Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelas 5-E
FAKULTAS PSIKOLOGI
CIMAHI
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan segala karunia-Nya sehingga penyusunan makalah “Teori
Belajar Kognitif Robert M. Gagne” ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang direncanakan.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini disusun untuk dapat
memberikan berbagai informasi penting mengenai teori belajar kognitif menurut
seorang ahli yang bernama Robert Mills Gagne. Dalam penulisan makalah ini tidak
luput dari berbagai kekurangan yang masih perlu disempurnakan. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk lebih menyempurnakan
susunan makalah ini.
Akhir kata, untuk terselesainya makalah ini kami ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang membantu. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terima kasih.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
baik guru, perancang pembelajaran dan para pengembang program pembelajaran
yang profesional harus dapat memilih teori belajar yang tepat untuk digunakan
dalam desain pembelajaran yang akan dikembangkannya.
Mengingat begitu pentingnya belajar, banyak ilmuan yang mengkaji tentang
teori belajar. Salah satunya adalah teori belajar yang dikemukakan oleh Robert M.
Gagne. Teori ini merupakan salah satu teori belajar yang penting untuk diketahui
serta diterapkan dalam belajar. Hal-hal yang dibicarakan oleh Gagne dalam
teorinya adalah mengenai kejadian belajar, kemampuan belajar dan tipe belajar.
yang akan kami bahasa dalam makalah ini.
5
5. Untuk mengetahui dan memhami kejadian-kejadian instruksional menurut
Robert M. Gagne.
6. Untuk mengetahui dan memahami hasil belajar menurut Robert M. Gagne.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Gagne. Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu
seseorang. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah dan
berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang
akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan menjadi apa ia
nantinya.
Pembelajaran menurut Gagne (dalam Miarso, 2004, hlm. 245) adalah
seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil
transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan
individu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna
sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau
perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai
rangsangan yang dapat diterima oleh panca indra yang dikenal dengan nama media
dan sumber belajar.
2.2.1 Hierarki Tipe Belajar
Menurut Gagne, belajar memberi konstribusi terhadap adaptasi yang
diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan
perilaku (behaviour) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif serta tidak
dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar bersifat kompleks. Terdapat
Sistematika delapan tipe belajar yang dipusatkan pada hasil belajar dari yang
paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu :
a) Signal learning (Belajar Isyarat)
Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah
sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur,
emosional, tak sengaja, dan tak dapat dikuasai.
b) Stimulus-response Learning (Belajar Stimulus Respon)
Respons dapat diatur dan dikuasai, bersifat spesifik, tidak umum dan kabur.
Respons ini diperkuat dengan adanya reward. Sering gerakan motoris
merupakan komponen penting dalam respons itu.
c) Chaining (Rantai atau Rangkaian)
8
Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara bebrapaa stimulus-respons, oleh
sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan contiguity.
d) Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu
memberikan reaksi verbal pada stimulus.
e) Discrimanition Learning (Belajar Membedakan)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar
objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.
f) Concept Learning (Tipe Belajar Konsep)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau
pengertian tentang suatu yang mendasar.
g) Rule Learning (Tipe Belajar Kaidah)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan
beberapa konsep.
h) Problem Solving (Tipe Belajar Pemecahan Masalah)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
Untuk lebih jelasnya, Hierarki belajar Gagne disajikan pada tabel berikut:
No. Bentuk belajar Prosedur Contoh
1. Belajar tanda Clasic Conditioning. 1. Mata dikejapkan
sinyal (signal terhadap suatu suara
learning) setelah suara
dipasangkan dengan
hembusan udara pada
mata.
2. Guru sejarah yang galak
diikuti oleh siswa –
Siswa tidak suka
sejarah.
2. Belajar stimulus Operant Conditioning. 1. Belajar yang terjadi
respon (stimulus pada bayi untuk
response memegang botol susu.
learning)
9
2. guru memuji tindakan
siswa – siswa
cenderung mengulang.
3. Belajar Menghubungkan Membuka pintu, terdiri
merangkai gerakan yang satu atas: 1) menempatkan
tingkah laku dengan yang lain (Seri kunci, 2) memasukkan
(behaviour koneksi-koneksi S-R). kunci, 3) memutar kunci,
chaining 4) membuka kunci.
learning)
4. Belajar asosiasi Rantai verbal, tentang 1. Belajar sumpah
verbal (verbal memberikan reaksi pemuda.
chaining verbal nama obyek dan 2. Nomor teleponmu ?
learning) koneksi kata menjadi (021) 617812.
suatu urutan verbal.
5. Belajar Menghasilkan respons 1. Membedakan lingkaran
diskriminasi yang berbeda pada dan elips.
(discrimination stimulus yang2. Menyebutkan merek
learning) memiliki kesamaan. mobil yang lewat di
jalan.
6. Belajar konsep Menempatkan obyek- Manusia, ikan paus, kera,
(concept obyek dalam anjing adalah mamalia
learning) kelompok tertentu. (makhluk menyusui).
10
mencemarkan
lingkungan hidup.
11
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak.
8. Fase Umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
diajarkan.
Fase Internal
1. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa
langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir
adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum.
Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan
adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan
maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan
menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat
penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali.
Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta
mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak
berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana
terjadinya proses belajar, sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan
hasil belajar.
12
2.2.3 Kejadian atau Fase-fase Instruksional
Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 126) bukan hanya guru yang dapat
memberikan instruksi, namun kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan,
baik pada belajar penemuan, belajar di luar kelas maupun belajar di dalam kelas.
Akan tetapi, kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditujukan pada
guru yang menyajiakn suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian
intruksi itu adalah sebagai berikut:
1. Mengaktifkan motivasi.
Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk
belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka
dalam isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar.
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi
pertama. Sebagiandari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan
memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka
pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu tujuan belajar juga
menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang
relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan perhatian.
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Bentuk perhatian pertama
berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk
kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini siswa
memperoleh informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka
pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan suara pada suatu kata
atau menggaris bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu kalimat.
4. Merangsang ingatan.
Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah
pemberian kode pada informasi yang berasal darimemori jangka pendek yang
disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong
siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan
dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan dengan
13
mengajukan pertanyaan-pertanyaanpada siswa, yang merupakan suatu cara
pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar.
Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang,
diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk
mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara
mengkaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa.
6. Meningkatkan retensi.
Retensi atau bertahannya materi yang di pelajari (jadi tidak terlupakan) dapat
diusahakan oleh guru dan siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi
pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh, menggunakan
tabel-tabel, menggunakan diagram-diagram dan gambar-gambar.
7. Melancarkan transfer belajar.
Tujuan transfer belajar adalah menerapkan apa yang telah dipelajari pada
situasi baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah
menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan.
8. Mengeluarkan penampilan dan Memberikan umpan balik.
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu
sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya
guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru
memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan
hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran
selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah
pemberian tes atau mengamati prilaku siswa umpan balik bila bersifa positif
menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar.
14
dapat diamati sebagai hasil belajar disebut dengan kemampuan. Ada lima
kemampuan yang ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran atau
instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu memungkinkan
berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk
memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda. Kemampuan-kemampuan tersebut
yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan
keterampilan motorik.
1. Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills)
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat
pertama sekolah dasar (sekolah taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai
dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan intelektual yang
dipelajari oleh seseorang. Keterampilan intelektual ini untuk bidang studi
apapun dapat digolongkan berdasarkan kompleksitasnya. Perbedaan yang
berguna antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan pengajaran
dapat dilihat pada gambar berikut:
Belajar mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara
yang disarankan Gagne pada gambar di atas. Untuk memecahkan masalah, siswa
memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan kompleks.
Demikian pula diperlukan aturan dan konsep yang terdefinisi. Untuk
memperoleh atuan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep
konkret dan untuk mempelajari konsep-konsep konkret ini siswa harus
menguasai diskriminasi.
a) Diskriminasi Jamak (Multiple Discrimination)
Diskriminasi jamak merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi antara obyek-obyek berdasarkan ciri–ciri fisik yang berbeda
antara obyek-obyek itu (Rohman, dkk; 1991:11). Berdasarkan pengamatan
yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara
obyek yang satu dengan yang lain. Selama mengamati, dibentuk berbagai
15
persepsi, yaitu hasil mental dari pengamatan. Dalam persep di kenal ciri-ciri
fisik yang khas bagi masing-masing obyek, yaitu warna, bentuk, ukuran,
panjang, lebar, kasar-halus, bunyi, bau dan lain sebaginya. Berdasarkan
persepsi itu, orang mampu membedakan obyek yang satu dengan yang lain,
meskipun mungkin mirip satu sama lain, misalnya menyebutkan merk
mobil-mobil yang lewat di jalan. Kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi semacam ini, oleh Gagne sudah di pandang sebagai kemahiran
intelektual. Hasil belajar diskriminasi jamak antara lain :
Anak-anak TK menemukan perbedaan-perbedaan antara benda menurut
ciri-ciri fisiknya, yaitu bentuk, ukuran, warna, panjang, lebar, kasar,
halus, dan bunyi.
Anak SD dapat membedakan bentuk-bentuk huruf (misalnya D dan F)
dan bentuk-bentuk angka (misalnya 6 dan 7).
Siswa SMP bisa membedakan bentuk segitiga dengan lingkaran; garis
panjang denga garis lengkung ; rasa asin, bau busuk; bau harum.
b) Konsep Konkret
Konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek dalam
lingkungan fisik (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut
konkret sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep ini ialah suatu
objek yang konkret. Konsep itu mewakili golongan benda tertentu, seperti
meja, kursi, pohon dan lain sebagainya; golongan sifat tertentu seperti warna
dan bentuk dan lain sebagainya; relasi tempat diantara benda-benda, seperti
di atas, di bawah, di samping, dan lain sebagainya. Golongan perbuatan
tertentu seperti duduk, mengangkat, menurunkan. Orang yang memiliki
konsep, mampu untuk menunjukkan benda atau perbuatan tertentu yang
diwakili dalam konsep itu; dengan menunjuk pada realitas dalam lingkungan
fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan bahwa dia sudah
mempunyai konsep yang tepat. Misalnya, anak kecil yang disuruh menaruh
piring di bawah meja, tetapi kemudian menaruhnya di atas meja, terbukti
belum memiliki konsep konkret ”di bawah”. Konsep konkret diperoleh
melalui pengamatan terhadap lingkungan hidup yang fisik, yang bermateri.
16
c) Konsep Terdefinisi
Apabila seseorang dapat mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang
objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan.
Konsep yang didefinisikan mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu
tidak bermateri. Realitas yang tidak bermateri, tidak dapat diamatai secara
langsung. Misalnya, anak A adalah saudara sepupu anak B; ini merupakan
suatu kenyataan, tetapi, kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan
mengamati anak A dan anak B saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui
penggunaan bahasa dan sekaligus, dijelaskan apa yang dimaksud dengan
“saudara sepupu”; maka konsep yang didefinisikan, diajarkan tanpa ada
kemungkinan untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya
dengan mengamati dua orang itu. Konsep yang demikian biasanya, telah
dituangkan dalam suatu definisi; maka timbullah istilah “konsep yang
didefinisikan”. Misalnya, saudara sepupu ialah “anak dari paman atau bibi”;
keponakan ialah “anak dari kakak atau adik sekandung”; lingkaran ialah
“garis tertutup yang berbentuk bundar dan memiliki jari-jari sama panjang”.
Siswa yang sudah sampai di Sekolah Menengah akan belajar banyak konsep
semacam itu, misalnya “kebenaran, keadilan, kekeluargaan”. Seorang
mahasiswa tidak mungkin menjadi ahli di suatu bidang studi tanpa memiliki
seperangkat konsep yang didefinisikan, misalnya mahasiswa di Fakultas
Ilmu Pendidikan anak memiliki konsep seperti “pendidikan, lingkungan,
keturunan, pembawaan” dan menggunakannya dalam membahas masalah-
masalah pendidikan sekolah.
d) Kaidah atau Aturan (Rule)
Seseorang telah belajar suatu aturan apabila penampilannya mempunyai
semacam “keteraturan” dalam berbagai situasi khusus. Aturan ialah
kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep, sehingga terbentuk
suatu pemahaman baru yang mewakili kenyataan yang biasanya terjadi. Bila
dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan
yang merepresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari
17
suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seorang
anak yang berkata “Benda yang bulat berguling di alas miring” telah
menguasai konsep “benda”, “bulat”, “alas”, “miring” dan “berguling” dan
menentukan adanya suatu relasi tetap antara kelima konsep itu. Seandainya
anak itu tidak menguasai tiga konsep dasar, maka, dengan sendirinya, dia
tidak menguasai kaidah “Benda yang bulat berguling”. Maka, memiliki
kaidah mengandaikan kemampuan menguasai konsep-konsep yang relevan,
yang bersama-sama membentuk kaidan itu. Di sini nampak jelas apa yang
dimaksud dengan urutan hierarkis, sebagaimana dikatakan oleh
Gagne. Selama belajar di sekolah, akan memperoleh banyak kaidah yang
menjadi miliknya hal itu memungkinkannya untuk maju dalam belajar,
khususnya di bidang belajar kognitif. Misalnya dalam rangka pelajaran IPA,
siswa memperoleh kaidah “udara yang lembab mengakibatkan besi berarat”
dan “Air yang dimasukkan dalam ruang bersuhu nol derajat Celcius, atau
kurang dari itu, akan membeku”. Berdasarkan penguasaan kaidah-kaidah
semacam itu, siswa memahami kenyataan dalam alam fisik dan menjadi
mampu untuk mengatur alam fisik dan menjadi mampu untuk mengatur alam
fisik. Kaidah merupakan suatu representasi mental dari kenyataan hidup dan
sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Kaidah-kaidah
diajarkan melalui bahasa dan biasanya dituangkan dalam bentuk suatu
kalimat, misalnya ”Perkembangan anak dipengaruhi oleh keturunan dan
lingkungan” dan ”Dua kali satu pon sama dengan satu kilo”.
e) Aturan-aturan kompleks (Higher Order Rule)
Aturan-aturan kompleks atau prinsip ialah kemampuan untuk
menggabungkan beberapa kaidah sehingga terjadi pemahaman yang lebih
tinggi yang membantu memecahkan suatu problem atau masalah. Dalam
prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk
suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompeks. Kaidah semacam
itu, disebut “prinsip”. Berdasarkan prisip yang dipegang, orang mampu
memecahkan suatu problem dan, kemudian, menerapkan prinsif itu pada
problem yang jelas.
18
2. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Strategi
kognitif dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, dan pengelompokkan yang
disarankan oleh Weinstein dan Mayer (dalam Dahar, 2011, hlm. 122) adalah
sebagai berikut:
1. Strategi menghafal. Siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi
yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, seperti mengulangi
nama-nama dalam suatu urutan (nama pahlawan, tahun pecahnya perang
dunia, dan lain-lain).
2. Strategi elaborasi. Siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari
dengan bahan-bahan lain yang tersedia.
3. Strategi pengaturan. Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu
kerangka teratur merupakan teknik dasar strategi ini.
4. Strategi metakognitif. Meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan
belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan memilih
alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
5. Strategi afektif. Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan
menggunakan waktu secara efektif.
3. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup
lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain atau
sikap sosial. Oleh karena itu, Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-
siswa memperoleh sikap-sikap sosial tersebut.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu
obyekberdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau
tidak. Bila obyek dinilai “baik untuk saya”, dia mempunyai sikap positif; bila
obyek dinilai “jelek untuk saya”, dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa
yang memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat
19
baginya, memiliki sikap yang positif terhadap belajar di sekolah; dan sebaliknya
kalau ada siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak
berguna. ”sikap” dan ”niai” (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli
psikologi yang memandang nilai sebagai ”sikap sosial”, yaitu masyarakat luas
terhadap sesuatu, seperti sikap hormat terhadap bendera nasional dan sikap
menolak tindakan korupsi. Orang-perorangan dapat mengambil sikap sosial itu
dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya danmenentukan sikap
sendiri.
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam
mengambil tidakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk
bertindak. Orang yang memiliki sikap jelas, mampu untuk memilih secara tegas
di antara beberapa kemungkinan.
4. Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan
verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Informasi verbal
diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan
orang, dari membaca, radio, televisi dan media lainnya yang meliputi nama-
nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Informasi
verbal meliputi :
Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek –
obyek yang dihadapi, misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentu.
Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui
khatulistiwa”.
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan
pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat
dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal
memegang peranan cukup penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupan sehari-harinya dan
tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Maka, di sekolah pun siswa harus belajar memperoleh pengetahuan di
berbagai bidang studi, sehingga menjadi orang yang dapat dikatakan
20
”berpengetahuan”. Dalam banyak hal, pengetahuan berkaitan satu sama lain,
sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat pengetahuan (body
of knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis,
maupun yang lebih bersifat teoritis (bidang studi).
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
23