Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM PIDANA

Kesengajaan dan Kealpaan Dalam Hukum Pidana

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah


Hukum Pidana

DOSEN PENGAMPU:

FIRDAUS, S.H.,M.H

DISUSUN OLEH :

Kelompok 9

JARIYAH NUR FADHILAH. Nim.12220120691

AINUL KAMILAH SULAIMAN LUBIS. Nim.12220121522

M.LUTHFI AZIZ. NIM. 12220113639

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM

RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga tugas makalah mata kuliah Ushul Fiqh ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.

Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah atas baginda Nabi Muhammad SAW, dan
atas keluarga dan sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka itu
hingga akhir zaman.

Kami mengambil rujukan dari buku yang berkaitan dengan pembahasan, serta
berbagai informasi dari media massa yang berhubungan dengan judul makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak sekali kekurangan dan ketidaksempurnaan.
Maka dari itu sangatlah dibutuhkan masukan serta arahan untuk memperbaiki kesalahan dan
ketidaksempurnaan. Semoga dengan adanya saran dan masukan menjadikan kami lebih baik
lagi. Kami tentunya berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca maupun penulis.

Pekanbaru, 12 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................5
C. TUJUAN PEMBAHASAN...........................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. Pengertian Kesengajaan...............................................................................................6
B. Unsur-Unsur Kesengajaan dalam Hukum Pidana....................................................7
C. Pengertian Kealpaan.....................................................................................................8
D. Unsur-Unsur Kealpaan dalam Hukum Pidana..........................................................9
BAB III.....................................................................................................................................10
PENUTUP................................................................................................................................10
A.Kesimpulan......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan–peraturan yang mengandung
keharusan dan larangan terhadap pelanggar yang diancam dengan hukuman berupa siksa
badan1. Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari
pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya suatu sikap yang
kurang hati-hati atau kealpaan dari si pelaku.

Sifat penting dari tindak pidana ialah sifat melanggar hukum dari tindak pidana itu.
Tindak pidana adalah perumusan dari hukum pidana yang memuat ancaman hukuman, pidana
atas pelanggaran norma-norma hukum yang ada di bidang hukum lain, yaitu hukum perdata,
hukum tata negara dan hukum tata usaha negara. Maka adanya hukum pidana dengan tindak-
tindak pidana yang dirumuskan di dalamnya itu, bersumber pada pelanggaranpelanggaran
hukum di bidang-bidang hukum lain tadi. Jadi dengan sendirinya dalam tiap tindak pidana
harus ada sifat melanggar hukum. Dengan demikian sampai sekarang tergambar tiga unsur
dari tindak pidana, yaitu ke-1 perbuatan yang dilarang, ke-2 akibat dari perbuatan itu yang
menjadi dasar alasan kenapa perbuatan itu dilarang, dan ke-3 sifat melanggar hukum dalam
rangkaian sebab musabab itu.

Salah satu yang harus dipenuhi dalam tindak pidana adalah unsur subjektifnya, yaitu
tentang adanya kesalahan (dolus ataupun culpa), adapun persamaan dan perbedaan antara
kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) sebagai berikut, “Kesengajaan mengandung
kesalahan yang berlainan jenis dengan kealpaan, tetapi dasarnya adalah sama, yaitu : 1)
adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana; 2) adanya kemampuan
bertanggungjawab; 3) tidak adanya alasan pemaaf. Akan tetapi bentuknya berbeda. Dalam
kesengajaan, sikap batin orang yang melakukannya adalah berbeda. Dalam kesengajaan,
sikap batin orang yang melakukannya adalah menentang larangan. Dalam kealpaan, orang
yang melakukannya kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam
melakukan suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.2

1
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, 2014, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Jakarta; Kencana Media
Group, Hlm. 8
2
5 Pipin Syarifin, 2000, Hukum Pidana Di Indonesia Bandung : CV Pustaka Setia, hal. 89
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kesengajaan?
2. Bagaimana unsur-unsur kesengajaan dalam hukum pidana?
3. Apa yang dimaksud dengan Kealpaan
4. Bagaimana unsur-unsur Kealpaan dalam hukum pidana?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian Kesengajaan
2. Untuk mengetahui unsur-unsur kesengajaan dalam hukum pidana
3. Untuk mengetahui pengertian Kealpaan
4. Untuk mengetahui unsur-unsur Kealpaan dalam hukum pidana?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesengajaan
Kesengajaan dalam hukum pidana adalah merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan
pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (yang
terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa). Karenanya ancaman pidana pada suatu delik
jauh lebih berat, apabila adanya kesenggajaan daripada dengan kealpaan. Bahkan ada
beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindakan
pidana, yang padahal jika dilakukan dengan sengaja, ia merupakan suatu kejahatan seperti
misalnya penggelapan (pasal 372 KUHP). Merusak barang-barang (Pasal 406 KUHP) dan
lain sebagainya.

