Anda di halaman 1dari 19

JENIS – JENIS TINDAK PIDANA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah Hukum Pidana

Disusun oleh:

Isnaini Galih Utami (E0021205)

Jihan Shafa Salsabila (E0021212)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan karunia, hidayah
beserta rahmat-Nya sehingga tim pemakalah dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah “ Jenis-Jenis Tindak Pidana” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua senantiasa dalam
keadaan yang di ridhoi. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih pada pihak lain
yang terkait untuk dijadikan refrensi dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret 2022. Ada pun tujuan lain atas penyusunan makalah
ini adalah untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan,wawasan,dan rujukan kritis
terhadap keadaan sekitar oleh para pembaca. Kami menyadari makalah mengenai masih
jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran terbuka luas demi perbaikan makalah
ini di masa yang akan mendatang.

Surakarta, 10 April 2022

Tim Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 4

A. Latar Belakang ........................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

C. Tujuan Pembuatan Makalah ........................................................................ 5

D. Manfaat Makalah ......................................................................................... 6

E. Batasan Makalah .......................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Kriteria Tindak Pidana ........................................................ 7


B. Jenis jenis dan Ketentuan Tindak Pidana ..................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 18

B. Saran ......................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Memasuki era digitalisasi kemudahan mendapat akses dan efektivitas pekerjaan


dalam jaringan semakin nyata dapat dirasakan. Dengan adanya hal tersebut kehidupan
semakin instan dengan dibarengi adanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Namun di sisi
lain kita juga perlu menyadari bahwa banyak ihwal yang semakin kompleks yang
timbul. Seolah semua yang ada di muka bumi ini saling berkolrelasi dan juga antara satu
dengan yang lain tanpa adanya kejelasan antara pembatasan-pembatasan interaksi yang
diperkenankan maupun yang dilarang. Kemudian secara tidak langsung hal itu
menyebabkan kriminalitas semakin meningkat. Banyak tindak kejahatan yang terjadi
menjadikan semakin sadarnya seseorang pada pentingnya perlindungan terhadap masing
masing individu. Salah satu bentuk perlindungan tersebut adanya keterikatan terhadap
hukum. Di Indonesia sendiri hukum menjadi hal yang sangat fundamental dalam
mengatur kehidupan bernegara. Sesuai dengan Pasal 1 Ayat 3 bahwa Indonesia
merupakan negara hukum. Jadi segala tata laku diatur secara terperinci didalam hukum,
baik yang menjadi kepentingan umum di hukum publik (pidana) maupun kepentingan
perseorangan dalam hukum privat (perdata).

Kemudian dapat diketahui bersama bahwa dalam hukum kedudukan manusia


sebagai subjek hukum sangat diutamakan. Selain mengatur tingkah laku, dalam hukum
juga mengatur hak terhadap manusia itu sendiri sebagai subjek hukum seperti
diberikannya perlindungan terhadap korban kejahatan. Menurut pandangan Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana pengertian “korban kejahatan” adalah terminologi Ilmu
Kriminologi dan Victimologi2 dan kemudian dikembangkan dalam hukum pidana
dan/atau sistem peradilan pidana. Secara selintas maka pengaturan korban kejahatan
dalam hukum positif menurut sistem peradilan pidana Indonesia meliputi ketentuan Pasal
14 C Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi
selengkapnya sebagai berikut: “Pada perintah yang tersebut dalam Pasal 14 a kecuali
dalam hal dijatuhkan pidana denda, maka bersama-sama dengan syarat umum, bahwa
orang yang dipidana, hakim boleh mengadakan syarat khusus bahwa orang yang dipidana
itu akan mengganti kerugian yang terjadi karena tindak pidana itu, semuanya atau
sebagian saja, yang akan ditentukan pada perintah yang ditentukan pada itu juga, yang
kurang dari masa percobaan itu.”

Lebih lanjut dalam hukum pidana juga terdapat rincian dari kejahatan itu sendiri
atau dikenal dengan jenis jenis tindak pidana atau delik pidana. Istilah tindak pidana
merupakan masalah yang berhubungan erat dengan masalah kriminalisasi (criminal
policy) yang diartikan sebagai proses penetapan perbuatan orang yang semula bukan
merupakan tindak pidana menjadi tindak pidana,

