Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH HUKUM PIDANA

Diajukan Sebagai :
Tugas Mata Kuliah Hukum pidana
Dosen Pengampu : Dr. Hj.Aria Zurnetti.,SH.,M.Hum

Disusun oleh :
1. Atha Aufa Aristy (2210111038)
2. Dayini Khairunnisa (2210111111)
3. Tasya Alfiyiyani (2210111009)
4. Yuni arsih (2210111041)
5. Muhammad Daffa Kamil (2210111108)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Hukum Pidana
tentang “Pendahuluan Hukum Pidana” ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Hukum Islam Ibu Dr.
Hj.Aria Zurnetti.,SH.,M.Hum. yang telah memberikan tugas kepada kami. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis
bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan
dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Padang, 25 Februari 2023

Penulis Kelompok 2
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR .....................................................................................2
DAFTAR ISI ...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................. 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 4
C. TUJUAN ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................5


A.ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU ................. 5
B.ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT RUANG TEMPAT

DAN ORANG ........................................................................................................ 7

BAB III PENUTUP .........................................................................................11


A. KESIMPULAN ................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................11


BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dari banyaknya bidang di dunia ini yang mencakup sosial, politik,ekonomi, dan lain sebagainya
menunjukkan adanya kebebasan di dalam bermasyarakat. Hukum pidana di sini dapat
memberikan perannya melalui pemerintah dalam menetapkan perbuatan-perbuatan tertentu
sebagai tindakpidana baru dan memberi perintah kepada para penegak hukum untuk memasuki
berbagai bidang-bidang yang luas tersebut. Hukum pidana yang dimaksud adalah adanya
berbagai ketentuan yang lebih banyak berisikan suatu kebijakan mengatur dengan norma-norma
hukum pidana. Merumuskan hukum pidana ke dalam rangkaian kata untuk dapat memberikan
sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah
sangat sukar. Namun, setidaknya dengan merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian
dapat membantu memberikan gambaran atau deskripsi awal tentang hukum pidana. Pidana
artinya hukuman, sanksi, rasa sakit, penderitaan. Hukum Pidana berarti Hukuman atau peraturan-
peraturan tentang hukuman atau pidana.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana asas berlakunya hukum pidana menurut waktu?
2. Bagiamana asas berlakunya hukum pidana menurut ruang tempat dan orang?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui, memahami, mampu berpikir kritis, menanamkan bagaimana asas asashukum
pidana
BAB 2
PEMBAHASAN
Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

A. Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu (Asas Legalitas)

1. Asas Legalitas

Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi “tiada suatu perbuatan
yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada
terlebih dahulu dari perbuatan itu. Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang
menentukan bahwa tiap-tiap peristiwa pidana (delik/ tindak pidana ) harus diatur terlebih dahulu
oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada
atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap orang yang melakukan delik
diancam dengan pidana dan harus mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu.

Berlakunya asas legalitas seperti diuraikan di atas memberikan sifat perlindungan pada
undang-undang pidana yang melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan yang tanpa
batas dari pemerintah. Ini dinamakan fungsi melindungi dari undang-undang pidana. Di samping
fungsi melindungi, undang-undang pidana juga mempunyai fungsi instrumental, yaitu di dalam
batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang no. 13, pelaksanaan kekuasaan oleh
pemerintah secara tegas diperbolehkan.

Anselm von Feuerbach, seorang sarjana hukum pidana Jerman, sehubungan dengan
kedua fungsi itu, merumuskan asas legalitas secara mantap dalam bahasa Latin, yaitu :

o Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-
undang.

o Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana.

o Nullum crimen sine poena legali: tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut
undang-undang.

Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu nullum delictum, nulla
poena sine praevia lege poenali. Artinya, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa
ketentuan undang-undang terlebih dahulu.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas legalitas dalam pasal
1 ayat (1) KUHP mengandung tiga pokok pengertian yakni :

1. Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan
tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan
sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum
orang tersebut melakukan perbuatan;
2. Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh
menggunakan analogi; dan

3. Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku


surut;

2. Tujuan Asas Legalitas

Menurut Muladi asas legalitas diadakan bukan karena tanpa alasan tertentu. Asas
legalitas diadakan bertujuan untuk:12

a. Memperkuat adanya kepastian hukum;

b. Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa;

c. Mengefektikan deterent function dari sanksi pidana;

d. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan; dan

e. Memperkokoh penerapan “the rule of law”.