Kesengajaan adalah Menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta


akibatnya3.Pengertian “Sengaja dan Tidak Sengaja” dalam hukum pidana Indonesia adalah
Kesengajaan itu adalah “menghendaki” dan “mengetahui” (willens en wetens). Maksudnya
adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu, haruslah menghendaki
(willens) apa yang ia perbuat dan harus mengetahui pula (wetens) apa yang ia perbuat
tersebut beserta akibatnya.

Seseorang yang berbuat dengan sengaja itu, harus dikehendaki apa yang diperbuatan harus
diketahui pula atas apa yang diperbuat. Tidak termasuk perbuatan dengan sengaja adalah
suatu gerakan yang ditimbulkan oleh reflek, gerakan tangkisan yang tidak dikendalikan oleh
kesadaran. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai:
“menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan
suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/
atau akibatnya. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui
apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki
perbuatan itudan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu
dan akibat yang akan timbul dari padanya4.

Kesengajaan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Sengaja Sebagai Niat (Oogmerk)

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk) si pelaku dapat dimerngerti oleh
khalayak ramai. Maka apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana tidak
ada yang menyangkal, bahwa si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana ini lebih nampak
apabila dikemukakan, bahwa dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, dapat
dikatakan si pelaku benar-benar menghendakimencapai akibat yang menjadi pokok alasan
diadakannya hukum pidana (constitutief gevolg)5.

3
Firdaus,Hukum Pidana(Pekanbaru:Penerbit fajjar meranti,2024), hlm 38
4

5
Wirjono Prodjodikoro.. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama : Bandung. 2003. hlm. 66
b. Sengaja sadar akan kepastian atau keharusan (zekerheidsbewustzjin)

Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya, tidak bertujuan untuk
mencapai akibat yang menjadi dasar delict, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan
mengikuti perbuatan itu. Jika ini terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap
akibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, maka kini juga ada kesengajaan berupa tujuan
(oogmerk) oleh karena dalam keduanya tentang akibat tidak dapat dikatakan ada kehendak si
pelaku, melainkan hanya bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku bahwa akibat pasti
akan pasti terjadi, maka kini juga ada kesengajaan.

c. Sengaja sadar akan kemungkinan (dolus eventualis, mogelijkeheidsbewustzijn)

Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan suatu
kepastian akan terjadinya akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu
kemungkinan belaka akan akibatitu. Menurut Van Hattum dan Hazewinkel-Suringa
menagatakan bahwa :7 Tidak ada kesengajaan , melainkan hanya mungkin ada culpa atau
kurang berhati-hati. Kalau masih dapat dikatakaan, bahwa kesengajaan secara keinsafan
kepastian praktis sama atau hampir sama dengan kesengajaan sebagai tujuan (oogmerk),
maka sudah terang kesengajaan secara keinsafan kemungkinan tidaklah sama dengan dua
macam kesengajaan yang lain itu, melainkan hanya disamakan atau dianggap seolah-olah
sama6

B. Unsur-Unsur Kesengajaan dalam Hukum Pidana


Wirjono Prodjodikoro dalam buku Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia menerangkan
bahwa sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,
bukan culpa. Hal ini dikarenakan, biasanya, yang pantas mendapat hukuman pidana itu
adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja7. Wirjono Prodjodikoro (Amir Ilyas,
2012 :78) berpendapat bahwa kesengajaan harus mengenai 3 (tiga) unsur tindak pidana,
yaitu :

1) Perbuatan yang dilarang ;

2) Akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu ;

3) Bahwa perbuatan itu melanggar hokum

Adapun corak atau bentuk dari kesengajaan itu adalah :

1. Kengajaan sebagai maksud, yaitu terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah
betul-betul sebagai perujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan dari pelaku. Misalnya
nerusak barang orang lain (pasal 406 KUHP).