4
proses penetapan ini merupakan masalah perumusan perbuatan-perbuatan yang berada
di luar diri seseorang Menurut Pompe, “strafbaar feit” secara teoritis dapat merumuskan
sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja
ataupun dengan tidak disengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan
terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan hukum.
Jadi dapat diketahui bersama bahwa segala sesuatu yang melanggar ketentuan
sebagaimana mestinya disebut dengan tindak pidana. Adapun macam dari tindak pidana
tersebut adalah kejahatan dan pelanggaran, Delik formal dan delik materiil,delik com
(doleuseissionis, delik omissionis, dan delik comissionis per omissionem commissa, delik
dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten),delik tunggal dan delik ganda
(enkelvodige en samengestelde delicten), delik yang berlangsung terus dan delik yang
tidak berlangsung terus (voordurende en niet voordurende/aflopenden delicten, Delik
aduan dan bukan delik aduan (klacht delicten en niet-klacht delicten), Delik ekonomi dan
bukan delik ekonomi, serta kejahatan ringan yang akan dibahas lebih lanjut pada uraian
selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian dan kriteria dari tindak pidana?

2.Apa sajakah yang termasuk jenis-jenis tindak pidana dan bagaimana ketentuannya?

C. Tujuan

1. Menumbuhkan pemikiran lebih kritis oleh pembaca terhadap tindak kejahatan

2. Menjadikan para pembaca lebih peduli terhadap keadaan sekitar dan sesamanya

3. Mengajak para pembaca untuk melakukan paham literasi sebelum melakukan sesuatu
yang merugikan banyak pihak.

4. Menjadikan para pembaca mengetahui bahwa sebenarnya hukum di Indonesia itu


berdasar dan tidak subjektif

5
D. MANFAAT MAKALAH

1. Individu

Memberikan pemahaman mengenai pentingnya menjaga tata laku agar tidak melakukan
tindak pidana sehingga memiliki rasa empati terhadap realitas peraturan yang berkaitan
dengan kebijakan publik

Memberikan pembentukan pola pikir yang mumpuni sebagai wujud dari implementasi
dari adanya hukum yang ada serta kewaspadaan

2. Khalayak Umum

Mendorong kemauan berbagai pihak untuk bersama-sama menyongsong hukum yang


Indonesia yang lebih baik dengan mengkritisi apa-apa saja yang seharusnya dijalankan
oleh hukum,guna mendukung jalannya kepastian dan keadilan dalan hukum.

E. PEMBATASAN MAKALAH

Dalam hal ini pembatasan makalah ditujukan untuk menunjukan hal-hal yang memang
semestinya termuat di dalam makalah atau hal yang tidak seharusnya dicantumkan.
Yang mana pembatasan makalah juga digunakan agar pembahasan makalah tidak keluar
dari konteks sehingga lebih teratur. Pembatasan makalah tersebut diantaranya:

1. Menjelaskan mengenai apa itu tindak pidana

2. Menguraikan lebih lanjut mengenai jenis tindak pidana

3. Memberikan contoh mengenai perbuatan yang termasuk tindak pidana

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Kriteria Tindak Pidana


Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana,
menerjemahkan istilah perbuatan pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan
diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada
perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditentukan oleh kelakuan
orang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu.1 Dalam tindak pidana suatu kewenangan atau kekuatan yang
menimbulkan sebab-akibat maka akan dimintai pertanggungjawaban. Pada
hakekatnya setiap perbuatan yang dikatakan perbuatan pidana harus terjadi atas
unsur fakta atau lahiriyah oleh suatu tindakan adanya kelakuan dan akibat yang
ditimbulkan pula. Karenanya biasanya dengan adanya perbuatan yang tertentu
seperti dirumuskan dengan unsur-unsur di atas maka sifat pantang dilakukannya
perbuatan itu sudah tampak dengan wajar. Sehingga apabila ada suatu perbuatan
yang melanggar dari nilai dan norma yang berlaku maka perbuatan tersebut
disebut dengan tindak pidana.
Kemudian mengenai penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai
suatu perbuatan pidana dianut asas yang dinamakan asas legalitas atau principle
of legality. Yakni asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus
ditentukan oleh suatu aturan perundang-undangan sebagaimana yang tersebut
dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP. Dan setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang
telah ada dan berlaku bagi terdakwa sebagaimana terdapat pada Pasal 14 Ayat 2
undang-undang dasar sementara. Sebelum orang yang dapat dituntut untuk
dipidana karena perbuatannya kemudian setelah seseorang dinyatakan melanggar
tindak pidana maka ia akan diancam dengan sanksi pidana. Sanksi ini bergantung
pada perbuatan apa yang dilakukan dan apa kerugian yang ditimbulkan. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa dalam hukum pidana kita harus memandangnya
sebagai makna yang objektif agar dapat dijadikan sarana instruksi dan sistematis
menjadikan hukum sebagai suatu sistem peradilan yang berkesinambungan.

1
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 54

7
Memiliki alasan yang objektif dalam menentukan hukumnya yang terdapat
validitas ketentuan ilmiah sehingga dapat diuji dan diteliti kebenarannya oleh
siapapun tanpa terkecuali.

B. Jenis jenis Tindak Pidana

1. Kejahatan dan Pelanggaran


Rechtdelicten dan wetdelict adalah perbuatan yang bertentangan dan tidak
sesuai dengan keadilan yang ada. Dimana yang dimaksud dengan perbuatan yang
bertentangan dan tidak sesuai dengan keadaan merupakan perbuatan yang
merugikan orang lain baik itu termasuk ke dalam tindakan pidana yang terdapat
di suatu undang-undang ataupun yang tidak. Jadi pada intinya segala perbuatan
yang dirasakan oleh masyarakat yang sifatnya mengganggu dan tidak sesuai
dengan keadilan disebut dengan perbuatan tersebut diantaranya pembunuhan
pencurian semacam ini disebut kejahatan atau mala perse. Kemudian yang disebut
dengan delik adalah perbuatan yang melanggar hukum namun baru disadari
sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik.
Jadi karena undang-undang menyebutkan dan mengancam perbuatan
tersebut merupakan tindak pidana maka perbuatan tersebut dikenai sanksi pidana.
Misalnya seperti memarkir mobil di sebelah kanan jalan semacam ini disebut
dengan pelanggaran perbedaan masyarakat kualitatif tidak dapat diterima
sehingga di wetdelict ini sebenarnya tidak bertentangan dengan keadilan namun
merupakan suatu pelanggaran karena secara langsung secara tidak langsung dapat
merugikan orang lain dan tidak mematuhi norma yang berlaku dalam undang-
undang.
Di sisi lain ada pula yang mengatakan bahwa antara kedua jenis teks
tersebut terdapat perbedaan yang bersifat kuantitatif .Dimana yang dimaksud
dengan kuantitatif ini adalah suatu pandangan yang meletakkan kriterium pada
kedua tersebut terdapat perbedaan yang dilihat dari sisi segi kriminologi adalah
pelanggaran itu lebih ringan daripada kejahatan. Dalam seminar hukum nasional
tahun 1963 disebutkan bahwa terdapat pendapat dimana penggolongan-
penggolongan dalam 2 macam itu seharusnya ditiadakan.

2. Delik formil dan delik materiil


A. Delik formil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang.
Jadi segala perbuatan yang jika melanggar hukum itu disebut dengan delik formil
dari tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang merugikan
tersebut.

8
Misalnya penghasutan yang terdapat di Pasal 160 KUHP, kemudian Penyuapan
di Pasal 209 dan 210 KUHP,dan sumpah palsu pasal 242 KUHP. Jadi segala
perbuatan yang dirasa melanggar hukum dapat disebut dengan delik formil.
A. Sementara delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan
kepada akibat yang terjadi setelah adanya perbuatan melanggar hukum. Jadi
Ketika suatu perbuatan yang melanggar hukum itu tidak menimbulkan
kerisauan berkelanjutan maka bukan tinjauan utama dari delik materiil ini.
Suatu perbuatan dapat dikatakan melanggar tindak pidana apabila perbuatan
tersebut telah menghasilkan akibat yang tidak dikehendaki atau tidak sesuai.
Misalnya dalam pembakaran pasal 187 KUHP kejadian pembakaran
merupakan suatu hal yang merugikan orang dan akibatnya sangat nyata
dirasakan dan dapat dilihat.

B. Delik commisionis, delik ommisionis, dan delik commisionis per


ommisionem commisa
A. Delik commisionis. Merupakan delik yang terjadi berupa suatu pelanggaran
terhadap larangan. Jadi ketika seseorang melakukan penyimpangan terhadap
sesuatu yang tidak diperbolehkan maka disebut dengan delik commisionis.
Dalam kata lain Delik Commissionis adalah perbuatan melakukan sesuatu
yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Misalnya mencuri (Pasal 362
KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP ), Penipuan (Pasal 378 KUHP). Delik
commisionis pada umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat
(mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsure pertanggungjawaban pidana.
Dalam Hukum Pidana telah diatur bahwa perbuatan yang tidak sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku maka bisa dikatakan delik. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa tindakan-tindakan seperti yang sudah disebutkan diatas
merupakan suatu perbuatan yang dilarang, menggaunggu kestabilan dalam
masyarakat sehingga kehidupan manusia akan terganggu utamanya dalam
penegakan hukum yang ada.
B. Delik Ommisionis Delik yang berupa penyimpangan terhadap suatu perintah.
Dimana penyimpangan ini biasanya terjadi dengan kriteria tidak
melaksanakan sesuatu yang diperintahkan atau diharuskan. Dalam kata lain
Delik Ommisionis yaitu tindak pidana yang berupa perbuatan pasif yakni,
tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan.
Contoh delik ommisionis terdapat dalam BAB V pasal 164 KUHP tentang
kejahatan terhadap ketertiban umum, tidak menghadap sebagai saksi di muka
pengadulan (Pasal 522 KUHP), atau tidak menolong orang yang sedang
memerlukan pertolongan. Delik ommisonis ini erat kaitannya dengan nurani
dan akal pikiran.

9
Jadi walaupun dalam delik ini tidak ada pelanggaran saat tidak mematuhi
larangan,namun dengan bertindak tidak secara semestinya mengenai apa yang
harus dilaksanakan akan masuk pada kriteria suatu perbuatan bisa dikatakan
delik commisionis.
C. Delik commisionis per ommisionem comissa. Delik ini merupakan delik yang
berupa pelanggaran larangan, namun bisa saja terjadi secara tidak langsung
atau tidak disengaja. Delicta commissionis ialah delik yang dilakukan dengan
perbuatan. Delik omisi (ommissiedelicten) dilakukan dengan membiarkan
atau mengabaikan (nalaten).2 Merupakan pelanggaran terhadap larangan juga
namun dilakukan secara pasif. Atau dalam kata lain adalah delik yang berupa
pelanggaran larangan akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak
berbuat. Seperti pada Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Atau contoh lain seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi
air susu (Pasal 338 KUHP). Sama halnya dengan pasal 339, pasal inipun
rumusannya sama dengan pasal 338 KUHP ditambah lagi dalam suatu bagian
inti yang menyebabkan pidananya naik yang disebut delik berkualifikasi, yaitu
dipikirkan terdahulu (metvoor bedachtenrade).3 Atau seorang penjaga wissel
yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan
wissel (Pasal 194 KUHP)

C. Delik Dolus dan Delik Culpa


A. Delik dolus merupakan delik yang didalamnya terdapat unsur kesengajaan.
Secara umum, dalam hukum pidana telah diterima adanya tiga (3) bentuk
kesengajaan (opzet), yakni:
➢ Kesengajaan menjadi maksud (opzet als oogmerk); Agar dibedakan antara
“maksud” (oogemerk) menggunakan “motif”. Sehari-hari, motif diidentikkan
dengan adanya target untuk ada dan menggunakan suatu tujuan. Agar tidak ada
keragu-raguan,diberikan model menjadi berikut. A bermaksud membunuh B yg
mengakibatkan ayahnya meninggal. A menembak B & B meninggal. Pada
model diatas, dorongan buat membalas kematian ayahnya diklaim
menggunakan motif. Adapun “maksud”, merupakan kehendak A buat melakan
perbuatan atau mencapai dampak yg sebagai utama alasan diadakannya
ancaman sanksi pidana, pada hal ini menghilangkan nyawa B.

2
Donny Eka P dalam
https://www.academia.edu/6620198/Resume_ASASASAS_HUKUM_PIDANA_Karangan_DR._Andi_Hamzah_S.H
diakses tanggal 10 April 2022
3
Soesilo,KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) & KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana)
cet 1 Tahun 2008, hal 110.

10
➢ Kesengajaan menggunakan keinsyafan niscaya (opzet als
zekerheidsbewuspzijn); Si pelaku (doer or dader) mengetahui niscaya atau
konfiden bahwa selain dampak pada maksud, akan terjadi suatu dampak lain. Si
pelaku menyadari bahwa menggunakan melakukan perbuatan itu, niscaya akan
ada dampak lain.Sebagai model: A berkehendak buat membunuh B.
menggunakan membawa senjata api, A menuju tempat tinggal B. akan tetapi,
ternyata sesudah hingga pada tempat tinggal B, C berdiri pada depan B.
ditimbulkan rasa marah, walaupun beliau memahami bahwa C yg berdiri pada
depan B, A toh melepaskan tembakan. Peluru yg pada tembakkan sang A
pertama-tama tentang C & lalu B, sampai C & B mati. Dalam hal ini, opzet A
terhadap B merupakan kesengajaan menjadi maksud (oogmerk), sedang
terhadap C merupakan kesengajaan menggunakan keinsafan niscaya

➢ Kesengajaan menggunakan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis).


