Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PIDANA
Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah
“pengantar tata hukum Indonesia”

Dosen Pengampu: Niswatul Hidayati S.H.I.

Dikerjakan Oleh Kelompok 2:


Mohammad Arif Mashuri
Muhammad Wildan Atho’illah

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiahtentang HUKUM
PIDANA.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kamimenya
mpaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tanga
nterbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaikimakalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnyauntuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca

Ponorogo, 01 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
BAB II: PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pengertian Hukum Pidana............................................................ 3
B. Pengertian Tindak Pidana ............................................................ 4
C. Jenis-Jenis Pidana ........................................................................ 6
Daftar Pustaka ................................................................................................ 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Pidana merupakan bagian dari ranah hukum publik. Hukum Pidana di
Indonesia diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
yang merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. KUHP merupakan lex
generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia, dimana asas-asas umum termuat
dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.
Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mengamanatkan asas
setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini tidak
terbukti dengan adanya ketidakseimbangan antara perlindungan hukum antara
perlindungan korban kejahatan dengan pelaku kejahatan karena masih sedikitnya hak-
hak korban kejahatan diatur pada perundang-undangan nasional.
Segala aktivitas manusia dalam segala aspek kehidupan sosial, politik, dan
ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya kejahatan. Kejahatan akan selalu hadir dalam
kehidupan ataupun lingkungan sekitar, sehingga diperlukan upaya untuk
menanganinya. Dengan upaya penanggulangan kejahatan, diharapkan dapat menekan
baik dari kualitas maupun kuantitasnya hingga pada titik yang paling rendah sesuai
dengan keadaannya.
Upaya untuk menekan kejahatan secara garis besar dapat dilalui dengan 2 (dua)
cara yaitu, upaya penal (hukum pidana) dan non penal (di luar hukum pidana).
Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal, lebih menitik beratkan pada sifat
represif (merupakan tindakan yang diambil setelah kejahatan terjadi). Pada upaya non
penal menitik beratkan pada sifat preventif (menciptakan kebijaksanaan sebelum
terjadinya tindak pidana).
Setiap tindak pidana menitikberatkan pada pelaku kejahatan atau pelaku tindak
pidana, sedangkan korban kejahatan seolah terlupakan dalam sistem peradilan pidana.
Jika dilihat dari aspek kerugian, korban tindak pidana biasanya mengalami penderitaan

1
fisik (mental), ekonomi, sosial dan yang lainnya. Kerugian yang diderita oleh korban
tindak pidana ini dapat berlangsung sangat lama di antaranya mengalami sebuah
trauma, hal tersebut juga dirasakan oleh pihak keluarga korban.
Kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP) saat ini belum diberikan
kedudukan yang adil sehingga keadaan ini menimbulkan 2 (dua) hal yang fundamental,
yaitu tiadanya perlindungan hukum bagi korban dan putusan hakim yang tidak
memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun masyarakat luas. Kedudukan
korban yang demikian oleh para viktimolog memiliki beberapa istilah di antaranya
forgotten man (manusia yang dilupakan), forgotten person, invisible (orang yang
dilupakan, tidak kelihatan), a second class citizen, a second victimization (sebagai
Warga Negara Kedua, jadi korban kedua setelah yang pertama) dan double
victimization.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hukum Pidana?
2. Pengertian Tindak Pidana?
3. Jenis-Jenis Pidana?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana


Kata “hukum pidana” pertama kali digunakan untuk merujuk pada keseluruhan
ketentuan yang menetapkan syarat-syarat apa saja yang mengikat negara, bila negara
tersebut berkehendak untuk memunculkan hukum mengenai pidana, serta aturan-aturan
dalam perumusan pidana, hukum pidana ini adalah hukum pidana yang berlaku atau hukum
pidana positif, yang juga sering disebut lus poenale meliputi:
Perintah dan larangan atas pelanggaran terhadap badan-badan negara yang
berwenang oleh undang-undang dengan ditetapkan dalam bentuk saksi terlebih dahulu
yang harus ditaati oleh setiap orang.
Menurut Soedarto sebagaimana dikutip tongat, hukum pidana berpangkal dari dua
hal pokok, yaitu:
1. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
2. Pidana
Soedarto menjelaskan dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu,
dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya
pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yang dipidana atau
dapat disingkat perbuatan jahat. Oleh karena dalam perbuatan jahat itu harus ada yang
melakukannya, maka persoalan tentang perbuatan tertentu itu diperinci menjadi dua, yaitu
perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu. Sementara yang dimaksud
dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Senada dengan Soedarto, Lamaire juga memberikan batasan atau pengertian hukum
pidana, yakni sebagai norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-
larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu saksi berupa
hukuman yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus.1

1
Rahmanuddin Tomaili, Hukum Pidana. (Sleman: CV BUDI UTAMA, 2019). 1-3

3
Menurut Moeljanto, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
a) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
yang melanggar larangan tersebut.
b) Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan.
c) Menentukan dengan cara bagaimana pidan itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Simon hukum pidana adalah:
a) Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa, yaitu
suatu pidana apabila tidak ditaati.
b) Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan
keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan
pidana.
Menurut Van Hamel hukum pidana merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang
dianut oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yaitu dengan melarang
apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suata nestapa
(penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.

