Anda di halaman 1dari 22

PRA PERADILAN

Di susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana yang diampu
oleh Bapak Dr. Fatkhul Muin, SH.MH.CM.

Disusun Oleh:

1. Azhalna Puspa Mega Putri (33020190116)


2. Atika Adis Adelia R (33020190117)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2022
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum .wr.wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kita
nikmat dan karunian-Nya yang tak terhingga sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah Hukum Acara Pidana tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammad Saw,
yang telah memberikan syafaatnya kepada kita semua.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “PRA PERADILAN”.


Makalah ini kami susun dengan maksimal dan dari berbagai referensi agar dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada
Bapak Dr. Fatkhul Muin, SH.MH.CM. yang telah membimbing dan memberikan
ilmunya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Terlepas dari semua itu kami sadar bahwa makalah ini masih belum
mencapai kata sempurna, maka dari itu segala kritik dan saran kami harapkan dari
pembaca agar nantinya makalah ini selesai dengan baik. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum.wr.wb

Salatiga, 1 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH ......................................................... 1
C. TUJUAN .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 3

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PRA PERADILAN ............ 3


B. PROSES PEMERIKSAAN PRA PERADILAN ..................... 7
C. KEDUDUKAN LEMBAGA PRA PERADILAN DALAM SISTEM
PERADILAN DI INDONESIA ............................................................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................ 16

A. KESIMPULAN ........................................................................ 16
B. SARAN .................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya penegakan hukum merupakan upaya yang secara
sengaja dilakukan untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka
menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal itu telah sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional Indonesia yaitu untuk mencapai suatu kedaan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun
spiritual yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.. Oleh karena itu,
Indonesia sebagai Negara hukum telah menjamin segala warga negaranya
bersamaaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan
kewajiban mutlakdari Bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka. Penyelenggaraan kekuasaan haruslah bertumpu atas
sendi-sendi negara hukum dan demokrasi. R asa aman yang diberikan oleh
pemerintah tidak hanya ditujukan bagi rakyat mereka yang benar saja, akan
tetapi bagi mereka yang melakukan kesalahan ataupun bagi mereka yang
diduga melakukan kesalahan juga berhak memperoleh jaminan rasa aman
terhadap diri mereka.
Seseorang yang melakukan kesalahan, dalam hal ini melakukan
tindak pidana di dalam Negara Indonesia yang berlandaskan hukum, maka
sudah sepantasnya untuk diproses secara hukum yang berlaku di Negara
Indonesia pula.
Proses yang berlaku untuk menahan seorang tersangka ataupun
terdakwa harussesuai prosedur yang berlaku. Prosedur yang berlaku tidak
boleh bertentangan dan melanggar hak asasimanusia. Prosedur harus bisa
memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasimanusia khususnya

1
hak kemerdekaan. Di dalam Praperadilan, pejabat yang melakukan
penahanan atas diri tersangka ataupun terdakwa baik polisi maupun jaksa
harus bisa membuktikan bahwa penahanan tersebut adalah tidak melanggar
hukum (illegal) atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun
pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka ataupun terdakwa itu
benar-benar telah memenuh ketentuan hukum yang berlaku maupun
jaminan untuk tidak melangar hak asasi manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Praperadilan?
2. Bagaimana proses pemeriksaan Praperadilan?
3. Bagaimanakah kedudukan Praperadilan di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan tentang Praperadilan.
2. Untuk mendeskripsikan proses pemeriksaan Praperadilan.
3. Untuk mendeskripsikan tentang kedudukan Praperadilan di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan


1. Pengertian Praperadilan
Praperadilan merupakan hal baru dalam dunia peradilan di
Indonesia. Praperadilan merupakan lembaga baru yang diperkenalkan
KUHAP ditengah-tengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan
dalam KUHAP, ditempatkan dalam Ba X bagian kesatu. Menurut Andi
Hamzah, secara harfiah kata “Praperadilan” berasal dari kata “Pra” yang
berarti sebelum dan “peradilan”, atau dengan kata lain Praperadilan
adalah merupakan pemeriksaan sebelum di sidang pengadilan 1.
Pengertian Praperadilan telah diatur dalam Pasal 1 butir ke-10
KUHAP, Pra Peradilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur undang-undang ini
tentang2:
a) Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasa tersangka.
b) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
c) Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan. Menurut M. Yahya Harahap ditinjau
dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan
lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. bukan pula sebagai

1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hlm 183.
2
Anggun Prastawa, (“Tinjauan Yuridis Keberadaan Sistem Hakim Komisaris Sebagai
Alternatif Pengganti Sistem Pra Peradilan Untuk Memberikan Keadilan Dan Kepastian Hukum
Bagi Masyarakat Secara Efektif Dan Prospek Pengaturannya Dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana Yang Akan Datang”, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010)

3
instansi tingkat peradilan yang memberi putusan akhir atas suatu
kasus peristiwa pidana.

Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya 3:

a) Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan


Negari, dan sebagai lembaga Pengadilan, hanya dijumpai pada
tingkat Pegadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah
dari Pengadilan Negeri,
b) Dengan demikian, Praperadilan bukan berada di luar atau di
samping Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan divisi dari
Pengadilan Negeri,
c) Administratif yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu
dengan Pengadilan Negeri, dan berada di bawah pimpinan serta
pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri,
d) Tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi
yustisial Pengadilan Negeri itu sendiri.
Dari gambaran di atas, eksistensi dan kehadiran praperadilan bukan
merupakan lembaga peradilan tersendiri. Tetapi hanya merupakan
pemberian wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHP kepada
setiap pengadilan negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan
pengadilan negeri yang telah ada selama ini.
2. Tujuan Praperadilan
Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan
pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan
kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya
paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya.
Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum
merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi
tersangka, tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab

3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012) hlm 1.

4
menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku. Tindakan
upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan undang-
undang merupakan perampasan terhadap hak asasi tersangka.
Pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan Praperadilan bertujuan
untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik atau
penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar
proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan
yang bertentangan dengan hukum. Pengawasan dan penilaian upaya
paksa inilah yang tidak dijumpai dalam tindakan penegakkan hukum di
masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara pelaksanaan tindakan
upaya paksa yang dilakukan penyidik pada waktu itu, semuanya hilang
oleh kewenangan yang tidak terawasi dan tidak terkendali oleh koreksi
lembaga manapun4.
Lembaga yang memberi wewenang pengawasan terhadap tindakan
upaya paksa yang dilakukan pejabat dalam taraf proses pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan inilah yang dilimpahkan KUHAP kepada
Pra Peradilan. Kalau begitu, pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan
Praperadilan dalam KUHAP, untuk melakukan ”pengawasan
horisontal” atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap
tersangka selama ia berada di dalam pemeriksaan penyidikan atau
penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum dan undang-undang5.
3. Wewenang Praperadilan
Wewenang yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan
adalah6:
a) Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa Inilah
wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada Pra

4
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 3.
5
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 4
6
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 1.

5
Peradilan. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan
dan penahanan. Berarti, seorang tersangka yang dikenakan tindakan
penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan, dapat
meminta kepada Pra Peradilan untuk memeriksa sah atau tidaknya
tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya.
b) Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan. Penyidik maupun penuntut umum
berwenang menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan.
Alasan penghentian penyidikan yaitu hasil pemeriksaan penyidikan
atau penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya ke
sidang pengadilan. Atau apa yang disangkakan kepada tersangka
bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana.
Dimungkinkan juga penghentian penyidikan atau penuntutan
dilakukan penyidik atau penuntut umum atas alasan nebis in idem,
karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan
tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan putusan
sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bisa juga penghentian
dilakukan penyidik atau penuntut umum, disebabkan dalam perkara
yang disangkakan kepada tersangka terdapat unsur kadaluarsa untuk
menuntut.
c) Berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi.
Pasal 94 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang
diajukan keluarganya, tersangka atau penasehat hukumnya kepada
Pra Peradilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka
berdasarkan alasan:
1) Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah;
2) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang
bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;
3) Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti
ditangkap, ditahan atau diperiksa;
d) Memeriksa permintaan rehabilitasi.

6
Pra Peradilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan
rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasehat
hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum
yang orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak
diajukan ke sidang pengadilan.
4. Praperadilan terhadap tindakan penyitaan
Sehubungan dengan permasalahan hukum ini dapat dijelaskan
pendaat berikut. Pada dasarnya, setiap upaya paksa dalam penegakan
hukum mengandung nilai ham yang sangat asasi. Oleh karena itu harus
dilindungi dengan seksama dan hati-hati, sehingga perampasan atasnya
harus sesuai dengan acara yang berlaku. Ditinjau dari standar universal
maupun KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan HAM
atau hak privasi perseorangan yang dilakukan penguasa dalam
melaksanakan fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana, yang
dapat diklarifikasikan meliputi:
a) Penangkapan
b) Penahanan
c) Penggeledahan
d) Penyitaan, perampasan.

B. Proses Pemeriksaan Praperadilan


Tata cara atau proses pemeriksaan sidang Praperadilan diatur oleh KUHAP
dalam Bab X, bagian kesatu mulai dari pasal 79 sampai dengan pasal 83.
Berdasarkan ketetuan pasal-pasal tersebut, telah diatur tata cara pengajuan
dan proses pemeriksaan di sidang Praperadilan. Tata cara pengajuan dan
proses pemeriksaan dijelaskan dalam uraian berikut7:
1. Yang berhak mengajukan permohonan Siapa yang dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan Praperadilan mengenai sah atau tidaknya
penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan atau mengenai sah

7 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 8.

7
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan?
Atau siap saja yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atau
rehabilitasi ke Praperadilan? Untuk menjelaskan hal itu akan
dikemukakan sesuai dengan alasan yang menjadi dasar pengajuan
permintaan pemeriksaan Praperadilan dan sekaligus dikaitkan dengan
pihak yang berhak mengajukan permintaan:
a. Tersangka, keluarganya atau kuasanya
Tersangka,keluarganya atau kuasanya berhak mengajukan
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya:
1) Penangkapan
2) Penahanan
3) Penyitaan
4) Penggeledahan. Demikian menurut ketentuan Pasal 79 KUHAP
yang menyatakan bahwa “Permintaan pemeriksaan tentang sah
atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
tersangka, keluarganya, atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan
Negeri.”
b. Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan
Berdasarkan ketentuan Pasal 80 KUHAP maka yang berhak
mengajukan permohonan praperadilan adalah penyidik atau
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan berkaitan
dengan permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu
penghentian penyidikan atau penuntutan.
c. Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
Di dalam Pasal 81 KUHAP telah dijelaskan bahwa akibat
tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan maka tersangka atau pihak
ketiga dapat mengajukan permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi kepada ketua Pengadilan Negeri disertai dengan
penyebutan alasan-alasannya.
d. Tersangka,

8
Ahli warisnya atau kuasanya Hal ini sesuai dengan ketentuan
pasal 95 ayat 2 KUHAP menurut ketentuan yang dijelaskan dalam
pasal tersebut, tersangka ahli warisnya, atau penasihat hukumnya
dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Praperadilan atas
alasan:
1) Penangkapan atau penahanan yang tidak sah
2) Penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah, atau
3) Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang
diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang
pengadilan.
e. Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti
rugi
Menurut ketentuan pasal 81, tersangka atau pihak ketiga
yang berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian
kepada Praperadilan atas alasan sahnya penghentian penyidikan atau
sahnya penghentian penuntutan.
2. Pengertian pihak ketiga yang berkepentingan
Mengenai pengertian “pihak ketiga yang berkepentingan”,
menimbulkan perbedaan penafsiran dalam penerapan. Ada yang
menafsirkan secara sempit, hanya terbatas:
a) Saksi korban tindak pidana, atau
b) Pelapor Sebaliknya, muncul pendapat lain. Pengertian pihak
ketiga yang berkepentingan harus ditafsirkan secara luas. Tidak
terbatas pada saksi korban atau pelapor, tetapi meliputi
masyarakat luas yang diwakili oleh lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Pada dasarnya penyelesaian tindak pidana
menyangkut kepentingan umum.
3. Pengajuan dan tata cara pemeriksaan Praperadilan
Segala sesuatu yang menyangkut administrasi dan pelaksanaan
tugas Praperadilan berada dibawah ruang lingkup kebijaksanaan dan
tata laksana ketua pengadilan negeri. Berdasarkan kenyataan ini, apapun

9
yang hendak diajukan kepada Praperadilan, tidak terlepas dari tubuh
pengadilan Negeri. Semua permintaan yang diajukan kepada
Praperadilan, melalui ketua pengadilan Negeri.
Pengajuan permintaan pemeriksaan Praperadilan, dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan negeri
Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa
oleh Praperadilan ditujukan kepada ketua pengadilan Negeri
yang meliputi daerah hukum tempat dimana penangkapan,
penahanan, penggeledahan, atau penyitaan itu dilakukan.
Atau diajukan kepada ketua pengadilan Negeri tempat
dimana penyidik atau penuntut umum yang menghentikan
penyidikan atau penuntutan berkedudukan.
b. Permohonan diregister dalam perkara Praperadilan Setelah
panitera menerima permohonan, diregister dalam perkara
Praperadilan. Segala permohonan yang ditujukan kepada
Praperadilan, dipisahkan registrasinya dari perkara pidana
biasa.
c. Ketua pengadilan negeri segera menunjuk hakim dan
panitera Penunjukan sesegera mungkin hakim dan panitera
yang akan memeriksa permohonan, merujuk kepada
ketentuan pasal 82 ayat (1) huruf a, yang menegaskan bahwa
dalam waktu 3 hari setelah diterima permintaan, hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang.
d. Pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal Hakim yang
duduk dalam pemeriksaan sidang Praperadilan adalah hakim
tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada
Praperadilan, diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. Hal
ini ditegaskan dalam pasal 78 ayat 2 yang berbunyi:
Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk

10
oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera.
e. Tata cara pemeriksaan Praperadilan Mengenai tata cara
pemeriksaan sidang Praperadilan, diatur dalam pasal 82 serta
pasal berikutnya. Bertitik tolak dari ketentuan dimaksud,
pemeriksaan sidang Praperadilan dapat dirinci sebagai
berikut:
1) Penetapan hari sidang 3 hari setelah diregister
2) Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim
menyampaikan panggilan
3) Selambat-lambatnya 7 hari putusan sudah
dijatuhkan

C. Kedudukan Lembaga Praperadilan dalam Sistem Peradilan Di


Indonesia
Sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan sistem
dalam suatu masyarakat untuk dapat menanggulangi masalah kejahatan.
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia terdiri dari komponen Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan Lembaga Pemasyarakatan.Indonesia
sebagai negara hukum menganut sistem peradilan pidana yang dinamakan
sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) 8.
Pengadilan Negeri sebagai peradilan umum diberikan wewenang
tambahan oleh KUHAP berupa praperadilan. Dalam menjalankan
wewenang tambahan tersebut, praperadilan tetap berada dalam pengawasan
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan Lembaga praperadilan diakui
dalam pasal 1 butir 10 pasal 77 KUHAP yaitu Pengadilan Negeri berwenang
untuk memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang ini tentang9:

8 Devi Kartika Sari dkk, Analisis Yuridis Kedudukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan

Sebagai Upaya Pembaharuan Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana di


Indonesia, Malang: Universitas Brawijaya.
9
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 2.

11
1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan
2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang
perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
Berdasarkan pasal 78 KUHAP yang melaksanakan wewenang
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 10
pasal 77 KUHAP adalah praperadilan. Praperadilan dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri
dan dibantu oleh seorang panitera.

Selanjutnya mengenai pihak-pihak yang berhak mengajukan


pemeriksaan praperadilan yaitu10:

1) Tersangka, keluarga atau kuasanya terkait sah atau tidaknya


suatu penangkapan dan atau penahanan dapat diajukan
(pasal 79 KUHAP)
2) Penyidik, penuntut umum, atau pihak ketiga yang
berkepentingan terkait sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan (pasal 80 KUHAP)
3) Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan mengenai
tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi terkait tidak
sahnya penangkapan atau penahanan maupun akibat sahnya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (pasal
81 KUHAP).

Permohonan pemeriksaan praperadilan diajukan kepada Ketua


Pengadilan Negeri yang berwenang. Dalam waktu tiga hari setelah
permohonan diterima, hakim yang ditunjuk menetapakan hari sidang sesuai
dengan ketentuan pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP. Selanjutnya menurut
pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP ditegaskan bahwa pemeriksaan
praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya dalam waktu

10
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 8.

12
7 (tujuh) hari hakim yang memeriksa perkara praperadilan harus sudah
menjatuhkan putusan.

Terhadap putusan hakim tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum


banding kecuali putusan yang menetapkan sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan
tinggi sesuai dengan ketentuan pasal 83 ayat (2) KUHAP. Akan tetapi
setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No 65/PUU-IX/201,
ketentuan pasal 83 ayat (2) KUHAP dicabut sehingga terhadap putusan
praperadilan tidak dapat diajukan banding.

Selanjutnya tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam pasal 80


KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan kebenaran melalui
pengawasan horisontal. Pengawasan horisontal disini adalah untuk
mengawasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut
umum terhadap tersangka. Tindakan tersebut harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan
tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam
KUHAP. Hal tersebut untuk meminimalisir penyimpangan dan
penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam pelaksanaan proses
penegakan hukum11.

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia memiliki tujuan untuk


menyelesaikan kasus kejahatan sehingga keadilan dapat ditegakkan. Oleh
karena itu lembaga praperadilan sebagai lembaga pengawas oleh hakim
terhadap tindakan yang dilakukan oleh kepolisian maupun kejaksaan akan
mewujudkan tercapainya tujuan yang dikehendaki oleh sistem peradilan
pidana tersebut.

Adapun tujuan pengawasan secara horisontal yang dilakukan oleh


lembaga praperadilan adalah untuk memberikan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka atau terdakwa.

11
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 4.

13
Perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang diberikan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak terlepas dari asas praduga tak
bersalah (presumption of innocence) sebagiamana diatur dalam KUHAP.

Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang


disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap.

Dalam kenyataannya, lembaga praperadilan ternyata belum efektif


sebagai sarana pengawasan horizontal dalam melindungi hak asasi
tersangka maupun terdakwa, lembaga praperadilan memiliki kelemahan dan
kekurangan. Berdasarkan kewenangan pada pasal 77 KUHAP, pengawasan
praperadilan terhadap upaya paksa masih terbatas. Praperadilan hanya
memeriksa dan memutus tentang upaya paksa hanya terbatas pada
penangkapan dan penahanan. Untuk tindakan penggeledahan dan penyitaan
ataupun pemeriksaan surat tidak dijelaskan oleh KUHAP, sehingga
menimbulkan ketidakjelasan siapa yang berwenang memeriksa apabila
terjadi pelanggaran.