Sementara itu, Ahmad Bahiej dalam bukunya Hukum Pidana, memberikan penjelasan
mengenai konsekuensi asas legalitas Formil, yakni:

1. Suatu tindak pidana harus dirumuskan/disebutkan dalam peraturan perundang-undangan.


Konsekuensinya adalah:

a) Perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai tindak


pidana juga tidak dapat dipidana.

b) Ada larangan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi tindak pidana.

2. Peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum terjadinya tindak pidana.


Konsekuensinya adalah aturan pidana tidak boleh berlaku surut (retroaktif), hal ini didasari oleh
pemikiran bahwa:

a) Menjamin kebebasan individu terhadap kesewenang-wenangan penguasa.

b) Berhubungan dengan teori paksaan psikis dari anselem Von Feuerbach, bahwa si
calon pelaku tindak pidana 12 Ibid. 13 Ahmad Bahiej, 2009, Hukum Pidana,
Teras, Yogyakarta, hlm. 18-19. 15 Amir Ilyas akan terpengaruhi jiwanya, motif
untuk berbuat tindak pidana akan ditekan, apabila ia mengetahui bahwa
perbuatannya akan mengakibatkan pemidanaan terhadapnya.

3. Pengecualian Asas Legalitas

Asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) memiliki pe ngecualian khusus mengenai
keberadaannya, yaitu di atur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP yang mana pasal tersebut
berbunyi seperti ini “jika terjadi perubahan perundangundangan setelah perbuatan itu dilakukan
maka kepada tersangka/terdakwa dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. Dari
ketentuan pasal 1 ayat (2) KUHP ini sebagai pengecualian yakni memperlakukan ketentuan yang
menguntungkan bagi terdakwa. Menurut jonkers pengertian menguntungkan disini bukan saja
terhadap pidana dari perbuatan tersebut,tetapi juga mencakup penuntutan bagi si terdakwa.

Ada bermacam-macam teori yang menyangkut masalah perubahan peraturan perundanga-


undangan yang dimaksud dalam hal ini. Yakni sebagai berikut :

1. Teori formil yang di pelopori oleh Simons, berpendapat bahwa perubahan UU baru terjadi
bilamana redaksi undang-undang pidana tersebut berubah. Perubahan undang-undang lain selain
dari UU pidana walaupun berhubungan dengan uu pidana bukanlah perubahan undang-undang
yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) ini.

2. Teori material terbatas yang dipelopori oleh Van Geuns berpendapat antara lain bahwa
perubahan UU yang di maksud harus diartikan perubahan keyakinan hukum dari pembuat
undang-undang.perubahan karena zaman atau karena keadaan tidak dapat dianggap sebagai
perubahan 16 Asas-asas Hukum Pidana dalam UU pidana.

3. Teori material tak terbatas yang merujuk pada putusan Hoge Raad tanggal 5 desember 1921
mengemukakan bahwa perubahan undang-undang adalah meliputi semua undang-undang dalam
arti luas dan perubahan undangundang yang meliputi perasaan hukum pembuat undangundang
maupun perubahan yang dikarenakan oleh perubahan jaman (keadaan karena waktu tertentu).

Komentar Penulis berkaitan dengan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) KUHP: Pasal 1
ayat (1) mengatur sebuah perbuatan yang sebelumnya belum diatur oleh ketentuan
pidana/undang-undang kemudian terjadi kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut sedangkan
Pasal 1 ayat (2) mengatur sebuah perbuatan yang sebelumnya memang sudah merupakan bentuk
kejahatan atau kriminal sehingga kedua ketentuan tersebut tidak dapat dipandang sebagai
ketentuan yang saling mengecualikan karena keduanya sebenarnya tidak ada hubungan dan
mengatur substansi yang berbeda.

