
Muslim Lainnya misalkan Malaysia. Di Mana Malaysia sudah 10 tahun lebih awal
mendirikan Bank Islam, dengan dukungan penuh dari pemerintah, yang artinya
pemerintah menjalankan ekonomi politik Islam secara penuh dengan mengeluarkan
dasar hukum untuk pendirian dan keberlangsungan bank Islam di Malaysia. Eksistensi
ekonomi Islam di Indonesia baru terlihat ketika berdiri bank yang dalam
operasionalnya berlandaskan prinsip ekonomi Islam (sistem bagi hasil), pada tahun
1992 yang diprakarsai oleh MUI (Majlis Ulama Indonesia) yang bernama Bank
Muamalat Indonesia (BMI).
Pada masa pemerintahan Orde Baru, politik ekonomi Islam berdasarkan
payung hukum, dapat kita lihat pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. 15 UU
tersebut memberikan peluang untuk membuka bank yang beroperasi dengan prinsip
14
Jurnal M. Dawam Rahardjo, Pengaruh Politik Dalam Perkembangan Praktik Ekonomi Islam di
Indonesia, dalam Jurnal Millah Vol. 13, No.1, Agustus 2013, h. 187.
15
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
13

bagi hasil. Pada tahun itu juga Indonesia memasuki era dual system banking, di mana
bank dengan prinsip bagi hasil dan bank konvensional secara bersama-sama
mendukung pembangunan perekonomian Nasional. UU No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992, menjadi satu-satunya
UU dan PP yang menjadi dasar hukum lembaga keuangan syariah dalam hal ini
adalah bank Islam.
Selain UU dan PP tersebut pada masa ini tepatnya pada Pada tanggal 21
Oktober 1992, disahkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. UU ini
menjadikan eksistensi koperasi lebih tertata secara sistematis dan memilki peran
dalam pembangunan ekonomi Nasional.
3. Masa Reformasi (1998-2017)
Gelombang perubahan politik nasional yang terjadi pada tahun 1998 yang
ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto (pemerintahan Orde Baru) mempunyai
implikasi yang luas, salah satu diantaranya adalah kembalinya demokrasi dalam
kehidupan politik nasional. Pemilu yang benar-benar LUBER berlangsung pada tahun
1999 dan diikuti oleh 48 parpol. Demokratisasi memiliki dampak ke beberapa aspek
diantaranya pola relasi antara Presiden dan DPR mengalami perubahan cukup
mendasar. Jika pada masa lalu DPR hanya menjadi tukang stempel, masa kini mereka
bertindak mengawasi presiden, sebagaimana pemerintahan presidentil.
Masa reformasi format politik yang digunakan yang tidak lagi executive heavy
(atau bahkan dominan) seperti pada masa Orde Baru, tetapi juga tidak terlalu
legislative heavy seperti pada masa orde lama atau masa Demokrasi Parlementer yang
sudah menjadi stigma negative. 4 Format politik pada masa reformasi tersebut
memberikan efek positif terhadap perkembangan politik ekonomi Islam. Ekonomi
Islam tidak hanya mendapat perhatian dalam bentuk kajian-kajian atau penelitian-
penelitian semata, namun juga mendapat perhatian khusus dari pemerintahan dalam
bentuk pengeluaran payung hukum, seperti UU, PP maupun pembentukan devisi
dalam badan pemerintahan tertentu, seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang
memiliki Departemen Perbankan Syariah.
Perkembangan dari praktik ekonomi politik Islam di Indonesia, dapat
dikatakan berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi Islam atau sering disebut
ekonomi syariah. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya institusi maupun
produk keuangan syariah. Ekonomi politik Islam dalam perkembangannya di
Indonesia pada masa reformasi dapat kita lihat dari berbagai aspek. Pertama, ekonomi
14

Islam mendapat perhatian dari para akademisi dalam bentuk kajian. Meskipun kajian
ekonomi Islam sudah dimulai sejak 1923, Haji Oemar Said Tjokroaminoto misalnya
telah menulis buku Sosialisme Islam, dan beberapa akademisi lain. Namun kajian-
kajian tentang ekonomi Islam tidak terpublikasikan dengan baik, dan tidak ditulis
dalam artikel-artikel pendek sehingga terkesan diskursus ekonomi Islam terputus-
putus.
Pertama pada masa pemerintahan Reformasi ini, akademisi telah banyak
melakukan kajian-kajian tentang ekonomi Islam, seperti Seminar, Pelatihan tentang
Ekonomi Islam (syariah), publikasi ilmiah, publikasi populer seperti buku dan lain
sebagainya. Kedua, campur tangan pemerintah dalam bentuk penerbitan Payung
Hukum dan pembentukan institusi untuk mengembangkan ekonomi syariah. Ketiga,
respon Positif dari Praktisi dan masyarakat. Sampai dengan November 2016,
perkembangan industri dan keuangan syariah nasional di Indonesia mengalami
pertumbuhan.
15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Politik hukum dalam proses positifikasi hukum ekonomi syariah di Indonesia
dapat dipahami sebagai arah, cara, serta kebijakan dari pemerintah dalam upaya
memformalkan hukum-hukum yang berkaitan dengan ekonomi syariah di Indonesia.
Salah satu karakteristik sistem ekonomi Islam adalah adanya tuntutan untuk lebih
mengutamakan aspek hukum dan etika bisnis Islami. Dalam sistem ekonomi Islam
terdapat suatu keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dan etika bisnis yang
Islami Dengan demikian, sistem hukum di Indonesia menganut beberapa sistem hukum,
yaitu:
1. Hukum Adat yaitu norma-norma yang hidup dimasyarakat dan mempunyai sanksi
kalau tidak diikuti, adalah hukum asli Indonesia.
2. Hukum Islam yang datang dibawa pedagang-pedagang yang mengembangkan agama
Islam, sumber hukumnya Qur‟an dan Hadis, serta Ijtihad. Daerah- daerah yang kuat
Islamnya dan umat Islam pada umumnya di Indonesia tunduk pada Hukum Islam.
Hukum Islam pada mulanya hanya berkembang pada Hukum Keluarga seperti
perkawinan, perceraian dan warisan.
Perkembangan dari praktik ekonomi politik Islam di Indonesia, dapat dikatakan
berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi Islam atau sering disebut ekonomi
syariah. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya institusi maupun produk keuangan
syariah.
16

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai