Di susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana yang diampu
oleh Bapak Dr. Fatkhul Muin, SH.MH.CM.
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum .wr.wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kita
nikmat dan karunian-Nya yang tak terhingga sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah Hukum Acara Pidana tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammad Saw,
yang telah memberikan syafaatnya kepada kita semua.
Terlepas dari semua itu kami sadar bahwa makalah ini masih belum
mencapai kata sempurna, maka dari itu segala kritik dan saran kami harapkan dari
pembaca agar nantinya makalah ini selesai dengan baik. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum.wr.wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ........................................................................ 16
B. SARAN .................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya penegakan hukum merupakan upaya yang secara
sengaja dilakukan untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka
menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal itu telah sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional Indonesia yaitu untuk mencapai suatu kedaan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun
spiritual yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.. Oleh karena itu,
Indonesia sebagai Negara hukum telah menjamin segala warga negaranya
bersamaaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan
kewajiban mutlakdari Bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka. Penyelenggaraan kekuasaan haruslah bertumpu atas
sendi-sendi negara hukum dan demokrasi. R asa aman yang diberikan oleh
pemerintah tidak hanya ditujukan bagi rakyat mereka yang benar saja, akan
tetapi bagi mereka yang melakukan kesalahan ataupun bagi mereka yang
diduga melakukan kesalahan juga berhak memperoleh jaminan rasa aman
terhadap diri mereka.
Seseorang yang melakukan kesalahan, dalam hal ini melakukan
tindak pidana di dalam Negara Indonesia yang berlandaskan hukum, maka
sudah sepantasnya untuk diproses secara hukum yang berlaku di Negara
Indonesia pula.
Proses yang berlaku untuk menahan seorang tersangka ataupun
terdakwa harussesuai prosedur yang berlaku. Prosedur yang berlaku tidak
boleh bertentangan dan melanggar hak asasimanusia. Prosedur harus bisa
memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasimanusia khususnya
1
hak kemerdekaan. Di dalam Praperadilan, pejabat yang melakukan
penahanan atas diri tersangka ataupun terdakwa baik polisi maupun jaksa
harus bisa membuktikan bahwa penahanan tersebut adalah tidak melanggar
hukum (illegal) atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun
pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka ataupun terdakwa itu
benar-benar telah memenuh ketentuan hukum yang berlaku maupun
jaminan untuk tidak melangar hak asasi manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Praperadilan?
2. Bagaimana proses pemeriksaan Praperadilan?
3. Bagaimanakah kedudukan Praperadilan di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan tentang Praperadilan.
2. Untuk mendeskripsikan proses pemeriksaan Praperadilan.
3. Untuk mendeskripsikan tentang kedudukan Praperadilan di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hlm 183.
2
Anggun Prastawa, (“Tinjauan Yuridis Keberadaan Sistem Hakim Komisaris Sebagai
Alternatif Pengganti Sistem Pra Peradilan Untuk Memberikan Keadilan Dan Kepastian Hukum
Bagi Masyarakat Secara Efektif Dan Prospek Pengaturannya Dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana Yang Akan Datang”, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010)
3
instansi tingkat peradilan yang memberi putusan akhir atas suatu
kasus peristiwa pidana.
3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012) hlm 1.
4
menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku. Tindakan
upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan undang-
undang merupakan perampasan terhadap hak asasi tersangka.
Pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan Praperadilan bertujuan
untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik atau
penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar
proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan
yang bertentangan dengan hukum. Pengawasan dan penilaian upaya
paksa inilah yang tidak dijumpai dalam tindakan penegakkan hukum di
masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara pelaksanaan tindakan
upaya paksa yang dilakukan penyidik pada waktu itu, semuanya hilang
oleh kewenangan yang tidak terawasi dan tidak terkendali oleh koreksi
lembaga manapun4.
Lembaga yang memberi wewenang pengawasan terhadap tindakan
upaya paksa yang dilakukan pejabat dalam taraf proses pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan inilah yang dilimpahkan KUHAP kepada
Pra Peradilan. Kalau begitu, pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan
Praperadilan dalam KUHAP, untuk melakukan ”pengawasan
horisontal” atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap
tersangka selama ia berada di dalam pemeriksaan penyidikan atau
penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum dan undang-undang5.
3. Wewenang Praperadilan
Wewenang yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan
adalah6:
a) Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa Inilah
wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada Pra
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 3.
5
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 4
6
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 1.
5
Peradilan. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan
dan penahanan. Berarti, seorang tersangka yang dikenakan tindakan
penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan, dapat
meminta kepada Pra Peradilan untuk memeriksa sah atau tidaknya
tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya.
b) Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan. Penyidik maupun penuntut umum
berwenang menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan.
Alasan penghentian penyidikan yaitu hasil pemeriksaan penyidikan
atau penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya ke
sidang pengadilan. Atau apa yang disangkakan kepada tersangka
bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana.
Dimungkinkan juga penghentian penyidikan atau penuntutan
dilakukan penyidik atau penuntut umum atas alasan nebis in idem,
karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan
tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan putusan
sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bisa juga penghentian
dilakukan penyidik atau penuntut umum, disebabkan dalam perkara
yang disangkakan kepada tersangka terdapat unsur kadaluarsa untuk
menuntut.
c) Berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi.
Pasal 94 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang
diajukan keluarganya, tersangka atau penasehat hukumnya kepada
Pra Peradilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka
berdasarkan alasan:
1) Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah;
2) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang
bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;
3) Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti
ditangkap, ditahan atau diperiksa;
d) Memeriksa permintaan rehabilitasi.
6
Pra Peradilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan
rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasehat
hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum
yang orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak
diajukan ke sidang pengadilan.
4. Praperadilan terhadap tindakan penyitaan
Sehubungan dengan permasalahan hukum ini dapat dijelaskan
pendaat berikut. Pada dasarnya, setiap upaya paksa dalam penegakan
hukum mengandung nilai ham yang sangat asasi. Oleh karena itu harus
dilindungi dengan seksama dan hati-hati, sehingga perampasan atasnya
harus sesuai dengan acara yang berlaku. Ditinjau dari standar universal
maupun KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan HAM
atau hak privasi perseorangan yang dilakukan penguasa dalam
melaksanakan fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana, yang
dapat diklarifikasikan meliputi:
a) Penangkapan
b) Penahanan
c) Penggeledahan
d) Penyitaan, perampasan.
7
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan?
Atau siap saja yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atau
rehabilitasi ke Praperadilan? Untuk menjelaskan hal itu akan
dikemukakan sesuai dengan alasan yang menjadi dasar pengajuan
permintaan pemeriksaan Praperadilan dan sekaligus dikaitkan dengan
pihak yang berhak mengajukan permintaan:
a. Tersangka, keluarganya atau kuasanya
Tersangka,keluarganya atau kuasanya berhak mengajukan
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya:
1) Penangkapan
2) Penahanan
3) Penyitaan
4) Penggeledahan. Demikian menurut ketentuan Pasal 79 KUHAP
yang menyatakan bahwa “Permintaan pemeriksaan tentang sah
atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
tersangka, keluarganya, atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan
Negeri.”
b. Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan
Berdasarkan ketentuan Pasal 80 KUHAP maka yang berhak
mengajukan permohonan praperadilan adalah penyidik atau
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan berkaitan
dengan permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu
penghentian penyidikan atau penuntutan.
c. Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
Di dalam Pasal 81 KUHAP telah dijelaskan bahwa akibat
tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan maka tersangka atau pihak
ketiga dapat mengajukan permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi kepada ketua Pengadilan Negeri disertai dengan
penyebutan alasan-alasannya.
d. Tersangka,
8
Ahli warisnya atau kuasanya Hal ini sesuai dengan ketentuan
pasal 95 ayat 2 KUHAP menurut ketentuan yang dijelaskan dalam
pasal tersebut, tersangka ahli warisnya, atau penasihat hukumnya
dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Praperadilan atas
alasan:
1) Penangkapan atau penahanan yang tidak sah
2) Penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah, atau
3) Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang
diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang
pengadilan.
e. Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti
rugi
Menurut ketentuan pasal 81, tersangka atau pihak ketiga
yang berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian
kepada Praperadilan atas alasan sahnya penghentian penyidikan atau
sahnya penghentian penuntutan.
2. Pengertian pihak ketiga yang berkepentingan
Mengenai pengertian “pihak ketiga yang berkepentingan”,
menimbulkan perbedaan penafsiran dalam penerapan. Ada yang
menafsirkan secara sempit, hanya terbatas:
a) Saksi korban tindak pidana, atau
b) Pelapor Sebaliknya, muncul pendapat lain. Pengertian pihak
ketiga yang berkepentingan harus ditafsirkan secara luas. Tidak
terbatas pada saksi korban atau pelapor, tetapi meliputi
masyarakat luas yang diwakili oleh lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Pada dasarnya penyelesaian tindak pidana
menyangkut kepentingan umum.
