Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH INOVASI PEMBELAJARAN (MODEL INOVATIF)

“TEORI BELAJAR KOGNITIFISME”

Dosen Pembimbing : Dr. Siti Wahyuningsih, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Alvindio Yoga Pradista (K8118006/4A)


2. Anita Dwi R (K8118012/4A)
3. Aprilia Dewi (K8118014/4A)
4. Aulia Zahro M (K8118015/4A)
5. Diah Nursita (K8118022/4A)
6. Dyah Prastiwi (K8118025/4A)
7. Fany Agustinawati (K8118027/4A)
8. Felicia Rahma S (K8118029/4A)
9. Fisa Nur Aini (K8118030/4A)
10. Hafizhah Melania (K8118035/4A)
11. Ihdal Khusnayain (K8118037/4A)
12. Intan Karuniawati (K8118038/4A)

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2020
Puji syukur kehadiran ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah pada
kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul :”TEORI BELAJAR
KOGNITIFISME” . Adapun makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah INOVASI
PEMBELAJARAN.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Tidak lepas dari semua itu kami menyadari bahwa dalam
menyelesaikan makalah ini, tentu masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik
dari susunan kata maupun kalimat serta tata bahasa yang kami gunakan. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini menjadi makalah yang lebih baik.

Semoga makalah ini yang kami buat dapat memberikan informasi yang berguna bagi
masyarakat serta bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih mengetahui tentang
pengembangan diri dalam kewirausahaan.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Surakarta, 3 Maret 2020

Penyusun

(Kelompok 1)
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................ I
Daftar Isi..................................................................................................................... Ii

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................. 2

Bab II Pembahasan
A. Pengertian Kognitifisme…………….……………………….......................................... 3
B. Ciri-ciri Teori Kognitifisme……………...........………………………………………..……….. 5
C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme…………..…………………………………… 7

D. Aplikasi Teori Kognitivisme ……………………….……………………………………….......... 8


E. Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar ……………………………….......................... 9

F. Tokoh Teori Belajar Kognifisme & Konsep Yang Digunakan…………………………………. 10

Bab III Penutup


A. Kesimpulan.................................................................................................... 24
B. Saran.............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori belajar dan pembelajaran muncul karena kebingungan yang dialami oleh para psikolog
pendidikan, setelah mereka mengalami kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh.
Kemudian sebagian psikolog merundingkan kebingungan tersebut menjadi suatu pengertian yang
memperjelas belajar dan proses belajar. Belajar merupakan proses dimana seseorang dari tidak tahu
menjadi tahu. Proses belajar dimulai sejak manusia masih dalam kandungan sampai dengan sepanjang
hayatnya. Setiap manusia memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda antara manusia satu
dengan manusia yang lain. Keistimewaan manusia sendiri memiliki kapasitas belajar yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kapasitas belajar dan proses belajar pada manusia
terjadi dalam kurun waktu yang lama dan telah menghasilkan berbagai teori tentang belajar.

Salah satu teori belajar yang paling tua adalah teori belajar behavioristik (teori tingkah laku).
Teori belajar behavioristik menjadi dasar teori belajar yang lain. setelah munculnya teori behavioristik
kemudian muncullah teori belajar kognitivisme, konstruktivisme, humanistik dll. Teori belajar
merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk
belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam
merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu dengan adanya teori belajar
akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan
dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar kognitifisme secara umum?
2. Apa saja ciri-ciri teori belajar kognitifisme?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitifisme?
4. Bagaimana aplikasi/implementasi teori belajar kognitifisme?
5. Siapa saja tokoh teori belajar kognitifisme?
6. Apa saja konsep yang digunakan oleh para tokoh tersebut?

C. Tujuan
Dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
beberapa teori belajar dari berbagai tokoh penelitian terkhusus pada teori belajar kognitifisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kognitivisme

`Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai
hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering
disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak.

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam
akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental
yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara
individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu
perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali
lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik
simpulan dan sebagainya.

Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-
menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Teori kognitivisme
mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan
lingkungan sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam
pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum
dapat berfikir secara abstrak.Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar, yaitu: Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga
melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)

B. Ciri-ciri Teori Kognitivisme

Adapun ciri-ciri dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:

a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia

b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian

c) Mementingkan peranan kognitif

d) Mementingkan kondisi waktu sekarang

e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

C. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme

a) Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan
belajar secara lebih mudah.

b) Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.

D. Aplikasi Teori Kognitivisme

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa
bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.

Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan beberapa petunjuk aplikasi teori
pemrosesan informasi, yaitu

1. Guru hendaknya yakin bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari. Karena itu
untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan memberikan tanda tertentu
misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan tulis, berkeliling ruangan atau berbicara dengan
irama, memulai pelajaran dengan mengajukan pertanyaan yang membangkitkan minat siswa terhadap
topik yang dibicarakan,

2. Membantu siswa membedakan iinformasi yang penting dengan informasi yang tidak penting untul
memusatkan perhatian misalnya dengan menuliskan tujuan pembelajaran, waktu menjelaskan berhenti
sejenak dan mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa yang dijelaskan,

3. Membantu siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang diketahui misalnya dengan
mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk mengingat kembali dan menghubungkan dengan
informasi baru, menggunakan diagram atau garis untuk menunnjukkan hubungan informasi baru
dengan informasi yang dimiliki,

4. Sediakan waktu untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi dengan memulai pelajaran
meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes pendek yang sering, membuat permainan atau
siswa saling berpasangan bertanya jawab,

5. Sajikan pelajaran secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan pembelajaran, membuat
ikhtisar atau rangkuman, dan

6. Utamakan pembelajaran bermakna bukan ingatan misalnya dengan mengajarkan perbendaharaan kata-
kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah dimiliki.

Dalam proses pembelajaran kita jumpai serial learning dan free recall learning, yaitu belajar fakta
menurut urutan tertentu, misalnya urutan rukun iman, rukun islam, atau berwudlu serta urutan warna,
urutan peristiwa dalam sejarah. Sedangkan free recall learning ialah mempelajari daftar yang tidak perlu
diurut, misalnya nama-nama nabi atau rasul, nama tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.

Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara (a) organisasi
atau penyusunan misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan dipelajari menjadi kategori yang
mempunyai arti dan mudah diingat, (b) metode loci, artinya tempat. Ialah metode alat bantu mengingat
dimana seorang membuat gambaran pikiran yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu, (c) irama,
metode mengingat dalam bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun
iman dengan nyanyian[9][9].

E. Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar


Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat diamati langsung. Perubahan
terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan
dalam tingkah laku adalah refleksi dari perubahan internal.

Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif berpendapat bahwa reinforcement dalam sangat
penting. Hanya saja reinforcement dalam teori behavioristik berfungsi memperkuat respon atau tingkah
laku, sementara dalam teori kognitif berfungsi sebagai sumber umpan balik. Umpan balik ini memberi
tahu tentang apa yang mungkin terjadi kalau tingkah laku diulang-ulang. Dalam teori ini reinforcement
juga berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian yang mengarah ke pemahaman dan penguasaan.

F. TOKOH TEORI BELAJAR KOGNIFISME & KONSEP YANG DIGUNAKAN

1. Robert M. Gagne

Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :

a) Reseptor

b) Sensory register

c) Short-term memory

d) Long-term memory

e) Response generator

Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang
dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi
rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.

b. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya
menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan
perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian
hilang dalam system.
c. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual dan
menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek
dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya
juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan
selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.

d. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori
jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk
dipakai kapan saja.

e. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka
panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

Ada berbagai klasifikasi teori belajar sesuai dengan pendekatan yang digunakan, salah satunya
adalah teori belajar kognitif. Dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tentang teori belajar
kognitif, satu diantaranya adalah Robert Mills Gagne. Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi
oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu
seseorang. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah dan berbagai
lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang
dan selanjutnya akan menentukan menjadi apa ia nantinya.

Pembelajaran menurut Gagne (dalam Miarso, 2004, hlm. 245) adalah seperangkat proses yang
bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa
eksternal di lingkungan indivisu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih
bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat
diterima oleh panca indra yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar.

Hierarki Belajar menurut Gagne

Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011, hlm. 67), belajar konsep merupakan suatu bagian dari
suatu hierarki delapan bentuk belajar. Dalam hierarki ini, setiap tingkat belajar bergantung pada
tingkat-tingkat sebelumnya. Hierarki belajar Gagne yaitu :

1. Belajar tanda sinyal (signal learning)

Dari sinyal yang dilihat, anak akan memberi reson tertentu


2. Belajar stimulus respon (stimulus response learning)

Seorang anak akan memberi respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus tertentu

3. Belajar merangkai tingkah laku (behaviour chaining learning)

Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar S - R yang sederhana

4. Belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning)

Hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti : rantai verbal, tentang memberi nama obyek dan
koneksi kata menjadi urutan verbal

5. Belajar diskriminasi (discrimination learning)

Kemampuan untuk menghubungkan beberapa kemampuan chaining sebelumnya

2. Teori perkemangan kognitif Vygotsky


Lev Vygotsky adalah seorang psikolog yang berasal dari Rusia dan hidup pada masa revolusi
Rusia. Vygotsky dalam menelurkan pemikiran-pemikirannya di dunia psikologi kerap menghadapi
rintangan oleh pemerintah Rusia saat itu. Perkembangan pemikirannya meluas setelah ia wafat pada
tahun 1934, dikarenakan menderita penyakit TBC. Vygotsky pun sering dihubungkan dengan psikolog
Swiss bernama Piaget. Lahir pada masa yang sama dengan Piaget,seorang psikolog yang juga
mempunyai keyakinan bahwa keaktifan anak yang membangun pengetahuan mereka. Vygotsky
meninggal dalam usia yang cukup muda, yaitu ketika masih berusia tiga puluh tujuh tahun.Vygotsky
adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara
bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas
batinnya sendiri.Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat
seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan.

Perkembanagan kognitif terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan
menantang serta ketika mereka beruasaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam
upaya mendapatkam pemahaman, individu berusaha menagaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Perkembangan
kognitif dalam pandangan Vygotsky diperoleh melalui dua jalur, yaitu proses dasar secara biologis dan
proses psikologi yang bersifat sosiobudaya.
Vygotsky percaya bahwa perkembangan anak mencakup perubahan kualitatif dan kuantitatif. Saat
perubahan kualitatif terjadi, seluruh sistem fungsi mental mengalami restrukturisasi besar, yang
berakibat pada munculnya bentuk kognitif dan sosial-emosional baru atau pencapaian perkembangan.
Demikian juga dengan adanya periode dimana tidak ada pembentukan baru yang terjadi, tapi
anak-anak masih mengembangkan kemampuan mereka yang ada. Selama periode ini, pertumbuhan
terjadi sebagai perubahan kuantitatif dalam jumlah hal yang bisa diingat dan diproses oleh anak.
Meskipun secara tegas bukan “stage theory” (teori bahwa perkembangan berlangsung melalui
beberapa tahap), pandangan Vygotsky mencakup konsep “periode usia” masa bayi, usia prasekolah
dan taman kanak-kanak, usia sekolah dasar dan remaja, setiap masa berdasar pada masa sebelumnya
dan setiap masa ditentukan oleh rangkaian pencapaian perkembangannya yang unik (Roopnarine,
2011:253)
Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi
kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky
juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauankemampuannya atau tugas-tugas itu
berada dalam zona of proximal development
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat konsep, yaitu:
 Konsep Sosiokultural
Teori belajar vgotsky, merupakan pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-
revolution dalam teori belajar dan pembelajaran. Lev vgotsky mengatakan bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran
seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya,
melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, bukan
dari individu (Budiningsih, 2003: 42-43) . Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat
penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-
anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan
fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan
perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan,
berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat
kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada
anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang
dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk
gambaran batin anak tentang dunia.

 Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)


Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona perkembangan proksimal (zone of
proximal development) atau dapat diartikan sebagai daerah perkembangan terdekat (DPT).
Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual
tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai
masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan instrumental, sedangkan tingkat
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk meyelesaikan tugas-tugas dan
memecahkan masalah ketika di bawah bimingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan
teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak antara
keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal (Budiningsih, 2003:44).
 Scaffolding
Dimana pada konsep ini menekankan dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan
masalah sebagai suatu hal penting dalam pemikiran konstruktivitas modern (Mappalotteng, 2008:7).
Menurut Horowitz (2005) yang dikutip oleh Santrok (2009:64), scaffolding berhubungan erat dengan
ZDP. Scaffolding berarti mengubar tingkat dukungan. Di sepanjang sesi pengajaran, seseorang yang
lebih terampil (seorang guru atau teman sebaya yang lebih ahli) menyesuaikan jumlah bimbingan
sesuai dengan kinerja anak yang ada. Ketika siswa sedang mempelajari sebuah tugas baru, orang yang
lebih terampil dapat melakukan pengajaran langsung. Seiring meningkatnaya kompetensi siswa,
bimbingan yang diberikan lebih sedikit. Scaffolding sering kali digunakan untuk membantu siswa
mencapai batas atas dari zona perkembangan proksimal mereka.
 Bahasa dan Pikiran
Penggunanan dialog sebgai alat scaffolding hanyalah satu contoh dari peran penting bahasa dalam
perkembangan anak. Menurut Vygotsky, anak-anak menggunakan percakapan tidak hanya untuk
komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka memecahkan tugas. Vygotsky lebih percaya
bahwa anak-anak menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing, dan membantu perilaku
mereka. Penggunaan bahasa untuk pengaturan diri (self-regulation) ini dinamakan private speech.
Sebagai contoh, anak-anak kecil berbicara keras-keras kepada diri mereka sendiri mengenai hal-hal
seperti mainan mereka dan tugas-tugasyang sedang berusaha mereka selesaikan. Jadi, ketika mereka
mengerjakan sebuah puzzle, seorang anak mungkinb erkata, “potongan ini tidak cocok; mungkin aku
akan mencoba yang itu”. Beberapa menit kemudian ia megatakan, “ini sulit”. Bagi Piaget, private
speech adalah egosentris dan tidak dewasa, tetapi bagi Vygotsky, hal ini merupakan sebuah alat
penting dari pemikiran selama tahun-tahun pada masa kanak-kanak awal. Ketika anak-anak berbicara
kepada diri sendiri, mereka menggunaka bahasa untuk mengatur perilaku mereka dan membimbing
diri sendiri. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada awalnya berkembang secara
independen satu sama lain dan kemudian bergabung. Ia menekankan bahwa semua fungsi mental
memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain sebelum mereka dapat berfokus pada pemikirann-pemikiran mereka sendiri
(Santrok, 2009: 65).
3. Teori Belajar Menurut Jerome Bruner (1915-2016)
Jerome Bruner adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi
perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara
realis.
3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang
akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi
perkembangan kognitifnya.
5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara
manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara
simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai
situasi.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic.
1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2. Tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambargambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang
dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak, berarti ia
tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam
proses belajar.
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembang-kan kemampuan
berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang
matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep,
prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk
belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning). Brunner meyakini bahwa proses belajar
akan berjalan dengan optimal apabila siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan konsep,
teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya sehari-
hari. Sebagaimana bagan di atas, Brunner meyakini bahwa perkembangan bahasa memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan kognitif anak.
Ciri khas teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain. Teori Bruner mempunyai
ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang discovery yaitu belajar dengan menemukan
konsep sendiri. Disamping itu, teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan – pengulangan,
maka desain yang berulang – ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut dosen untuk memberi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana hingga yang kompleks, dimana materi yang telah diberikan suatu saat muncul kembali
secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
mahasiswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Pengetahuan yang diperoleh
dengan belajar penemuan yang menunjukkan beberapa kebaikan yaitu :

1) Pengetahuan lama diingat

2) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang baik

3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran mahasiswa dan kemampuan


untuk berfikir secara bebas.
4. Teori Perkembangan Jean Piaget (1896-1980)

Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka semakin
kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu
berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang
akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget
tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula
secara kualitatif. Collin, dkk (2012) menggambarkan pemikiran Piaget sebagai berikut:

Anak-anak berubah melalui


Proses perkembangan
empat tahap
kognitif anak sangat
perkembangansecara
berbeda dari orang dewasa
otonom dan mandiri

Guru harus memberikan tugas


Tujuan akhir dari pendidikan
yang sesuai dengan tahapan
adalah menciptakan manusia
perkembangan anak dan
yang dapat membuat sesuatu
memelihara kemandirian
yang baru
berpikir dan kreativitas

Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan


dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada
satu sisi dengan apa yang mereka lihat, misalnya suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau
persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan
mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada
sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat
dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka
informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah
dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut
akomodasi. Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif
atau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau
dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi strutur kognitif. Menurut Piaget, proses
belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi
(penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi
baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan
proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi
adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang
anak sudah memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi
proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip
pembagian (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-
soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat
mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga
stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan
yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya.
Proses inilah yang disebut ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang
akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak pada caranya
berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi
akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitif. Sebagaimana dijelaskan di
atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif
merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap
perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-
tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya
harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di
luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat
yaitu;

1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)


Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.
Kemampuan yang dimilikinya antara lain:

a. Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan obyek di sekitarnya.

b. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.

c. Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.

d. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.

e. Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

2. Tahap pra operasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan
mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan
intuitif. Praoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam
memahami obyek. Karakteristik tahap ini adalah:

a. Self counter nya sangat menonjol.

b. Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.

c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda.

d. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.

e. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara
deretan.

3. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun)

Anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam
menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak
telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah:

a. Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori obyek, tetapi kurang disadarinya.
b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.

c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

d. Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar.

