Anda di halaman 1dari 13

Bab I

A. Pendahuluan

Di tengah – tengah kemajuan ilmu dan teknologi seperti sekarang ini,


terasalah kepada orang – orang yang mau berfikir dan yang suka memperhatikan
efek yang timbul, realita yang terdapat dalam kehidupan manusia modern itu,
betapa pentingnya peranan agama dalam kehidupan manusia. Pembangunan tanpa
agama akan kehilangan arah dan akan mungkin menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan, seperti penyebabnya manusia lebih banyak menjadi materialist,
yang selalu menomorsatukan materi dan benda dari segala hal. Dan menyebabkan
meninggalkan idealisme. Sebaliknya agama tanpa pembangunan tidak akan dapat
berkembang menurut semestinya.

Demikian juga sudah kita rasakan, bahwa ilmu tanpa agama akan
kehilangan kekuatannya. Dan agama tanpa ilmu pengetahuan akan kehilangan
cahaya yang akan dapat menerangi jalan raya dunia ini. Seperti perkataan seorang
ahli fisika yang berasal dari Amerika Serikat menegaskan bahwa : “Science
without religion is lame, and religion without science is blind”. (Ilmu tanpa
pengetahuan tanpa agama lumpuh dan agama tanpa ilmu buta)1.

Dengan kenyataan yang sekarang ini banyaknya manusia merosot


akhlaknya, baik dikalangan para remaja maupun kalangan lainnya. Banyak teori
yang dikemukakan, ditinjau dari sudut pandang hukum, sosiologi, psikologi dan
lain sebagainya menginginkan agar kemerosotan tersebut segera dapat diatasi
demi keselamatan generasi bangsa yang akan datang. Dan karenanya manusia
tidak luput dengan agama, atau kata lainnya adalah manusia membutuhkan
agama, agar kehidupan yang terarah dengan baik.

1
Lathief Rousydiy, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (RIMBOW : Medan, 1980) hal,
1-2.

1
Bab II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama

Menurut Ath-Thanwi dalam buku Kasyaf Isthilahat Al-Funun disebutkan


bahwa agama adalah intisari Tuhan yang mengarahkan orang-orang berakal
dengan kemauan mereka sendiri untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia
dan di akhirat. Agama bisa digunakan untuk menyebut agama semua nabi dan
khusus untuk Islam saja. Agama dihubungkan dengan Allah karena ia merupakan
sumbernya, dihubungkan kepada para nabi karena mereka sebagai perantara
kemunculannya, dihubungkan kepada umat karena mereka memeluk dan
mematuhinya2.

Menurut Harun Nasution definisi agama adalah sebagai berikut : (1)


Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia denga kekuatan ghaib yang harus
dipatuhi; (2) Pengakuan terhadap aadanya kekuatan ghaib yang menguasai
manusia; (3) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; (4) Kepercayaan pada suatu
kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu; (5) Suatu sistem tingkah
laku yang berasal dari kekuatan ghaib; (6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-
kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib; (7) Ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat


Adikodrati (Supranatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang
lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupn manusia
sebagai orang per orang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat. Sebab itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-
hari. Dengan demikian secara psikologi, agama dapat berfungsi sebagai motif

2
Muhammaddin, Jurnal : Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, (Palembang : Web
(PDF), 2018.) hal. 102-103.

2
intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri). Dan motif yang didorong
keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit
ditandingi oleh keyakinan nonagama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat
profan. Agama memang unik, hingga sulit didefinisikan secara tepat dan
memuaskan3.

B. Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama

Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya


manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut.

1. Fitrah Manusia

Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali


dijelaskan dalam ajaran Islam, yakni agama adalah kebutuhan fitrah manusia.
Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir
ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitrah
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya
manusia pada agama4. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru
manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya
itu. Firman Allah Swt dalam QS.Ar-Rum ayat 30,

َ‫َا‬
‫َيف‬
‫َن‬
‫ََح‬
‫ََين‬
‫َلد‬
‫ََل‬
‫َك‬
‫َه‬
‫ََج‬
‫ََو‬
‫َم‬
‫ََق‬
‫َىأ‬
‫ف‬
ََ
‫َاَس‬
‫ََالن‬
‫َر‬
‫َط‬
‫َيَف‬
‫َت‬
‫ََال‬
‫ََللا‬
‫ََت‬
‫َر‬
‫َط‬
‫ف‬
ََ
‫ََذ‬
‫َقَللا‬
‫َل‬
‫َخ‬
‫ََل‬
‫ََيل‬
‫َد‬
‫َب‬
‫ََت‬
‫َاَل‬
‫َه‬
‫َي‬
‫َل‬
‫ع‬

3
Jalaluddin, Psikologi Agama : Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
Prinsip Psikologi, (Jakarta : Rajawali Pers,2016), cet. 18, hal. 275-276
4
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet
10, hal. 16.

3
ََ
‫ََأ‬
‫َىن‬
‫َك‬
‫ََل‬
‫ََو‬
‫َيم‬
‫َق‬
‫ََال‬
‫َين‬
‫ََالد‬
‫َك‬
‫ل‬
)30(ََ
‫َوَن‬
‫َم‬
‫َل‬
‫َع‬
‫ََي‬
‫ََل‬
‫َاَس‬
‫ََالن‬
‫َر‬
‫َث‬
‫ك‬
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.

2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia

Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah


karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan5. Dengan kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya
sehingga manusia dengan fitrahnya merasakan kelemahan dirinya dan kebutuhan
kepada Tuhan agar menolongnya, menjaga dan memeliharanya dan memberinya
taufik.

Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia telah


diciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah. Firman
ALLAH SWT, dalam QS.Al-Qomar:49, yang artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap
sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran batas tertentu”. Untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan dirinya dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak
ada jalan lain kecuali dengan jalan wahyu akan agama.

3. Tantangan Manusia

Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena


manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik
yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa
dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan tantangan dari luar dapat

5
Ibid... hal. 23.

4
berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja
berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan.

Sebagaimana firman Allah Swt Dalam surat Al-Anfal ayat 36 yang berbunyi:

ََ
‫َن‬ ‫َو‬
‫َق‬‫َف‬
‫َن‬
‫َانَالذَينَكفرواَي‬
ََ
‫ََللا‬
‫َل‬‫َي‬
‫َب‬
‫ََس‬
‫َن‬
‫َاع‬
‫َو‬
‫َد‬
‫َص‬
‫َي‬
‫ََل‬
‫َم‬
‫َه‬
‫َال‬‫َو‬
‫َم‬
‫ا‬
ََ‫َن‬
‫َو‬
‫َك‬
‫َََت‬
‫َم‬
‫َاَث‬
‫َه‬
‫َوَن‬
‫َق‬
‫َف‬‫َن‬
‫َي‬
‫َس‬
‫ف‬
ََ
‫َذ‬
‫َال‬ ‫ََو‬‫َون‬
‫َب‬
‫َل‬
‫َغ‬
‫ََي‬
‫َم‬
‫َةَث‬
‫َر‬
‫َس‬
‫ََح‬
‫َم‬‫َه‬
‫َي‬
‫َل‬
‫ع‬
ََ
‫َون‬ ‫َر‬
‫َش‬‫َح‬
‫ََي‬
‫َنم‬
‫َه‬
‫َىَج‬
‫َل‬
‫َوآَا‬
‫َر‬
‫َف‬‫ََك‬
‫َن‬
‫ي‬
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke
dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”.

Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang


dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yanag didalamnya
mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Orang-orang kafir dengan
sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang
mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang
dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan
agama. Godaan dan tantangan hidup yang demikian saat ini semakin meningkat,
sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.

C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan di luar


dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan
berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu

5
yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan tersebut. Naluriah
membuktikan manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.6

Beberapa ahli pakar ada yang berpendapat bahwa benih agama adalah rasa
takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini yang
memiliki kekuatan menakutkan. Seperti yang ditulis oleh Yatimin bahwa pada
masa primitif, kekuatan itu menimbulkan kepercayaan animisme dan dinamisme.
Ia memerinci bentuk penghormatan itu berupa:

1. Sesajian pada pohon-pohon besar, batu, gunung, sungai-sungai, laut,


dan benda alam lainnya.

2. Pantangan (hal yang tabu), yaitu perbuatan-perbuatan ucapan-ucapan


yang dianggap dapat mengundang murka (kemarahan) kepada kekuatan itu.

3. Menjaga dan menghormati kemurkaan yang ditimbulkan akibat ulah


manusia, misalnya upacara persembahan, ruatan, dan mengorbankan sesuatu yang
dianggap berharga.

Rasa takut memang salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa
keberagaman. Tetapi itu merupakan benih - benih yang ditolak oleh sebagian
pakar lain. Seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa terdapat hal lain
yang membuat manusia merasa harus beragama. Freud ahli jiwa berpendapat
benih agama dari kompleks oedipus. Mula-mula seorang anak merasakan
dorongan seksual terhadap ibunya kemudian membunuh ayahnya sendiri. Namun
pembunuhan ini menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa sang anak sehingga
lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Di sinilah bermula rasa agama
dalam jiwa manusia.

Agama muncul dari rasa penyesalan seseorang. Namun bukan berarti


benih agama kemudian menjadi satu-satunya alasan bahwa manusia
membutuhkan agama. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat

6
Yatimin, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006), Hal. 37

6
disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan
perlunya manusia terhadap agama sebagai kebutuhan.

Terdapat empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama7. Yaitu:

a) Faktor Kondisi Manusia

Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan
unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut
harus mendapat perhatian khusus yang seimbang. Unsur jasmani membutuhkan
pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan tersebut adalah makan-
minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas
jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat
psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama, budi
pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang.

b) Faktor Status Manusia

Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling


sempurna. Apabila dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia
lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran,
kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia
memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang
mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga
dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling
atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia mengakui
adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari dirinya tidak terlepas
dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar
mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan
sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya.

c) Faktor Struktur Dasar Kepribadian

7
Ibid... hal.39-42

7
Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian
manusia dengan tiga bagian. Yaitu:

1) Aspek Das es yaitu aspek biologis, merupakan sistem yang orisinal


dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian
yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif.

2) Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul karena kebutuhan
organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.

3) Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang mewakili nilai-nilai


tradisional serta cita-cita masyarakat.

D. Urgensi Agama bagi Manusia

Manusia sejak di atas bumi ini dengan diturunkannya Adam, bapak


manusia yang petama, dan Hawa, Ibu manusia, dari surga negeri keselamatan, dia
sangat membutuhkan hukum-hukum yang pasti yang bisa menyeimbangkan
keimanannya, mengatur perilakunya, membatasi kecenderungannya dan
mengantarkan kepada kesempurnaan yang diciptakan dan disediakan untuknya
pada kedua kehidupannya. Pertama kehidupan yang dilalui manusia di atas bumi
ini, kedua adalah kehidupan yang terjadi pada alam yang lain dari bumi yang
rendah ini, yaitu alam kesucian dan kebersihan pada kerajaan tertinggi,
sebagaimana diberitakan oleh Allah memalui kitab-kitab-Nya yang diturunkan
kepada nabi-nabi-Nya yang diutus.

Agama menjadi sangat penting bagi manusia, dengan aturannya yang


khusus dia makan dan minum, mengatasi panas dan dingin, dia wajib bekerja
untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, maka dengan sunnah-sunnah yang
telah ditetapkan oleh Tuhannya, dia mengusahakan makanan dan minuman,
pakaian, dan obat-obatan serta tempat tinggal dan kendaraannya. Kondisi seperti

8
ini menuntut saling menolong dari setiap individu manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan mempertahankan keberlangsungan sampai ajalnya tiba.

Manusia dengan fitrahnya merasakan kelemahan dirinya dan


kebutuhannya kapada Tuhan agar menolongnya, menjaga, memeliharanya, dan
memberinya taufik. Karena itu dia berusaha mengenal Tuhannya dengan amalan-
amalan yang wajib, yaitu dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya dan
menunaikan macam-macam ketaatan dan ibadah.

Manusia dengan kemampuan, pikiran, perasaan dan inderanya, selalu


berusaha untuk mencapai derajat tertinggi. Sehingga manusia tidak ingin berhenti
pada satu batas tertentu. Maka dalam tiga keadaan yang kita sebutkan, manusia
membutuhkan syariat agama dari Tuhan, yang sesuai dengan fitrahnya dan
mengatur hubungannya dengan sesamanya, karena manusia akan selalu butuh
untuk saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjaga
keberadaannya di alam ini, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
dan kendaraan.

Berdasarkan paparan di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan


yang benar lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk
menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara8.

Dan tidak terdapat yang mengingkari atau memperdebatkan kebenaran ini


kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna kesombongannya dan tidak
perlu didengar alasan-alasannya.

Apabila manusia yang berakal dan mendapat petunjuk dalam mencari satu
agama Tuhan yang benar dan murni, maka manusia pasti mendapatkannya dalam
Islam, agama semua manusia, yang terkandung dalam kitab-Nya, Al-Qur’an yang
mulia, yang tidak berkurang satu huruf pun darinya sejak diturunkannya dan tidak
pula terdapat tambahan satu huruf pun padanya. Dan tidak diganti satu kata pun
dari tempatnya dalam Al-Qur’an. Dan tidak ada ungkapan yang keluar dari apa

8
http://googlepenelusuran.blogspot.com/2011/10/manusia-kebutuhan-dan-doktrin-
agama.html-06-11-2014. Diakses 20 November 2018.

9
yang ditunjukkannya, walaupun telah berlalu seribu empat ratus lebih. Manusia
beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari agama itu, yaitu memerlukan
petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaanya di dunia dan akhirat.

E. Perkembangan Agama Bagi Manusia

Proses perkembangan kehidupan beragama boleh dikatakan cukup unik


dibandingkan dengan perkembangan aspek-aspek dalam diri manusia yang lain.
Pada umumnya mengalami peningkatan pada masa kanak-kanak sampai pada
masa remaja atau dewasa. Tetapi kemudian sedikit demi sedikit mengalami
penurunan. Tidak demikian dengan perkembangan kehidupan beragama
cenderung meningkat, semakin tinggi usia seseorang ternyata keberagamaannya
juga semakin tinggi. Meskipun belum ada bukti empiris yang membedakan
keberagamaan antar fase-fase kehidupan yang lain, tetapi penelitian diatas telah
memberikan gambaran secara umum adanya kolerasi positif antara usia dengan
tingkat perkembangan keberagamaan.9

Elkind mengadakan penelitian tentang perkembangan identitas keagamaan


anak. Berdasarkan teori dan Piaget, Elkind mengadakan wawancara kepada
sejumlah anak Khatolik, Yahudi dan Protestan. Hasil analisis menunjukkan
adanya 3 tahap perkembangan, yaitu :

a) Sampai usia 7 tahun konsep anak tentang kelompok keagamaan masih


sangat bersifat global dan belum terdiferensiasi. Dalam memberikan jawaban
terkesan mereka belum mengerti tentang konsep Afiliasi keagamaan.

b) Usia 7 - 9 tahun menunjukkan bahwa anak telah mampu mengklasifikasikan


kelompok-kelompok keberagamaan. Sesuai dengan tahap perkembangan
kognitifnya yang masih pada taraf konkrite operation, dasar mereka
mengklasifikasikan kelompok agama adalah hal-hal yang konkrit. Misalnya
tempat ibadah keompok agama.

9
Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013),
cet. 1, hal. 39.

10
c) Pada usia 10-12 tahun anak sudah menunjukkan pendekatan abstrak
terhadap kelompok keagamaan. Mereka mengklasifikasikan orang masuk kedalam
kelompok agama tertentu berdasarkan konsep yang lebih abstrak misalnya
berdasarkan keyakinan ajaran- ajaran atau konsep-konsep ketuhanan.

Pada masa dewasa kehidupan beragama dapat berkembang menjadi


kehidupan beragama yang matang sesuai dengan perkembangan kepribadian,
tetapi juga dapat mengalami kemandengan. Aspek perkembangan kehidupan
beragama tampaknya masih belum banyak tersentuh dalam penelitian-penelitian
di Indonesia tentang psikologi agama yang masih belum beranjak dari pencarian
buku empiris tentang hubungan religiusitas dengan aspek-aspek psikologi yang
lain10.

Bab III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga


ilmu dapat menjadi lebih bermakna. Agama adalah kepercayaan akan adanya
Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi
kebahagiaannya di dunia dan akhirat.

Namun, secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di


luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah,
dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada
sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaannya. Naluriah
membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.

Terdapat tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap


agama yaitu, fitrah manusia, kelemahan dan kekurangan manusia, dan tantangan

10
Ibid... hal. 63-65

11
manusia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan
agama Tuhan yang benar lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur
pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara.

Dan tidak ada yang mengingkari atau memperdebatkan kebenaran ini


kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna kesombongannya dan tidak
perlu didengar alasan-alasannya. Manusia beragama karena memerlukan sesuatu
dari agama yaitu memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di
dunia dan akhirat.

B. Saran

Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang


terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi, dan
lainnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak pembaca
sebagai pengetahuan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di masa yang
akan datang.

Demikianlah makalah yang sederhana ini saya susun semoga dapat


bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhirnya saya merasa kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai banyak
sekali kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran–bahkan yang tidak membangun
sekalipun- kami tunggu demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga niat
baik kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, Cet 10.

http://googlepenelusuran.blogspot.com/2011/10/manusia-kebutuhan-dan-doktrin-
agama.html-06-11-2014. Diakses 20 November 2018.

Jalaluddin, Psikologi Agama : Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-


Prinsip Psikologi, Jakarta : Rajawali Pers,2016, cet. 18

Lathief Rousydiy, Agama Dalam Kehidupan Manusia, RIMBOW : Medan, 1980.

Muhammaddin, Jurnal : Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Palembang : Web


(PDF), 2018.

Subandi, Psikologi Agama & Kesehatan Mental, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013,
cet. 1.

Yatimin, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006)

13

Anda mungkin juga menyukai