Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPA SD

SCIENCE LEARNING COGNITION


Dosen Pengampu Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Salsabilla Wening Sinawang (19108241054)
2. Nahdah Sahya Laksita Ridwan (19108241173)
3. Anya Shafa Putrika (19108241187)
4. Yovita Adventia (19108244072)

Kelas/ Semester: 5D/Gasal

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Adapun tujuan
pembuatan makalah yang berjudul Science Learning Cognition adalah untuk menghasilkan
sumber pembelajaran yang dapat digunakan sebagai sarana referensi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini memiliki
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, bahasa, maupun isi.
Maka kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini
agar dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran yang bermanfaat. Terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Yogyakarta, 13 November 2021


Penyusun

Kelompok 9

1
Daftar Isi

BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
3. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
1. Definisi Teori Kognitivisme ........................................................................................... 5
2. Prinsip Teori Kognitivisme ............................................................................................. 5
3. Teori Kognitivisme Para Ahli ......................................................................................... 5
a. Teori Belajar Jean Piaget............................................................................................. 5
b. Teori Belajar Ausubel ................................................................................................. 8
c. Teori Belajar Bruner.................................................................................................... 9
d. Teori Belajar Gagne .................................................................................................. 11
4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme ............................................................ 13
5. Pembelajaran IPA ......................................................................................................... 14
6. Implikasi teori kognitivisme ......................................................................................... 16
7. Implementasi Teori Belajar Kognitivisme terhadap Pembelajaran IPA SD ................. 16
BAB III .................................................................................................................................... 20
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 20
1. Kesimpulan ................................................................................................................... 20
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 21

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Implementasi proses pembelajaran di kelas perlu diterapkan model pembelajaran
yang membuat siswa aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercapai. Meskipun
demikian, hingga saat ini pemberdayaan penalaran siswa dalam pembelajaran IPA masih
rendah (Corebima. 1999:18). Kenyataan yang ditemukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran IPA maupun evaluasinya selama ini terbukti bahwa aspek penalaran tidak
pernah dikelola secara langsung, terencana atau terprogram. Hal ini berdampak pada
lambannya perkembangan intelektual siswa, artinya siswa tidak mampu berfikir kritis,
bahkan malas untuk berfikir. Akhirnya keadaan seperti ini dapat berpengaruh buruk terhadap
hasil dan dampak belajar siswa.
Konsep belajar kognitivisme menekankan pada tingkah laku atau mental anak untuk
melakukan suatu hal percobaan atau yang bersifat praktikum saat berada di sekolah, hal
tersebut tidak hanya berupa stimulus dan respon belaka, akan tetapi dalam kegiatan tersebut
mental anak akan terarah oleh dorongan kognitif seorang anak. Apalagi kebanyakan seorang
anak di usia SD/MI masih menyukai pembelajaran yang bersifat kongkrit atau yang bersifat
nyata, dan saat pembelajaran anak tidak hanya sekedar stimulus dan respon yang mereka dapat,
melainkan dari kegiatan stimulus dan respons inilah seorang anak menggunakan tindakan
dalam mengenal suatu pembelajaran. Konsep dalam teori kognitivisme adalah semacam suatu
kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan dengan cara pembiasaan.
Ilmu Pengetahuan Alam atau yang sering disebut IPA merupakan salah satu mata
pelajaran penting di sekolah dasar, IPA sendiri mempelajari segala sesuatu yang ada di alam,
baik itu makhluk hidup maupun benda-benda mati, seperti hewan, tumbuhan, manusia,
matahari, planet-planet, benda-benda angkasa, tanah, air, udara, dan lain sebagainnya. IPA juga
mempelajari sifat-sifat benda seperti gaya, gerak dan energi.
Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak melakukan
kegiatan yang bersifat praktikum dan sifat tersebut dapat dilakukan dengan kebiasaan anak
sehingga pembelajaran yang didapat di sekolah dapat terealisasikan dengan lingkungan, yang
menyangkut kejadian yang ada di alam sekitar manusia. Sehingga konsep belajar kognitivisme
ini merupakan salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah, salah satunya pada pelajaran IPA.

3
2. Rumusan Masalah
1) Apa definisi Teori Kognitivisme?
2) Bagaimana prinsip teori kognitivisme?
3) Bagaimana teori kognitivisme menurut para ahli?
4) Bagaimana kelebihan dan kelemahan dari teori kognitivisme?
5) Bagaimana definisi dan tujuan dari pembelajaran IPA?
6) Bagaimana penerapan teori tiap ahli pada pembelajaran IPA?

3. Tujuan
1) Untuk mengetahui definisi Teori Kognitivisme.
2) Untuk mengetahui prinsip teori kognitivisme.
3) Untuk mengetahui teori kognitivisme menurut para ahli.
4) Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari teori kognitivisme.
5) Untuk mengetahui definisi dan tujuan dari pembelajaran IPA.
6) Untuk mengetahui penerapan teori tiap ahli pada pembelajaran IPA.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Teori Kognitivisme


Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang memiliki makna “knowing”
yang berarti mengetahui. Secara luas kognition/kognisi ialah perubahan penataan, penggunaan
pengetahuan (Muhibbin, 2005: 65). Teori belajar kognitivisme lebih mengedepankan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar menghubungkan stimulus dan
respon seperti halnya dalam teori behaviorisme, tetapi teori belajar kognitivisme melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks (Nugroho, 2015: 290).
Teori ini memiliki pandangan dalam proses belajar mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas
yang melibatkan proses berpikir yang sangat komplek. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif
yang sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.

2. Prinsip Teori Kognitivisme


1) Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil.
2) Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan pembelajarannya.
3) Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak.
4) Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi materi pelajaran menjadi komponen-
komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan kehilangan
makna.
5) Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan pengolahan informasi
emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
6) Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

3. Teori Kognitivisme Para Ahli


a. Teori Belajar Jean Piaget
Teori belajar yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dikenal dengan sebutan teori
perkembangan kognitif. Piaget adalah salah satu seorang pakar psikolohi kognitif yang

5
memperkenalkan teori belajar yang didasarkan pada sikap siswa memahami konsep
pengetahuannya berdasarkan pengalaman. Teori belajar piagat menekankan pada proses
belajar bukan dari hasil belajar. Piaget mempelajari perkembangan intelegensi atau kecerdasan
individu mulai lahir sampai dewasa. Aspek perkembangan intelektual meliputi struktur, isi,
dan fungsi.
1) Aspek struktur, hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan
perkembangan berpikir logis anak. Menurut Piaget, struktur intelektual terbentuk pada
individu saat ia berinteraksi dengan lingkungannya. Diperolehnya suatu struktur atau
skemata berarti telah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intelektual anak.
2) Aspek isi, artinya pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Isi pikiran anak
misalnya perubahan dalam kemampuan penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi
anak tentang alam sekitar, dsb.
3) Aspek fungsi, aspek ini perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan perbedaan sosial
dan gender akibat konstruksi sosial dan masyarakat agar jika ada kesenjangan
perkembangan integrasi dan kecerdasan individual, perlu antisipasi dan menentukan solusi.

Proses belajar yang dikemukakan oleh Jeans Piaget terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
1) Asimilasi, proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
Proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika seorang anak memadukan stimulus
atau persepsi kedalam skema atau perilaku yang sudah ada. Seorang individu dikatakan
melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan
informasi baru yang dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
2) Akomodasi, proses penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Melalui
akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan
sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
3) Equiblibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia
mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan
pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak = schemata/schemata).
Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan menjadi dasar untuk kegiatan
belajar berikutnya (Warsita, 2016: 70)

6
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat perkembangan intelektual sebagai
berikut:
1) Sensori-motor (0-2 tahun)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungan melalui kemampuan panca indera
dan gerakkannya. Pada tahap ini perilaku seseorang berdasarkan pada stimulus yang
diterimanya yang disebut “object permanence” yaitu Anak pada tahap ini bersifat egosentrik
yakni segala sesuatu dilihat dari dirinya sendiri sebagai kerangka pikir. Pada akhir masa
sensorimotor, anak mengembangkan konsep permanensi objek di mana anak sudah mengerti
walaupun objek tidak terlihat anak tapi objek tetap ada.
2) Pra-opersional (2-7 tahun)
Periode ini disebut pra-operasional karena pada usia ini anak belum mampu
melaksanakan operasi-operasi mental, seperti yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu
menambah, mengurangi, dan lain-Iain. Tingkat pra-operasional terdiri dari dua tingkat yakni:
tingkat prakonseptual dan tingkat intuitif. Tingkat prakonseptual, Anak mulai
mengklasifikasikan sesuatu dalam kelompok-kelompok tertentu karena persamaan tapi mereka
masih membuat kesalahan seperti, semua laki-laki dewasa adalah papa, semua wanita dewasa
adalah mama, semua mainan adalah milikku. Tingkat intuitif yaitu anak belum mampu berpikir
secara logis.
3) Opersional konkret (7-11 tahun);
Tingkat ini merupakan tingkat permulaaan berpikir rasional. Artinya, anak memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Anak sekarang
sudah mempunyai kemampuan konservasi, klasifikasi, seriasi dan konsep angka. Proses
berpikir anak pada tahap ini berpusat pada peristiwa-peristiwa konkrit yang terlihat oleh anak.
Tahap operasional konkret bertepatan pada masa tumbuh kembang siswa SD sehingga mereka
belajar berfikir sistematis terhadap benda- benda dan persitiwa konkret. Aktivitas pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan dengan
penjelasan guru dalam bentuk metode ceramah.
4) Operasional formal (11 tahun - ke atas).
Periode ini disebut juga tahap adolesen. Anak mulai dapat memecahkan masalah verbal
yang serupa. Adapaun ciri-ciri umum anak pada periode operasional formal yaitu: 1) berpikir
hipotetis-deduktif (dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah,
dan memeriksa data terhadap hipotesis untuk membuat kputusan yang layak; tetapi belum
dapat menerima atau menolak hipotesis), 2) berpikir proposisional (dapat menangani
pernyataan/proposisi-proposisi yang memerikan data konkret, dan dapat menangani proposisi

7
yang berlawanan dengan fakta), 3) berpikir kombinatorial (berpikir meliputi semua kombinasi
bendabenda, gagasan-gagasan atau proposisi-proposisi yang mungkin), 4) berpikir refleksif
(dapat berpikir tentang berpikirnya)
b. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instructional
content) sebelum didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (advance organizers). Konsep belajar berhubungan dengan bagaimana peserta didik
memperoleh pengetahuan baru (penerimaan atau penemuan) dan mengaitkan pengetahuan
yang diperoleh pada struktur kognitif yang telah dimiliki (hafalan atau bermakna).

Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar:


1) Belajar bermakna (meaningful learning)
Belajar bermakna adalah proses belajar yang menghubungkan informasi baru dengan konsep-
konsep yang relevan pada struktur kognitif seseorang yang sedang belajar.
2) Belajar menghafal (rote learning).
Siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca
tanpa makna.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh
Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang

8
disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.erdasarkan pandangannya tentang belajar
bermakna, maka David Ausubel mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu;
1) Andvance Organizer (pengatur awal)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan
konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal yang
tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi, terutama mata pelajaran yang
mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu
pokok bahasan sebaiknya ‘pengatur awal’ itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna.
2) Diferensi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya, unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru
yang lebih mendetail. Berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3) Belajar superordinat
Proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah diferensiasi. Terjadi
sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.
Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru.
Belajar superordinat akan terjadi bila konsep konsep yang lebih luas dan inklusif.
4) Penyesuaian integratif
Menyusun materi pembelajaran dengan melakukan pengintegrasian untuk
meminimalisir kemungkinan siswa menghadapi konsep pembelajaran.
c. Teori Belajar Bruner
Bruner menganggap bahwa belajar dan persepsi merupakan suatu kegiatan pengolahan
informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala
yang ada di lingkungan kita. Kegiatan ini meliputi pembentukan kategori-kategori (konsep)
yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman-
pengalaman. Suatu konsep merupakan suatu kategori. Dikatakan demikian karena kategori atau
konsep merupakan perwakilan benda atau kejadian yang mempunyai persamaan. Misalnya
konsep burung; burung adalah suatu kategori yang mewakili binatang yang mempunyai bulu,
sayap, dua kaki, dan paruh. Dengan demikian kategori dapat pula dipandang sebagai ketentuan
atau hukum. Jadi kategori adalah suatu ketentuan untuk mengelompokkan benda-benda atau
kejadian yang sama atau ekuivalen, sebab apabila dua buah objek dimasukkan ke dalam