7
Fepi Patriani,”Unsur Kesengajaan Dalam Hukum Pidana, https://konspirasikeadilan.id/artikel/unsur-
kesengajaan-dalam-hukum-pidana0463
2. Kesengajaan sebagai sesadaran pasti atau keharusan, maksudnya bahwa pelaku
mempunyai kesadaran tentang tindakan dan akibat yang merupakan salah satu unsur dari
suatu delik yang telah terjadi., dalam hal ini termasuk tindakan atau akibat-akibat lainnya
yang pasti atau harus terjadi. Misalnya: Ateng dengan sengaja menebak iskak yang kebetulan
berada dibalik kaca. Tujuan Ateng adalah matinya iskak, teapi untuk dapat terujudnya tujua
itu ia pasti menyadari bahwa kaca itu akan rusak ditembus oleh pelru senapannya.

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (Dolus Eventualis), yang terjadi sadaran pada jenis
kesengajaan ini adalah sejauh mana pengetahuan atau kesadaran pelaku, tentang tindakan dan
akibat yang terlarang yang mungkin akan terjadi.

Misalnya: Seseorang menempatkan sengaja di belakang pintu rumahnya agar pencuri yang
masak dapat tertembak, jika benar-benar ada pencuri yang tertembak, maka pada pelaku itu
tedapat kesengajaan jenis ini8

Karenanya ancaman pidana pada suatu delik jauh lebih berat, apabila adanya kesengajaan
daripada dengan kealpaan. Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan
kealpaan, tidak merupakan tindakan pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, ia
merupakan suatu kejahatan seperti misalnya penggelapan (pasal 372 KUHP). Merusak
barang-barang (Pasal 406 KUHP) dan lain sebagainya.

KUHP kita tidak memberi definisi mengenai hal tersebut. Lain halnya dengan KUHP Swiss
dimana dalam pasal 18 dengan tegas ditentukan:“Barang siapa melakukan perbuatan dengan
mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja”.

C. Pengertian Kealpaan
Kealpaan atau culpa, seperti juga kesengajaan adalah salah satu bentuk dari kesalahan, yang
bentuknya lebih rendah derajatnya dari pada kesengajaan, karena bila mana dalam
kesengajaan, suatu akibat yang timbul itu dikehendaki pelaku maka dalam kealpaan justru
akibat itu tidak dikehendaki walaupun pelaku dapat memperkenalkan sebelumnya9.

Kealpaan seperti juga kesengajaan adalah salah satu bentuk dari kesalahan. Kealpaan adalah
bentuk yang lebih rendah derajatnya dari pada kesengajaan. Tetapi dapat pula dikatakan
bahwa kealpaan itu adalah kebalikan dari kesengajaan, karena bilamana dalam kesengajaan,
sesuatu akibat yang timbul dari kehendak pelaku, maka dalam kealpaan, justru akibat tidak
dikehendaki, walaupun pelaku dapat memperkirakan sebelumnya. Disinilah juga letak salah
satu kesukaran untuk membedakan anatara kesengajaan bersyarat (kesadaranmungkin, dolus
eventualis) dengan kealpaan berat (culpa lata).

Kesengajaan dan kealpaan pada dasarnya sama, sama dalam arti di dalam lapangan
hukum pidana, kealpaan itu mempunyai pengertian yang khusus. Menurut Noyon
Langemeyer: “kealpaan adalah suatu struktur yang sangat susah diartikan. Dia mengandung
dalam satu puhak kekeliruhan dalam perbuatan lahir dan menunjuk kepada keadaan batin
yang tertentu, dan di lain pihak keadaan batinnya itu sendiri”. Selanjutnya dikatakan,

8
Firdaus,Hukum Pidana(Pekanbaru:Penerbit fajjar meranti,2024), hlm 38
9
Wirjono Prodjodikoro.. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama : Bandung. 2003. hlm. 42
jika dimengerti demikian, maka culpa mencakup semua makna kesalahan dalam arti
luas yang bukan berupa kesengajaan10

D. Unsur-Unsur Kealpaan dalam Hukum Pidana


Menurut Profesor Simons, culpa mempunyai 2 (dua) unsur masing- masing yaitu “tidak
adanya kehati-hatian” dan kurangnya perhatian terhadap akibat yang timbul

Diketahui sifat-sifat adalah ciri dari culpa.), yaitu :

1) Sengaja melakukan tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan / otaknya
secara salah, seharusnya dia menggunakan ingatannya (sebaik-baiknya), tetapi dia melalukan
suatu tindakan (aktif atau pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan.