Kesengajaan ini pula diklaim “kesengajan menggunakan pencerahan kemungkinan"
bahwa seorang melakukan perbuatan menggunakan tujuan buat mengakibatkan
suatu dampak tertentu. Akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa mungkin akan ada
dampak lain yg pula pada larang & diancam sang undang-undang. Prof. Bemmelen
mengungkapkan pendapat Prof. Pompe menjadi berikut. “yg dinamakan dolus
eventualis merupakan kesengajaan bersyarat yg bertolak menurut kemungkinan.4
Artinya, tidak pernah dikehendaki & diketahui menurut dalam kemungkinan itu.
Seseorang yg menghendaki kemungkinan matinya orang lain, tidak bisa di katakan
bahwa beliau menghendaki agar orang itu mati.
Tetapi, apabila seorang melakukan suatu perbuatan menggunakan pencerahan
bahwa perbuatannya akan bisa mengakibatkan matinya orang lain, hal itu
menampakan bahwa beliau memang menghendaki kematian orang.” Contoh klasik
pada hal dolus eventualis merupakan masalah kudapan manis tar dikota Hoorn,
menjadi berikut: A hendak membalas dendam terhadap B yg berdiam pada Hoorn;
A mengirim dalam B sebuah kudapan manis tar beracun menggunakan tujuan
membunuhnya. Ia memahami bahwa selain B, pula tinggal istri B pada tempat
tinggal B. A memikirkan adanya kemungkinan bahwa istri B yg tidak bersalah akan
memakan kudapan manis tar tadi. Walaupun demikian, beliau permanen
mengirimkannya. Perkara tadi diadili sang Hof. Di Amstredam menggunakan
putusan lepas 9 maret 1911.

4
Zaky,iqbal. 2020. ANALISIS TEORI DOLUS EVENTUALIS DAN BEWUSTE CULPA PADA KASUS
KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia

11
Dari uraian diatas, dapat diketahui bersama bahwa dolus bertitik tolak dari
ketidakkesadaran akan kemungkinan. Artinya, si pelaku sadar akan kemungkinan
tersebut. Rumusan “sengaja” pada umumnya dicantumkan dalam suatu norma
pidana. Akan tetpai, ada kalanya rumusan “sengaja” telah dengan sendirinya
tercakup dalam suatu “perkataan”, misalnya perkataan “memaksa”.Rumusan
“sengaja” pada norma hukum pidana dimuat dengan kata-kata, natara lain:
➢ Dengan maksud: Misalnya pasal 362 KUHP yang berbunyi: “barang siapa
mengambil suatu barang yan seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, dihukum……”
➢ Dengan sengaja: Misalnya pasal 338 KUHP yang berbunyi: “barang siapa
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum”
➢ Dengan rencana lebih dahulu: Misalnya pasal 340 KUHP yang berbunyi:
“barang siapa dengan sengaja dan di rencanakan lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan berencana dengan
…”
Selain dari rumusan “sengaja” diatas, ada rumusan “sengaja” yang telah tercakup
dalam arti atau makna suatu kata. Artinya, hal tersebut tidak mungkin dilakukan
tanpa sengaja. Kata tersebut, antara lain: Dengan paksa misalnya pasal 167 KUHP
yang berbunyi: “barang siapa dengan paksa dan melawan hukum memasuki sebuah
rumah atau ruangan tertutup”

B. Delik Culpa
Delik culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur. Pada
umumnya, kealpaan (culpa) dibedakan atas :Kealpaan dengan kesadaran (bewuste
schuld). Dalam hal ini si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya
suatu akibat, akan tetapi ia berusaha utnutk mencegah, toh timbul jug akibat tersebut.
Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak
membayangkan atau menduka akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan
diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan
timbulnya suatu akibat. Dalam hal unsur kesalahan ini, perlu dicermati perbedaan
antara “kealpaan yang disadari” dengan dolus eventualis yang hampir memiliki
persamaan. Berdasarkan uraian diatas bahwa jelas faktor subjektif dari si pelaku
tersebut yang menentukan jenis kesalahan, apakah dolus atau kealpaan yang disadari.
Hal ini harus dapat di formulasikan dari keterangan tersangka atau terdakwa yang
mengungkapkan pertimbangannya mengapa ia melakukan perbuatan yang
menimbulkan akibat tersebut. Selain daari bentuk “kealpaan” tersebut, ada juga pakar
yang membedakan “kealpaan” sebagai berikut, Kealpaan yang dilakukan secara
mencolok, yang disebut dengan culpa lata .Kealpaan yang dilakukan secara ringan,
yang disebut dengan culpa levis. Dalam buku Prof Sudarto disebutkan bahwa
contohnya terdapat pada Pasal 195 KUHP, Pasal 197 KUHP, dan Pasal 231 Ayat 4
KUHP.