B. Pengertian Tindak Pidana


Istilah tindak pidana dipakai sebagai terjemah- an dari istilah strafbaar feit atau delict,
tetapi di dalam berbagai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dikenal dengan
istilah-istilah yang tidak seragam dalam menerjemahkan strafbaar feit, Adapun beberapa
istilah yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia di antaranya sebagai berikut.
Peristiwa pidana (Pasal 14 Ayat (1) Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS).
Perbuatan pidana atau perbuatan yang dapat atau boleh dihukum (undang-undang nomor 1
tahun 1951 tentang mengubah ordonnantie tijdelijk bijzondere bepalingen strafrecht yang
termuat dalam LN. 1951 No.78.

4
Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar
dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan
ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang
abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga
tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas
untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat.
Para pakar asing hukum pidana menggunakan istiah "Tindak Pidana", "Perbuatan
Pidana", atau "Peristiwa Pidana" dengan istilah:
1. Strafbaar Feit adalah peristiwa pidana;
2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan Perbuatan Pidana', yang digunakan oleh
para Sarjana Hukum Pidana Jerman; dan
3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah Perbuatan Kriminal'.
Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata,
yaitu straf. baar dan feit. Yang masng-masing memiliki arti: 1) Straf diartikan sebagai
pidana dan hukum,
2) Baar diartikan sebagai dapat dan boleh,
3) Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.
Jadi, istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan
yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).
Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana memberikan definisi
mengenai delik, yakni:
Delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang (pidana)."
• Selanjutnya Moeljatno mengartikan Strafbaarfeit sebagai berikut:
Strafbaarfeit itu sebenarnya adalah "suatu kelakuan manusia yang diancam pidana
oleh peraturan perundang-undangan."2

2
Ibid hal. 5-7

5
• Sementara Jonkers merumuskan bahwa
Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai "suatu perbuatan
yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan
kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan."
Strafbaarfeit juga diartikan oleh Pompe sebagai:
Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja
atau pun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya
tertib hukum.
• Adapun Simons merumuskan strafbaarfeit adalah:
Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

C. Jenis-jenis Pidana
Jenis-jenis sanksi pidana dalam KUHP diatur dalam Pasal 10 Bab II Buku I, sedangkan
jenis-jenis sanksi pidana dalam KUHPM diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 31 Bab
II Buku I KUHPM 3 Untuk memudahkan pemahaman. terhadap ketentuan pidana di atas
maka akan diuraikan tentang penjelasan pidana tersebut. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1. Pidana Pokok atau Pidana Utama:
a. Pidana Mati
KUHP dan KUHPM menerapkan tentang pidana mati. Adapun pidana
mati merupakan perampasan nyawa secara paksa dilakukan oleh pihak yang
berwenang, yang mana pada kalangan sipil dilakukan oleh algojo, sedangkan
pada kalangan militer dilakukan oleh satuan regu militer. Hal ini dikarenakan
akibat dari perbuatan pidana yang dilakukan dan tidak dibenarkan menurut
hukum pidana umum maupun hukum pidana militer.