Contoh: Misalnya Si X adalah pelaku tindak pidana korupsi, di mana perbuatan Si X


diketahui tahun 2001 di mana peristiwanya atau tempus delictinya tahun 1996 maka pandangan
umum kalangan penegak hukum pastilah akan menerapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun
1971 dengan alasan bahwa memberlakukan undangundang nomor 31 Tahun 1999 jo. UU nomor
20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, adalah merupakan suatu pemberlakuan surut
aturan pidana, namun dalam pendapat penulis hal tersebut bukanlah pemberlakuan surut karena
pada dasarnya perbuatan tersebut 17 Amir Ilyas sudah merupakan tindak pidana/criminal karena
telah diatur sebelumnya oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sehingga penulis menilai bahwa perubahan ketentuan tentang tindak
pidana korupsi hanya berubah semata sehingga dalam hal ini Pasal 1 ayat (2) KUHP lah yang
harus diperhatkan atau dengan kata lain penulis sependapat menggunakan UU Nomor 3 tahun
1971 sebagai dasar aturan namun didasari oleh alasan yang berbeda.

B. ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT RUANG TEMPAT DAN ORANG

1. Asas teritorialitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata asas bermakna hal dasar yang digunakan
sebagai tumpuan atau patokan. Arti lain dari kata asas adalah hukum dasar. Masih
merujuk KBBI, untuk kata teritorial memiliki arti sesuatu yang menyangkut bagian wilayah(daerah
hukum) suatu negara.
Secara sederhana kita dapat mengasumsikan bahwa asas teritorial adalah dasar hukum yang
berlandaskan pada kedaulatan, atau kekuasaan sebuah negara atas wilayahnya. Itu artinya, peraturan
perundang-undangan suatu negara dapat berlaku untuk setiap subjek hukum yang melakukan tindak
pelanggaran di wilayah negara tersebut.

Jadi yang dimaksud asas teritorial adalah negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua
barang yang ada di wilayahnya. Akan tetapi, apabila subjek tersebut berada di luar wilayah tersebut,
maka yang berlaku adalah hukum asing (hukum internasional). Dalam hukum pidana di Indonesia asas
teritorial diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut berbunyi
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia”. Selain pasaltersebut, ketentuan asas teritorial juga ditemukan pada
Pasal 3 KUHP.

Menurut buku Hukum Pidana Internasional, baik hukum pidana nasional maupun hukum pidana
internasional memiliki keterkaitan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Apalagi dalam hukum pidana
menganut juga asas teritorial dan asas lainnya. Penerapan asas teritorial ini dapat dibagi menjadi dua
bentuk yang didasarkan pada praktek yurisdiksi. Yurisdiksi sendiri dapat diartikan sebagai kekuasaan hak
atau wewenang untuk menetapkan hukum. Berikut penjelasan lengkapnya:

A. Asas Teritorial Dalam


Jenis asas teritorial ini yakni yurisdiksi berlaku pada subjek (orang, perbuatan dan benda) yangberada di
dalam wilayah sebuah negara.

B. Asas Teritorial yang Diperluas


Sedangkan asas teritorial diperluas adalah jenis asas teritorial yang di mana yurisdiksi berlaku pada
subjek yang “terkait” dengan negara tersebut yang ada atau terjadi di luar
wilayahnya.

2.Asas Nasionalitas Pasif


Asas Nasionalitas Pasif disebut juga dengan asas perlindungan murni yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan umum yang besar, dan tidak ditujukan pada kepentingan individual. Asas ini
diadakan dengan bertitik tolak pada pemikiran bahwa pada umumnya tindakpidana yang merugikan
kepentingan hukum negara Indonesia, oleh negara locus delicti seringkali tidak dianggap sebagai
perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana, sehingga orang yang melakukan perbuatan
yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional Indonesia akan luput dari penuntutan.
Justru agar setiap perbuatan orang yangmerugikan kepentingan hukum Indonesia tetap dapat diadili
berdasarkan aturan pidana Indonesia, sekalipun perbuatan pidana itu dilakukan di luar Indonesia, maka
diadakanlah asas ini. Diterapkannya asas nasionalitas pasif hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang
benar-benar melanggar kepentingan nasional yang sangat penting yaitu kepentingan hukum negara.
Kepentingan hukum nasionalyang dipandang membutuhkan perlindungan adalah perbuatan yang diatur
dalam pasal 4 KUHP yang berbunyi :

Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia
melakukan
Ke-1. salah satu kejahatan tersebut Pasal-Pasal 104, 106, 107, 108, 110, .111 bis ke-1, 127,
dan 131
Ke-2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang di keluarkan oleh negaraatau bank,
ataupun mengenai materai yang di- .keluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia
Ke-3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat utang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu
daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga,
yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut atau
menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah tulen dan tidak paslu
Ke-4. salah satu kejahatan tersebut Pasal-Pasal 438, 444-446 mengenai pembajakan laut dantersebut
Pasal 447 mengenai penyerahan kapal 189 dalam kekuasaan bajak laut

3..Asas Nasionalitas Aktif


Asas Nasionalitas Aktif yang dikenal juga dengan asas personalitas. Asas Personal atau
Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya terhadap warga negara yang sedang
berada dalam wilayah negara lain yang kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga negara
asing yang berada dalam suatu wilayah negara telah melakukan tindak pidana dan tidak diadili menurut
hukum negara tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan negara tersebut. Pasal 5 KUHP
hukum Pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesa di luar Indonesia yang melakukan
perbuatan pidana tertentu kejahatan terhadap keamanan negara, martabat kepala negara, penghasutan, dan
lain-lain. Selanjutnya dalam Pasal 5 KUHP menyatakan bahwa, ketetentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan salah satu kejahatan
yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan
451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan itu
dilakukan diancam dengan pidana. Selanjutnya menyatakan bahwa, penuntutan perkara sebagaimana
dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika Terdakwa menjadi warga negara sesudah melakukan
perbuatan.
Titik tolak diadakannya asas nasionalitas aktif adalah kewarganegaraan pembuatdelik.
Asas yang tercantum dalam Pasal 5 KUHP di atas mengandung sistem (pandangan), bahwa hukum pidana
Indonesia mengikuti warga negaranya ke luar Indonesia. Asas tersebut diadakan dilatarbelakangi oleh
pemikiran bahwa undang-undang dari negara berdaulat senantiasa mengikuti warga negaranya. Adanya
konsep kedaulatan negara yang mengajarkan bahwa setiap negara berdaulat juga dapat mengharapkan
kepada setiap warga negaranya untuk tunduk patuh pada undang-undang negaranya di manapun ia berada.
Pasal 5 KUHP jugamengisyaratkan bahwa aturan hukum pidana Indonesia pada dasarnya dapat
diberlakukan terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana sekalipun tindak pidana itu
dilakukan di luar wilayah Indonesia, tetapi dengan syarat: (1) perbuatan yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia itu harus merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia dan substansi perbuatan
itu juga cenderung mengarah kepada ancaman terhadap kepentingan nasional Indonesia. (2) perbuatan
yang dilakukannya itu juga harus merupakan tindak pidana menurut hukum di .negara di mana perbuatan
itu dilakukan oleh warga negara Indonesia

Apabila asas nasionalitas pasif tersebut diperbandingkan dengan asas nasionalitas aktif, maka di
antara keduanya terdapat persamaan konsep, yaitu sama-sama berorientasi pada terciptanya tujuan
melindungi kepentingan nasional dari segala macam tindak pidana yang mengancam atau merugikannya.
Sedangkan perbedaannya adalah kalau asas nasionalitas
aktif pelaku kejahatan harus merupakan orang yang berkewarganegaraan Indonesia, dalam asas
nasionalitas pasif pelaku kejahatan bisa berupa seorang warga negara Indonesia dan bisa pula seorang
warga negara asing karena asas ini memang tidak mempertimbangkan aspek kewarganegaraan pelaku
kejahatan yang mengancam kepentingan nasional Indonesia

4.Asas Universal
Asas persamaan atau yang dikenal juga dengan asas universal adalah asas yang
menitikberatkan pada kepentingan hukum internasional secara luas . Makna luas berarti hukum pidana
tidak dibatasi oleh tempat, wilayah, atau bagi orang tertentu saja, melainkan berlaku di mana pun dan
bagi siapa pun.Jika dilihat,sesungguhnya asas universal ini merupakan perluasan dari asas nasional pasif.
Sebab tujuan penggunaannya tidak sekedar hanya untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia
semata,tetapi lebih lanjut bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang bersifat
internasional. Tentu saja saat terwujud perlindungan terhadap kepentingan- kepentingan internasional,
maka secara implisit juga telah terwujud perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sebab suatu
kepentingan nasional hakikatnya adalah bagian dari tata kepentingan dunia global yang lebih luas.

Persoalan pokok yang dikaji dalam asas universal adalah jenis perbuatan (pidana) yang
sedemikian rupa sifatnya sehingga setiap negara berkewajiban untuk menerapkan hukum pidana, tanpa
memandang siapa yang berbuat delik, di mana dan terhadap kepentingan siapa pelaku delik
melakukannya. Asas tersebut merupakan pengecualian terhadap hukum pidana yang egosentris. Asas
universal diatur di dalam Pasal 4 sub 2 dan Pasal 4 sub 4 KUHP yang berbunyi:
Ke-2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank,
ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia
Ke-4. salah satu kejahatan tersebut Pasal-Pasal 438, 444-446 mengenai pembajakan laut dan tersebut
Pasal 447 mengenai penyerahan kapal dalam kekuasaan bajak laut.

Berdasarkan ketentuan Pasal di atas dimensi internasional dalam asas universal akan tampak
dalam dua hal. Pertama, dalam ketentuan Pasal 4 sub 2 KUHP kejahatan mengenai mata uang dan uang
kertas tersebut tidak secara eksplisit disebut mata uang yang dikeluarkan oleh negara atau bank tertentu,
dalam arti tidak merujuk pada suatu negara, Indonesia misalnya. Dengan demikian, setiap orang yang
melakukan kejahatan mata uang di luar teritorial Indonesia dapat diadili berdasarkan aturan pidana
Indonesia apabila tertangkap oleh aparat penegak hukum Indonesia. Kedua, kejahatan-kejahatan yang
diatur dalam ketentuan Pasal 4 sub 4 pada hakikatnya merupakan kejahatan yang telah dikualifikasikan
sebagai kejahatan internasional, di mana setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki kewenangan untuk
mengadili. Kejahatan-kejahatan yang diatur di dalam ketentuan Pasal tersebut merupakan kejahatan yang
melanggar kepentingan masyarakat internasional, akan tetapi kewenangan melakukan penangkapan,
penahanan dan peradilan atas pelakunya diserahkan sepenuhnya kepada yurisdiksi kriminal negara yang
berke- pentingan dalam batas-batas teritorial negara tersebut. Kejahatan yang diatur dalam Pasal 4 sub 4
KUHP secara umum terbagi ke dalam dua jenis kejahatan, yaitu pembajakan laut (piracy) dan
pembajakan udara (aircraft hijacking). keduanya dikategorikan sebagai kejahatan internasional. Dengan
demikian, apabila ada seseorang baik itu warga negara Indonesia maupun warga negara asing melakukan
pembajakan laut, maka terhadap orang itu dapat diadili 193 berdasarkan aturan pidana Indonesia
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN
Asas berlakunya hukum pidana menurut waktu yaitu Asas legalitas sedangkan Asas berlakunya menurut
ruang tempat dan orang yaitu Asas teritorialitas, Aasas nasionalitas pasif, Asas nasionalitas aktif, dan
Asas universal.Asas legalitas diatur dalam pasal 1 ayat (1)KUHP. Asas teritolialitas adalah Negara
melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada diwilayahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Hukum Pidana 1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007, hlm. 39.
14 Asas-asas Hukum Pidana
Ali,Mahrus.2022.Dasar-Dasar Hukum Pidana.Jakarta:Sinar Grafika
Windari, Ratna Artha.2021.Pengantar Hukum Indonesia. Depok :PT Rajagrafindo Persada

Hamzah Andi. 2010. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai