Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PENDIDIKAN GIZI

“TEORI BELAJAR MENURUT ROBERT M


GAGNE”

DISUSUN OLEH :
1. Alya Rahma Septiani
2. Indah Nur Wahyuni
3. Maharanisa Julia
4. Mellinda Anggraini
5. Ranty Fitrianti
6. Tansika R Sira

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Judul makalah ini adalah “TEORI
BELAJAR MENURUT ROBERT M GAGNE” sebagai salah satu tugas terstruktur dalam mata
kuliah “Pendidikan Gizi”, dimana di dalamnya membahas tentang bagaimana pandangan belajar
menurut Robert M Gagne..

Melalui makalah dan presentasi ini diharapkan pembaca dapat mengetahui bagaimana pandangan
belajar menurut Gagne dan apa-apa saja yang terkait dengan teori Gagne. Pada kesempatan ini
kami kelompok 2 menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu pembimbing mata kuliah
“Pendidikan Gizi” yang telah membimbing kami hingga hasil makalah ini dapat kami
presentasikan.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dari hasil makalah ini, baik dari segi tata bahasa susunan kalimat maupun isi. Oleh
sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami menerima  kritik dan saran yang membangun
penulis. Semoga tulisan ini memberi informasi yang berguna bagi peningkatan dan
pengembangan pemahaman kita tentang berbagai teori belajar menurut para ahli.

Palembang, 19 September 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

2.1 Teori Belajar Menurut Robert M Gagne..........................................................................


2.2 Sistematika Delapan Tipe Belajar....................................................................................
2.3 Sistematika Lima Jenis Belajar........................................................................................
2.4 Fase-fase Belajar..............................................................................................................
1. Fase Eksternal .............................................................................................................
2. Fase Internal.................................................................................................................
2.5 Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran....................................................................
2.6 Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran.....................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam mempelajari ilmu pendidikan, sering dikemukakan pertanyaan berupa ”mengapa


seseorang perlu belajar?” untuk menjawab pertanyaan ini, sepertinya kita sependapat bahwa di
dunia ini tak ada makhluk hidup yang ketika baru dilahirkan dapat melakukan segala sesuatu
dengan sendirinya, begitu juga dengan manusia. Sejak ia bayi, bahkan ketika dewasa pun, ia
pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa lainnya,
tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia.
Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Selain itu, manusia juga makhluk
berbudaya, sehingga belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia
selalu memerlukan dan melakukan perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja ia berada.
Banyak ilmuan yang telah menemukan teori belajar. Salah satu teori belajar tersebut adalah teori
belajar dari Robert M. Gagne, yang akan kami bahas dalam maklah ini.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakng tersebut, rumusan masalah yang kami buat adalah:

1. Bagaiman teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne?

2. Bagaimana implikasi dan aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran?

1.3  Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne.

2. Untuk mengetahui dan memahami implikasi dan aplikasi reori Gagne dalam pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne 

Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa


belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya
adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan
rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan
menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan
menjadi apa ia nantinya.
Menurut Hudojo (1990:13) teori merupakan prinsip umum yang didukung oleh data dengan
maksud untuk menjelaskan suatu fenomena. Sedangkan belajar merupakan suatu usaha yang
berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif/ tetap. Dari pengertian teori
dan belajar tersebut, secara ringkas dapat dikatakan, teori belajar menyatakan hukum-hukum/
prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai
fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak
menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya
(Depdiknas, 2005:13). Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena
belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan
mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap,
perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya
sementara.
Menurut Gagne, belajar adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah
tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan
yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.Sedangkan
mengajar adalah membimbing siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga didapati
proses belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan
responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga
mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase
belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-
kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi
kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di
luar kelas, maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan
Gagne ditunjukkan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswa.

Kejadian-kejadian instruksi itu adalah :


1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
3. Mengarahkan perhatian (directing attention)
4. Merangsang ingatan (stimulating recall)
5. Menyediakan bimbingan belajar
6. Meningkatkan retensi (enhancing retention)
7. Melancarkan transfer belajar

2.2  Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”

Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:

1. Tipe belajar tanda (Signal Learning)


Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua
jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.
2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response Learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena
adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau
melakukan sesuatu secara berulang-ulang.
3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu
respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons
baru.
4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal Association Learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan
reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5. Tipe belajar membedakan (Discrimination Learning)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang
terdapat dalm lingkungan fisik.
6. Tipe belajar konsep (Concept Learning)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian
tentang suatu yang mendasar.
7. Tipe belajar kaidah (Rule Learning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem Solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu
permasalahan.
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar, dengan tipe
belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut
akan diuraikan sebagai berikut:

      1.Belajar Isyarat (Signal Learning) 


Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak
disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di
dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya
stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang
timbul bersifat umum dan emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat
dikuasai. Contoh : Menutup mulut dengan telunjuk berisyarat untuk mengambil sikap tidak
bicara, Lambaian tangan berisyarat untuk datang mendekat.

2. Belajar stimulus respon


Berbeda dengan belajar isyarat, respon bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe belajar S-R,
respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S-R. Contoh : Jika mencium
makanan berbau sedap air liur akan keluar, itupun ikatan S-R. Jadi belajar stimulus respons sama
dengan teori assosiasi (S-R bond). Setiap respon dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini
berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.

3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)


Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan
motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu
terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai
sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip
kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses
chaining. Contoh yang terjadi dalam rangkaian motorik yaitu gerakan dalam mengikat sepatu,
makan, inum. Atau gerakan verbal seperti selamat tinggal.

4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)


Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau
lebih tindakan stimulus respon verbal yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana
dari belajar rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang
melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan
stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek dan memberikan tanggapan dengan
menyebutkan namanya. Contoh : Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur berbangun limas
dimana ia mengetahui berbagai bangun seperti, balok, kubus, kerucut, dan lain-lain.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara
konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di
antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola
respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak
didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola
S-R). Contohnya: Anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman,
binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu
mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.

6. Belajar konsep (Concept Learning)


Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan
mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar
konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk
membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep
mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-
sifat umum. Contoh : Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang menurut
ciri-ciri khusus seperti mamalia, reptilia, amphibia, burung, ikan, dan lain-lain. Dapat pula
digolongkan manusia berdasarkan ras, agama, suku bangsa, dan lain-lain.

7. Belajar Aturan (Rule Learning)


Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus)
dengan beberapa tindakan (Respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan.
Sebagai contoh, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa
mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama
belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu,
dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk
membahas aturan ini, harus diberikan verbal (dengan kata-kata).

8. Pemecahan Masalah (Problem solving)


Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di
dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang disertai
proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan
memecahkan masalah, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau
membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang kadang-
kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa
dapat berkembang. Contoh : Pemecahan masalah siswa yang belum pernah sebelumnya belajar
rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan pada
soal tersebut.
2.3  Sistematika ”Lima Jenis Belajar”

Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya
merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar. Uraian tentang
sistematika lima jenis belajar ini memperhatikan pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil
belajar ini merupakan kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan
memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan ptrestasi tertentu.
     Sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh, namun tidak menunjukkan
setiap hasil belajar atau kemampuan internal satu-persatu. Akan tetapi memgelompokkan hasil-
hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan berbeda sifatnya dari kategori
lain. Maka dapat dikatakan, bahwa sistematika Gagne meliputi lima kategori hasil belajar.
Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran intelektual,
pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
1. Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa,
lisan, dan tertulis. Pengetahuan tersebut diperoleh dari sumber yang juga menggunakan bahasa,
lisan maupun tertulis. Informasi verbal meliputi ”cap verbal” dan ”data/fakta”.
Informasi verbal meliputi :
   Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek – obyek yang dihadapi,
misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentu.
      Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui khatulistiwa”.
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu
dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan pula kepada orang lain.
Mempunyai informasi verbal memegang peranan cukup penting dalam kehidupan manusia,
karena tanpa sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupan sehari-harinya dan
tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Maka, di sekolah pun siswa harus belajar memperoleh pengetahuan di berbagai bidang studi,
sehingga menjadi orang yang dapat dikatakan ”berpengetahuan”. Dalam banyak hal,
pengetahuan berkaitan satu sama lain, sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat
pengetahuan (body of knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis,
maupun yang lebih bersifat teoritis (bidang studi).

2. Kemahiran intelektual (Intellectual skill)


Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya
sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf,
angka, kata, dan gambar). Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat
subkemampuan, yaitu:
a. Diskriminasi jamak , yaitu kemampuan seseorang dalam mendeskripsikan benda yang
dilihatnya. Hasil belajar diskriminasi jamak antara lain :
• Anak-anak TK menemukan perbedaan-perbedaan antara benda menurut ciri-ciri fisiknya, yaitu
bentuk, ukuran, warna, panjang, lebar, kasar, halus, dan bunyi.
• Anak SD dapat membedakan bentuk-bentuk huruf (misalnya D dan F) dan bentuk-bentuk
angka (misalnya 6 dan 7).
• Siswa SMP bisa membedakan bentuk segitiga dengan lingkaran; garis panjang denga garis
lengkung ; rasa asin, bau busuk, bau harum.

b. Konsep, ialah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri sama. Konsep
dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah
pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang
didefinisiskan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada
realitas dalam lingkungan hidup fisik. Misalnya, anak A adalah saudara sepupu anak B; ini
merupakan suatu kenyataan, tetapi, kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan mengamati anak
A dan anak B saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui penggunaan bahasa dan sekaligus,
dijelaskan apa yang dimaksud dengan “saudara sepupu”; maka konsep yang didefinisikan,
diajarkan tanpa ada kemungkinan untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya
dengan mengamati dua orang itu.

c. Kaidah, yaitu kemampuan seseorang untuk menggabungkan dua konsep atau lebih sehingga
dapat memahami pengertiannya. Misalnya, seorang anak yang berkata “Benda yang bulat
berguling di alas miring” telah menguasai konsep “benda”, “bulat”, “alas”, “miring” dan
“berguling” dan menentukan adanya suatu relasi tetap antara kelima konsep itu. Seandainya anak
itu tidak menguasai tiga konsep dasar, maka, dengan sendirinya, dia tidak menguasai kaidah
“Benda yang bulat berguling”. Maka, memiliki kaidah mengandaikan kemampuan menguasai
konsep-konsep yang relevan, yang bersama-sama membentuk kaidan itu. Di sini nampak jelas
apa yang dimaksud dengan urutan hierarkis, sebagaimana dikatakan oleh Gagne.

d. Prinsip. Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu
kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Berdasarkan prinsip tersebut, seseorang
mampu memecahkan suatu permasalahan, dan kemudian menerapkan prinsip tersebut pada
permasalahan yang sejenis.

3. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)


Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri,
sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama. Pengaturan
kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila
sedang menghadapi suatu problem. Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivias
mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efisien dan efektif dalam mempergunakan
semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibanding dengan orang yang tidak
berkemampuan demikian.
4. Keterampilan motorik (Motor skill)
Keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-
gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai
anggota badan secara terpadu.
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-
gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadaka koordinasi antara gerak-gerik berbagai
anggota badan secara terpadu. Keterampila semacam ini disebut ”motorik”, karena otot, urat dan
persendian, terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam
kejasmanian.
Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung
secara teratur dan berjalan dengan lancar, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang
harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia, berketerampilan motorik memegang peranan yang sangat pokok.
Seorang anak kecil harus sudah menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti mengenakan
pakaiannya sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti,
sehingga bisa berkomunikasi dengan saudara-saudara dan lain sebagainya. Pada waktu masuk
Sekolah Dasar, anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru, seperti menulis dan
memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal
dalam perkembangan kognitifnya

5. Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan,
apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri. Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima
atau menolak suatu obyekberdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya
atau tidak. Bila obyek dinilai “baik untuk saya”, dia mempunyai sikap positif; bila obyek
dinilai “jelek untuk saya”, dia mempunyai sikap negatif.
Misalnya, siswa yang memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat
baginya, memiliki sikap yang positif terhadap belajar di sekolah; dan sebaliknya kalau ada siswa
memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna. ”sikap” dan
”niai” (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli psikologi yang memandang nilai sebagai
”sikap sosial”, yaitu masyarakat luas terhadap sesuatu, seperti sikap hormat terhadap
bendera nasional dan sikap menolak tindakan korupsi.

2.4  Fase-Fase Belajar

1. Fase eksternal
a. Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan
memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan
memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau
dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
b. Fase Pengenalan
Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian instruksional,
jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa
yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.
c. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran.
Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu di ubah kedalam
bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada dalam memori siswa.
d. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka
panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi
atau lain-lainnya.
e. Fase Pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka-panjang.
Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah
dipelajari, untuk memangil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
f. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana
informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasi-situasi baru
merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk
menggunakan informasi dalam keadaan baru.
g. Fase Penampilan
Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang
tampak.
h. Fase Umpan Balik
Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah
mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.

2. Fase Internal
a. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama
timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa
tentang apa yang sudah diterimanya).
b. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah
belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan
atau sikapnya.
c. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila
diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
d. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang
disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang
disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah
dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah
dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam
proses belajar, yaitu:
1.      Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama
timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa
tentang apa yang sudah diterimanya).

2.      Fase penguasaan (Acquisition phase)


Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah
belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan
atau sikapnya.

3.      Fase pengendapan (Storage phase)


Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila
diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.

4.      Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)


Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang
disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang
disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah
dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah
dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan  pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
2.5  Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran

1. Mengontrol perhatian siswa.


2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Memberikan umpan balik.
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru
diberikan.

2.6 Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran      

Karakteristik materi matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang


berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih tinggi,
diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di bawahnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Gagne, belajar adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah
tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan
yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.Sedangkan
mengajar adalah membimbing siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga didapati
proses belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku.
Teori belajar Gagne pada mulanya terdiri dari delapan sistematika, namun Gagne
menyederhanakannya menjadi lima jenis belajar. Akan tetapi, diantara keduanya terdapat
hubungan, yaitu tipe belajar 1, 2, dan 6 tertampung dalam sikap, meleui aspek afektif, konatif
dan kognitif. Hasil tipe belajar 3 tertampung dalam keterampilan motorik, melalui terbentuknya
rangkaian gerak-gerik. Hasil tipe belajar 4 tertampung dalam informasi verbal, melalui
pemberian cap verbal dam terbentuknya rangkaian verbal. Hasil tipe belajar 5 dan 6 tertampung
dalam kemahiran intelektual melaui konsep, kaidah, dan prinsip. Hasil tipe belajar 7 dan 8
tretampumg dalam pengaturan kegiatan kognitif.
Dengan demikian jelaslah bahwa kedua sistematika itu tidak berdiri lepas yang satu dari yang
lain, namun “sistematika lima jenis belajar” lebih bermanfaat untuk diterapkan dalam
menganalisis proses balajar mengajar di sekolah karena dibedakan dengan tegas antara aspek
hasil dan aspek proses dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Ulfa, Nadia. Kegiatan Belajar 3. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret


2016,https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Shoffy, Aulia. Teori Belajar Bruner dan Gagne. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret
2016, https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Sukiyo. 2012. Teori Belajar Gagne. (Online), di akses pada tnggal 30 Maret
2016,http://jeranopendidikan.blogspot.co.id/2012/09/teori-belajar-gagne.html
Puspita, Tri Ari. 2014. Teori Belajar Jerome Bruner & Robert M. Gagne Dan Penerapannya
Dalam Pembelajaran Ipa SD. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016,http://puspitasari-
triari.blogspot.co.id/2014/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
UPI. Bbm 2 Teori – Teori Belajar Ipa. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret
2016,http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENDIDIKAN_IPA_DI_SD/BBM_2.pdf
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Anda mungkin juga menyukai