12
D. Delik Tunggal dan delik berganda .
A. Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
Delik Tunggal adalah delik yang cukup dilakukan satu kali untuk dapat dipenuhi
terjadinya suatu delik. Misalnya : Pasal 480 KUHP tentang penadahan yang bukan
suatu kebiasaan.
B. Delik berganda adalah delik yang baru dikatakan sebagai delik apabila suatu
perbuatan dilakukan secara berulang kali. Delik Berganda adalah delik yang
terpenuhi apabila dilakukan dengan beberapa perbuatan atau kebiasaan.Misalnya
:Pasal 481 KUHP, dimana perbuatan penadahan yang dilakukan lebih dari satu
kali hingga menjadi suatu kebiasaan.

E. Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus
(voordurende en niet voordurende/aflopenden delicten)

Delik yang berlangsung terus atau disebut juga delik berlanjut merupakan delik di
mana suatu keadaan terlarang tersebut terjadi atau berlangsung terus. sebaliknya,
delik yang tidak berlangsung terus atau delik selesai merupakan delik di manasuatu
kejadian atau perbuatan terlarang tidak berlangsung secara terus menerus dan selesai
saat dilakukannya perbuatan tersebut atau setelah adanya akibat dari perbuatan
tersebut. Delik yang berlangsung terus atau delik berlanjut disebabkan oleh adanya
tindakan atau perbuatan berlanjut. Perbuatan berlanjut diatur dalamPasal 64 Ayat (1)
KUHP yang berbunyi, “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan yang
memuat ancaman pokok yang paling berat”
Contoh dari perbuatan berlanjut adalah A merupakan seorang manager keuangan
di perusahaan X, A ingin mengambil uang perusahaan untuk kepuasan pribadi dengan
cara mengambilnya secara beberapa kali dalam kurun interval waktu tidak lama.
Adapun contoh dari delik berlanjut ialah perampasan kemerdekaan orang lain yang
termuat dalam Pasal 333 KUHP. Perampasan kemerdekaan orang lain ini bisa berupa
penyekapan atau menempatkan seseorang dalam suatu rumah atau ruang tanpa
memperbolehkan orang tersebut keluar sebelum adanya pelunasan, penebusan, atau
pembayaran. Contoh lain dari delik berlanjut adalah menjadi mucikari karena ia terus
menerus menjadi perantara antara PSK dengan pengguna jasa.Sedangkan, contoh dari
delik yang tidak berlangsung terus atau delik selesai ialah merupakanperbuatan atau
tindak pidana yang selesai dilakukan saat itu atau setelah adanya akibat dariperbuatan
tersebut, seperti pembunuhan karena timbulnya akibat dari tindak pembunuhan
tersebut misalnya kematian pada korban. Selain itu, contoh delik selesai ialah
pembakaran karena setelah pembakaran timbul akibat seperti hangusnya bagian yang
dibakar, kerusakan material, atau bahkan korban jiwa. (Nazir. 2015. “Tinjauan
Yuridis Tentang Delik Berlanjut Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Ilmu
Hukum Legal Opinion. Vol. 3 (6): 5.)

13
F. Delik aduan dan bukan delik aduan (klacht delicten en niet-klacht
delicten)
Delik aduan merupakan delik yang penuntutannya hanya bisa dilakukan ketika
adanya pengaduan dari korban atau yang terkena tindak pidana tersebut. delik
aduan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut.
a. Delik aduan yang absolut
b. Delik aduan yang relatif, yaitu delik yang biasanya bukan atau di luar delik aduan.
Namun, delik ini dapat menjadi delik aduan apabila dilakukan leh sanak keluarga
sesuai dengan Pasal 367 KUHP. Contoh delik aduan ialah tercantum dalam
beberapa pasal berikut.
➢ Pasal 284 KUHP, yang bunyinya: Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan: ke-1
1. Seorang pria yang telah nikah melakukan zina padahal diketahui bahwa
Pasal 27 BW berlaku padanya
2. seorang wanita yang telah menikah melakukan zina
ke-2
1. Orang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui
bahwa yang turut bersalah telah nikah
2. Seorang wanita yang tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah nikah dan Pasal
27 BW berlaku baginya
(2) Tidak dilakukan pnuntutan melainkan atas pengaduan suami atau istri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW dalam tempo tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur karena alasan itu
juga
(3) terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73, dan 75
(4) pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai
(%) jika bagi suami istri berlaku Pasal 27 BW pengaduan tidak diindahkan selama
pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap

➢ Pasal 330 KUHP, yang bunyinya:


1. barangsiapa dengan sengaja menarikseorang yang belum cukup umur dari
kekuasaan yang menurut Undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari
pengawasan orang yang berwenang untuk itu diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun
2. bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat kekerasan atau ancaman kekerasan
atau bilamana anaknya belum cukup umur 12 tahun dijatuhkan paling lama
sembilan tahun
➢ Pasal 332 KUHP, yang bunyinya:
1. Diancam dengan pidana penjara:
2. ke-1 paling lama tujuh tahun barang siapa membawa pergi seorang wanita yang
belum cuup umur tanpa dikehendaki orang tuanya watau walinya teta[pi dengan
persetujuannya dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap
wanita itu baik di dalam maupun di luar pernikahan.

14
ke-2 paling lama sembilan tahun barangsiapa membawa pergi seorang wanita
dengan tipu muslihat kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk
memastikan penguasaannya terhadap wanita itu baik di dalam maupun di luar
pernikahan
3. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan jika wanita ketika dibawa pergi
belum cukup umur oleh dia sendiri atau orang lain harus memberi izin bila dia
nikah. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah cuup umur oleh dia sendiri atau oleh
suaminya
4. jika yang membawa pergi lalu nikah dengan wanita yang dibawa pergi dan
terhadap pernikahannya berlaku ayutran-aturan Burgerlijk Wetboek maka tak
dapat dijatuhkan pidana sebelum pernikahannya dinyatakan batal
➢ Pasal 335 ayat (2) KUHP, yang bunyinya:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak
tiga ratus rupiah:
ke-1 barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yag tak menyenagkan atau dengan memakai
ancaman kekerasan sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain
ke-2 barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau
Membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis
2. Dalam hal diterangkan ke-2 kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang
terkena.
Beberapa pasal diatas berdasarkan sifatnya hanya dapat diproses jika adanya yang
mengajukan aduan. Delik aduan hanya akan dapat diproses apabila ada yang
mengajukan aduan terkait perbuatan atau tindak pidana tersebut. Berdasarkan
Pasal 72 KUHP pihak-pihak yang dapat mengajukan aduan dapat dilihat sebagai
berikut.
1.Wakilnya yang sah dalam perkara sipil, atau wali, atau pengaduan orang tertentu
(khusus untuk orang yang belum dewasa). Misalnya orang tuakorban, pengacara,
pengampu, dan wali. Delik bukan aduan atau delik biasa merupakan delik yang
dalam penuntutannya tidak membutuhkan prasyarat pengaduan dan langsung
dapat diproses oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari yang dikenai atau dari
pihak yang dirugikan. Contoh dari delik biasa adalah pembunuhan, pencurian,
penggelapan, dan lain-lain. (buku prof sudarto halaman 73)

G. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatnya (eenvoudige dan


gequalifeerde delicten).
Delik sederhana merupaakn delik yang terjadi tanpa adanya unsur pemberat dan
merupakan perbuatan pokok. contoh dari delik sederhana adalah Penganiayaan
(Pasal 351 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP), pembunuhan biasa (Pasal 338
KUHP). Sedangkan, delik yang ada pemberatnya merupakan delik yang karena
kondisi atau timbulnya akibat-akibat khusus berkaitan dengan pelaksanaan
perbuatan tersebut dijatuhi dengan sanksi pidana yang lebih berat.

15
Contoh dari delik yang ada pemberatnya ialah penganiayaan yang menyebabkan
luka berat atau kematian pada korban [Pasal 351 ayat (2), (3) KUHP], pencurian
pada waktu malam hari atau dengan kekerasan dan sebagainya (Pasal 363 KUHP),
dan pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP).

H. Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi


Tindak pidana ekonomi atau delik ekonomi adalah tindakan-tindakan di bidang
ekonomi yang dilarang dan dapat dipidana baik dalam arti sempit maupun luas.
Pengertian tindak pidana ekonomi dibagi menjadi dua yaitu dalam arti sempit dan
dalam arti luas.
Dalam arti sempit, tindak pidana ekonomi merupakan segala tindakan yang diatur
pada Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1966 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Berdasarkan Undang-undang
Darurat itu, yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi adalah:
1. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 1e:
a. pelanggaran di bidang devisa;
b. pelanggaran terhadap prosedur impor, ekspor/ Penyelundupan;
c. pelanggaran izin;
d. pelanggaran ketentuan barang-barang yang diawasi.8
2. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2 e meliputi:
a. pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut
berdasarkan suatu ketentuan dalam undang– undang;
b. pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan :
- suatu hukuman tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c
- suatu tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8
- suatu peraturan termaksud dalam pasal 10
- suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan /
tindakan tata tertib sementara seperti tersebut diatas.
- pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik
bagian – bagian kekayaan untuk dihindarkan dari : tagihan–tagihan, pelaksanaan
suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan
undang – undang;5

5
Patricia Rinwigati, Tindak Pidana Ekonomi dalam KUHP: Quo Vadis, (Jakarta
Selatan: Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2016), hal. 2-4.

16
3. tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 3e: Pelanggaran sesuatu
ketentuan dalam undang – undang lain dan berdasarkan undang – undang lain.
Sementara itu, pengertian tindak pidana ekonomi dalam arti luas seluruh tindak
pidana di luar Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Peradilan Tindak pidana ekonomi. seperti Undang-undang
tentang Korupsi, Undang-undang tentang Perbankan Undang-undang Persaingan
Perusahaan, Undang-undang tentang Asuransi, Undang-undang tentang Merek,
Undang-undang tentang Paten, Undang-undang tentang Lingkungan Hidup dan
lain-lain. Untuk penjelasan terkait dengan bukan delik ekonomi ialah delik yang
dilakukan di luar bidang ekonomi,

I. Tindak pidana ringan


Tindak pidana ringan merupakan tindak kejahatan maupun pelanggaran yang
diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, atau
denda sebanyak-banyaknya Rp7.500. contoh dari Tipiring ialah termasuk
kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Buku II KUHP yang meliputi
penganiayaan hewan ringan, penghinaan ringan, penganiayaan ringan, pencurian
ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan, perusakan ringan, dan penadahan
ringan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
➢ Tindak pidana adalah perubuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan perbuatan
tersebut dapat dikenai atau diancam sanksi pidana.
➢ Tindak pidana dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu diantaranya sebagai berikut.
a. Kejahatan dan pelanggaran
b. Delik formil dan delik materiil
c. Delik connissionis, delik omissionis, dan delik comissionis per
omissionem commissa’
d. Delik dolus dan delik culpa
e. Delik tunggal dan delik ganda
f. Delik yang berlanjut dan delik yang tidak berlanjut (delik selesai)
g. Delik aduan dan bukan delik aduan
h. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatnya
i. Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi
j. Tindak pidana ringan

B. Saran
Berbagai macam tindak pidana baik itu pelanggaran maupun
kejahatan di era yang serba maju saat ini sebaiknya dapat dijadikan acuan
untuk peningkatan penegakan hukum di Indonesia. Hal ini ditujukan
terutama kepada para aparat penegak hukum agar dalam
setiappenyelesaian kasus dapat ditangani dengan seadil mungkin. Selain
dalam proses penegakannya, hukum itu sendiri pun juga harus dapat
menyesuaikan dengan kedinamisan masyarakat saat ini.

Sebagai seorang mahasiswa yang mendapat label kaum


intelektual, penting bagi kita untuk selalu menaati peraturan yang ada.
Peran kita sebagai mahasiswa sangat berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, kita sebaiknya dapat menjaga dan
menciptakan lingkungan masyarakat yang aman dan tertib dengan tidak
melanggar peraturan atau melakukan tindak kejahatan dalam bentuk
apapun.

18
DAFTAR PUSTAKA

➢ Moeljatno.2009. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta


➢ Zaky,iqbal. 2020. ANALISIS TEORI DOLUS EVENTUALIS DAN
BEWUSTE CULPA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG
MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia

➢ Sudarto. 2018. Hukum Pidana 1. Semarang : Yayasan Sudarto

➢ Andi Hamzah, 1985,Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta:
Ghalia Indonesia.

➢ Rinwigati, Patricia. 2016, tindak Pidana Ekonomi dalam KUHP: Quo Vadis?.
Jakarta Selatan. Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

➢ Nazir. 2015. “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Berlanjut Dalam Perkara Tindak
Pidana Korupsi”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Vol. 3 (6): 5.

➢ Pandensolang, Leonardo o. a. 2015. “Kajian Terhadap Tindak Pidana Ringan


Dalam Proses Peradilan Pidana.” Jurnal Lex Crimen. Vol. 4 (1): 25.

19

Anda mungkin juga menyukai