Anda di halaman 1dari 20

ASAS, PRINSIP, DAN KONSEP KONSEP YURIDIS HUKUM PIDANA

EKONOMI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

IKRAMUL FAUZAN 200106071

MUHAMMAD DELFI ZAILANI 200106005

HUSNUL KHAWATINNISA 200106018

NAZILA SALSABILA 200106006

MIFTAH RIZQIA RAHMI 200106067

DOSEN PENGAMPU :

ELDA MAISY RAHMI ,MH

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

2022-2023
KATA PENGANTAR

segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih Oleh
karena itu, makalah ini dapat kami susun hingga selesai. sholawat dan salam kami Nabi
Muhammad yang menyanjung kita melihatnya, jangan lupa untuk mengucapkan terima
kasih untuk membimbing dosen kami sehingga kami dapat menulis makalah Ini baik dan
benar. Semoga makalah ini bermanfaat Bagi yang membaca dan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan besar. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna
Kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk dan penulisannya agar lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan, kami yakin masih ada Makalah ini
meninggalkan banyak hal yang diinginkan. Oleh karena itu, kita perlu mengkritik dan
Pembaca memberikan komentar yang membangun untuk penyempurnaan artikel ini.

Banda Aceh ,12 Oktober 2022

Kelompok III
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN..........................................................................................................

A. Latar Belakang...........................................................................................................

B. Tujuan Penulisan.......................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN.............................................................................................................

A. Asas Asas Hukum Pidana Ekonomi..........................................................................

B. Tinjauan Yuridis Terkait Hukum Pidana


Ekonomi...........................................................................................................................

C. Macam Macam Tindak Pidana Ekonomi …………………………………………..

BAB III

PENUTUP......................................................................................................................

A. KESIMPULAN.........................................................................................................

B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini
tidak terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan
sampai dengan pemerintahan yang berlandaskan pada negara-bangsa (nation state) dan
kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteraan bangsa
(welfare-state) menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di satu pihak dan
bidang politik di lain pihak. Dilihat dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau
perspektif ekonomi politik, telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama
pentingnya yang dimulai dengan perspektif merkantilisme, liberalisme dan perpektif marxisme
.

Sasaran kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda satu sama lain.
Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di mana politik
menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran kegiatan ekonomi
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia sebesar besarnya dan dalam perspektif
marxisme, sasaran kegiatan ekonomi bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas
ekonomi sebesar-besarnya. Ketiga perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini
dalam praktiknya tidak selalu memberikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena
kenyataan perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang
tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh kenyataan
dimana negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi) internasional maupun
mekanisme (ekonomi) internasional

Struktur internasional khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang bernaung


dibawah PBB. Ketika hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan dapat
menjawab berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan
dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan diajukan dalam
bentuk sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam aspek pemidanaan.
B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan adalah untuk menjadikan pemahaman mendasar mengenai asas asas
hukum pidana ekonomi dan sifat-sifatnya serta substansial yang terbagi dalam beberapa
poin-poin dalamnya, prinsip prinsip hukum pidana ekonomi dan aspek aspek pertimbangan
yuridis terkait tindak idana ekonomi sebagai landasa atau acuan dari suatu hukum . Agar
kemudian dapat menjadi pengertian kepada kita sebagai pelaku masyarakat saat ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A .ASAS HUKUM PIDANA EKONOMI

Pada dasar nya aturan tentang asas baik itu tindak pidana apapun adalah sama ,hanya
saja delik yang di atur serta peratuan nya saja yang bebrbeda

a. Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

1. Asas Legalitas

legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi “tiada suatu perbuatan
yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undangundang yang
ada terlebih dahulu dari perbuatan itu. Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas
yang menentukan bahwa tiap-tiap peristiwa pidana (delik/ tindak pidana ) harus diatur
terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan
hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap orang
yang melakukan delik diancam dengan pidana dan harus mempertanggungjawabkan secara
hukum perbuatannya itu. Berlakunya asas legalitas seperti diuraikan di atas memberikan
sifat perlindungan pada undang-undang pidana yang melindungi rakyat terhadap
pelaksanaan kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah. Ini dinamakan fungsi melindungi
dari undang-undang pidana. 1

Di samping fungsi melindungi, undang-undang pidana juga mempunyai fungsi


instrumental, yaitu di dalam batas batas yang ditentukan oleh undang-undang, pelaksanaan
kekuasaan oleh pemerintah secara tegas diperbolehkan. Anselm von Feuerbach, seorang
sarjana hukum pidana Jerman, sehubungan dengan kedua fungsi itu, merumuskan asas
legalitas secara mantap dalam bahasa Latin, yaitu : Nulla poena sine lege: tidak ada pidana
tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang. Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana
tanpa perbuatan pidana. Nullum crimen sine poena legali: tidak ada perbuatan pidana tanpa
pidana menurut undang-undang. 2

1
Gilpin dalam Lubis dan Eauxbaum, 1986 : 17-18
2
Ibid.
Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu nullum delictum, nulla
poena sine praevia lege poenali. Artinya, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa
ketentuan undang-undang terlebih dahulu. Dari penjelasan tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung tiga pokok
pengertian yakni :

a. Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut
tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi
harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan;

b. Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh


menggunakan analogi;

c. Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut;

Asas legalitas diadakan bertujuan untuk:

a. Memperkuat adanya kepastian hukum;

b. Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa;

c. Mengefektifkan deterent functiondari sanksi pidana;

d. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan;

e. Memperkokoh penerapan “the rule of law” 3

B. Asas Hukum Pidana yang berlaku berdasarkan Tempat dan Orang

1. Asas Teritorial

Asas territorialitas termuat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi:” Ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di
wilayah Indonesia”. jika rumusan ini dihubungkan dengan uraian diatas, maka akan
diperoleh unsur sebagai berikut:

3
Barda Nawawi Arief, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm.4-7.
1. Undang-undang (ketentuan pidana) Indonesia berlaku di wilayah indonesia

2. Orang/pelaku berada di Indonesia

3. Suatu tindak pidana terjadi di wilayah Indonesia.

1. Asas Personalitas

Berlakunya hukum piana menurut asas personalitas adalah tergantung atau mengikuti subjek
hukum atau orangnya yakni, warga negara dimanapun keberadaannya. Menurut sistem hukum
pidana Indonesia, dalam batas-batas dan dengan syarat tertentu, di luar wilayah hukum
Indonesia, hukum pidana Indonesia mengikuti warga negaranya artinya hukum pidana
Indonesia berlaku terhadap warga negaranya dimanapun di luar wilayah Indonesia. Oleh
sebab itu, asas ini dapat disebut sebagai asas mengenai batas berlakunya hukum menurut atau
mengikuti orang. Asas ini terdapat dalam Pasal 5, diatur lebih lanjut dalam Pasal 6, 7, dan 8.
Dalam KUHP Indonesia ternyata asas ini digunakan dalam batas-batas tertentu yaitu pada
umumnya dalam hal yang berhubungan dengan:

1. Kesetiaan yang diharapkan dari seseorang warga negara terhadap negara dan
pemerintahnya

2. Kesadaran dari seseorang warga negara untuk tidak melakukan suatu tindak pidana di luar
negeri dimana tindakan itu merupakan kejahatan di tanah air

3. Diperluas dengan pejabat-pejabat (pegawai negeri) yang pada umumnya adalah warga
negara yang disamping kesetiaannya sebagai warga negara, juga diharapkan kesetiaannya
kepada tugas/jabatan yang dipercayakan kepadanya.

2. Asas Perlindungan (Asas Nasional Pasif)


Asas perlindungan atau nasional pasif adalah asas berlakunya hukum pidana menurut atau
berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu negara yang dilanggar di luar
wilayah Indonesia. Asas ini berpijak pada pemikiran dari asas perlindungan yang
menyatakan bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya
dan kepentingan nasionalnya. Dalam hal ini buka kepentingan perseorangan yang
diutamakan, tetapi kepentingan bersama (kolektif). Ciri dari asas perlindungan adalah
subjeknya berupa setiap orang (tidak terbatas pada warga negaranya).
Selain itu tindak pidana itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan
yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia yang karenanya harus
diindungi. Kepentingan-kepentingan nasional yang ditentukan harus dilindungi ialah:

a. Keselamatan kepala/wakil kepala negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta
pemerintah yang sah dari RI, keamanan negara terhadap pemberontakan, keamanan
penyerahan barang-barang angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan martbat
kepada negara RI dst.

b. Keamanan ideologi negara Pancasila dan haluan negara


c. Keamanan perekonomian negara RI

d. Keamanan uang negara, nilai-nilai dari surat-surat berharga yang dikeluarkan/disahkan


oleh pemerintah RI

e. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan dan lain sebagainya.