2) Pelaku dapat memperkirakan akibat yang terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya,
sekiranya akibat itu pasti akan terjadi, dia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang
akan menimbulkan akibat itu. Tetapi tindakan itu tidak diurungkan, atas tindakan mana ia
kemudian dicela, karena bersifat melawan hukum. Istilah dari doktrin tentang culpa ini di
sebut “Schuld” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “Kesalahan”. Tetapi
maksudnya dalam pengertian sempit sebagai lawan dari opzet. Pada umumnya, sengaja
adalah menghendaki sedang culpa adalah tidak menghendaki adalah suatu bentuk
“Kesalahan” yang lebih ringan dari sengaja.

Van Hamel mengatahkan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat

1. Tidak mengadakan peduga-duga sebagaimana yang diharuskan oleh hukum, mengenai hal
ini kemungkinan :

a. Terdakwa berpikir bahwa akibat tindak akan terjadi karena perbutannya, padalal
pemandangan itu tidak benar.

b. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang terlarang mungkin
akan tejadi.

2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana yagn diharuskan oleh hukum, dalam hal ini
terdakwa dalam melakukan perbuatannya tidak melakukan penelikeisyafan terhadap
perbuatan yang dilakukannya, sedangkan pada kealpaan hal tersebut tidak ada.11

10

11
Firdaus,Hukum Pidana(Pekanbaru:Penerbit fajjar meranti,2024), hlm 39
BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan
Kesengajaan dalam hukum pidana adalah merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan adalah
Menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya .Pengertian “Sengaja dan
Tidak Sengaja” dalam hukum pidana Indonesia adalah Kesengajaan itu adalah “menghendaki” dan
“mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan
sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/ atau akibatnya. Jadi dapatlah
dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan.

Dalam buku Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia menerangkan bahwa sebagian besar tindak
pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,Wirjono Prodjodikoro (Amir Ilyas, 2012 :78)
berpendapat dalam bukunya bahwa kesengajaan harus mengenai 3 (tiga) unsur tindak pidana,
yaitu :

1) Perbuatan yang dilarang ;


2) Akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu ;
3) Bahwa perbuatan itu melanggar hokum

Sedangkan kealpaan atau culpa, seperti juga kesengajaan adalah salah satu bentuk dari
kesalahan, yang bentuknya lebih rendah derajatnya dari pada kesengajaan, karena bila mana dalam
kesengajaan, suatu akibat yang timbul itu dikehendaki pelaku maka dalam kealpaan justru akibat itu
tidak dikehendaki walaupun pelaku dapat memperkenalkan sebelumnya .

Culpa mempunyai 2 (dua) unsur masing- masing yaitu “tidak adanya kehati-hatian” dan
kurangnya perhatian terhadap akibat yang timbul.Diketahui sifat-sifat adalah ciri dari culpa.), yaitu :

1) Sengaja melakukan tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan / otaknya secara
salah, seharusnya dia menggunakan ingatannya (sebaik-baiknya), tetapi dia melalukan suatu
tindakan (aktif atau pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan.

2) Pelaku dapat memperkirakan akibat yang terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya, sekiranya
akibat itu pasti akan terjadi, dia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan menimbulkan
akibat itu. Tetapi tindakan itu tidak diurungkan, atas tindakan mana ia kemudian dicela, karena
bersifat melawan hukum. Istilah dari doktrin tentang culpa ini di sebut “Schuld” yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan “Kesalahan”. Tetapi maksudnya dalam pengertian sempit sebagai
lawan dari opzet. Pada umumnya, sengaja adalah menghendaki sedang culpa adalah tidak
menghendaki adalah suatu bentuk “Kesalahan” yang lebih ringan dari sengaja.

Kesengajaan dan kealpaan pada dasarnya sama, sama dalam arti di dalam lapangan hukum
pidana, kealpaan itu mempunyai pengertian yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai