Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Materi: Teori Belajar Kognitif Robert M. Gagne

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu :

Detri Sefianmi, M.Psi

Disusun oleh :

Aulia Rizki Arni 7111171192


Iqbal Muflihin 7111171194
Asshifa Aulia Falah 7111171210
Satrio Abiyu N. 7111171223

Kelas 5-E

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan segala karunia-Nya sehingga penyusunan makalah “Teori
Belajar Kognitif Robert M. Gagne” ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang direncanakan.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini disusun untuk dapat
memberikan berbagai informasi penting mengenai teori belajar kognitif menurut
seorang ahli yang bernama Robert Mills Gagne. Dalam penulisan makalah ini tidak
luput dari berbagai kekurangan yang masih perlu disempurnakan. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk lebih menyempurnakan
susunan makalah ini.

Akhir kata, untuk terselesainya makalah ini kami ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang membantu. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terima kasih.

Cimahi, 28 September 2019

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7

2.1 Biografi Robert M. Gagne ........................................................................... 7

2.2 Teori Belajar menurut Robert M. Gagne..................................................... 7

2.2.1 Hierarki Tipe Belajar ......................................................................... 8

2.2.2 Kejadian atau Fase-fase Belajar ....................................................... 11

2.2.3 Kejadian atau Fase-fase Instruksional ............................................. 13

2.2.4 Taksonomi Hasil Belajar Menurut Gagne ....................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22

3.1 Kesimpulan................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mempelajari ilmu pendididkan, sering dikemukakan pertanyaan berupa
”mengapa seseorang perlu belajar?” untuk menjawab pertanyaan ini, sepertinya kita
sependapat bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang ketika baru dilahirkan
dapat melakukan segala sesuatu dengan sendirinya, begitu juga dengan manusia.
Sejak ia bayi, bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia
dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika
ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk
sosial. Selain itu, manusia juga makhluk berbudaya, sehingga belajar merupakan
kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia selalu memerlukan dan
melakukan perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja ia berada.
Pada hakekatnya, belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia
dilahirkan karena belajar akan mempengaruhi perkembangan individu. Belajar
merupakan proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung
seumur hidup. Kompleksitas belajar tersebut melahirkan banyak teori-teori yang
berkembang dan berusaha untuk menjelaskan bagaimana proses belajar tersebut
dapat dijelaskan secara ilmiah. Tiap teori belajar menitikberatkan pada tumpuan
yang berbeda-beda, ada yang lebih mementingkan proses belajar, pada hasil belajar,
pada isi atau konten bahan ajar, ada pula yang mengutamakan kepada pembentukan
atau mengkonstruksi pengetahuan, sikap atau keterampilannya sendiri.
Kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus
berlandaskan peda teori-terori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa
bertindak secara tepat. Artinya teori-teori belajar ini diharapkan dapat
mengarahkan dalam merancang dan mealksanakan kegiatan
pembelajaran. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah
demi langkah dalam kegiatan pembelajaran, namun akan dapat memberikan arah
prioritas dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, para pelaku pembelajaran

4
baik guru, perancang pembelajaran dan para pengembang program pembelajaran
yang profesional harus dapat memilih teori belajar yang tepat untuk digunakan
dalam desain pembelajaran yang akan dikembangkannya.
Mengingat begitu pentingnya belajar, banyak ilmuan yang mengkaji tentang
teori belajar. Salah satunya adalah teori belajar yang dikemukakan oleh Robert M.
Gagne. Teori ini merupakan salah satu teori belajar yang penting untuk diketahui
serta diterapkan dalam belajar. Hal-hal yang dibicarakan oleh Gagne dalam
teorinya adalah mengenai kejadian belajar, kemampuan belajar dan tipe belajar.
yang akan kami bahasa dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diperoleh, maka rumusan masalah dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi Robert M. Gagne ?
2. Bagaimana teori belajar menurut Robert M. Gagne ?
3. Bagaimana hierarki tipe belajar menurut Robert M. Gagne ?
4. Bagaimana kejadian-kejadian belajar menurut Robert M. Gagne ?
5. Bagaimana kejadian-kejadian instruksional menurut Robert M. Gagne ?
6. Bagaimana hasil belajar menurut Robert M. Gagne ?

1.3 Tujuan Masalah


Berdasarkan pada rumusan masalah yang diperoleh, maka tujuan masalah dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi Robert M. Gagne.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana teori belajar menurut Robert
M. Gagne.
3. Untuk mengetahui dan memahami hierarki tipe belajar menurut Robert M.
Gagne.
4. Untuk mengetahui dan memahami kejadian-kejadian belajar menurut Robert
M. Gagne.

5
5. Untuk mengetahui dan memhami kejadian-kejadian instruksional menurut
Robert M. Gagne.
6. Untuk mengetahui dan memahami hasil belajar menurut Robert M. Gagne.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Robert M. Gagne


Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun
1916 di North Andover Massachusetts dan meninggal pada tahun 2002. Pada tahun
1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari Yale dan pada tahun 1940 memperoleh
gelar Ph.D. pada bidang Psikologi dari Brown University. Gelar profesor
diperolehnya ketika mengajar di Connecticut College for Women dari 1940–1949.
Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun 1945-1946, dan terakhir
diperolehnya dari Florida State University. Antara tahun 1949-1958, Gagne
menjadi Direktur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force. Pada
waktu inilah dia mulai mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang
mengarah pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain
pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965.
Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang mengembangkan teori belajar
dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang behaviorist,
namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh pemrosesan informasi
terhadap belajar dan memori. Dia juga dikenal sebagai seorang psikolog
eksperimental yang berkonsentrasi pada belajar dan pengajaran.
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya
tentang: Instructional Systems Design, The Condition of Learning (1965),
dan Principles of Instructional Design. Ketiga karyanya tersebut telah
mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk berbagai topik pelajaran
di sekolah. Karyanya tentang The condition of Learning, merupakan tulisan yang
dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di Angkatan Udara Amerika.

2.2 Teori Belajar menurut Robert M. Gagne


Ada berbagai klasifikasi teori belajar sesuai dengan pendekatan yang digunakan,
salah satunya adalah teori belajar kognitif. Dari sekian banyak tokoh yang
mengemukakan tentang teori belajar kognitif, satu diantaranya adalah Robert Mills

7
Gagne. Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu
seseorang. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah dan
berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang
akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan menjadi apa ia
nantinya.
Pembelajaran menurut Gagne (dalam Miarso, 2004, hlm. 245) adalah
seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil
transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan
individu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna
sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau
perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai
rangsangan yang dapat diterima oleh panca indra yang dikenal dengan nama media
dan sumber belajar.
2.2.1 Hierarki Tipe Belajar
Menurut Gagne, belajar memberi konstribusi terhadap adaptasi yang
diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan
perilaku (behaviour) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif serta tidak
dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar bersifat kompleks. Terdapat
Sistematika delapan tipe belajar yang dipusatkan pada hasil belajar dari yang
paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu :
a) Signal learning (Belajar Isyarat)
Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah
sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur,
emosional, tak sengaja, dan tak dapat dikuasai.
b) Stimulus-response Learning (Belajar Stimulus Respon)
Respons dapat diatur dan dikuasai, bersifat spesifik, tidak umum dan kabur.
Respons ini diperkuat dengan adanya reward. Sering gerakan motoris
merupakan komponen penting dalam respons itu.
c) Chaining (Rantai atau Rangkaian)

8
Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara bebrapaa stimulus-respons, oleh
sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan contiguity.
d) Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu
memberikan reaksi verbal pada stimulus.
e) Discrimanition Learning (Belajar Membedakan)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar
objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.
f) Concept Learning (Tipe Belajar Konsep)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau
pengertian tentang suatu yang mendasar.
g) Rule Learning (Tipe Belajar Kaidah)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan
beberapa konsep.
h) Problem Solving (Tipe Belajar Pemecahan Masalah)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
Untuk lebih jelasnya, Hierarki belajar Gagne disajikan pada tabel berikut:
No. Bentuk belajar Prosedur Contoh
1. Belajar tanda Clasic Conditioning. 1. Mata dikejapkan
sinyal (signal terhadap suatu suara
learning) setelah suara
dipasangkan dengan
hembusan udara pada
mata.
2. Guru sejarah yang galak
diikuti oleh siswa –
Siswa tidak suka
sejarah.
2. Belajar stimulus Operant Conditioning. 1. Belajar yang terjadi
respon (stimulus pada bayi untuk
response memegang botol susu.
learning)

9
2. guru memuji tindakan
siswa – siswa
cenderung mengulang.
3. Belajar Menghubungkan Membuka pintu, terdiri
merangkai gerakan yang satu atas: 1) menempatkan
tingkah laku dengan yang lain (Seri kunci, 2) memasukkan
(behaviour koneksi-koneksi S-R). kunci, 3) memutar kunci,
chaining 4) membuka kunci.
learning)
4. Belajar asosiasi Rantai verbal, tentang 1. Belajar sumpah
verbal (verbal memberikan reaksi pemuda.
chaining verbal nama obyek dan 2. Nomor teleponmu ?
learning) koneksi kata menjadi (021) 617812.
suatu urutan verbal.
5. Belajar Menghasilkan respons 1. Membedakan lingkaran
diskriminasi yang berbeda pada dan elips.
(discrimination stimulus yang2. Menyebutkan merek
learning) memiliki kesamaan. mobil yang lewat di
jalan.
6. Belajar konsep Menempatkan obyek- Manusia, ikan paus, kera,
(concept obyek dalam anjing adalah mamalia
learning) kelompok tertentu. (makhluk menyusui).

7. a.Konsep Menggunakan konsep Saudara sepupu ialah anak


Terdefinisi yang telah dipelajari laki-laki atau perempuan
sebelumnya untuk dari paman atau bibi.
memperoleh suatu
konsep baru.
b. Aturan Memberikan respon Jarak sama dengan
pada satu kelas kecepatan kali waktu.
stimulus dengan satu
kelas penampilan.
8. Belajar Menggabungkan 1. Menemukan langkah-
memecahkan beberapa kaidah untuk langkah dalam
masalah mencapai suatu membuktikan suatu
(problem pemecahan yang teori dalam geometri.
solving). menghasilkan suatu 2. menemukan cara
aturan dengan tingkat memperoleh energi dari
yang lebih tinggi. tenaga atom tanpa

10
mencemarkan
lingkungan hidup.

2.2.2 Kejadian atau Fase-fase Belajar


Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 124) mengemukakan delapan fase dalam satu
tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian
eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Kejadian
atau fase-fase belajar itu adalah sebagai berikut:
Fase Eksternal
1. Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa
belajar akan memperoleh hadiah.
2. Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian esensial suatu kejadian
instruksional jika belajar akan terjadi
3. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima
pelajaran.
4. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik,
elaborasi, atau lain-lain.
5. Fase Pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori
jangka panjang. Jadi, bagian penting dalam belajar ialah belajar memperoleh
hubungan dengan apa yang telah kita pelajari.
6. Fase Generalisasi
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase
kritis dalam belajar.
7. Fase Penampilan

11
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak.
8. Fase Umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
diajarkan.
Fase Internal
1. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa
langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir
adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum.
Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan
adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan
maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan
menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat
penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali.
Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta
mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak
berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana
terjadinya proses belajar, sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan
hasil belajar.

12
2.2.3 Kejadian atau Fase-fase Instruksional
Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 126) bukan hanya guru yang dapat
memberikan instruksi, namun kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan,
baik pada belajar penemuan, belajar di luar kelas maupun belajar di dalam kelas.
Akan tetapi, kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditujukan pada
guru yang menyajiakn suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian
intruksi itu adalah sebagai berikut:
1. Mengaktifkan motivasi.
Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk
belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka
dalam isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar.
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi
pertama. Sebagiandari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan
memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka
pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu tujuan belajar juga
menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang
relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan perhatian.
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Bentuk perhatian pertama
berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk
kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini siswa
memperoleh informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka
pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan suara pada suatu kata
atau menggaris bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu kalimat.
4. Merangsang ingatan.
Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah
pemberian kode pada informasi yang berasal darimemori jangka pendek yang
disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong
siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan
dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan dengan

13
mengajukan pertanyaan-pertanyaanpada siswa, yang merupakan suatu cara
pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar.
Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang,
diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk
mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara
mengkaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa.
6. Meningkatkan retensi.
Retensi atau bertahannya materi yang di pelajari (jadi tidak terlupakan) dapat
diusahakan oleh guru dan siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi
pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh, menggunakan
tabel-tabel, menggunakan diagram-diagram dan gambar-gambar.
7. Melancarkan transfer belajar.
Tujuan transfer belajar adalah menerapkan apa yang telah dipelajari pada
situasi baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah
menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan.
8. Mengeluarkan penampilan dan Memberikan umpan balik.
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu
sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya
guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru
memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan
hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran
selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah
pemberian tes atau mengamati prilaku siswa umpan balik bila bersifa positif
menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar.

2.2.4 Taksonomi Hasil Belajar menurut Gagne


Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat
kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik (Dahar, 2011, hlm.
118). Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 118) penampilan-penampilan yang

14
dapat diamati sebagai hasil belajar disebut dengan kemampuan. Ada lima
kemampuan yang ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran atau
instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu memungkinkan
berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk
memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda. Kemampuan-kemampuan tersebut
yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan
keterampilan motorik.
1. Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills)
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat
pertama sekolah dasar (sekolah taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai
dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan intelektual yang
dipelajari oleh seseorang. Keterampilan intelektual ini untuk bidang studi
apapun dapat digolongkan berdasarkan kompleksitasnya. Perbedaan yang
berguna antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan pengajaran
dapat dilihat pada gambar berikut:
Belajar mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara
yang disarankan Gagne pada gambar di atas. Untuk memecahkan masalah, siswa
memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan kompleks.
Demikian pula diperlukan aturan dan konsep yang terdefinisi. Untuk
memperoleh atuan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep
konkret dan untuk mempelajari konsep-konsep konkret ini siswa harus
menguasai diskriminasi.
a) Diskriminasi Jamak (Multiple Discrimination)
Diskriminasi jamak merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi antara obyek-obyek berdasarkan ciri–ciri fisik yang berbeda
antara obyek-obyek itu (Rohman, dkk; 1991:11). Berdasarkan pengamatan
yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara
obyek yang satu dengan yang lain. Selama mengamati, dibentuk berbagai

15
persepsi, yaitu hasil mental dari pengamatan. Dalam persep di kenal ciri-ciri
fisik yang khas bagi masing-masing obyek, yaitu warna, bentuk, ukuran,
panjang, lebar, kasar-halus, bunyi, bau dan lain sebaginya. Berdasarkan
persepsi itu, orang mampu membedakan obyek yang satu dengan yang lain,
meskipun mungkin mirip satu sama lain, misalnya menyebutkan merk
mobil-mobil yang lewat di jalan. Kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi semacam ini, oleh Gagne sudah di pandang sebagai kemahiran
intelektual. Hasil belajar diskriminasi jamak antara lain :
 Anak-anak TK menemukan perbedaan-perbedaan antara benda menurut
ciri-ciri fisiknya, yaitu bentuk, ukuran, warna, panjang, lebar, kasar,
halus, dan bunyi.
 Anak SD dapat membedakan bentuk-bentuk huruf (misalnya D dan F)
dan bentuk-bentuk angka (misalnya 6 dan 7).
 Siswa SMP bisa membedakan bentuk segitiga dengan lingkaran; garis
panjang denga garis lengkung ; rasa asin, bau busuk; bau harum.
b) Konsep Konkret
Konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek dalam
lingkungan fisik (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut
konkret sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep ini ialah suatu
objek yang konkret. Konsep itu mewakili golongan benda tertentu, seperti
meja, kursi, pohon dan lain sebagainya; golongan sifat tertentu seperti warna
dan bentuk dan lain sebagainya; relasi tempat diantara benda-benda, seperti
di atas, di bawah, di samping, dan lain sebagainya. Golongan perbuatan
tertentu seperti duduk, mengangkat, menurunkan. Orang yang memiliki
konsep, mampu untuk menunjukkan benda atau perbuatan tertentu yang
diwakili dalam konsep itu; dengan menunjuk pada realitas dalam lingkungan
fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan bahwa dia sudah
mempunyai konsep yang tepat. Misalnya, anak kecil yang disuruh menaruh
piring di bawah meja, tetapi kemudian menaruhnya di atas meja, terbukti
belum memiliki konsep konkret ”di bawah”. Konsep konkret diperoleh
melalui pengamatan terhadap lingkungan hidup yang fisik, yang bermateri.

16
c) Konsep Terdefinisi
Apabila seseorang dapat mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang
objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan.
Konsep yang didefinisikan mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu
tidak bermateri. Realitas yang tidak bermateri, tidak dapat diamatai secara
langsung. Misalnya, anak A adalah saudara sepupu anak B; ini merupakan
suatu kenyataan, tetapi, kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan
mengamati anak A dan anak B saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui
penggunaan bahasa dan sekaligus, dijelaskan apa yang dimaksud dengan
“saudara sepupu”; maka konsep yang didefinisikan, diajarkan tanpa ada
kemungkinan untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya
dengan mengamati dua orang itu. Konsep yang demikian biasanya, telah
dituangkan dalam suatu definisi; maka timbullah istilah “konsep yang
didefinisikan”. Misalnya, saudara sepupu ialah “anak dari paman atau bibi”;
keponakan ialah “anak dari kakak atau adik sekandung”; lingkaran ialah
“garis tertutup yang berbentuk bundar dan memiliki jari-jari sama panjang”.
Siswa yang sudah sampai di Sekolah Menengah akan belajar banyak konsep
semacam itu, misalnya “kebenaran, keadilan, kekeluargaan”. Seorang
mahasiswa tidak mungkin menjadi ahli di suatu bidang studi tanpa memiliki
seperangkat konsep yang didefinisikan, misalnya mahasiswa di Fakultas
Ilmu Pendidikan anak memiliki konsep seperti “pendidikan, lingkungan,
keturunan, pembawaan” dan menggunakannya dalam membahas masalah-
masalah pendidikan sekolah.
d) Kaidah atau Aturan (Rule)
Seseorang telah belajar suatu aturan apabila penampilannya mempunyai
semacam “keteraturan” dalam berbagai situasi khusus. Aturan ialah
kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep, sehingga terbentuk
suatu pemahaman baru yang mewakili kenyataan yang biasanya terjadi. Bila
dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan
yang merepresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari

17
suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seorang
anak yang berkata “Benda yang bulat berguling di alas miring” telah
menguasai konsep “benda”, “bulat”, “alas”, “miring” dan “berguling” dan
menentukan adanya suatu relasi tetap antara kelima konsep itu. Seandainya
anak itu tidak menguasai tiga konsep dasar, maka, dengan sendirinya, dia
tidak menguasai kaidah “Benda yang bulat berguling”. Maka, memiliki
kaidah mengandaikan kemampuan menguasai konsep-konsep yang relevan,
yang bersama-sama membentuk kaidan itu. Di sini nampak jelas apa yang
dimaksud dengan urutan hierarkis, sebagaimana dikatakan oleh
Gagne. Selama belajar di sekolah, akan memperoleh banyak kaidah yang
menjadi miliknya hal itu memungkinkannya untuk maju dalam belajar,
khususnya di bidang belajar kognitif. Misalnya dalam rangka pelajaran IPA,
siswa memperoleh kaidah “udara yang lembab mengakibatkan besi berarat”
dan “Air yang dimasukkan dalam ruang bersuhu nol derajat Celcius, atau
kurang dari itu, akan membeku”. Berdasarkan penguasaan kaidah-kaidah
semacam itu, siswa memahami kenyataan dalam alam fisik dan menjadi
mampu untuk mengatur alam fisik dan menjadi mampu untuk mengatur alam
fisik. Kaidah merupakan suatu representasi mental dari kenyataan hidup dan
sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Kaidah-kaidah
diajarkan melalui bahasa dan biasanya dituangkan dalam bentuk suatu
kalimat, misalnya ”Perkembangan anak dipengaruhi oleh keturunan dan
lingkungan” dan ”Dua kali satu pon sama dengan satu kilo”.
e) Aturan-aturan kompleks (Higher Order Rule)
Aturan-aturan kompleks atau prinsip ialah kemampuan untuk
menggabungkan beberapa kaidah sehingga terjadi pemahaman yang lebih
tinggi yang membantu memecahkan suatu problem atau masalah. Dalam
prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk
suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompeks. Kaidah semacam
itu, disebut “prinsip”. Berdasarkan prisip yang dipegang, orang mampu
memecahkan suatu problem dan, kemudian, menerapkan prinsif itu pada
problem yang jelas.

18
2. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Strategi
kognitif dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, dan pengelompokkan yang
disarankan oleh Weinstein dan Mayer (dalam Dahar, 2011, hlm. 122) adalah
sebagai berikut:
1. Strategi menghafal. Siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi
yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, seperti mengulangi
nama-nama dalam suatu urutan (nama pahlawan, tahun pecahnya perang
dunia, dan lain-lain).
2. Strategi elaborasi. Siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari
dengan bahan-bahan lain yang tersedia.
3. Strategi pengaturan. Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu
kerangka teratur merupakan teknik dasar strategi ini.
4. Strategi metakognitif. Meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan
belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan memilih
alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
5. Strategi afektif. Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan
menggunakan waktu secara efektif.
3. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup
lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain atau
sikap sosial. Oleh karena itu, Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-
siswa memperoleh sikap-sikap sosial tersebut.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu
obyekberdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau
tidak. Bila obyek dinilai “baik untuk saya”, dia mempunyai sikap positif; bila
obyek dinilai “jelek untuk saya”, dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa
yang memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat

19
baginya, memiliki sikap yang positif terhadap belajar di sekolah; dan sebaliknya
kalau ada siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak
berguna. ”sikap” dan ”niai” (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli
psikologi yang memandang nilai sebagai ”sikap sosial”, yaitu masyarakat luas
terhadap sesuatu, seperti sikap hormat terhadap bendera nasional dan sikap
menolak tindakan korupsi. Orang-perorangan dapat mengambil sikap sosial itu
dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya danmenentukan sikap
sendiri.
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam
mengambil tidakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk
bertindak. Orang yang memiliki sikap jelas, mampu untuk memilih secara tegas
di antara beberapa kemungkinan.
4. Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan
verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Informasi verbal
diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan
orang, dari membaca, radio, televisi dan media lainnya yang meliputi nama-
nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Informasi
verbal meliputi :
 Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek –
obyek yang dihadapi, misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentu.
 Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui
khatulistiwa”.
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan
pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat
dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal
memegang peranan cukup penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupan sehari-harinya dan
tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Maka, di sekolah pun siswa harus belajar memperoleh pengetahuan di
berbagai bidang studi, sehingga menjadi orang yang dapat dikatakan

20
”berpengetahuan”. Dalam banyak hal, pengetahuan berkaitan satu sama lain,
sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat pengetahuan (body
of knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis,
maupun yang lebih bersifat teoritis (bidang studi).

5. Keterampilan motorik (Motor Skills)


Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga
kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya
membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran
sains menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, alat-alat listrik, dan
lain sebagainya.
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadaka
koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
Keterampila semacam ini disebut ”motorik”, karena otot, urat dan persendian,
terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar
dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu
rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar,
tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan
mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia, berketerampilan motorik memegang peranan
yang sangat pokok. Seorang anak kecil harus sudah menguasai berbagai
keterampilan motorik, seperti mengenakan pakaiannya sendiri, mempergunakan
alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti, sehingga bisa
berkomunikasi dengan saudara-saudara dan lain sebagainya. Pada waktu masuk
Sekolah Dasar, anak memperoleh keterampialn-keterampilan baru, seperti
menulis dan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar keterampilan-
keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

22
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R. W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. : PT Gelora Aksara


Pratama.
Miarso, Y. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada
Media.
Puspita, Tri Ari. 2014. Teori Belajar Jerome Bruner & Robert M. Gagne Dan
Penerapannya Dalam Pembelajaran Ipa SD. (Online), Di akses pada tanggal 28
September 2019 Pukul 13.21, http://puspitasari-
triari.blogspot.co.id/2014/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Humaira, Siti. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne. (Online), Diakses pada
tanggal 28 September 2019 Pukul 13.40,
http://humairabisa.blogspot.com/2016/05/teori-belajar-menurut-robert-m-
gagne.html

23

Anda mungkin juga menyukai