3. Pengajuan dan tata cara pemeriksaan Praperadilan
Segala sesuatu yang menyangkut administrasi dan pelaksanaan
tugas Praperadilan berada dibawah ruang lingkup kebijaksanaan dan
tata laksana ketua pengadilan negeri. Berdasarkan kenyataan ini, apapun
9
yang hendak diajukan kepada Praperadilan, tidak terlepas dari tubuh
pengadilan Negeri. Semua permintaan yang diajukan kepada
Praperadilan, melalui ketua pengadilan Negeri.
Pengajuan permintaan pemeriksaan Praperadilan, dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan negeri
Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa
oleh Praperadilan ditujukan kepada ketua pengadilan Negeri
yang meliputi daerah hukum tempat dimana penangkapan,
penahanan, penggeledahan, atau penyitaan itu dilakukan.
Atau diajukan kepada ketua pengadilan Negeri tempat
dimana penyidik atau penuntut umum yang menghentikan
penyidikan atau penuntutan berkedudukan.
b. Permohonan diregister dalam perkara Praperadilan Setelah
panitera menerima permohonan, diregister dalam perkara
Praperadilan. Segala permohonan yang ditujukan kepada
Praperadilan, dipisahkan registrasinya dari perkara pidana
biasa.
c. Ketua pengadilan negeri segera menunjuk hakim dan
panitera Penunjukan sesegera mungkin hakim dan panitera
yang akan memeriksa permohonan, merujuk kepada
ketentuan pasal 82 ayat (1) huruf a, yang menegaskan bahwa
dalam waktu 3 hari setelah diterima permintaan, hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang.
d. Pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal Hakim yang
duduk dalam pemeriksaan sidang Praperadilan adalah hakim
tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada
Praperadilan, diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. Hal
ini ditegaskan dalam pasal 78 ayat 2 yang berbunyi:
Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk
10
oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera.
e. Tata cara pemeriksaan Praperadilan Mengenai tata cara
pemeriksaan sidang Praperadilan, diatur dalam pasal 82 serta
pasal berikutnya. Bertitik tolak dari ketentuan dimaksud,
pemeriksaan sidang Praperadilan dapat dirinci sebagai
berikut:
1) Penetapan hari sidang 3 hari setelah diregister
2) Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim
menyampaikan panggilan
3) Selambat-lambatnya 7 hari putusan sudah
dijatuhkan
8 Devi Kartika Sari dkk, Analisis Yuridis Kedudukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan
11
1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan
2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang
perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
Berdasarkan pasal 78 KUHAP yang melaksanakan wewenang
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 10
pasal 77 KUHAP adalah praperadilan. Praperadilan dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri
dan dibantu oleh seorang panitera.
10
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 8.
12
7 (tujuh) hari hakim yang memeriksa perkara praperadilan harus sudah
menjatuhkan putusan.
11
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, hlm 4.
13
Perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang diberikan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak terlepas dari asas praduga tak
bersalah (presumption of innocence) sebagiamana diatur dalam KUHAP.
Selain itu hakim praperadilan bersifat pasif, artinya tidak ada sidang
tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berhak memohon pemeriksaan
praperadilan. Dengan demikian, meskipun terdapat suatu penyimpangan
14
secara nyata dan jelas dalam upaya paksa, tetapi pihak-pihak yang dirugikan
tidak mengajukan permohonan maka hakim praperadilan tidak dapat
menguji dan memutus kebenaran dari upaya paksa tersebut. Dibatasinya
waktu dalam proses beracara merupakan masalah dalam praperadilan.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
16
warisnya atau kuasanya, (e) Tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan menuntut ganti rugi. (2) Pengajuan dan tata cara
pemeriksaan Praperadilan: (a) Permohonan ditujukan kepada ketua
pengadilan negeri, (b) Ketua pengadilan negeri segera menunjuk hakim dan
panitera, (c) Pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal, (d) Tata cara
pemeriksaan Praperadilan.
17
hakim lebih banyak memperhatikan tidak dipenuhinya syarat formil dari
suatu upaya paksa tanpa memperhatikan syarat materiil. (6) Selain itu
perbedaan dasar pertimbangan hakim praperadilan dalam menjatuhkan
putusan praperadilan juga sering terjadi.
B. SARAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19