Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“HUKUM PIDANA”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia

Dosen Pengampu : Ardian Kurniawan M.H

Kelas : IP 3G
Kelompok :4
Disusun oleh

Permata Sari (NIM. 105210232)


Al Fajri (NIM. 105210211)
Ilham Indra Wisesa (NIM. 105210225)

FAKULTAS SYARIAH
PRODI ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah ilmiah Pengantar Hukum Indonesia dengan
judul " HUKUM PIDANA " tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan


didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana


ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-
makalah.

Jambi, 5 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………..


DAFTAR ISI .........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................
A. Pengertian Hukum Pidana ...................................................
B. Tujuan Hukum Pidana ..........................................................
C. Pembagian Hukum Pidana ...................................................
D. Macam – Macam Perbuatan Pidana .....................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................
A. Kesimpulan ...........................................................................
B. Saran .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan kepada suatu


kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-
kadang karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan status diri.
Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, -walaupun
tidak seluruhnya, -dalam keadaan yang tidak memerlukan desakan dari
dalam atau orang lain.
Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhanya dan harus dipenuhi
dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang
dapat merugikan lingkungan atau manusia lain. Hal seperti itu akan
menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari
kehidupan yang bernilai baik. Untuk mengembalikan kepada suasana dan
kehidupan yang bernilai baik itu di perlukan suatu pertanggung jawaban
dari pelaku yang berbuat sampai ada ketidakseimbangan.
Dan pertanggung jawaban yang wajib dilaksanakan oleh pelakunya
berupa pelimpahan ketidak enakan masyarakat supaya dapat dirasakan juga
penderitaan atau kerugian yang dialami. Pemberi pelimpahan dilakukan oleh
individu atau sekelompok orang yang berwenang untuk itu sebagai tugas
yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan penerima limpahan
dalam mempertanggung jawabkan perbuatanya pelimpahan itu berupa
hukuman yang disebut “dipidanakan”. Jadi bagi seseorang yang dipidanakan
berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggung
jawabkan perbuatanya yang dinilai kurang baik dan membahayakan
kepentingan umum.
Pernyataan ini dikehendaki berlakunya oleh kehidupan sosial dan
agama. Kalau ada orang yang melanggar pernyataan ini baik dengan ucapan
maupun dengan kegiatan anggota fisiknya, maka ia akan dikenakan sanksi.
Hanya saja yang dapat dirasakan berat adalah sanksi hukum pidana, karena
merupakan pelaksanaan pertanggung jawaban dari kegiatan yang kerjakan
dan wujud dari sanksi pidana itu sebagai sesuatu yang dirasa adil oleh
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
beberapa masalah yaitu :

1. Pengertian Hukum Pidana


2. Tujuan Hukum Pidana
3. Pembagian Hukum Pidana
4. Macam – Macam Perbuatan Pidana
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana

Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat


memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang
dimaksud dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya
dengan merumuskan hukum pidana menjadi sebuah penger-tian dapat
membantu memberikan gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana.
Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum
pidana diantaranya adalah sebagai berikut:

 W.L.G. Lemaire
Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk
undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman,
yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat
juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem
norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana
terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam
keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-
tindakan tersebut.
 Simons
Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum
pidana dalam arti objek tif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum
pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin.
Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang
berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius
poenale.Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objektif
sebagai:
1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan
nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati;
2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk
penjatuhan pidana, dan;
3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk pen-jatuhan dan
penerapan pidana.

Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan
secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam arti luas


Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk
mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;
2. Dalam arti sempit
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang
dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius
puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti
subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak
negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan
dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar
larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu
diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh
hukum pidana dalam arti objek tif (ius poenale). Dengan kata lain ius
puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
 W.F.C. van Hattum
Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan
peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat
hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari
ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-
tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu
penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.
 Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut;
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
 Van Kan
Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak
menimbul-kan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya
norma-norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan
mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana
memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat berlakunya
norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi tidak mengadakan norma
baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi (het straf-
recht is wezenlijk sanctie-recht).
 Pompe
Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang
menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi
pidana dan apakah macamnya pidana itu.
 Hazewinkel-Suringa
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang
mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap
pelanggarannya dian-cam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang
siapa yang membuatnya.
 Adami Chazawi
Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang
memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan
dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif
maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman
sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada
bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang
diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya;
3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan
negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi,
Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai
pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara
menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana
terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh
dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum
tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-
haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan
hukum pidana tersebut.
 Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi,
Bahwa hukum pidana adat pun yang tidak dibuat oleh negara
atau political authority masih mendapat tempat dalam pengertian
hukum pidana. Hukum adat tumbuh dan berakar dalam kesadaran dan
pergaulan hidup masyarakat. Kenyataan masih berlakunya hukum adat
di Indonesia sampai saat ini tidak dapat dipungkiri, dengan demikian
maka perumusan hukum pidana adalah bagian dari hukum positif
yang berlaku di suatu negara dengan memper-hatikan waktu, tempat
dan bagian penduduk, yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-
ketentuan mengenai tindakan larangan atau tindakan keha-rusan dan
kepada pelanggarnya diancam dengan pidana. Menentukan pula
bilamana dan dalam hal apa pelaku pelanggaran tersebut dipertang-
gungjawabkan, serta ketentuan-ketentuan mengenai hak dan cara
penyi-dikan, penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana
demi tegaknya hukum yang bertitik berat kepada keadilan. Perumusan
ini men-cakup juga hukum (pidana) adat, serta bertujuan mengadakan
keseim-bangan di antara pelbagai kepentingan atau keadilan.
Sejauh mana hukum (pidana) adat tercakup atau berperan
mempe-ngaruhi hukum pidana yang telah diatur dalam perundang-
undangan, banyak tergantung kepada penghargaan nilai-nilai luhur
yang merupakan kesadaran hukum masyarakat (setempat),
masih/tidaknya hukum adat diakui oleh undang-undang negara,
maupun kepada sejauh mana hukum (pidana) adat masih dianggap
sejalan atau ditolerir oleh falsafah Pancasila dan undang-undang yang
berlaku. Ketergantungan yang disebut terakhir adalah merupakan
pembatasan mutlak terhadap penerapan hukum (pidana) adat. Dengan
demikian sebenarnya asas legalitas masih tetap dianut atau
dipertahankan, hanya dalam beberapa hal ada pengecualian. Dalam
hal terdapat pertentangan antara hukum (pidana) adat dengan undang-
undang yang berlaku, maka hakim sebagai figur utama untuk
menyelesaikan suatu pertikaian/perkara banyak memegang peranan.
Hakim dianggap mengenal hukum. Hakim wajib mencari dan
menemu-kan hukum. Hakim mempunyai kedudukan yang tinggi
dalam masyara-kat, karena itu hakim sebagai manusia yang arif dan
bijaksana, yang bertanggung jawab kepada Tuhan, negara dan pribadi,
tidak boleh meno-lak memberi keadilan.
Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat
diambil gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana
setidaknya meru-pakan hukum yang mengatur tentang:
1. Untuk melakukan suatu perbuatan;
2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana;
3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik);
4. Cara mempertahankan/memperlakukan hukum pidana.1
B. Tujan Hukum Pidana
 Untuk melindungi suatu kepentingan orang atau perseorangan (hak
asasi manusia) untuk melindungi kepentingan suatu masyarakat dan
negara dengan suatu perimbangan yang serasi dari suatu tindakan
yang tercela/kejahatan di satu pihak dari tindak-tindakan perbuatan
yang melanggar yang merugiakan dilain pihak.
 Untuk membuat orang yang ingin melakukan kejahatan atau
perbuatan yang tidak baik akan menjadi takut untuk melakukan
perbuatan tersebut
 Untuk mendidik seseorang yang melakukan perbuatan yang
melanggar agar tidak melakukan lagi, dan agar diterima kembali
dilingkungan masyarakat
 Mencegah akan terjadinya gejala-gejala sosial yang tidak sehat atau
yang melakukan perbuatan yang dilanggar, dan hukuman untuk orang
yang sudah terlanjur berbuat tidak baik2
C. Pembagian Hukum Pidana
Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain
sebagai berikut :
1. Hukum pidana dalam arti objek tif dan hukum pidana dalam arti subjektif.
2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
Menurut van Hattum:
1 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), Cet II,
hlm.60.
2 https://deepublishstore.com/materi/hukum-pidana/
a. Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang
menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan
tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat
dipertanggungjawabkan ter-hadap tindakan-tindakan tersebut dan
hukuman yang bagai-mana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut,
disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak.
b. Hukum pidana formil memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang
bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus
diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum
pidana ini sebagai hukum acara pidana.
3. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum pidana
yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd) :
a. Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer,
dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya berbagai
ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak
Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955
tentang Tindak Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang
Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Me-nyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007
ten-tang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan
peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa
pidana.
4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian
khusus (bijzonder deel)
a. Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum sebagaimana
yang diatur di dalam Buku I KUHP yang menga-tur tentang Ketentuan
Umum;
b. Hukum pidana bagian khusus itu memuat/mengatur tentang Kejahatan-
kejahatan dan Pelanggaran-pelanggaran, baik yang terkodifikasi
maupun yang tidak terkodifikasi.
5. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana khusus
bijzonder strafrecht)
van Hattum dalam P.A.F. Lamintang menyebutkan bahwa hukum pidana
umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk
diberlakukan bagi setiap orang (umum), sedang-kan hukum pidana khusus
adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk
diberlakukan bagi orang-orang ter-tentu saja misalnya bagi anggota
Angkatan Besenjata, ataupun merupakan hukum pidana yang mengatur
tindak pidana tertentu saja misalnya tindak pidana fiskal.

6. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis


Hukum adat yang beraneka ragam di Indonesia masih diakui ber-
laku sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila. Hukum adat pada
umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat
kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana. Ini resminya
menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya di desa-desa daerah pedalaman di
Indonesia ada sisa-sisa dari peraturan kepidanaan yang berdasar atas
kebiasaan dan yang secara konkrit, mungkin sekali hal ini berpengaruh
dalam menafsirkan pasal-pasal dari KUHP.

Berpedoman pada Pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt Tahun


1951, ternyata masih dibuka jalan untuk memberlakukan delik adat,
walaupun dalam arti yang terbatas. Contohnya adalah: Putusan pengadilan
Negeri Poso tanggal 10 Juni 1971, Nomor: 14/Pid/1971 tentang tindak
pidana adat Persetubuhan di luar kawin. Duduk perkara pada garis
besarnya ialah, bahwa terdakwa dalam tahun 1969-1970 di kampung
Lawanga kecamatan Poso kota secara berturut-turut telah melakukan
persetubuhan di luar kawin dengan E yang akhirnya menyebabkan E
tersebut hamil dan melahirkan anak. Tertuduh telah dinyatakan bersalah
mela-kukan delik kesusilaan berdasarkan pasal 5 ayat 3 b Undang-undang
No. 1 Drt Tahun 1951 jo. Pasal 284 KUHP.

Dengan demikian sistem hukum pidana di Indonesia mengenal adanya


hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan
tetapi dengan tidak mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum
pidana tidak tertulis sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang
hidup di dalam masyarakat yaitu yang berupa hukum adat.

7. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal


(plaatselijk strafrecht)
Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut sebagai
hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang
dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum
yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh
wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum
pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek
hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di
dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Hukum pidana lokal
dapat dijumpai di dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi,
Kabupaten maupun Pemerintahan Kota.

Penjatuhan hukuman seperti yang diancamkan terhadap setiap pelanggar


dalam peraturan daerah itu secara mutlak harus dilaku-kan oleh pengadilan.
Dalam melakukan penahanan, pemeriksaan dan penyitaan pemerintah daerah
berikut alat-alat kekuasaannya terikat kepada ketentuan yang diatur di dalam
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Selain itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga
dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana
internasional (hukum pidana supranasional). Hukum pidana internasional
adalah hukum pidana yang dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau
semua negara di dunia yang didasarkan pada suatu konvensi internasional,
berlaku dan menjadi hukum bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlaku-
kan oleh bangsa-bangsa di dunia, seperti:

a. Hukum pidana internasional yang bersumber pada Persetu-juan London


(8-8-1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer Internasional di
Neurenberg untuk mengadili pen-jahat-penjahat perang Jerman dalam
perang dunia kedua;
Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain menge-nai
korban perang yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan
perang, penduduk sipil dalam peperangan
D. Pancasila Sebagai Ideologi
Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu
dalam kehidupan politik Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang
dipergunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Menurut Madjid (dalam Ibrahim, 2010:140-141) bagi bangsa dan
Negara indonesia, ideologi yang paling tepat ialah pancasila. Setiap bangsa
mempunyai etos atau suasana kejiwaan yang menjadi karakteristik utama
bangsa itu termasuk bangsa indonesia. Etos itu kemudian dinyatakan dalam
bentuk berbagai perwujudan seperti jati diri, kepribadian, ideologi dan
seterusnya. Perwujudan di zaman modern ini adalah dalam bentuk
perumusan formal yang sisteematik yang kemudian menghasilkan ideologi.
Berkenaan dengan bangsa Indonesia, pancasila dapat dipandang sebagai
perwujudan etos nasional dalam bentuk perumusan formal, sehingga sangat
lazim dan semestinya pancasila disebut sebagai ideologi nasional.
Berdasarkan paparan diatas dapat dikemukakan bahwa ideologi
bangsa indonesia ialah sila-sila pancasila, sebagai hasil rumusan para
pendiri bangsa tentang etos dan suasana kejiwaan bangsa indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki fungsi sebagai nilai-nilai dasar
bersama dimana segenap tingkah laku rakyat dan Negara harus mengacu
kepadanya.
Sebagai sebuah ideologi, pancasila adalah sebuah gagasan yang
berorientasi futuristik yang berisi keyakinan yang jelas yang membawa
komitmen untuk diwujudkan atau berorientasi pada tindakan.
Menurut Afrani (1996:45) ideologi mempunyai peranan sebagai
pernyataan kepentingan bangsa dan sekaligus sebagai alat pengekang jika
nilai-nilai dirasakan akan terancam. Peranan pancasila untuk kepentingan
bangsa merupakan suatu identitas nasional bangsa indonesia yang ditandai
dengan karakter bersamanya. Selain itu pancasila juga mempunyai peranan
sebagai pedoman dan pegangan dalam hal sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa indonesia di manapun mereka berada.
Sebagai pandangan hidup bangsa indonesia, maka pancasila
dipergunakan sebagai pandangan hidup sehari-hari dan digunakan sebagai
petunjuk arah semua kegiatan didalam semua bidang. Dalam
pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kehidupan :
E. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Liberal dan Ideologi
Sosialis.
1. Ideologi Pancasila
Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri
khas serta karakteristik masing-masing sesuai dengan sifat dan ciri
khas bangsa itu sendiri. Ideologi pancasila sebagai ideologi bangsa
dan Negara indonesia lahir dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa
indonesia yang telah diyakini kebenarannya.
Ideologi pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena
itu dalam ideologi pancasila mengakui atas kebebasan dan
kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama juga harus
mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama sehingga
dengan demikian harus mengakui hak-hak masyarakat. Selain itu
manusia menurut pancasila berkedudukan kodrat sebagai makhluk
pribadi dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu
nilai-nilai ketuhanan selalu menjiwai kehidupan manusia dalam hidup
bernegara.
2. Ideologi Liberal
Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme
yaitu paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran
tertinggi, materialisme yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi,
empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta empiris (yang
dapat ditangkap dengan indra manusia), serta individualism yang
meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam
kehidupan masyarakat dan Negara
Manusia menurut paham liberalisme memandang bahwa
manusia sebagai manusia pribadi yang utuh, lengkap dan terlepas dari
manusia lainya. Sedangkan Negara menurut paham liberalisme harus
tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu maka manusia
secara bersama-sama mengatur Negara. Berdasarkan latar belakang
timbulnya paham liberalisme yang merupakan sintesa dari beberapa
paham antara lain meterialisme, rasionalisme, empirisme, dan
individualisme, maka dalam penerapan ideologi tersebut dalam
Negara senantiasa didasari oleh aliran-aliran tersebut secara
keseluruhan. Rasio merupakan tingkatan tertinggi dalam Negara
sehingga dimungkinkan akan berkedudukan lebih tinggi dari pada
nilai religius. Menurut Hechter (dalam Smith, 2003:87) rasionalita
sdalam nasionalisme, tidak memberikan tempat bagi nilai-nilai,
kenangan, simbol dan emosi kolektif kecuali bagi hal-hal yang tidak
tetap seperti kekayaan, status dan kekuasaan. Paham liberalisme yang
dipengaruhi oleh paham rasionalisme, materialisme, empirisme serta
individualisme. Dalam Negara liberal membedakan dan memisahkan
antara Negara dan agama atau bersifat sekuler
3. Ideologi Sosialisme
Paham sosialisme merupakan reaksi atar perkembangan
masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal. Ideologi ini
mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya
adalah hanya makhluk sosial saja. Hak milik pribad tidak ada karena
hal ini akan menmbulkan kapitalisme pada gilirannya akan melakkan
penindasan pada kaum proletar. Negara dalam ideologi sosialisme
adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal.
Mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan
kemenangan pada pihak kelas proletar. Sehingga pada gilirannya
pemerintahan Negara harus dipegang oleh orang-orang yang
meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Demikian jga hak asasi
dalam Negara hanya berpusat pada hak kolektif, sehingga hak
individual pada hakikatnya adalah tidak ada.
Negara yang berpaham sosilisme adalah bersifat atheis bahkan
bersifat antitheis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai
yang tertinggi dalam kehidupan Negara adalah materi, sehingga nilai
manusia ditentukan oleh materi.
F. Peran dan Fungsi Ideologi Pancasila bagi Bangsa Indonesia

Setiap bangsa memerlukan nilai-nilai, norma-norma yang diyakininya


mampu berfungsi sebagai rujukan untuk memperjuangkan cita-citanya.
Setiap bangsa memerlukan pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, serta apa yang benar dan apa yang salah. Setiap bangsa memerlukan
kepercayaan yang diperlukan dalam memotivasi kebersamaan dalam
menjamin kelangsungan hidupnya. Bagi bangsa Indonesia, jawabannya
adalah Pancasila, baik sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar
Negara telah terbukti memenuhi tuntutan kodrat bagi kelangsungan hidup
suatu bangsa.
Menurut juremi (2006:58-59) ideologi mempunyai peranan yang
sangat penting bagi bangsa indonesia yaitu sebagai berikut:
a. Mempunyai peran sebgai citra jati diri bangsa, dimana indonesia
sebagai kelompok sosial yang besar, mempunyai kebutuhan untuk
memiliki citra jati dirinya.
b. Mempunyai peran sebagai akan penemu keyakinan dan kebenaran
dalam perjuangan bersama.
c. Mempunyai peran sebagai penghubung antara satu generasi dengan
generasi lainnya, antar pendiri bangsa dan generasi penerus. Sehingga
generasi penrus akan terus melanjutkan perjuangan generasi
pendahulunya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
d. Mempunyai peran sebagai hukum dasar, dalam artian sebagai
pedoman utama dalam pembuatan aturan perundang-undangan.
Pancasila mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga
stabilitas bangsa, karena pancasilamerupakan landasan bagi bangsa
indonesia untuk berpijak dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pancasila berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan NKRI maupun
dalam proses pencapaian tujuan NKRI. Hal ini berarti tujuan negara yang
dirumuskan sebagai “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”,
mutlak harus sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila. Secara
historis fungsi dan peran Pancasila, mengalami tahapan-tahapan dan setiap
tahapan masing-masing mencerminkan lingkup permasalahan yang berbeda,
sehingga menuntut visi yang khas pula.
Menurut Tjarsono (2013: 885-886) fungsi pancasila berdasarkan
tahapan nya antara lain sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai ideologi pemersatu
b. Pancasila sebagai ideologi pembangunan
c. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Berdasarkan tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila
mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting bagi bangsa indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadikan pijakan bagi bangsa
indonesia dalam mengambil tindakan serta merupakan filter terhadap
perubahan zaman, sehingga tetap menjaga nilai-nilai dasar yang ada pada
masyarakat Indonesia

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah
pikiran(science des ideas). Ideologi mencerminkan cara berpikir
masyarakat, bangsa maupun Negara, namun juga membentuk masyrakat
menuju cita-citanya. Ideologi berfungsi sebagai pemberian identitas
nasional dan fungsi pemersatu. Ideologi dapat dibedakan menjadi dua mcam
yaitu :
a. Ideologi tertutup dan ideologi terbuka
b. Ideologi particular dan ideologi komprehensif
Pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia menggambarkan jati diri
bangsa indonesia serta karakteristik bangsa indonesia. Sebagai sebuah
ideologi, pancasila adalah sebuah gagasan yang berorientasi futuristik yang
berisi keyakinan yang jelas yang membawa komitmen untuk diwujudkan
atau berorientasi pada tindakan.
Ideologi pancasila tentunya berbeda dengan ideologi liberal dan
ideologi sosialisme. Ideologi pancasila menitikberatkan kepada hubungan
warga negaranya dengan agama, dalam ideologi pancasila agama
merupakan hal yang sangat penting bagi warga Negara, serta memberikan
kebebsan bagi individu dalam mengembangkan kreativitasnya asalkan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Pada ideologi liberal lebih
menekankan kepada rasionalisme, materialism dan empirisme sebagai nilai
tertinggi dalam Negara, sedangkan pada ideologi sosialisme lebih
menekankan kepada masyarakat banyak tanpa memandang kelas, hanya saja
dalam ideologi sosialisme ini semuanya di atur oleh pemerintah dan
kebebasan individupun terbatas. Ideologi sosialisme ini merupakan tempat
berkembangnya paham komunisme.
Pancasila berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan NKRI maupun
dalam proses pencapaian tujuan NKRI. Hal ini berarti tujuan negara yang
dirumuskan sebagai “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”,
mutlak harus sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila.
Oleh sebab itu pancasila dapat dijadikan sebagai identitas nasional,
dengan ciri, ide, gagasan dan karakteristik yang sama serta dapat
menyatukan perbedaan sehingga pancasila merupakan landasan bagi bangsa
indonesia untuk bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

B. Saran
Pancasila sebagai ideologi nasional menggambarkan identitas bangsa
indonesia. Pancasila merupakan dasar Negara republik indonesia yang
dijadikan sebagai pedoman bagi bangsa indonesia untuk bertindak sekaligus
menggambarkan jati diri bangsa indonesia. Pancasila sebagai identitas
nasional hendaknya mampu membuat bangsa indonesia disegani didunia
internasional.
Pengamalan nilai-nilai pancasila hendaknya diterapkan secara utuh
oleh masyarakat indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama dikalangan mahasiswa karena mahasiswa agent of change dalam
kehidupan bermasyarakat yang mampu membawa perubahan ke arah yang
lebih baik. Dengan penerapan nilai-nilai pancasila dapat meminimalisir
konflik perbedaaan dan menyatukan bangsa indonesia dalam kesatuan yang
utuh sehingga menggambarkan identitas suatu bangsa..

DAFTAR PUSTAKA
Afrani, Riza Noer.1996. Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Al Marsudi, Subandi. 2008. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma

Reformasi. Jakarta: Rajawali Press

Ibrahim, Anis. 2010. Perspektif Futuristik Pancasila Sebagai

Asas/Ideologi dalam UU Keormasan. Jurnal Konstitusi, Volme III Nomor 2

Juremi, Radi Anky.2006. penerapan Ideologi dan Konstitusi Negara

Indonesia Dewasa Ini. Law Review , Fakultas Hukum, Universitas Pelita

Harapan, Volume IV Nomor 2.

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Mubyarto. 1991. Pancasila sebagai Ideologi: Pancasila sebagai Ideologi

dalam Kehidupan Kebudayaaan. Jakarta: BP-7 Pusat.

Smith, Anthony D. 2003. Nasionalisme : Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta;

Erlangga.

Tjarsono, Idjang. 2013. Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika

Solusi Heterogenitas. Jurnal Transnasional, Volume IV Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai