Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Definisi, Dasar Dan Prinsip Peradilan Dalam Islam

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Agama

Dosen Pengampu : MIFTAHUDIN AZMI,M.HI

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Yusa Linda Qotrunnada Praminto (200203110027)


2. Farhan Maulana Rahmadani (200203110029)

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas mata
kuliah Metodelogi Penelitian yang berjudul “Ilmu, Pengetahuan dan Penelitian” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih kepada Bapak Miftahudin Azmi selaku dosen pengampu mata kuliah
Peradilan Agama yang telah memberikan tugas ini serta telah membimbing dan mendidik
kami dengan baik.

Sholawat serta salam kami haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW semoga
kelak kita mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami nantikan. Harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat dikemudian hari
bagi para pembaca dan mendapat ridho Allah SWT, Aamiin.

Malang, Februari 2022

Kelompok 1
Daftar isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


Daftar isi..................................................................................................................................... 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
A. Definisi Peradilan Dan Pengadilan ................................................................................. 6
B. Peradilan Pada Masa Pra Islam ....................................................................................... 7
C. Unsur Peradilan Islam ..................................................................................................... 9
D. Dasar Hukum Peradilan Dalam Islam........................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan merupakan salah satu pilar yang fundamental, sebab diatas peradilan
inilah system pemerintahan di sandarekan sebagai bkala agian dalam rangka
mengimplementasikan hokum islam ke dalam setiap aspek kehidupan termasuk juga
dalam hal politik. Lembaga peradilan ini menegakkan keadilan dengan menghukum
siapapun yang paptut dihukum dalam suatu masyarakat dan untuk memastikan ajaran
islam ini dapat ditaati secara terus menerus. Maka, dari hal inilah peradilan islam
termasuk dalam ajaran islam. Manusia memiliki keterbatasan ilmu, sehingga kadang
kala berbuat kesalahan atau kekeliruan, dan penuh dengan prasangka.
Dasarnya, masing-masing orang bertanggung jawab atas kejahatan yang
terjadi di sekitarnya sebagaimana tertera dalam surat At-Tahrim Ayat 6 dengan
redaksi “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah SWT terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Hal ini menandakan bahwa setiap perselisihan dan kejaahatan adalah tanggung
jawab masing-masing untuk menjaaga stabilitas kehidupaan manusia. Namun, ini
menjadi sulit di tangani apabila dilakukan oleh setiap individu maka diperlukan
sebuah lembaga peradilanuntuk menjalankannya dengan legislasi dan jurisdiksi dari
Allah SWT dan Rasulullah SAW. Maka, dalam makalah ini, kami akan menguraikan
tentang Peradilan Dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Peradilan Dan Pengadilan ?
2. Bagaimana Peradilan Pada Masa Pra Islam ?
3. Apa Unsur Peradilan Islam?1
4. Apa Dasar Hukum Peradilan Dalam Islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Dari Peradilan Dan Pengadilan.
2. Mengetahui Bagaimana Peradilan Pada Masa Pra Islam .
3. Mengetahui Unsur Peradilan Islam.
4. Mengetahui Dasar Hukum Peradilan Dalam Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Peradilan Dan Pengadilan


Pengadilan adalah instansi resmi yang melaksanakan system peradilan berupa
memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Pengadilan di Indonesia merupakan
forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku untuk
menyelesaikan perselisihan dan mencari keadilan baik dalam perkara sipil, buruh,
administratif, dan kriminal. Setiap dari warga Indonesia berhak untuk membawa
perkara untuk menyelesaikan perselisihan maupun meminta perlindungan di
pengadilan.1 Istilah pengadilan ini disebut dalam Pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman
yang antara lain menjelaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum tanpa
membedakan status orang dan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pengadilan membantu pencari
keadilan dan berusaha mengatasi permasalahan untuk terciptanya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dapat diambil kesimpulan bahwa pengadilan
adalah tempat mengadili dan membantu para pencari keadilan agar tercapai suatu
peradilan atau dalam artian pengadilan ialah Lembaga tempat subjek hukum mencari
keadilan.2
Sedangkan, peradilan merupakan segala sesuatu atau proses yang dijalankan di
pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili
perkara dengan menerapkan hukum atau menemukan hukum “in concreto” (hakim
menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan untuk
dihadapi dan diputus) guna mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
materiil, dengan mengunakan prosedur yang ditetapkan oleh hukum formal.3 Pada
dasarnya dalam Undang-undang Nomer 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman ( UU Kekuasaan Kehakiman ) tidak mendefinisikan istilah peradilan dan
pengadilan secara khusus. Namun, Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Kekuasaan Kehakiman
setidaknya mengatur bahwa peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan

1
Yahya Harapan, Hukum Acara Perdata, ( Jakarta:Sinar Grafika,2009 ), 45
2
Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
3
Hukum,” Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan,” Badan Riset Dan Inovasi Nasional, 04 November 2015,
diakses 14 Februari 2022,
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:CUpZWwlFwn8J:https://jdih.lipi.go.id/%3Fpage%3
Dpengetahuan_praktis%26id%3D138+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan peradilan negara menerapkan dan menegakan
hukum berlandaskan Pancasila.4
Pengadilan dan peradilan merupakan hal yang berbeda, karena pengadilan
merupakan suatu badan atau instansi yang melaksanakan sistem peradilan berupa
memeriksa, mengadili dan memutus perkara guna menegakkan hukum dan keadilan
di Indonesia. Sementara itu, peradilan dapat dikatakan sebuah proses yang
berhubungan dengan tugas negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
berarti pengadilan merupakan badan atau instansi yang menjalankan proses yang
dimaksud. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa peradilan dan pengadilan memiliki
keterkaitan satu sama lain.

B. Peradilan Pada Masa Pra Islam


Sejarah peradilan islam sendiri sebenarnya telah dikenal sejak dulu
dikarenakan adanya kebutuhan kemakmuran dalam hidup. Peradilan sudah dikenal
pada masa pertama, dan tidak ada suatu sistem pemerinthan yang dapat berdiri tanpa
adanya penegakan keadilan. Oleh sebab itu, Peradilan diapandang suci oleh semua
bangsa dalam berbagai tingkat kemajuan. peradilan telah terjadi dimulai sejak
pertikaian Habil dan Kabil sementara Nabi Adam menjadi hakim dalam masalah
tersebut, selanjutnya Hakim pertama kali disebut dalam sejarah kemanusian adalah
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman sebagaimana kisahnya diterangkan dalam Al Quran
surat Al Anbiya ayat 78-79.5

َ‫َت فِ ْي ِه َغنَ ُم ْالقَ ْو ِِۚم َو ُكنَّا ِل ُح ْك ِم ِه ْم ٰش ِه ِديْن‬ ِ ‫سلَيْمٰ نَ اِذْ يَحْ ُكمٰ ِن فِى ْال َح ْر‬
ْ ‫ث اِذْ نَفَش‬ ُ ‫َودَ ٗاودَ َو‬

78. Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan
keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik
kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.6

َ‫طي َۗ َْر َو ُكنَّا ٰف ِع ِليْن‬ َ ‫س َليْمٰ ِۚنَ َو ُك اًّل ٰاتَ ْينَا ُح ْك ًما َّو ِع ْل ًم ۖا َّو‬
َ ُ‫س َّخ ْرنَا َم َع دَ ٗاودَ ْال ِج َبا َل ي‬
َّ ‫س ِبحْ نَ َوال‬ ُ ‫فَفَ َّه ْم ٰن َها‬

79. Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang
lebih tepat) dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami

4
Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomer 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
5
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, (Jakarta:Khalifah,2004),289-291
6
Tim Penerjemah, Al-Qur’an, Terjemahan Dan Tafsir Untuk Wanita, (Bandung: Penerbit Jabal), 328.
tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan
Kamilah yang melakukannya. 7

Begitu juga peradilan yang terjadi pada bangsa Romawi, Persia, dan Mesir
kuno. Bangsa ini telah memiliki Lembaga peradilan yang terorganisir dengan adanya
undang-undang dan peraturan yang dilaksanakan. Bagi bangsa Israel dan bangsa Arab
8
sebelum islam, alat bukti merupakan saksi ini menujukan bahwa peradilan pada
masa ini telah ada walaupun masih sederhana.

Dalam bidang hukum bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum
seperti contohnya dalam perkawinan: Istibdha, poliandri, maqthu', badal dan shighar.9
meskipun Sebagian kecil masih ada yang mempertahankan aqidah Nabi Ibrahim,
dalam bidang muamalah dibolehkanya transaksi mubadalah ( barter ), jual beli, kerja
sama pertanian ( muzaro’ah ) dan riba.10 masyarakat Arab zaman jahiliyah pra Islam
dapat dikatakan belum memiliki bentuk maupun system peradilan yang menyusun dan
membuat undang-undang atau hukum tertentu dalam menyelesaikan
permasalahan(sulthah tasri’iyah) karena pada masa itu tidak adanya kesatuan bangsa,
secara nyata, namun mereka memiliki qodhi untuk menyelesaikan masalah diantara
mereka dengan adat istiadat masing-masih suku. Meskipun Hukum balas dendam (al‐
akhdzu bi al‐tsa'ri) menjadi jalan keluar dari kasus pidana yang mengakibatkan
semakin runcingya dan berkepanjanganya suatu kasus sehingga terjadinya perang
saudara diantara mereka 11

Meskipun demekian masyarakat pra Islam menyelesaikan masalah melalui


arbitrase (tahkim) kepada oarng yang dianggap bijak (arbitrator) dalam masalah
mereka. Tokoh sejarah Arab pra-Islam yang dikenal sebagai arbitrator antara lain
‘Abd Al-Mutallib, Zuhair ibn Abu Sulma, Aktsam ibn Sayfi, Hajib ibn Zirarah, Qus
ibn Sa’idah Al-Iyadi, ‘Amir ibn Al-Dharib Al-‘Udwani, serta Ummayah ibn Abu Salt,
dan lain-lain. Dari kalangan perempuan juga terdapat nama ‘Amrah binti Zurayb.
Bahkan, Nabi Muhammad SAW. Pun sebelum masa kerasulannya, pernah diminta
untuk menjadi arbitrator kaum Quraisy ketika berselisih dalam menetukan kaum yang
lebih berhak untuk meletakkan hajar aswad saat penyelesaian akhir pembangunan
7
Tim Penerjemah, Al-Qur’an, Terjemahan Dan Tafsir Untuk Wanita, (Bandung: Penerbit Jabal), 328
8
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, (Jakarta:Khalifah,2004),32
9
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 19
10
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 20
11
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 43
Kabah. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan pandangan subjektif atau tradisi
bukan didasari oleh peraturan atau undang-undang tertentu12

Dalam peradilan jahiliyah setiap suku memiliki qdha yang berarti hukamah
(badan peradilan) dan qadhi berarti hakam, kecuali bagi suku Quraish. Dalam
menyelenggarakan peradilan tempat dilakukan dimana saja pepohonan, kemah, pasar,
rumah sampai akhirnya mereka membangun bangunan khusus umtuk pengadilan13
diantaranya yang mashur Darun Nadwah yang dibangun oleh Qushay bin Ka’ab.

C. Unsur Peradilan Islam


Unsur peradilan islam disebut dengan rukun qadha’. Secara bahasa rukun

berarti kuat, menahan sesuatu, sedangkan menurut istilah adalah bagian tertentu yang

harus ada dalam suatu kegiatan, tanpa adnya bagian tertentu (rukun) maka tidaklah

sah suatu kegitan tersebut.dapat disimpulkan bahwa Rukun Qadha’ (Unsur Peradilan

Islam ) sesuatu yang menunjukan eksistensi atau terlaksananya peradilan baik berupa

perkataan maupun perbuatan. Sebagaian ahli fiqih menyebtukan peradilan islam

mempunyai usnsu-unsur, yaitu:

1. Hakim atau Qodhi

Seseorang yang diangkat oleh kepala negara untuk melaksanakan tugas

menyelesaikan gugatan-gugatan dalam bidang hukum perdata, sebagaimana Nambi

Muhammad Shallahualaihiwassalam menganggkat qadhi atau hakim untuk

menyelesaikan sengketa diantara umat14 Adapun syarat hakim ialah :

a. Laki-laki merdeka

Menurut madzhab maliki dan syafi’i anak kecil dan wanita tidak sah menjadi hakim

umum sedangkan menurut madzhab hanafi membolehkan wanita dalam

menyelesaikan masalah pidana dan qishos

a. Berakal

12
Suparman Jassin, Sejarah Peradilan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 4
13
Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan Adat Dalam Islam, (Jakarta: Khalifa,2004), 295
14
Basiq Djalil, Peradilan Aga,a Di Indonesdia, (Jakarta: Kharisma Putra Utama,2010), 5
Mampu mengolah penjelasan dan menggapi sesuati yang kompleks

b. Islam

Menjadi syarat kesaksian orang islam, adapun Hakim non muslim tidak boleh

memutuskan perkara seorang muslim

2. Hukum

Keputusan yang ditetapkan hakim untuk menyelesaikan perkara terdapat dua

bentuk keputusan hakim:

a. Qadla’ ilam: menetapkanm hukuman dengan redaksi “aku putusankan atasmu

demikian”

b. Qadla’ tarki: penetapan berupa penolakan, dalam artian ucapan hakim kepada

pengunggat “kamu tidak berhak menuntut dari tergugat, karna tidak mampu

memberikan bukti”

3. Mahkum Bihi

Dalam qadha ilzam dan istiqaq diharuskan bagi tergugat untuk memenuhinya,

sedangkan qadha tarki menolak gugatan. Dapat disimpulkan bahwa mahkum bihi adalah

suatu hak.

4. Mahkam Alaih ( Terhukum )

Secara harfiah ialah orang yang dijatuhkan hukuman atasnya. Mahkum alaih dalam

syara adalah orang yang di minta untuk memenuhi suatu tuntutan yang dihadapkan

kepadanya, baik tergugat atau bukan15

5. Mahkum Lahu

Orang yang mengugat suatu hak, baik hak yang murni baginya atau terdapat dua hak

tetapi haknya lebih kuat.

6. Perkataan atau perbuatan yang menunjukan kepada hukum (Putusan )

15
Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: AMZAH,2012), 23
Memutuskan perkara hanya dalam suatu kejadian yang di perkarakan oleh seseoramg

terhadap lawan dengan gugatan-gugatanyang dapat diterima.

D. Dasar Hukum Peradilan Dalam Islam


Dasar pembentukan peradilan islam ialah adanya prinsip bahwa penerapan
hokum-hukum islam dalam setiap kondisi itu wajib, pelaranngan mengikuti ajaran
selain syariah islam dan pemikirannya selain islam adalah kafir (orang yang
mengingkari Allah). Selain dalam rangka menegakkan keadilan dan pemeliharaan
hak-hak individu dalam kegiatan bermasyarakat dapat juga untuk menjaga stabilitas
kehidupan manusia dalambingkai amar ma’ruf nahi munkar (mencegah kejahatan dan
mengedepankan kebaikan).16 Atas dasar itulah, sistem peradilan Islam dibangun dan
diselenggarakan untuk memberi putusan-putusan yang sah berdasar pada hukum
Allah SWT. Selain beberapa prinsip di atas, ada lagi landasan sistem peradilan Islam
yang berdasarkan al-Qur`an dan sunnah yang antara lain sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
a. Surah Shad Ayat 26.17
ِ ‫ق َو َْل تَتَّبِعِ ْال َه ٰوى فَي‬
َ ‫ُضلَّكَ َع ْن‬
‫سبِ ْي ِل‬ ِ ‫اس بِ ْال َح‬ ِ َّ‫ض فَاحْ ُك ْم بَيْنَ الن‬ ِ ‫ٰيدَ ٗاود ُ اِنَّا َجعَ ْل ٰنكَ َخ ِل ْيفَةً فِى ْاْلَ ْر‬
ࣖ‫ب‬
ِ ‫سا‬ َ ‫س ْوا يَ ْو َم ْال ِح‬ َ ٌ‫ّٰللاِ لَ ُه ْم َعذَاب‬
ُ َ‫ش ِد ْيد ٌ ۢبِ َما ن‬ ‫سبِ ْي ِل ه‬َ ‫ضلُّ ْونَ َع ْن‬ ِ َ‫ّٰللاِ َۗا َِّن الَّ ِذيْنَ ي‬
‫ه‬

Artinya: (Allah Berfirman) “Wahai Dawud! Sesungguhnya


engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari
jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.”18

b. Surah Al Maidah Ayat 42


‫ض َع ْن ُه ْم فَلَ ْن‬
ْ ‫ض َع ْن ُه ْم َِۚوا ِْن ت ُ ْع ِر‬ْ ‫ت فَا ِْن َج ۤا ُء ْوكَ فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم ا َ ْو اَع ِْر‬ ِ ‫س همعُ ْونَ ِل ْل َك ِذ‬
ِ َۗ ْ‫ب ا َ هكلُ ْونَ ِللسُّح‬ َ
ِ ‫ّٰللاَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْقس‬
َ‫ِطيْن‬ ‫ْط ا َِّن ه‬ َِۗ ‫شيْـًٔا َۗ َوا ِْن َحك َْمتَ فَاحْ ُك ْم بَ ْي َن ُه ْم بِ ْال ِقس‬ َ َ‫يَّض ُُّر ْوك‬

16
Hendra Gunawaan, “Sistem Peradilan Islam,” El-Qanuny 5 (2019): 94.
17
Hendra Gunawaan, “Sistem Peradilan Islam,” El-Qanuny 5 (2019): 94
18
Tim Penerjemah, Al-Qur’an, Terjemahan Dan Tafsir Untuk Wanita, (Bandung: Penerbit Jabal),454.
Artinya: Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak
memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan
di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau
berpaling dari mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu
sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka
putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang adil.19

Ayat ini menjadi dasar legalitas peradilan islam yang


menjelaskan tentang perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam
menetapkan hukum itu harus berdasarkan pada keadilan. Sekalipun,
yang meminta keadilan itu orang Yahudi. Padahal, di dalam ayat ini
dijelaskan bahwa orang Yahudi itu suka mendengar berita bohong dan
suka memakan barang haram. Dijelaskan oleh Ibni Abbas , kaitannya
dengan hal ini bahwa orang yahudi itu saat menetapkan hukum pada
suatu perkara, mereka menerima pemberian dan menetapkan hukum
berdasar atas kebohongan.20
2. Sunnah

Dalam catatan sejarah islam, Rasulullah SAW sendiri langsung


memimpin sistem peradilan saat itu beliaulah yang menghukumi umat yang
bermasalah sebagaimana disamapaikan Aisyah isteri Rasulullah SAW bahwa
beliau berkata, Sa’ad Ibn Abi Waqqash dan Abd Zama’a berselisih satu sama
lain mengenai seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata: “Rasulullah SAW, adalah
anak dari saudaraku Utbah Ibn Abi Waqqash yang secara implisit dia
menganggap sebagai anaknya. Lihatlah kemiripan wajahnya.”. Abd Ibn
Zama’a berkata: “Rasulullah SAW, dia adalah saudaraku karena dia lahir
diatas tempat tidur ayahku dari hamba sahayanya. Rasulullah SAW lalu
melihat persamaan itu dan beliau mendapati kemiripan yang jelas dengan
Utbah. Tapi beliau bersabda, “Dia adalah milikmu wahai Abd Ibn Zama’a,

19
Tim Penerjemah, Al-Qur’an, Terjemahan Dan Tafsir Untuk Wanita, (Bandung: Penerbit Jabal), 115
20
Hendra Gunawaan, “Sistem Peradilan Islam,” El-Qanuny 5 (2019): 95.
karena seorang anak akan dihubungkan dengan seseorang yang pada tempat
tidurnya ia dilahirkan, dan hukum rajam itu adalah untuk pezina.”.21

Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah SAW menghukumi umat dan


bahwa keputusannya memiliki otoritas untuk dilaksanakan, selain catatan di
atas bahwa masih banyak riwayat-riwayat lain yang menegaskan tentang
penyelenggaraan pengadilan Islam yang antara lain sebagai berikut:

a. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟i dan Ibn Majah meriwayatkan:


Buraidah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu
ada 3, 2 diantaranya akan masuk api neraka dan satu akan masuk
surga. Seseorang yang mengetahui kebenaran dan menghakiminya
dengan kebenaran itu? dialah yang akan masuk surga, seseorang
yang mengetahui kebenaran namun tidak memutuskan berdasarkan
kebenaran itu, dia akan masuk neraka. Yang lain tidak mengetahui
kebenaran dan memutuskan sesuatu dengan kebodohannya, dan dia
akan masuk neraka”
b. Ahmad dan Abu Daud mengisahkan: Ali ra. Berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, jika 2 orang datang
kepadamu untuk meminta keadilan bagi keduanya, janganlah kamu
memutuskan sesuatu dari orang yang pertama hingga kamu
mendengarkan perkataan dari orang kedua agar kamu tahu
bagaimana cara memutuskannya (menghakiminya).”
c. Bukhori, Muslim dan Ahmad meriwayatkan Ummu Salamah
berkata: “Dua laki-laki telah berselisih tentang warisan dan
mendatangi Rasulullah SAW, tanpa membawa bukti. Beliau
bersabda: kalian berdua membawa perselisihan kalian kepadaku,
sedang aku adalah seseorang yang seperti kalian dan salah seorang
diantara kalian mungkin berbicara lebih fasih, sehingga aku
mungkin menghakimi berdasarkan keinginannya. Dan apabila aku
menghukumnya dengan sesuatu yang bukan menjadi miliknya dan
aku mengambilnya sebagai hak saudaranya maka ia tidak boleh
mengambilnya karena apapun yang aku berikan padanya akan

21
Hendra Gunawaan, “Sistem Peradilan Islam,” El-Qanuny 5 (2019): 95-96.
menjadi serpihan api neraka dalam perutnya dan dia akan datang
dengan menundukkan lehernya dihari pembalasan. Kedua orang itu
menangis dan salah satu dari mereka berkata, aku berikan bagianku
pada saudaraku. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah kalian
bersama-sama dan bagilah warisan itu diantara kalian dan dapatkan
hak kalian berdua serta masing-masing dari kalian saling
mengatakan, “Semoga Allah SWT mengampunimu dan
mengikhlaskan apa yang dia ambil agar kalian berdua mengdapat
pahala”.
d. Baihaqi, Darqutni dan Thabrani berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “Barangsiapa yang diuji Allah SWT dengan
membiarkannya menjadi seorang hakim, maka janganlah dia
membiarkan satu pihak yang berselisih itu duduk didekatnya tanpa
membawa pihak lainnya untuk duduk didekatnya. Dan dia harus
takut pada Allah SWT atas persidangannya, pandangannya
terhadap keduannya dan keputusannya pada keduanya. Dia harus
berhati-hati agar tidak merendahkan yang satu seolah-olah yang
lain lebih tinggi, dia harus berhati-hati untuk tidak menghardik
yang satu dan tidak kepada yang lain dan diapun harus berhati-hati
terhadap keduanya.”
e. Muslim, Abu Daud dan an-Nasa‟i berkata: Ibnu Abbas berkata,
“Rasulullah SAW mengadili manusia dengan sumpah dan para
saksi.”
f. Muslim mengabarkan Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW
sedang melewati pasar dan beliau melihat seseorang sedang
menjual makanan. Dia meletakkan tangannya di atas sepiring
kurma dan ditemukan kurma-kurmanya basah dibagian bawahnya.
Beliau bertanya, apa ini” Dia menjawab, hujan dari surga Ya
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu harus
meletakkannya diatas, barangsiapa mencuri timbangan bukan dari
golongan kami”. 22
Semua hadist diatas menyatakan kebenaran pengadilan dan
menjelaskan dari berbagai sudut pandang, dasar-dasar sistem
peradilan Islam antara lain; mulai motivasi menjadi hakim
dikarenakan pahala terhadap hakim yang cukup fantastis namun

22
Hendra Gunawaan, “Sistem Peradilan Islam,” El-Qanuny 5 (2019): 96-98.
peluang melakukan dosa pun cukup besar membuat banyak orang
takut menjadi hakim.
BAB III

KESIMPULAN

Pengadilan dan peradilan merupakan hal yang berbeda, karena pengadilan


merupakan suatu badan atau instansi yang melaksanakan sistem peradilan berupa
memeriksa, mengadili dan memutus perkara guna menegakkan hukum dan keadilan
di Indonesia. Sementara itu, peradilan dapat dikatakan sebuah proses yang
berhubungan dengan tugas negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
berarti pengadilan merupakan badan atau instansi yang menjalankan proses yang
dimaksud. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa peradilan dan pengadilan memiliki
keterkaitan satu sama lain. peradilan islam sendiri sebenarnya telah dikenal sejak dulu
dikarenakan adanya kebutuhan kemakmuran dalam hidup. Peradilan sudah dikenal
pada masa pertama, dan tidak ada suatu sistem pemerinthan yang dapat berdiri tanpa
adanya penegakan keadilan. Rukun Qadha’ ( Unsur Peradilan Islam ) sesuatu yang
menunjukan eksistensi atau terlaksananya peradilan baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Dasar pembentukan peradilan islam ialah adanya prinsip bahwa penerapan
hokum-hukum islam dalam setiap kondisi itu wajib, pelaranngan mengikuti ajaran
selain syariah islam dan pemikirannya selain islam adalah kafir (orang yang
mengingkari Allah). Dan selain itu juga berasal dari Al-Qur’an Dan Sunnah
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah, Samar. Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta:
Khalifah,2004

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Peradilan dan Adat Dalam Islam, Jakarta: Khalifa,2004

Djalil, Basiq. Peradilan Agama Di Indonesdia, Jakarta: Kharisma Putra Utama,2010

Djalil, Basiq. Peradilan Islam, Jakarta: AMZAH,2012

Gunawan, Hendra. “Sistem Peradilan Islam.” El-Qanuny 5 (2019): 94-98.

Harapan, Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika,2009

Hukum,” Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan,” Badan Riset Dan Inovasi

Nasional, 04 November 2015, diakses 14 Februari 2022,

https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:CUpZWwlFwn8J:https://jdih.lipi.g

o.id/%3Fpage%3Dpengetahuan_praktis%26id%3D138+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id

Jassin, Sypparman. Sejarah Peradilan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2015

Mubarok, Jaih. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2000

Tim Penerjemah. Al-Qur’an, Terjemahan Dan Tafsir Untuk Wanita. Bandung:

Penerbit Jabal.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007

Undang-Undang Nomer 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Anda mungkin juga menyukai