Tidak hanya itu, terkait dengan ketentuan pasal 80 KUHAP yaitu


mengenai pengajuan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian
penyidikan maupun penuntutan yang diajukan oleh pihak ketiga yang
berkepentingan. Dalam hal ini KUHAP tidak memberikan interpretasi yang
jelas mengenai siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga yang
berkepentingan dalam pasal tersebut. Hal tersebut mempengaruhi
perbedaan penafsiran hakim terhadap interpretasi mengenai pihak ketiga
yang berkepentingan.

Selain itu hakim praperadilan bersifat pasif, artinya tidak ada sidang
tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berhak memohon pemeriksaan
praperadilan. Dengan demikian, meskipun terdapat suatu penyimpangan

14
secara nyata dan jelas dalam upaya paksa, tetapi pihak-pihak yang dirugikan
tidak mengajukan permohonan maka hakim praperadilan tidak dapat
menguji dan memutus kebenaran dari upaya paksa tersebut. Dibatasinya
waktu dalam proses beracara merupakan masalah dalam praperadilan.

Berdasarkan pasal 82 ayat (1) huruf c ditentukan bahwa pemeriksaan


dilakukan secara cepat dan selambat-lamatnya tujuh hari hakim sudah harus
menjatuhkan putusannya. Jika proses beracara perkara praperadilan tidak
selesai dalam 7(tujuh) hari maka perkara praperadilan dianggap gugur.
Dengan demikian perkara pokok sudah mulai diperiksa oleh pengadilan
negeri. Dibatasinya waktu tersebut mengacu pada salah satu asas dalam
sistem peradilan pidana yaitu asas peradilan cepat sederhana dan biaya
ringan.

Dalam praktek praperadilan, hakim lebih banyak memperhatikan


tidak dipenuhinya syarat formil dari suatu upaya paksa tanpa
memperhatikan syarat materiil. Misalnya mengenai ada atau tidaknya surat
perintah penangkapan (pasal 18 KUHAP), atau ada tidaknya surat perintah
penahanan (pasal 21 ayat (2) KUHAP). Hal ini sering diabaikan oleh hakim
praperadilan karena hal adanya kekhawatiran tersebut merupakan urusan
penilaian subjektif dari pihak penyidik maupun penuntut umum. Akibatnya
masih sering terjadi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Selain itu perbedaan dasar pertimbangan hakim praperadilan dalam


menjatuhkan putusan praperadilan juga sering terjadi. Perkara yang
diajukan dalam praperadilan banyak yang mempunyai dasar permohonan
dan jenis perkara yang sama. Namun nantinya dalam penetapan sering
berbeda-beda. Keadaan seperti ini disebabkan hakim-hakim yang
melakukan pemeriksaan permohonan praperadilan mempunyai persepsi
yang berbeda-beda dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan terhadap
kasus-kasus praperadilan. Selain itu juga karena kurangnya pemahaman
hakim terhadap ketentuan yang ada dalam KUHAP.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Praperadilan adalah merupakan pemeriksaan sebelum di sidang


pengadilan. Eksistensi dan kehadiran praperadilan bukan merupakan
lembaga peradilan tersendiri. Tetapi hanya merupakan pemberian
wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap
pengadilan negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan pengadilan
negeri yang telah ada selama ini.

Praperadilan bertujuan untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang


dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya
tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-
undang, dan benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak
merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.

Wewenang Praperadilan adalah (1) Memeriksa dan memutus sah


atau tidaknya upaya paksa Inilah wewenang pertama yang diberikan
undang-undang kepada Pra Peradilan. (2) Memeriksa sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. (3) Berwenang
memeriksa tuntutan ganti rugi Pasal 94 KUHAP mengatur tentang tuntutan
ganti kerugian yang diajukan keluarganya, tersangka atau penasehat
hukumnya kepada Pra Peradilan. Tata cara atau proses pemeriksaan sidang
Praperadilan diatur oleh KUHAP dalam Bab X, Bagian kesatu mulai dari
pasal 79 sampai dengan pasal 83.

Berdasarkan ketetuan pasal-pasal tersebut, telah diatur tata cara


pengajuan dan proses pemeriksaan di sidang Praperadilan. Tata cara
pengajuan dan proses pemeriksaan dijelaskan dalam uraian berikut: (1)
Yang berhak mengajukan permohonan: (a) Tersangka, keluarganya atau
kuasanya, (b) Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan, (c)
Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan, (d) Tersangka, Ahli

16
warisnya atau kuasanya, (e) Tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan menuntut ganti rugi. (2) Pengajuan dan tata cara
pemeriksaan Praperadilan: (a) Permohonan ditujukan kepada ketua
pengadilan negeri, (b) Ketua pengadilan negeri segera menunjuk hakim dan
panitera, (c) Pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal, (d) Tata cara
pemeriksaan Praperadilan.

Penetapan hari sidang 3 hari setelah diregister, pada hari penetapan


sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan, selambat-lambatnya 7
hari putusan sudah dijatuhkan.

Dalam kenyataannya, lembaga praperadilan ternyata belum efektif


sebagai sarana pengawasan horizontal dalam melindungi hak asasi
tersangka maupun terdakwa, lembaga praperadilan memiliki kelemahan dan
kekurangan.Berdasarkan kewenangan pada pasal 77 KUHAP, pengawasan
praperadilan terhadap upaya paksa masih terbatas. (1) Praperadilan hanya
memeriksa dan memutus tentang upaya paksa hanya terbatas pada
penangkapan dan penahanan. Untuk tindakan penggeledahan dan penyitaan
ataupun pemeriksaan surat tidak dijelaskan oleh KUHAP. (2) Tidak hanya
itu, terkait dengan ketentuan pasal 80 KUHAP yaitu mengenai pengajuan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan maupun
penuntutan yang diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam
hal ini KUHAP tidak memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa
yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan dalam pasal
tersebut. (3) Selain itu hakim praperadilan bersifat pasif, artinya tidak ada
sidang tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berhak memohon
pemeriksaan praperadilan. (4) Dibatasinya waktu dalam proses beracara
merupakan masalah dalam praperadilan. Berdasarkan pasal 82 ayat 1 huruf
c ditentukan bahwa pemeriksaan dilakukan secara cepat dan selambat-
lamatnya tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya. Jika
proses beracara perkara praperadilan tidak selesai dalam 7(tujuh) hari maka
perkara praperadilan dianggap gugur. (5) Dalam praktek praperadilan,

17
hakim lebih banyak memperhatikan tidak dipenuhinya syarat formil dari
suatu upaya paksa tanpa memperhatikan syarat materiil. (6) Selain itu
perbedaan dasar pertimbangan hakim praperadilan dalam menjatuhkan
putusan praperadilan juga sering terjadi.

B. SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kami sebagai pemakalah berharap kiranya para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun makalah
demi sempurnanya makalah ini, baik dalam penyusunan maupun penulisan
makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
penulis dan pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. 2000.Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.


Anggun Prastawa. (“Tinjauan Yuridis Keberadaan Sistem Hakim Komisaris
Sebagai Alternatif Pengganti Sistem Pra Peradilan Untuk Memberikan
Keadilan Dan Kepastian Hukum Bagi Masyarakat Secara Efektif Dan
Prospek Pengaturannya Dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Yang Akan Datang”, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010)
Devi Kartika Sari dkk. Analisis Yuridis Kedudukan Hakim Pemeriksa
Pendahuluan
Sebagai Upaya Pembaharuan Lembaga Praperadilan Dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia. Malang: Uiversitas Brawijaya.
M. Yahya Harahap. 2012.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Jakarta: Sinar Grafika.
Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi. 2014. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana.
Jakarta: Kencana.

19

Anda mungkin juga menyukai