Anda di halaman 1dari 14

PENGANTAR HUKUM ACARA PIDANA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

HUKUM ACARA PIDANA

Dosen Pengampu :

Tatik Sriwulansari., M.H

Disusun oleh kelompok 1 :

Icsan Adi Muhammad F 101200053


Juneta Aulia A 101200058
Mohammad Khairudin 101200065

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun
dalam rangka menyelesaikan tugas dari dosen Ibu Tatik Sriwulansari, M.H. selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum Acara Pidana.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukanmasukan yang bersifat membangun untu kesempuraan makalah ini.

Ponorogo, 20 Agustus 2022

Kelompok: 1

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A.Latar Belakang Masalah.............................................................................................4
B.Rumusan Masalah.......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Apa pengertian Hukum Acara Pidana ?......................................................................5
B. Apa fungsi dari Hukum Acara Pidana?.......................................................................6
C. Apa tujuan dari Hukum Acara Pidana?.......................................................................6
D. Sebutkan sumber hukum Acara Pidana?.....................................................................7
E. Sebutkan asas Hukum Acara Pidana?.........................................................................9
BAB III PENUTUP................................................................................................................12
A.Kesimpulan...............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum acara pidana di Indonesia saat ini telah diatur dalam satu undang- undang
yang dikenal dengan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut
KUHAP), yakni undang- undang No 8 tahun 1981, yang mulai berlaku sejak tanggal 31
desember 1981, KUHAP, merupakan hukum acara pidana bagi tindak pidana umum,
terkodifikasi dan unifikasi. Salah satu point penting dalam KUHAP sebagai pengganti
Hierziene inlands reglement (selanjutnya disebut HIR) yang sebelumnya berlaku adalah
diakuinya hak hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana disemua tingkatan yang
ditandai dengan bergantinya sistem inquisatoir menjadi accusatoir. Beberapa lembaga
dibentuk didalam sistem peradilan pidana versi KUHAP semakin menunjukan komitmen
pemerintah menjamin tercapainya tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran
materiil dengan kesetaraan kedudukan antar keseluruan subyek hukum didalamnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Hukum Acara Pidana?

2. Apa fungsi dari Hukum Acara Pidana?

3. Apa tujuan dari Hukum Acara Pidana?

4. Sebutkan sumber hukum Acara Pidana?

5. Sebutkan asas Hukum Acara Pidana?

C. Tujuan Pembahasan

Memahami pengertian Hukum Acara Pidana.

Mengetahui fungsi dari Hukum Acara Pidana.

Mengetahui tujuan dari Hukum Acara Pidana.

Mengetahui sumber hukum Acara Pidana.

Mengetahui asas-asas Hukum Acara Pidana.


4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Sebagaimana diketahui bersama dalam doktrin bahwa dimensi hukum teramat luas
dan secara global menurut isinya dapat diklarifikasi kedalam hukum publik (public law) dan
hukum privat (privat law). Ketentuan hukum publik pada asasnya adalah peraturan hukum
yang mengatur kepentingan umum (algemene belangen), sedangkan ketentuan hukum privat
mengatur kepentingan perorangan (bijzondere belagen). Apabila ditinjau dari aspek
fungsinya, salah satu ruang lingkup hukum publik dapat dibagi menjadi hukum pidana
materiil (materiel strafrecht), dan hukum pidana formal (hukum acara pidana)1 . Hukum
Acara Pidana di sebut juga hukum pidana formal, yang mengatur bagaimana Negara melalui
perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan haknya untuk memidanakan dan menjatuhkan
pidana, jadi berisi acara pidana.2

Hukum acara pidana tidak dapat dilepaskan dari hukum pidana, karena keduanya
mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling terkait. Untuk mengetahui arti hukum
acara pidana maka harus mengetahui dahulu tentang hukum pidana. Hukum pidana
dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Hukum pidana meteriil yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang
syarat-syarat dapat dipidananya sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat
dipidana dan aturan tentang pemidanaan, dan mengatur kepada siapa dan bagaimana
pidana itu dijatuhkan;

b. Hukum pidana formil yang mengatur bagaimana Negara melalui alat-alatnya


melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.3

Pengertian hukum acara pidana tidak secara jelas didefinisikan di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), hanya memberikan pengertian-pengertian mengenai bagianbagian dari hukum
1
Bambang Poernomo, S.H., Pandangan terhadap Asas-Asas Umum Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta,
1982, hlm. 3.
2
Moh. Taufik Makarao dan Suharsil, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), hlm1.
3
Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi), Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 4.

5
acara pidana, seperti penyelidikan, penyidikan, penangkapan, upaya hukum, penyitaan,
penggeledahan, dan lain-lain. Jadi kami menarik kesimpulan bawasannya hokum acara
pidana merupakan hokum yang mengatur bagaimana cara-cara memelidara dan
mempertahankan hokum pidana materil.

B. Fungsi Hukum Acara Pidana

Setiap peraturan perundang-undang yang di buat manusia selamanya mempunyai


Fungsi dan tujuan tertentu, fungsi hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah
melaksanakan hukum pidana materiil, artinya memberikan peraturan cara bagaimana Negara
dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau
membebaskan pidana. Tugas dan fungsi hukum acara pidana melalui alat perlengkapannya
ialah:

a. Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran.

b. Menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan.

c. Malaksanakan keputusan secara adil.

Fungsi hukum hukum acara pidana adalah sebagai pegangan bagi polisi dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan penahanan serta
pembuatan berita acara pemeriksaan, pegangan bagi jaksa untuk melakukan penahanan,
penyusunan dakwaan, dan penuntutan, pegangan bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan
dan menjatuhkan putusan, bahkan pegangan bagi penasihat hukum didalam melakukan
tugasnya sebagai pembela. Dengan demikian, fungsi hukum acara pidana sangat penting
karena mengatur perlindungan atas harkat dan martabat dari tersangka atau terdakwa, dan
juga mengatur hak dan kewajiban para penegak hukum.4

C. Tujuan Hukum Acara Pidana

Tujuan hukum acara pidana pada prinsipnya untuk mengekang kebebasan aparat
penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kebebasan yang di kekang disini
adalah kebebasan yang bisa mengarah kepada kesewenang-wenangan. Sehingga, proses

4
Djisman Samosir Dalam Apriyanto Nusa dan Ramadhan Kasim, Hukum Acara Pidana, Teori, Asas Dan
Perkembangannya Pasca Putusan Kosntitusi, (Malang: Setara Press, 2019),hlm 6.

6
hokum yang mereka jalankan dapat menjaga setiap hak asasi manusia, sehingga penegakan
hukum tetap berjalan pada prosedur yang telah di tetapkan oleh undang-undangan.5

Tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang telah dijelaskan
sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran
hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa
itu dapat dipersalahkan.”

D. Sumber-Sumber Hukum Acara Pidana

Di dalam pelaksanaan Hukum Acara Pidana di Indonesia, maka sumber dan dasar
hukumnya antara lain sebagai berikut:6

a) Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945;

1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berbeda dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan
Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

b) Pasal 24 ayat (1) A Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945;“Mahkamah Agung


berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh undang-undang”.
c) Pasal 5 ayt (1) UU (drt) No. 1 Tahun 1951 (sudah dicabut);

5
Apriyanto Nusa dan Ramadhan Kasim, Hukum Acara Pidana, Teori, Asas Dan Perkembangannya Pasca
Putusan Kosntitusi , (Malang: Setara Press, 2019), hlm8.
6
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 27-31.

7
1) HIR (het herzienne indlandsche/indonesischreglement) atau disebut juga RIB
(reglemen Indonesia yang dibaharui) (s.1848 No. 16, s 1941 No. 44) untuk daerah
Jawa dan Madura.
2) Rbg. (rechtreglement buitengewesten) atau disebut juga reglemen untuk daerah
seberang (s.1927 No. 227) untuk luar Jawa & Madura.
3) Landgerechtsreglement(s.1914No. 317,s.1917No. 323)untuk perkara ringan (rol).

d) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara


Pidana disingkat KUHAP (LN. 1981-76 & TLN – 3209) dan Peraturan Pemerintah RI
No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, dan Peraturan Pemerintah RI No. 58
Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP RI No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP.
e) Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999, kemudian diubah
dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
f) Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kemudian diubah
dengan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2004, dan terakhir diubah dengan Undang-
Undang RI No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua Undang-Undang RI No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
g) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilam Umum, kemudian diubah
dengan Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2004 dan Undang-Undang RI No. 49 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum.
h) Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
kemudian diubah dengan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002.
i) Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kemudian
diubah dengan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2004.
j) Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
k) Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2010.
l) Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses hukum acara pidana
dan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

8
m) Surat edaran atau fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait masalah hukum
acara pidana.
n) Yurisprudensi atau putusan-putusan Mahkamah Agung atau pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, yang terkait masalah hukum acara pidana.
o) Doktrin atau pendapat para ahli hukum di bidang hukum acara pidana.
E. Asas-Asas Hukum Acara Pidana
1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Termuat dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyatakan bahwa: “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan
biaya ringan.“Sederhana” di sini artinya adalah, pemeriksaan dan penyelesaian perkara
dilakukan dengan cara efisien dan efektif. “Biaya ringan” artinya adalah biaya perkara yang
dapat dijangkau oleh masyarakat banyak.7 Istilah “Cepat” sendiri diartikan “segera”.

2. Asas in presentia.

Pada asas ini menjelaskan dasarnya pengadilan memeriksa dengan hadirnya terdakwa,
tetapi dengan ketentuan dan pertimbangan tertentu, pengadilan dapat memeriksa tanpa
adanya terdakwa (in absentia).

3. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas ini menunjukkan pada dasarnya pengadilan dapat dihadiri khalayak umum. Ini
memiliki makna bahwa masyarakat umum dapat memantau setiap proses persidangan
sehingga akuntabilitas putusan hakim dapat di pertanggungjawabkan.