3. Asas Universaliteit ( Asas Persamaan)


Asas universaliteit bertumpu pada kepentingan hukum yang lebih luas yaitu kepentingan
hukum penduduk dunia atau bangsa-bangas dunia. Berdasarkan kepentingan hukum yang
lebih luas ini, maka menurut asas ini, berlakunya hukum pidana tidak dibatasi oleh tempat
atau wilayah tertentu dan bagi orang-orang tertentu, melainkan berlaku dimana pun dan
terhadap siapa pun. Adanya asas ini berlatar belakang pada kepentingan hukum dunia.
Negara manapun diberi hak dan wewenang mengikat dan membatasi tingkah laku setiap
orang dimana pun keberadaannya sepanjang perlu untuk menjaga ketertiban dan
keamanan serta kenyamanan warga negara di negara-negara dunia tersebut.
Hukum pidana Indonesia dalam batas-batas tertentu juga menganut asas ini, seperti yang
terantum dalam Pasal 4 khususnya sepanjang menyangkut mengenai kepentingan bangsa-
bangsa dunia. Kejahatan-kejahatan tertentu yang disebut dalam Pasal 4 (terutama butir ke
2,3,4) dalam hal menyangkut dan mengenai kepentingan bangsa-bangsa dunia, berlaku
pula asas universaliteit. Dapat pula dikatakan bahwa berlakunya ketentuan Pasal 4 dalam
hubungannya dengan kepentingan hukum bangsa-bangsa dunia ini adalah fungsi hukum
pidan Indonesia dalam ruang lingkup hukum pidana internasional. Jadi ketentuan pada
Pasal 4 ini dapat dipandang sebagai ketentuan mengenai asas perlindungan yang sekaligus
juga asas universaliteit. Jika pelanggaran yang dilakukan mengenai kepentingan hukum
bangsa dan negara Indonesia, misalnya pembajakan pesawat udara Indonesia di wilayah
hukum negara manapun juga, atas peristiwa itu berlaku asas perlindungan, dalam arti
melindungi kepentingan hukum dalam hal prasarana dan sarana pengangkutan udara
Indonesia. akan tetapi, sesungguhnya pelanggaran seperti itu juga dipandang sebagai
melanggar kepentingan hukum yang lebih luas yakni kepentingan hukum bangsa-bangsa
dan negara-negara dunia, maka dalam hal yang terakhir ini berlaku pula asas
universaliteit. Demikian juga kejahatan mengenai mata uang (Bab X Buku II), kejahatan
pembajakan laut (438), pembajak di tepi laut (439), pembajakan pantai (440) maupun
pembajak sungai (441), walauun dilakukan di Indonesia tidak berarti kejahatan itu semata-
mata menyerang kepentingan hukum negara-negara dunia.Indonesia sebagai bagian dri
dunia sehingga wajib bertanggungjawab untuk memberantas kejahatan-kejahatan yang
berkualitas dan berskala internasional, demikianlah maksud dari asas universaliteit 4

B.Tinjauan Yuridis terkait tindak pidana ekonomi

Tinjauan Yuridis yang dimaksud adalah tinjauan dari segi hukum, sedangkan hukum
yang Penulis kaji dalam hal ini adalah hukum menurut ketentuan pidana materiil. Khusus
dalam tulisan ini pengertian tinjauan yuridis adalah suatu kajian yang membahas
mengenai jenis tindak pidana yang terjadi, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik,
pertanggungjawaban pidana serta penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana. Payung
peraturan dari hukum pidana ekonomi di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang
Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi atau yang biasa disingkt dengan UUTPE adalah peraturan-peraturan lain
yang mengatur dibidang ekonomi di luar Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955
tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Sejak tanggal 13
Mei 1995 mulailah berlaku Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang
Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

4
R.Soesilo, t.th, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal, Politeia, Bogor, hlm.249.
Sampai sekarang tidak ada teori yang dapat menjelaskan pengertian tindak pidana
ekonomi. Pengertian Tindak Pidana Ekonomi dapat dibagi menjadi kedalam arti sempit
dan arti luas. Pengertian tindak pidana arti sempit terbatas pada perbuatan- perbuatan yang
dilarang dan diancam pidana oleh peraturan- peraturan yang berlaku seperti yang disebut
secara limitatif dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang
Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Dengan kata lain secara
sederhana dan dari sudut pandang sempit adalah semata-mata dengan mengaitkannya pada
undang-undang tindak pidana ekonomi khususnya apa yang disebut dalam Pasal 1.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi menyebutkan bahwa yang
disebut tindak pidana ekonomi adalah : 1e. Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau
berdasarkan:
a. Órdonnantie Gecontroleerde Goederen 1948” (“staatsblad” 1948 No. 44) sebagaimana
diubah dan ditambah dengan “staasblad 1949 No. 160;
b. “Prijsbeheersing-ordonnantie 1948” (“staasblad 1948 No. 295);
c. “Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951 (Lembaran Negara tahun 1953
d. “Rijsterdonnantie 1948” (“staasblad 1948 No. 253)
e. “Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan padi” (Lembaran Negara tahun 1952
f. “Deviezen Ordonnantie 1940” (“staasblad 1940 No. 205)

ada beberapa unsur yang masuk dalam tindak pidana ekonomi:


1. Perbuatan dilakukan dalam rangka kegiatan ekonomis yang pada dasarnya bersifat
normal dan sah.

2. Perbuatan tersebut melanggar atau merugikan kepentingan Negara atau masyarakat


secara umum, tidak hanya kepentingan individual.

4. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang merugikan perusahaan
lain atau individu lain.

Tipologi tindak pidana ekonomi bisa dibedakan atas dasar tujuan pengaturan dan motivasi
dilakukannya. Dalam hal ini yang pertama kita membedakan :
(a) Peraturan yang berusaha menjaga agar kompetisi bisnis dilakukan dengan jujur
dan efektif. Contohnya, adalah perlindungan konsumen, perlindungan tenaga kerja,
perlindungan lingkungan hidup, anti monopoli;
(b) Peraturan yang berusaha mencampuri ekonomi pasar seperti pengendalian harga,
peraturan impor-ekspor, devisa;
(c) Peraturan fiskal seperti manipulasi pajak dan bea cukai dan
(d) Peraturan korupsi, mislanya suap menyuap.

Berbeda halnya apabila motifasi dilakukannya kejahtaan ekonomi berarti kita berbicara
tentang

a. Kejahatan yang bersifat individual seperti pemalsuan kartu kredit dan pajak pribadi,

b. Kejahatan dilingkungan okupasi seperti manipulasi biaya perjalanan yang melanggar


kepercayaan dan kewajiban dilingkungan bisnis maupun pemerintahan,

c. Kejahatan yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan bisnis walaupun tidak bersifat
netral,

d. Kejahatan dilingkungan bisnis yang bersifat sentral seperti penipuan asuransi.

Dari Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Penuntutan, Pengusutan,
dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi di sebutkan bahwa tindak pidana ekonomi dibagi
menjadi 2 :

a. Kejahatan

b. Pelanggaran

Mengadakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi sebagai kejahatan dan tindak pidana
ekonomi sebagai pelanggaran dianggap perlu karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) juga mengadakan perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran serta perbedaan
akibat antara kejahatan dan pelanggaran. B Mardjono Reksodiputro memberikan pengertian
kejahatan ekonomi sebagai setiap perbuatan yang melanggar peraturan pemerintah dalam
lapangan ekonomi. Undang-undang tindak pidana ekonomi merupakan suatu kumpulan dari
berbagai peraturan perundang-undangan dibidang ekonomi yang berlaku positif dan yang
memuat ketentuan pidana. Dengan kata lain bahwa Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi
merupakan aturan darisemua tindak pidana yang memiliki karakteristik ekonomi serta
dikualifisir sebagai tindak pidana yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan
perekonomian dan keuangan Negara5

C. MACAM MACAM TINDAK PIDANA EKONOMI

Kejahatan dibidang ekonomi sangatlah luas, oleh karena itu butuh ada perkembangan yang
terbaru untuk dijadikan refrensi yang mana saja yang digolongkan sebagai tindak pidana
dibidang ekonomi. Adapun macam-macam Tindap Pidana Ekonomi Sebagai Berikut :

A .White Collar Crime dan Kejahatan Korporasi

Menurut J.E. Sahetapy mengatakan :

“Istilah White Collar Crime berkembang dengan konsep dan makna yang berbeda-beda,
sebagian ahli menyebut dengan istilah Organizational Crime, Organized Crime, Corporate
crime, dan Bussines Crimese bagian lagi memakai istilah occupational deviance, corporate
and government deviance, dan illegal corporate behaviour.”

Joann Miller membagi White Collar Crime kedalam 4 kategori:

1. Kejahatan Korporasi (Organization Occupation Crime) Kejahatan ini dilakukan para


eksekutif demi kepentingan dan keuntungan perusahaan yang berakibat kerugian pada
masyarakat.

2. Kejahatan jabatan (Governtmental Occupational Crime). Kejahatan yang dilakukan oleh


Pejabat atau birokrat seperti korupsi dan abuse of power.

5
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana
Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai teori-teori pengantar dan beberapa komentar,Rangkang Education &
PuKAPIndonesia, Yogyakarta,hlm.51.
3. Kejahatan Profesional (Professional Occupational Crime). Kejahtaan dilingkungan
professional, pelakunya meliputi lingkungan seperti Dokter, Akuntan, Pengacara, Notaris,
dan seabianya yang memiliki kode etik tersendiri.

4. Kejahatan Individual (Individual Occupational Crime), Kejahatan yang dilakukan oleh


individu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. White Collar Crime sering terjadi dalam
bentuk kejahatan korporasi, kejahatan perbankan, dan tindak pidana korupsi. Secara istilah
korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-
sama sebagai subjek hukum tersendiri suatu personifikasi.

Di bawah ini adalah pengakuan produk perundang-undangan yang mengakui korporasi


sebagai pelaku kejahatan sekaligus dapat bertanggungjawab secara hukum :

1. Korporasi dapat melakukan tindak pidana, tetapi bertanggungjawab pidana masih


dibebankan kepada pengurus. (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan)

2. Korporasi dinyatakan secara tegas sebagai Pelaku kejahatan dan dapat


dipertanggungjawabkan secara pidana (Pasal 15 UUTPE), (Pasal 46 Undang-undang Nomor
23 tahun 1997). 6

B .Tindak Pidana Korupsi

Istilah Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa: Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Korupsi
adalah salah satu ancaman bagi Indonesia karena kasus korupsi selalu berhubungan dengan
basic economic and economic life of the nation. Mengutip pepatah inggris bahwa uang adalah
akar dari kejahatan. Pepatah ini cocok dengan anatomi kejahatan korupsi, karena
bersinggungan dengan masalah-masalah ekonomi. Oleh karena itu, tepat apabila ada yang
memasukkan perbuatan korupsi termasuk kejahatan dalam bidang ekonomi, bahkan
dimasukkan dalam salah satu bentuk transnational crime di samping korupsi bisa juga terjadi

6
Hoffman dalam Juniver Girsang, 2010, Implementasi Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel dalam Tindak
Pidana Korupsi Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor.3/PPUIV/2006,
Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, hlm.116-11
dalam lapangan jabatan, kekuasaan, politik, korupsi moral, dan korupsi demokrasi. Lord At
mengatakan bahwa Power tend to corrupt but absolute power corrupt absolutely. 7

C. Kejahatan Perbankan/Tindak Pidana Perbankan

Kejahatan dibidang perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut perbankan.


Misalnya seseorang merampok bank, pengalihan rekening secara tidak sah dan lain-lain.
Adapun beberapa perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan perbankan dan telah diatur
dalam perundang- undangan lain adalah :

1. Dalam KUHP, Buku II Bab X tenang pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas,
yaitu dalam pasal 244, Pasal 245, Pasal 246, Pasal 249, dan Pasal 250

2. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 46 :


menjalankan usaha bank tanpa izin Menteri Keuangan Pasal 47 : Larangan bagi bank
untuk memberikan keterangan tenang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat
padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelajiman dalam
dunia perbankan. Pasal 47 a: memberikan keterangan tentang hal-hal yang harus
dirahasiakan oleh anggota direksi atau pegawai bank Pasal 48 : dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib diberikan oleh anggota direksi atau pegawai bank

3. Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral. Pasal 59 ayat (2)
menentukan bahwa adalah tindak pidana yang berupa kejahatan apabila Gubernur,
Direktur dan pegawai bank, komisaris pemerintah serta secretariat dewan memberikan
keterangan yang diperoleh karena jabatannya kecuali apabila diperlukan untuk
pelaksanaan tugasnya atau untuk memenuhi kewajiban-kewajiban menurut undang-
undang ini. Pasal 48 jo. Pasal 58 menentukan hukuman denda kepada badan-badan
dan atau kesatuan ekonomi yang tidak memerikan keterangan dan bahan-bahan yang
diperlukan oleh bank sentral dalam melakukan tugas dan usahanya.

