Di susun oleh :
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul ‘Aspek Hukum Pidana dalam Kesehatan’ dapat
selesai. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas selain itu, penyusunan makalah ini
bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang Hukum Pidana dalam Kesehatan
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Reva Afdilla. SST.,M.K.M
Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hukum Kesehatan dibentuk oleh berbagai bidang hukum. Ada dimensi Hukum Tata
Negara (HTN), Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Perdata serta Hukum Pidana di
dalam the body of law yang kita kenal sebagai Hukum Kesehatan. Sesuai judulnya, tulisan ini
akan mengulas dimensi Hukum Pidana yang terkandung di dalam Hukum Kesehatan.
Agar dapat melihat dengan jelas aspek pidana dari Hukum Kesehatan, lebih dahulu harus
dipahami apa Hukum Pidana itu. Istilah Hukum Pidana terbentuk dari kata 'hukum' (Arab) dan
'pidana' (Sanskrit). Dalam kosakata Indonesia, hukum dimaknai sebagai aturan yang dibuat oleh
lembaga yang berwenang yang dapat dipaksakan keberlakuannya. Sedangkan kata pidana dalam
bahasa Indonesia dimaknai sebagai 'derita' atau 'nestapa'. Makna tersebut serupa dengan makna
'pidana' dalam bahasa aslinya (Sanskrit).
Kosakata bahasa Belanda yang memiliki makna serupa adalah 'straf'. Kata 'straf' pernah
menjadi kosakata yang digunakan dalam percakapan sehari-hari di kalangan orang Jawa.
Hukum pidana digunakan untuk menerjemahkan istilah yang berasal dari bahasa Belanda
'strafrecht'. Bahasa Inggris memiliki dua kosakata untuk menyebut bidang hukum ini, yaitu Penal
Law (law of penalty) dan Criminal Law (law of crime). Tanpa harus merujuk ke teori, dari sini
kita sebenarnya sudah bisa menyimpulkan sendiri apa yang dimaksud dengan hukum pidana itu.
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa itu hukum pidana kesehatan
2. Mengetahui bentuk hukum pidana kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
b. Pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu,
2. perampasan barang-barang tertentu,
3. pengumuman putusan hakim.
Di dalam KUHP, ada jenis sanksi lagi yaitu tindakan yang terdapat dalam Pasal 44 ayat
(3) yaitu berupa dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa; sedangkan di dalam Konsep KUHP
Tahun 2006, jenisjenis pidana dirumuskan di dalam Pasal 62, 63, 64 dan 98. Pasal 62:
(1). Pidana pokok terdiri atas:
a. pidana penjara;
b. pidana tutupan;
c. pidana pengawasan;
d. pidana denda; dan
e. pidana kerja sosial.
3. Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat ringannya pidana.
Pasal 63: Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan
secara alternatif. Pasal 64:
1. Pidana tambahan terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu;
b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;
c. pengumuman putusan hakim;
d. pembayaran ganti kerugian; dan
e. pemenuhan kewajiban adapt setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup.
2. Pidana tambahan dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok, sebagai pidana yang
berdiri sendiri atau dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana tambahan yang lain.
3. Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut
hukum yang hidup atau pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun
tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana.
Pasal 98:
1 Setiap orang yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39
dapat dikenakan tindakan berupa :
a. perawatan di rumah sakit jiwa;
b. penyerahan kepada pemerintah; atau
c. penyerahan kepada seseorang.
Tujuan hukum pada intinya adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Kemudian, ketertiban di dalam masyarakat
diharapkan kepentingan manusia akan terpenuhi dan terlindungi (Mertokusumo, 1986). Dengan
demikian jelas terlihat bahwa tujuan hukum kesehatanpun tidak akan banyak menyimpang dari
tujuan umum hukum. Hal ini dilihat dari bidang kesehatan sendiri yang mencakup aspek sosial
dan kemasyarakatan dimana banyak kepentingan harus dapat diakomodir dengan baik.
Kembali dengan tujuan hukum yang pertama yaitu menciptakan tatanan atau ketentuan,
sektor atau bidang kesehatan telah memiliki payung hukum yang cukup untuk bisa menjalankan
proses kerja di bidang kesehatan. Hal ini dimungkinkan jika semua ketentuan perundang-
undangnya dilaksanakan dengan baik dan menjalin saling pengertian diantara pelaku profesi
didalam setiap bagian yang mendukung terlaksananya upaya kesehatan. Sumber-sumber hukum
yang ada telah secara rinci mengatur hal-hal apa yang menjadi kewajiban setiap pelaku profesi
dan apa yang menjadi hak-haknya. Oleh karena itu harapan yang terbesar adalah terciptanya
ketertiban dan keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing profesi. Ada
beberapa teori yang dapat digunakan untuk melihat secara luas apa yang sebenarnya menjadi
tujuan hukum dan pencapaian bidang kesehatan.
Teori Etis Dalam teori ini ,tujuan hukum semata-mata adalah untuk keadilan. Keadilan
itu meliputi 2 hal yaitu : hakekat keadilan dan isi keadilan.
a. Hakekat keadilan :
Hakekat keadilan merupakan penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan
mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif melebihi norma-
norma lain. Ada dua pihak yang terlibat disini yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak
yang menerima perlakuan. Misalnya : dokter dan pasien. Pada umumnya keadilan
merupakan penilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuan saja. Contoh
lainnya dokter saat mengobati pasien harus menyuntikkan obat yang secara harafiah dapat
dilihat sebagai bentuk yang menyakitkan. Namun itu harus dilakukan demi kebaikan
pasien itu sendiri, jika pasien merasa menjadi korban maka tujuan dari pengobatannya
tidak akan tercapai secara maksimal.
b. Isi Keadilan.
Aristoteles membedakan 2 macam keadilan yaitu : Justicia Commutativa dan Justicia
distributiva.
Justicia Commutativa yaitu memberi kepada setiap orang sama banyak. Hal ini
berlaku didalam berperkara, dimana terdapat asas Equality before the law atau
bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum. Begitu pula
jika dihadapkan pada fasilitas dan pelayanan kesehatan. Perlakuan dan pelayanan
yang baik tanpa membeda-bedakan pada pasien merupakan suatu keharusan.
Namun dalam hal tertentu kesamaan perlakuan dapat saja membahayakan baik
bagi pasien maupun orang lain.
Justicia Distributiva yaitu setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya. Jatah
ini tidak sama antara satu orang dengan yang lainnya tergantung pada kebutuhan
dan kepentingannya. Sifatnya proporsional, artinya untuk mendapatkan haknya
setiap orang harus mengingat hak dan kepentingan orang lain dan jasa yang telah
diberikan sebagai kontra prestasinya.
Dalam hal ini kedua macam keadilan yang ditawarkan Aristoteles tidak begitu saja dapat
diaplikasikan, karena hukum sendiri tidak selalu identik dengan keadilan. Misalnya membuang
sampah harus ditempat sampah, bagi mereka yang jauh dari tempat sampah tentu hal ini terasa
kurang adil. Tetapi untuk kebaikan bersama, hukum mengatur demikian. Jadi keadilan terasa
terlalu naif jika dijadikan tujuan hukum semata.
C Kebijakan Hukum Pidana
Dewasa ini pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan kemasyarakatan
dalam rangka mensejahterakan warganya termasuk juga melindungi masyarakat. Pemerintah
harus melindungi kehidupan ekonomi warganya, kesehatan, lingkungan hidup, menyediakan
lapangan kerja, menyediakan sandang, pangan dan papan, dan sebagainya. Dengan kata lain
pemerintah harus mengatur semua bidang kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuannya yaitu
mensejahterakan masyarakat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum pidana tidak hanya berfungsi melindungi nilai-nilai moral tetapi hukum pidana
digunakan sebagai sarana, yang oleh Muladi dinamakan “sarana untuk meningkatkan rasa
tanggungjawab pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya”.
Berkaitan dengan hal itu, tepatlah apa yang dikembangkan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi
hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai
kaidah semata-mata, tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu hukum berfungsi sebagai
pengarah dan jalan tempat berpijak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan
bernegara. Dilain pihak, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, yaitu hukum harus
mampu memberi motivasi cara berfikir masyarakat kearah yang lebih maju (progresif), tidak
terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan faktor-faktor sosiologis,
antropologis dan kebudayaan masyarakat.
3.2 Saran
Hukum pidana dalam hal-hal tertentu dapat didayagunakan untuk menegakan peraturan
di bidang hukum yang lain seperti dalam menangani masalah lingkungan hidup. Pendayagunaan
hukum pidana yang selama ini lebih bersifat ultimum remedium namun dalam hal-hal tertentu
dapat bersifat primum remedium. Dalam hal ini harus ada batasan-batasan yang tegas untuk
menentukan kapan hukum pidana dapat bersifat primum remedium.
DAFTAR PUSTAKA
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit., hlm. 54. 2 Marise Cremona, 1989, Criminal Law ,
London : Macmillan Education LTD, hlm. 20-21
Barda Nawawi Arief , Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 3-4
Lihat juga : Romli Atmasasmita, Perbanidngan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 6-
7. www.gp .gov.bc.ca/statreg/stat/H/96179_01.htm
www.gp.gov.bc.ca/statreg/stat/m/96285_01.htm.
www.unodc.org/unodc/en/legal_library/zm/legal_library_1994-07-13_1994-11.htm.
Bachsan Mustafa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, hlm.
Antje M.Ma’moen, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Ditinjau dari
Hukum Administrasi Negara, Dalam: SF Marbun, Deno Kamelus, Saut P.Panjaitan, dkk.,
Dimensi-Dimensi Op.Cit., hlm. 281 12 Bachsan Mustafa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara
Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, hlm.
Rusli K. Iskandar, Normatifisasi Hukum Administrasi Negara, Dalam : SF Marbun, Deno Kamelus, Saut
P.Panjaitan, dkk.,Dimensi-Dimensi ......, Op.Cit., halaman 184-185.