Anda di halaman 1dari 14

KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA

MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah
Manajemen Administrasi Perdata Islam

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Tiara Amelia (1910101036)
Nadila Dwi Saputri (1910101037)
Elza Mulya Sari (1910101023)
Nina Delfiana (1910101064)

Dosen Pembimbing:
Dr. YASNI EFYANTI, M.Ag

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2020 M/1442 H

0
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim, Wb
Alhamdulillah, Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini
berisikan tentang penjelasan “Kedudukan Peradilan Agama”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini .
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .

Sungai Penuh, November 2020

i 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................


DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan Masalah..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Peradilan Agama..........................................................
B. Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman..............................................
C. Kompetensi Absolut Antar Lingkungan Peradilan ........................
D. Pembinaan Peradilan Agama .........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara jujur harus diakui bahwa sejarah Peradilan Agama di Indonesia,
sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman telah cukup memakan waktu
yang sangat panjang, sepanjang agama Islam itu sendiri eksis di Indonesia.
Dikatakan demikian, karena memang Islam adalah agama hukum, dalam arti
sebuah aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Sang Pencipta
(hablumminallah) yang sepenuhnya dapat dilakukan oleh pemeluk agama Islam
secara pribadi (person) dan juga mengandung kaidah-kaidah yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia lain (hablumminannas) dan dalam kehidupan
masyarakat yang memerlukan bantuan penyelenggara negara untuk
melaksanakannya secara paripurna.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara Islam dan hukum
Islam selalui berjalan beiringan tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu
pertumbuhan Islam selalu diikuti oleh pertumbuhan hukum islam itu sendiri.
Jabatan hakim dalam Islam merupakan kelengkapan pelaksanaan syari’at Islam.
Sedangkan peradilan itu sendiri merupakan kewajiban kolektif , yakni sesuatu
yang dapat ada dan harus dilakukan dalam keadaan bagaimanapun juga.
Peradilan Islam di Indonesia yang di kenal dengan Peradilan Agama
keberadaannya jauh sebelum Indonesia merdeka karena ketika Islam mulai
berkembang di Nusantara, Peradilan Agama juga telah muncul bersamaan
dengan perkembangan kelompok di kala itu, kemudian memperoleh bentuk-
bentuk ketatanegaraan yang sempurna dalam kerajaan-kerajaan Islam. Hal ini
karena masyarakat Islam sebagai anggota masyarakat adalah orang yang paling
mentaati hukum dalam pergaulan orang perseorangan maupun pergaulan umum.
Peradilan Agama yang telah lama dikenal masyarakat muncul sebelum
datangnya Penjajah Belanda yang banyak mengalami pasang surut hingga

1
sekarang, pada mulanya peradilan Islam sangat sederhana sesuai dengan
kesederhanaan masyarakat dan perkara-perkara yang diajukanya kepadanya pada
awal islam, lalu berkembang sesuai dengan kebutuhan hokum yang berkembang
dalam Masyarakat.
sehingga dalam makalah ini akan membahas mengenai keberadaan atau
eksistensi Peradilan Agama pada masa orde lama, sehingga dengan pembahasan
ini kita dapat memahami sejarah Peradilan Agama pada masa orde lama, mudah-
mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya pemakalah pribadi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka pemakah akan menyimpulkan
pembahasan ini menjadi beberapa rumusan masalah, diantaranya adalah
1. Apa Pengertian Peradilan Agama?
2. Bagaimana Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman?
3. Bagaimana Kompetensi Absolut Antar Lingkungan Peradilan?
4. Bagaimana Pembinaan Peradilan Agama?

C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan pemakalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui Pengertian Peradilan Agama
2. Mengetahui Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman
3. Mengetahui Kompetensi Absolut Antar Lingkungan Peradilan
4. Mengetahui Pembinaan Peradilan Agama
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Agama


Peradilan Agama adalah salah satu peradilan resmi diantara empat
lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang sah di Indonesia
dan juga salah satu diantara tiga Peradilan Khusus di Indonesia, karena Peradilan
Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan tertentu.
Dalam hal ini, Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja
dan hanya untuk orang-orang yang beragama Islam di Indonesia.
Peradilan Agama secara nyata sudah ada dan tersebar di berbagai daerah
di Indonesia sejak masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dengan
beraneka ragam sebutan istilahnya, seperti Rapat Ulama, Raad Agama,
Mahkamah Islam, Mahkamah Syara’, Priesterrad, Pengadilan Paderi, Godsdients
Beamte, Mohammedansche Godsdients Beamte, Kerapatan Qadli, Hof voor
Islamietische Zaken, Kerapatan Qadli Besar, Mahkamah Islam Tinggi, dan
sebagainya.1
Pada zaman Jepang tidak banyak mengalami perubahan tetapi pada tahun
1957 yakni setelah Indonesia merdeka, ada lagi Badan Peradilan Agama yang
dibentuk baru dengan sebutan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah dan
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyyah Provinsi.

B. Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman


Berbicara tentang kekuasaan kehakiman dalam suatu negara hukum
tidak akan ada artinya apabila kekuasaan penguasa negara masih bersifat absolut
dan tidak terbatas. Dalam upaya membatasi kekuasaan penguasa, perlu diadakan
pemisahan kekuasaan negara kedalam berbagai organ agar tidak terpusat di

1
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),
hlm.17.
tangan seorang monarkhi (raja absolut).2Pada prinsipnya, konstitusi atau
Undang–Undang Dasar suatu negara antara lain merupakan pencatatan
(registrasi) pembagian kekuasaan didalam suatu negara. Pembagian kekuasaan
menurut fungsinya menujukkan perbedaan antara fungsi–fungsi pemerintahan
yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias
Politika.
Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga
macam kekuasaan, yaitu :
a. Kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang–undang, dalam
peristilahan baru sering disebut (rule making function)
b. Kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang – undang (rule
application function
c. Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang –
undang (rule adjudication function). 3
Trias politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan–
kekuasaan (function) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama
untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Menurut Jhon Locke, kemungkinan munculnya negara dengan
konfigurasi politik totaliter bisa dihindari dengan membatasi kekuasaan–
kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah
sentralisasi kekuasaan kedalam satu tangan atau lembaga.Dengan demikian hak-
hak asasi warga negara dapat lebih terjamin.4
Pertama kali mengenai fungsi– fungsi kekuasaan negara dikenal di
Perancis pada abad ke-XVI, menurut John Locke (1632-1704) dalam bukunya
Two Treatises on Civil Goverment (1690) kemudian konsepsi mengenai fungsi

2
Bambang Sutiyoso dkk Aspek – Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.
(Yogyakarta.UII Pres 2005.) hal. 17
3
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Edisi Revisi Cetakan Pertama. Gramedia.
Jakarta. 2008.) hal. 281
4
A. Ashin Thohari. Komisi yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta. ELSAM 2004), hal. 44
kekuasaan negara itu dibaginya menjadi tiga, yaitu fungsi legislatif, fungsi
eksekutif, dan fungsi federatif (hubungan luar negeri), yang masing-masing
terpisah satu sama lain.Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Montesquieu
yang membagi kekuasaan ke dalam tiga bentuk, yakni kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan yudikatif sangat
ditekankan oleh Montesquieu, karena pada titik inilah letak kemerdekaan
individu dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia. Montesquieu sangat
menekankan kebebasan kekuasaan yudikatif, karena ingin memberikan
perlindungan terhadap hak-hak asasi warga negara yang pada masa itu menjadi
korban despotis raja-raja.5
Dalam doktrin Trias Politica, baik dalam pengertian pemisahan
kekuasaan maupun pembagian kekuasaan, prinsip yang harus dipegang adalah
kekuasaan yudikatif dalam sebuah negara hukum harus bebas dari campur tangan
badan eksekutif maupun legislatif. Hal ini dimaksudkan agar kekuasaan yudikatif
dapat berfungsi sewajarnya demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin
hak-hak asasi manusi

C. Kompetensi Absolut Antar Lingkungan Peradilan


Kompetensi absolut (absolute competentie) atau kewenangan mutlak
adalah kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara
tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan Pengadilan
lain.Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa,
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan
golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam yang diatur
dalam UU Nomor 7 tahun 1989 tentang PeradilanAgama, sebagaimana yang
telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU
Nomor 50 Tahun 2009, sedangkan kekuasaan Peradilan Umum adalah

5
Ibid, hlm 47
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana baik itu bersifat maupun
kusus dan perkara perdata yang bersifat umum maupun niaga. 6
Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).Kompetensi dari suatu
pengadilan untuk memeriksa, mengadili, danmemutus suatu perkara berkaitan
dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Sedangkan kata Absolut berasal dari Inggris
dari kata Absolutus yang bermakna mutlak, sedangkan secara harfia bermakna
bebas.
Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan jenis dan lingkungan
pengadilan dibedakan atas Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan
Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Administrasi).
Sedangkan berdasarkan tingkatannya pengadilan terdiri atas Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tinggi (Banding), dan Mahkamah Agung (Pengadilan
Tingkat Kasasi).7Dengan demikian jumlah pengadilan tingkat pertama ditentukan
oleh jumlah pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) yang ada,
jumlahpengadian tingkat tinggi (banding) sebanyak jumlah pemerintahan tingkat
I (provinsi).Sedangkan Mahkamah Agung (kasasi) hanya ada di ibukota Negara
sebagai puncak dari semua lingkungan peradilan yang ada .Ada beberapa cara
untuk mengetahui kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara:
1. Dapat dilihat dari pokok sengketanya.
2. Dengan melakukan pembedaan atas atribusi dan delegasi.
3. Dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolut dan kompetensi
relatif.

6
Erlis Setiana Nurbani, PenerapanTeori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi,Raja
(Grafindo Persada, Jakarta, 2013), hal 193
7
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Perdana, 2008), hal 256
Dapat dilihat dari pokok sengketanya dan subyek pelaku hukumnya,
apabila pokok sengketanya terletak dalam lapangan hukum privat, maka sudah
tentu yang berkompetensi adalah hakim biasa (hakim pengadilan umum), dan
apabila dalam lapangan pelaku kegitanberagama islam dan kegiatan yang
diselenggarakan secara islami maka yang berkompetensi adalah hakim
pengadilan agama. Apabila pokok sengketanya terletak dalam lapangan hukum
publik, maka sudah tentu yang berkompetensi adalah administrasi negara yang
berkuasa (hakim PTUN).8
Dalam perkara ekonomi syari’ah belum ada pedoman bagi hakim dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Untuk memperlancar proses
pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, dikeluarkan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
Pasal 1 PERMA tersebut menyatakan bahwa: 1) Hakim pengadilan dalam
lingkungan peradilan agama yang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan
perkara yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah, mempergunakan sebagai
pedoman prinsip syari’ah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah; 2)
Mempergunakan sebagai pedoman prinsip syari’ah dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak mengurangi tanggung
jawab hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan
yang adil dan benar.
Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 50 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

8
Mashuri, Jurnal dengan Hukum Acara Di Pengadilan Agama Dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 2016), hal.
D. Pembinaan Peradilan Agama
Prof. Abdul Manan, dalam pembinaannya mengharapkan agar hakim
peradilan agama, dalam menyikapi kondisi lembaga peradilan saat ini, tidak
berbuat penyelewengan, tingkatkan persatuan dan tingkatkan pengetahuan untuk
mendukung melaksanakan tugas, karena hakim harus memiliki sikap professional
dan intelektual serta bermoral. Tanpa ketiga sikap itu, maka hakim peradilan
agama akan ketinggalan dan tidak berkualitas.9
Pembinaan disampaikan oleh Dirjen Badilag, Drs. H. Wahyu Widiana,
MA. Dalam kesempatan tersebut Dirjen Badilag menjelaskan tentang upaya dan
langkah-langkah yang sedang dilakukan dalam rangka Reformasi Rirokrasi dan
Pelayanan Publik yang sedang dilakukan oleh jajaran Mahkamah Agung RI. Di
lingkungan Badilag sendiri, Dirjen menceritakan, tentang adanya penilaian dari
berbagai lembaga di luar peradilan, yang memandang bahwa peradilan agama
mengalami kemajuan yang pesat dibanding lingkungan peradilan lain di MA dan
sekaligus dapat menjadi contoh keberhasilan upaya reformasi birokrasi, bahkan
tidak saja di Indonesia, tetapi juga di Negara lain.
Keberhasilan itu dari berbagai segi, yang antara lain, transparansi anggaran
dan putusan serta berbagai hal yang dapat diakses melalui website yang dimiliki
oleh hampir seluruh peradilan agama di Indonesia. Untuk itu, Dirjen
mengharapkan supaya aparat peradilan agama tidak buru-buru merasa puas,
tetapi harus selalu koreksi dan evaluasi, apakah penilain itu benar dan harus pula
berusaha meningkatkan kinerja kepada yang lebin baik lagi.
Untuk suksesnya pelaksanaan program tersebut, Dirjen mengharapkan
dukungan seluruh unsur aparat peradilan untuk sungguh-sungguh melaksanakan
tugas dengan baik. Dalam bagian akhir pengarahannya, Dirjen menegaskan
kembali tentang upaya roformasi birokrasi dengan 5 program yang harus
disukseskan yang menjadi program andalan untuk indikasi berhasilnya reformasi

9
https://www.pta-medan.go.id/index.php/2016-12-22-04-37-57/arsip-berita/arsip-berita-pta-
medan/69-pembinaan-aparatur-peradilan-agama

8
birokrasi di lingkungan Mahkamah Agung RI, yang disebut quick wins, yaitu : 1.
Publikasi Putusan, 2. Pengembangan IT, 3. Pedoman Perilau dan Etika Hakim, 4.
Peningkatan dan penataan Pendapata Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Evaluasi
dan kinerja.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengadilan dalam lingkungan badan peradilan agama mempunyai tugas
dan wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
perkara perdata khusus orang-orang yang beragama Islam, yaitu perkara
mengenai perkawinan, perceraian, pewarisan, dan wakaf.
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri pada dasarnya mempuyai
susunan kepaniteraan yang sama, bedanya adalah apabila di Pengadilan Agama
seorang panitera harus beragama Islam dan berlatar belakang pendidikan Islam
atau menguasai hukum Islam, sedangkan di Pengadilan Negeri seorang Panitera
tidak harus beragama Islam.
Setiap badan peradilan mempunyai kekuasaan untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara. Kekuasaan antara badan peradilan ini berbeda satu
dengan lainnya.yang dalam hukum acara perdata disebut dengan wewenang
mutlak atau wewenang absolut. Mengenai wewenang absolut pengadilan agama
sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 undang-undang nomor 7 tahun 1989
memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentu yang dapat di
pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Roihan A. Rasyid, 1995, .Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Bambang Sutiyoso dkk 2005, Aspek – Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman


di Indonesia. Yogyakarta.UII Pres

Miriam Budiardjo. 2008Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Edisi Revisi Cetakan Pertama.


Gramedia. Jakarta.

Ashin Thohari. 2004Komisi yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta. ELSAM

Erlis Setiana Nurbani, 2013PenerapanTeori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan


Disertasi,Raja Grafindo Persada, Jakarta,

HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Perdana, 2008

Mashuri, Jurnal dengan Hukum Acara Di Pengadilan Agama Dalam Peraturan


Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016

https://www.pta-medan.go.id/index.php/2016-12-22-04-37-57/arsip-berita/arsip-
berita-pta-medan/69-pembinaan-aparatur-peradilan-agama

Anda mungkin juga menyukai