6
Sebagai filter pelaksanaan pidana mati di Indonesia harus ada fiat eksekusi
oleh presiden tentang penolakan grasi walaupun seandainya terdakwa
(kalangan sipil atau kalangan militer) itu tidak meminta grasi. Pidana mati
dapat ditunda apabila yang bersangkutan sedang hamil dan atau mengalami
sakit jiwa dikarenakan sifat prikemanusiaan yang harus ada sebagaimana
tercantum dalam Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
b. Pidana Penjara
KUHP dan KUHPM menerapkan tentang pidana penjara. Adapun pidana
penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Jika
dikaji secara pandangan KUHP penghilangan kemerdekaan di sini bukan
hanya dengan bentuk pidana penjara saja tetapi juga bisa dalam bentuk
pengasingan. Beda halnya dalam pandangan KUHPM, di mana hanya
mengenal pidana penjara dan tidak mengenal apa yang dinamakan
pengasingan sebagaimana pandangan pada KUHP. Persamaannya antara
KUHP dan KUHPM yaitu ancaman hukumannya minimum satu hari dan
maksimum lima belas tahun menurut Pasal 12 ayat (2) KUHP, sedangkan pada
KUHPM mengacu pada Pasal 12 yang ada pada KUHP sebagaimana bunyi
Pasal 11 KUHPM, yaitu, "Militer yang menjalani salah satu pidana tersebut
pada pasal terdahulu melaksanakan. salah satu pekerjaan yang ditugaskan
sesuai dengan peraturan pelaksana Pasal 12"
Pidana penjara pada kalangan militer ditempatkan di Pemasyarakatan Militer
(Masmil) apabila tidak disertai pidana tambahan berupa pemecatan dinas, di
mana. Masmil tersebut terdapat di lima wilayah, yaitu Masmil Medan, Masmil
Cimahi, Masmil Surabaya, Masmil Makasar, dan Masmil Jayapura, dan bisa
juga di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) apabila militer tersebut
disertai dengan pidana tambahan pemecatan dinas.

7
c. Pidana Kurungan
KUHP dan KUHPM menerapkan tentang pidana kurungan, adapun
pidana kurungan juga merupakan salah satu bentuk pidana. perampasan
kemerdekaan, akan tetapi dalam pelaksanaannya lebih ringan daripada pidana.
penjara.6 Pada KUHPM pidana kurungan ditentukan. dalam Pasal 14 yang
menyatakan, bahwa:
Apabila seorang dinyatakan bersalah karena melakukan suatu kejahatan
yang dirumuskan dalam undang-undang ini dan kepadanya akan dijatuhkan
pidana penjara sebagai pidana utama yang tidak melebihi 3 bulan, hakim
berhak menentukan dengan putusan bahwa pidana tersebut dijalankan sebagai
pidana kurungan.
Berbeda dengan KUHPM, pada KUHP pidana kurungan ditentukan pada
beberapa pasal berikut ini:
1) Pasal 18 ayat (1): Kurungan paling sedikit adalah satu hari dan paling
lama satu. tahun.
2) Pasal 18 ayat (2): Jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena
perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan Pasal 52 dan
52a, kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
3) Pasal 18 ayat (3): Kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu
tahun empat bulan.
4) Pasal 30 ayat (2) KUHP: Jika denda tidak dapat dibayar maka akan
diganti pidana kurungan.
Perlu digarisbawahi pada point b, dan c di atas, bahwa apabila
kalangan sipil melakukan tindak pidana maka akan diberhentikan dari jabatan
yang ia dapatkan, terutama jabatan yang sangkutpautnya dengan jabatan
negara. Seorang militer apabila ia telah melewati masa kurungan, termasuk
masa penjara sebagaimana dijelaskan pada point b. Apabila militer tersebut
dianggap diperlukan dan berguna untuk kepentingan negara, maka militer
tersebut dapat diaktifkan di kedinasannya kembali.

8
d. Pidana Denda
KUHP menerapkan apa yang dinamakan pidana denda tetapi KUHPM
tidak menerapkan tentang pidana denda. Adapun pidana denda merupakan
hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan
hukum atau menembus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.
Bukan berarti bahwa dengan tidak ada aturan tentang pidana denda pada
KUHPM maka pelaku tidak dapat dikenakan pidana denda, yang bersangkutan
dapat dikenakan pidana denda sebagaimana keputusan hakim yang
menganggap hal itu diperlukan.8. Apabila yang bersangkutan tidak bisa
membayar denda maka akan dikenakan kurungan pengganti oleh hakim.
e. Pidana Tutupan
KUHP dan KUHPM menerapkan tentang pidana tutupan. Pidana
tutupan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang
Hukuman Tutupan yang terdiri dari enam pasal, Pada praktiknya hukuman
tutupan baru sekali. diberlakukan di kalangan militer, yaitu pada peristiwa 3
Juli 1946. Pidana tutupan ini merupakan pengganti hukuman penjara karena
terdorong dengan maksud yang dihormati.3

3
Reygen Rionardo Sarayar, jenis-jenis pidana dan pelaksanaan pemidanaan dalam hukum pidana militer, vol.VII,
Lex Crimen, 2018, hal 16-18

9
DAFTAR PUSTAKA

Tomaili Rahmanuddin, Hukum Pidana. Sleman: CV BUDI UTAMA, 2019


Sarayar Reygen Rionardo, jenis-jenis pidana dan pelaksanaan pemidanaan dalam hukum pidana militer, 2018

10

Anda mungkin juga menyukai