9
kategori yang sama, implikasinya mereka itu sama, paling tidak kalau dipandang dari beberapa
segi.
Bruner dalam teori belajarnya memberikan contoh penerapan dari karakteristik kategori
tersebut. Contohnya adalah sebagai berikut:
- Hewan dikatakan serangga apabila tidak memiliki tulang belakang, memiliki sayap,
memiliki tiga pasang kaki, dan posisi kepalanya terpisah dari badannya.
- Kepala harus terletak di depan badan, keenam kaki dan sayap dari hewan tersebut ada pada
badan.
- Hewan dianggap sebagai serangga dapat memiliki satu pasang sayap atau dua pasang
sayap.
- Untuk bisa dikatakan sayap, benda tersebut harus memiliki karakteristik utuh.
Segala aktivitas keseharian yang meliputi persepsi, konseptualisasi, dan pengambilan
keputusan, semuanya dapat dijelaskan dari sudut pandang pembentukan dan penggunaan
kategori menurut teori belajar Bruner. Dalam IPA, hal ini sangat penting bagi proses
pembelajaran dan interaksi antara individu dengan lingkungan. Contohnya begini, apabila
individu menemukan makhluk yang bergerak maka ia akan segera berpikir bahwa benda yang
dilihatya bukanlah tumbuhan, melainkan hewan. Ia berpikir demikian karena atribut bergerak
hanya dimiliki oleh hewan, tidak dengan tumbuhan. Setelah itu pemikirannya lebih meningkat
lagi, setelah dilihatnya bahwa hewan tersebut mempunyai empat kaki. Ia pun kemudian
berpikir bahwa hewan tersebut tentu bukanlah ikan ataupun burung karena baik ikan maupun
burung tidak mempunyai kaki yang berjumlah empat. Hewan yang mempunyai empat kaki
adalah kelompok reptil atau mamalia, demikian dan seterusnya. Cara seperti ini berlaku juga
untuk semua objek dan kejadian yang dijumpai oleh individu.
Dalam teori belajar Bruner, pengkategorian objek ini memiliki beberapa keuntungan.
Keuntungan tersebut sebagai berikut:
- Dapat mengurangi kompleksitas dari benda atau kejadian yang ada di sekitar individu.
Adanya kategorisasi memungkinkan individu untuk mengenali objek dengan benar.
- Kategorisasi dapat mengurangi keharusan individu untuk selalu belajar.
- Kategorisasi memberikan arahan dan tujuan terhadap aktivitas individu serta memberikan
kesempatan kepada individu untuk menghubungkan objek dengan kelas dari kejadian alam.
Keterberhubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain dapat membentuk kelas
yang lebih besar.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, Bruner menyusun suatu model belajar
yang disebut sebagai model belajar penemuan (discovery learning). Bruner beranggapan bahwa

10
model belajar penemuan sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai sifat untuk selalu
ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang
diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna. Model belajar
penemuan dapat dipandang sebagai suatu belajar yang terjadi apabila seseorang (siswa) tidak
diberikan dengan konsep atau teori, melainkan siswa sendiri yang harus mengelola dan
melakukan penemuan sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu. Peranan guru dalam
pembelajaran ini bukanlah sebagai pemberi informasi, melainkan sebagai penuntun untuk
mendapatkan informasi. Guru diharuskan memiliki strategi yang baik untuk tidak secara
langsung memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peserta didiknya.
Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, Bruner menyumbangkan model
pembelajaran penemuan atau discovery learning. Bruner memberikan tiga ciri utama model
pembelajaran penemuan ini sebagai berikut:
- Adanya keterlibatan peserta didik dalam proses belajar.
- Guru berperan sebagai seorang penunjuk atau guide dan pengarah bagi siswanya yang
mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai informasi.
- Proses pembelajaran dilangsungkan dengan benda-benda nyata.
d. Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne, belajar merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk
mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga
perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.
Seseorang dapat mengetahui belajar telah berlangsung pada diri seseorang apabila dia
mengamati adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, dan perubahan tersebut
bertahan lama.
Teori belajar yang menganggap belajar sebagai suatu proses, seperti yang dikemukakan
oleh Gagne bertitik tolak dari suatu analogi antara manusia dan komputer. Menurut model ini
yang disebut model pemrosesan informasi (information processing model), proses belajar
dianggap sebagai transformasi input menjadi output seperti yang lazim terlihat pada sebuah
komputer. Model pemrosesan informasi yang digunakan Gagne dapat dilihat pada bagan
berikut:

11
Model ini menunjukkan aliran informasi dari input ke output. Menurut Gagne,
rangsangan/stimulus dari lingkungan (environment) memengaruhi alat-alat indera yaitu
penerima (receptors). Stimulus tersebut masuk ke dalam sistem syaraf melalui indera
penerimaan (sensory register). Di sini informasi diberi kode, artinya informasi diberi suatu
bentuk yang mewakili informasi aslinya dan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat.
Melalui persepsi selektif, hanya bagian-bagian tertentu dari informasi yang diperhatikan.
Bagian-bagian ini dimasukkan dalam memori jangka pendek (short term memory) dalam waktu
singkat, sekitar beberapa detik saja. Tetapi, informasi dapat diolah oleh internal rehearsal dan
disimpan dalam memori jangka pendek untuk waktu yang lebih lama. Rehearsal dapat juga
mempunyai peranan lain yaitu jika informasi perlu diingat, maka informasi itu sekali lagi dapat
ditransformasikan dan masuk ke dalam memori jangka panjang (long term memory), untuk
disimpan yang kemudian dapat dipanggil lagi.
Suatu saat ketika diperlukan, informasi dari memori jangka pendek ataupun memori
jangka panjang dikeluarkan kembali melalui suatu generator respons (response generator).
Generator respons ini berfungsi mengubah informasi menjadi tindakan. Pesan-pesan dari
generator respons ini mengaktifkan efektor (effector) yang berupa otot-otot untuk
menghasilkan penampilan yang dapat mempengaruhi lingkungan. Penampilan inilah yang
kemudian oleh Gagne dijadikan indikator kesesuaian informasi antara proses yang diharapkan
dan hasil belajar.

12
4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme
a. Kelebihan Teori Kognitivisme
Dalam dunia pendidikan teori ini memiliki peran yang besar sehingga memiliki
kelebihan sebagai berikut :
1) siswa sebagai subjek belajar yang menjadi poin utama sehingga siswa
dituntut untuk belajar dengan Mandiri secara aktif dengan bantuan fasilitator
oleh guru.
2) mengutamakan pembelajaran dengan interaksi sosial antara guru dengan
siswa untuk menambah wawasan perkembangan kognitif siswa dan
menghindari kognitif yang bersifat egosentris.
3) menerapkan apa yang dimiliki siswa sehingga Siswa memiliki pengalaman
dalam eksplorasi kognitif nya lebih dalam berdasarkan apa yang mereka lihat
dan rasakan.
4) pada saat siswa melakukan hal yang benar diberikan reward untuk
menguatkan mereka terus berbuat dengan tepat hadiah tersebut bisa berupa
pujian dan sebagainya dan sebaliknya memberikan hukuman atas kesalahan
yang telah dilakukan untuk menyadari dan tidak mengulangi lagi hukuman
tersebut bisa berupa teguran nasehat tetapi bukan hukuman yang dalam
bentuk kekerasan.
5) materi yang diberikan akan bermakna jika memiliki kaitan yang erat
sehingga siswa dapat Terlatih Untuk mengeksplorasi kemampuan
kognitifnya.
6) pembelajaran dilakukan dari pengenalan materi yang umum ke khusus dan
sebaliknya dari khusus ke umum dari konkrit ke abstrak
7) pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk menemukan unsur-unsur baru
lagi untuk dipelajari yang diartikan pembelajaran dengan orientasi
ketuntasan seperti pada teori behaviorisme
8) adanya konsep yang di dimiliki oleh siswa dikhawatirkan menyebabkan
miskonsepsi dalam memahami materi pembelajaran sehingga dapat
mengganggu aktivitas belajarnya sehingga perlu adanya penyesuaian
integratif.

13
b. Kelemahan Teori Kognitivisme
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar,
sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah.
2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin
memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

5. Pembelajaran IPA
a. Pengertian
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau Sains
yang semula berasal dari bahasa inggris “scientia” yang berarti saya tahu. “Science” terdiri dari
social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Dalam
Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Supriyadi (2009: 3) menjelaskan bahwa sains adalah suatu cara berpikir untuk memahami suatu
gejala alam, suatu cara untuk memahami gejala alam, dan sebagai batang tubuh keilmuan yang
diperoleh dari suatu penyelidikan. Sains mengandung nilai-nilai ilmiah, dalam usaha membaca
alam untuk menjawab hubungan sebab akibat, sains memiliki potensi pengembangan nilai-nilai
individu. Pengkajian terhadap keteraturan sistem alam mendorong peningkatan kekaguman,
keingintahuan terhadap alam, dan kemahfuman akan kebesaran Tuhan yang menciptakannya.
IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi
dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati indera.
Oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan harus melalui suatu rangkaian kegiatan dalam
metode ilmiah serta menuntut sikap ilmiah.
Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu
yang dilakukan terhadap siswa (National Science Educational Standart dalam Purwanti Widhy
H, 2013: 1). Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inquiry dan berbuat sehingga dapat membantu
peserta didik untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar (Purwanti Widhy H, 2013: 2). Trianto (2007: 103) menyatakan bahwa
pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan

14
“membuat”. Hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam. Pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yang
merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Disamping memberikan pengetahuan,
pembelajaran IPA juga diharapkan dapat memberikan keterampilan (psikomotorik),
kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi sebagaimana tujuan
pendidikan secara umum (Trianto, 2012: 142).
Dalam pengelolaan pembelajaran IPA di sekolah, guru harus dapat memberikan
pengetahuan peserta didik mengenai konsep yang terkandung dalam materi IPA tersebut.
Selain konsep, hendaknya guru dapat menanamkan sikap ilmiah melalui model-model
pembelajaran yang dilakukannya. Jadi pelajaran IPA tidak hanya bermanfaat dari segi
materinya namun bermanfaat juga terhadap penanaman nilai-nilai yang terkandung ketika
proses pembelajarannya.
b. Tujuan
Dalam Pusat Kurikulum (2006: 7-8), pembelajaran IPA terpadu mempunyai tujuan.
Berikut ini akan diuraikan tujuan pembelajaran IPA terpadu yaitu:
1) Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas
Anak usia 7-14 tahun masih dalam peralihan dari tingkat berpikir operasional konkrit ke
berpikir abstrak dan masih memandang dunia sekitar secara holistis. Penyajian pembelajaran
secara terpisah-pisah memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan sehingga kurang
efektif dan efisien serta membosankan bagi peserta didik.
2) Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal,
menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antar konsep yang satu dengan konsep yang
lainnya yang termuat dalam tema. Peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh,
menyeluruh, sistemik dan analitik.
3) Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, sarana, dan biaya karena beberapa
Kompetensi Dasar (KD) dapat dicapai sekaligus menjadi sebuah tema. Tema tersebut
didasarkan atas pemaduan sejumlah Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) yang
dipandang memiliki keterkaitan.
Berdasarkan tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan
sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa
mengandung empat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi

15
dengan tujuan memberikan pengetahuan, memberikan keterampilan (psikomotorik),
kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, serta apresiasi.

6. Implikasi teori kognitivisme


1) Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu masalah; anak akan berusaha
membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan
dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan
kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam
benaknya.
2) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada
hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak hingga sampai pada hasil
tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan
memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan
yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan
guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimakud
3) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar. Dalam kelas Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi(ready made
knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan melalui interaksi spontan
dengan lingkungan.

7. Implementasi Teori Belajar Kognitivisme terhadap Pembelajaran IPA SD


a. Implementasi Teori Belajar Piaget
● Langkah-langkah Pembelajaran Menurut Piaget:
1) Menentukan tujuan Pembelajaran.
2) Memilih materi pembelajaran.
3) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif.
4) Menentukan kegiatan belajar yang sesuai dengan topik-topik tersebut, misalnya
penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi dan sebagainya,
5) Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara
berpikir siswa.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

16
b. Implementasi Teori Belajar Ausubel
● Langkah-langkah Belajar Bermakna Menurut Ausubel:
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar,
dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam
bentuk konsep-konsep inti.
4) Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang
akan dipelajari siswa.
5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
● Pelaksanaan
Pembelajaran IPA kelas 4
Tema : 2 (Selalu Berhemat energi)
Materi : Kegiatan Percobaan Matahari Sebagai Sumber Energi
Tujuan : Membuktikan bahwa panas matahari merupakan salah satu bentuk energi
Alat : Kertas, Tisu, Sapu tangan.
Kegiatan guru yang penting adalah memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka
lakukan. Memastikan siswa sudah melaksanakannya dengan benar dan tidak mendapatkan
kesulitan. Guru harus mendasarkan pembelajaran sesuai dengan apa yang disampaikan piaget
yaitu memberikan kesempatan anak untuk menemukan sendiri jawabannya, sedangkan guru
harus selalu siap dengan alternatif jawaban bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Pada akhir
pembelajaran tentunya guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan jawaban
yang diinginkan.

● Pelaksanaan
Pembelajaran IPA kelas 5
Tema : 7 (Peristiwa Dalam Kehidupan)
Materi : Perubahan Wujud Benda
Alasan Pembelajaran IPA dengan teori model Ausubel adalah karena mengedepankan
belajar bermakna akan terjadi apabila informasi baru dapat dikaitkan dengan konsep-konsep
yang sudah terdapat dalam kognitif seseorang. Dalam pembelajaran IPA pastilah siswa secara
langsung menggunakan contoh benda secara nyata yang telah tersedia di lingkungan sekitar.
Melalui teori Ausubel menerapkan desain pembelajaran melalui peta konsep sehingga siswa

17
siswa akan mudah mengaitkan suatu informasi baru contoh perubahan wujud benda
diantaranya cair menjadi padat dengan mengambil contoh air yang dibekukan menjadi es, padat
menjadi cair dengan mengambil contoh es yang mencair, dan padat menjadi gas dengan
mengambil contoh air yang dipanaskan menjadi uap, yang pada proses tersebut
asimilasi/informasi baru tersebut dikaitkan pada sumber-sumber yang relevan.

c. Implementasi Teori Belajar Burner


Pada pembelajaran IPA Kelas 3
Kelas : III
Tujuan Umum : Siswa mengenali bagian-bagian tumbuhan dan mampu mengelompokkan
tumbuhan berdasarkan ciri-ciri dan kegunaannya dengan pengamatan dan penafsiran.
Topik : Tumbuhan mempunyai bagian-bagian tertentu.
Cara Pelaksanaan
a. Ambillah satu tanaman yang lengkap, terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga.
b. Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengamati, kemudian berilah pertanyaan seperti
berikut: Menurut kalian, bagaimana akar dapat berfungsi bagi tumbuhan?
c. Terima seluruh ide atau tanggapan siswa. Berilah kesempatan kepada siswa mengajukan
dan menguji idenya sendiri.
d. Berilah pertanyaan yang lain untuk menanyakan bagian tumbuhan yang lainnya.
Selanjutnya perhatikan gambar di bawah ini.

d. Implementasi Teori Belajar Gagne


Model mengajar menurut Gagne meliputi delapan langkah yang sering disebut kejadian-
kejadian instruksional (instructional events), meliputi:
1) Mengaktifkan motivasi (activating motivation).
2) Memberi tahu pelajar tentang tujuan-tujuan belajar (instructional information).
3) Mengarahkan perhatian (directing motivation).

18
4) Merangsang ingatan (stimulating recall).
5) Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance).
6) Meningkatkan retensi (enhancing retention).
7) Membantu transfer belajar (helping transfer of leaning).
8) a. Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance).
b. Memberi umpan balik (providing feedback).

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Teori belajar kognitivisme lebih mengedepankan proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri. Prinsip teori belajar kognitivisme yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil,
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi, belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman, membagi-bagi situasi materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-
kecil, Belajar merupakan suatu proses internal, belajar merupakan aktivitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks.
Teori belajar piagat menekankan pada proses belajar bukan dari hasil belajar. Proses
belajar yang dikemukakan oleh Jeans Piaget terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan equiblibrasi. Konsep belajar teori ausubel berhubungan dengan bagaimana
peserta didik memperoleh pengetahuan baru (penerimaan atau penemuan) dan mengaitkan
pengetahuan yang diperoleh pada struktur kognitif yang telah dimiliki (hafalan atau bermakna).
Teori Belajar Bruner menganggap bahwa belajar dan persepsi merupakan suatu
kegiatan pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan
menjelaskan gejala yang ada di lingkungan kita. Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,
Bruner menyumbangkan model pembelajaran penemuan atau discovery learning.

20
Daftar Pustaka

Ervina, M. (2018). Implementasi Konsep Belajar Kognitivisme dalam Mata Pelajaran IPA
Sekolah Dasar. Bidayatuna: Jurnal Pendidikan Guru Mandrasah Ibtidaiyah, 1(1), 15-36.

Nurhadi. (2020). Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Edukasi
dan Sains, 87-86.

Nurjan, Syarifan. 2015. Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group

Nurlina,dkk. 2021. Teori Belajar dan Pembelajaran. Makassar: LPP UNISMUH MAKASSAR.

Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan.
Lampung: Anugrah Utama Raharja.

Rahman, Ulfiani. 2014. Memahami Psikologi dalam Pendidikan. Makassar. Alaudin


Univiersity Press.

Rokiyah, I., & Budiastra, A. K. Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA SD.

21

Anda mungkin juga menyukai