D. Kejahatan Pencucian Uang (Money Loundering)

Tidak Pidana pencucian Uang merupakan transnasional organized crime. Pasal 2 dan
3 Undang-Undang Nomortahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang menjelaskan tentng tindak pidana pencucian uang dan hasil tindak
pidananya sebagai berikut: Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
7
Bambang Poernomo, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.134.
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana Pasal 2 (1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:

a. korupsi;

b. penyuapan;

c. narkotika;

d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja;

f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan;

h. di bidang pasar modal;

i. di bidang perasuransian;

j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap;

n. terorisme;

o. penculikan;

p. pencurian;

q. penggelapan;

r. penipuan;

s. pemalsuan uang;

t. perjudian;

u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;

w. di bidang kehutanan;

x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih,8

D. Kejahatan Di Bidang Pasar Modal

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal sebagai suatu
kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan potensi yang berkaitan
dengan efek. Pasar modal adalah suatu tepat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang
membeli dan menjual surat efek yang baru dikeluarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun
1995 memberikan pengertian pasar modal sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan potensi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal adalah
suatu tepat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk
kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek
yang baru dikeluarkan.

E. Kejahatan Konsumen

Dalam kegiatan ekonomi perdagangan pada umumnya pihak konsumen mempunyai posisi
tawar yang lebih lemah dibanding degan produsen sehingga konsumen kadang- kadang
tidak dapat berbuat banyak ketika menerima barang atau jasa yang kondisinya kurang
sesuai dengan yang ditawarkan oleh produsen. Dalam buku Edi Setiadi dan Rena Yulia
mengemukakan beberapa jenis kejahatan konsumen sebagai berikut :

- Produk makanan dan obat-obatan yang tidak diketahui masa daluwarsanya

- Penjualan barang tanpa after sale service


8
6 Roeslan Saleh,1981,Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawab Pidana, Penerbit Aksara Baru. Jakarta, hlm.
45
- Produk makanan dan minuman yang mengandung bahan berbahaya

- Iklan menyesatkan

- Tes laboratorium yang menyesatkan (yang memberikan hasil yang tidak benar yang
mengarahkan pengobatan yang mahal padahal tidak perlu)

- Penjualan secara sales sepanjang tahun

- Menaikkan harga sebelum untuk menjadi sales

- Kontrak dengan klausula baku yang sangat memberatkan konsumen

- Ukuran, takaran yang tidak benar9

BAB III

PENUTUP

Tindak Pidak Pidana Ekonomi adalah tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 1e, 2e dan 3e
Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan
Ekonomi. Salah satu yang disebutkan dalam tindak pidana ekonomi adalah perdagangan barang-
barang dalam pengawasan seperti Pupuk Bersubsidi hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai barang
dalam Pengawasan. . Dalam analisa yuridis Majelis Hakim sudah sesuai dengan unsur- unsur
yang ada pada fakta-fakta di persidangan.

DAFTAR PUSTAKA

9
Zainal Abidin Farid Andi,1995, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta.
Achmad Ali. 2015. Menguak Tabir Hukum. Kencana: Jakarta

Adami Chazawi. 2001. Pelajaran hukum pidana bagian 1. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Schaffmeister, N. Keijzer dan E.PH. Sitorus. 1995, Hukum Pidana. Liberty: Yogyakarta

Hanafi Amrani, Mahrus Ali. 2015. Sistem Pertanggngjawaban Pidana Perkembangan dan Peneraoan.
PT. Rajagrafindo Prasada: Jakarta.

H.M. Insan Anshari. 2012. Tindak Pidana Perpajakan (Suatu Kajian Yuridis-Normatif). Artha Jasa
Offset: Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Tentang
Penimbunan Barang Barang (Undang Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1951) Sebagai Undang
Undang Presiden Republik Indonesia

Undang-Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1951 tentang Penimbunan Barang-Barang


.

Anda mungkin juga menyukai