4. Asas Persamaan di Muka Hukum

Hukum memberikan jaminan dan kepastian tentang hak dan kewajiban warga negara.
Hukum juga tidak dapat membedakan apakah warga negara kaya atau miskin, berkuasa atau
tidak melainkan di mata hukum semua warga negara memiliki hak-hak yang sama.

5. Asas Pengawasan

7
M. Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, UB Press, Malang, 2011,hlm. 148.

9
Pemeriksaan di muka umum sidang pengadilan bersifat akuator, yang berarti si terdakwa
mempunyai kedudukan sebagai “pihak” yang sederajat menghadapi pihak lawannya, yaitu
Penuntun Umum. Seolah-olah kedua belah pihak itu sedang “bersengketa” di muka hakim,
yang nanti akan memutuskan “persengketaan” tersebut. Pengawasan di sini adalah
pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana.

6. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of innocent)

Setiap orang wajib diduga tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan
sebaliknya. Implikasi dari asas ini, bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana masih
memiliki hak untuk tidak dinyatakan bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan
ia bersalah.

7. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi

Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk dapat mendapatkan pemenuhan atas
tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap atau ditahan dituntut dan
diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini. (Pasal 1 butir 22 KUHAP).

Rehabilitasi merupakan pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula
yang diberikan oleh pengadilan.(UU pasal 9 tentang kekuasaan kehakiman)

8. Asas Bantuan Hukum (Asas Legal Assistance)

Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan
hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

9. Asas Akusator

Kebebasan memberikan dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan


KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan
dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.

10. Asas Formalitas

10
Asas ini memberikan pengertian bahwa setiap proses pidana mulai dari penyelidikan
sampai pada penuntutan harus dilakukan secara formal tertulis.

11. Asas Oppurtunitas

Wewenang penuntut menjadi kekuasaan sepenuhnya penuntut umum atau jaksa.


Kekuasaan untuk menuntut seseorang menjadi monopoli penuntut umu, artinya bahwa orang
lain atau badan lain tidak berwenang untuk itu. Dengan demikian, hakim hanya menunggu
dari tuntutan jaksa untuk memeriksa suatu perkara pidana. Meskipun hakim tahu bahwa ada
kasus pidana yang belum diajukan ke pengadilan, dia tidak berwenang memintanya.8

8
Riadi Asra Rahmad, Hokum Acar Pidana,Depok: RajawaliPers,2019, Hlm. 7

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian hukum acara pidana tidak secara jelas didefinisikan di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), hanya memberikan pengertian-pengertian mengenai bagian-bagian dari
hukum acara pidana, seperti penyelidikan, penyidikan, penangkapan, upaya hukum,
penyitaan, penggeledahan, dan lain-lain. Jadi kami menarik kesimpulan bawasannya hokum
acara pidana merupakan hokum yang mengatur bagaimana cara-cara memelidara dan
mempertahankan hokum pidana materil.

Fungsi hukum pidana materiil atau hukum pidana adalah menentukan perbuatan-
perbuatan apa yang dapat dipidana, siapa yang dapat dipidana dan pidana apa yang dapat
dijatuhkan, sedangkan fungsi hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah
melaksanakan hukum pidana materiil, artinya memberikan peraturan cara bagaimana negara
dengan mempergunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk mempidana
atau membebaskan pidana.

Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP telah dirumuskan mengenai tujuan Hukum


Acara Pidana yakni “Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,
dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.

Sumber – sumber hokum acara pidana Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

● Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

● Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan KUHAP.

● No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

● Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2009 ttg Mahkamah Agung.

12
● Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2004 dan Undang-Undang RI No. 49 Tahun 2009
ttg peradilan Umum.

● Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 ttg kepolisian RI.

● Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2004.ttg Kejaksaan RI.

● No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

● Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2010 Ttg Grasi.

● Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses hukum acara


pidana dan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

● Yurisprudensi atau putusan-putusan Mahkamah Agung atau pengadilan yang telah


berkekuatan hukum tetap.

● Surat edaran atau fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait masalah hukum
acara pidana.

● Doktrin para ahli hokum dibidang hokum acara pidana.

Asas Asas dalam hokum Pidana yakni : Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya
Ringan, Asas in presentia ,Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum,Asas
Persamaan di Muka Hukum,Asas Pengawasan, Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of
innocent),Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi, Asas Bantuan Hukum (Asas Legal Assistance),
Asas Akusator, Asas Formalitas, asas oportunitas

13
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah,Andi, 1983, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit


Ghalia Indonesia, Jakarta.

M. Bakri, 2011, Pengantar Hukum Indonesia, UB Press, Malang.

Nusa, Apriyanto dan Ramadhan Kasim,2019, Hukum Acara Pidana, Teori, Asas Dan
Perkembangannya Pasca Putusan Kosntitusi, Setara Press, Malang.

Poernomo, Bambang, 1988, Pola Dasar Teoridan Azas Umum Hukum Acara Pidana,
Penerbit Liberty, Yogyakarta

Rahmad, Riadi Asra, 2019, Hokum Acar Pidana, RajawaliPers, Depok.

14

Anda mungkin juga menyukai