Dia mengerti terhadap sejumlah obyek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak
kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia
7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah obyek adalah tetap sama meskipun obyek itu dikelompokkan
dengan cara yang berbeda.

4. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan
yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan
berpikir logis, akan tetapi hanya dengan bendabenda yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe
tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini
memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak
sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil
yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi. Namun sungguhpun anak
telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering
problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran
konkrit, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih
memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

5. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun).

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiahvdengan tipe hipothetico-
deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan,
menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:

a. Bekerja secara efektif dan sistematis.


b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya,
misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.

c. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2, dan R
misalnya.

d. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations
paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan
bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan
formal-operations. Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap praoperasiaonal, dan akan
berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkrit, bahkan dengan
mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Empat tahap perkembangan Piaget (Collin,
2012) ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pada tahap sensorimotor, anak belajar tentang dunia melalui sentuhan dan indera lainnya

b. Anak mulai mengatur objek secara logis pada tahapan pra-operasional

c. Dalam tahap operasional kongkrit, Kuantitas/ isi dipengaruhi oleh bentuk yang berbeda

d. Penalaran verbal dan pemikiran hipotetis anak berkembang pada tahap operasional formal

Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan
semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif
para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-
tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan
karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

5 Teori Kognitif Albert Bandura


Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar
Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama
Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura
(Bandura, 1962) juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru
(imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial
dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial.
Konsep-konsep Utama dari Teori Kognitif Sosial
Sudah jelas bahwa konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentang
observational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam
lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal,
atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari
individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa
timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical
reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis(Baran & Davis, 2000: 184).
Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat sepatu dengan
memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses ini disebut
proses modeling. Sebagai tambahan bagi proses peniruan interpersonal, proses modelingdapat juga
terlihat pada narasumber yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa meniru bagaimana cara
memasak kue bika dalam sebuah acara kuliner di televisi. Meski demikian tidak semua narasumber
dapat memengaruhi khalayak, meski contoh yang ditampilkan lebih mudah dari bagaimana cara
membuat kue bika. Di dalam kasus ini, teori kognitif sosial kembali ke konsep dasar " rewards and
punishments" -- imbalan dan hukuman-- tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial.

Teori Kognitif Sosial dan Media Komunikasi

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asumsi dari teori kognitif sosial adalah bahwa
proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model yang menampilkan suatu perilaku
dan mendapatkan imbalan atau hukuman karena perilaku tersebut. Melalui pengamatan ini, orang tersebut
akan mengembangkan harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi jika ia melakukan perilaku yang
sama dengan sang model. Harapan-harapan ini akan memengaruhi proses belajar perilaku dan jenis
perilaku berikutnya yang akan muncul. Namun, proses belajar ini akan dipandu oleh sejauhmana orang
tersebut mengidentifikasi dirinya dengan sang model dan sejauh mana ia merasakan efikasi diri tentang
perilaku-perilaku yang dicontohkan sang model.

Aplikasi dari teori kognitif sosial pada studi tentang kekerasan melalui televisi
mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tak diinginkan pada khalayak
pemirsanya. Bagaimanapun, para sarjana komunikasi dan peneliti riset aksi (action research)juga
mempertimbangkan aplikasi yang lebih berguna dari teori kognitif sosial ini. Makin banyak saja para
sarjana komunikasi yang menggunakan konsep hiburan dan pendidikandalam mempertimbangkan
bagaimana pesan-pesan program hiburan bisa digunakan untuk menimbulkan perubahan perilaku dan
sosial. Misalnya penelitian tentang bagaimana telenovela yang disiarkan di banyak negara selain dapat
menghibur juga dapat menyampaikan isu tentang keluarga berencana, persamaan hak pria dan wanita, dan
reformasi pertanian. Banyak juga opera sabun Amerika yang memang dibuat dalam kerangka kognitif
sosial yaitu dengan menggunakan karakter-karakter yang menarik yang mendapatkan penghargaan atau
hukuman sebagai pemodelan dari perilaku secara nyata.

Teori Kognitif Sosial juga digunakan dalam aplikasi komunikasi kesehatan masyarakat. Misalnya
untuk kampanye tentang Demam Berdarah, atau Flu Burung digunakan artis terkenal atau tokoh yang
menarik yang karena mengikuti anjuran pemerintah untuk pencegahan, bisa terhindar dari penyakit
tersebut. Pemakaian artis terkenal atau tokoh yang menarik akan memicu orang untuk lebih waspada
terhadap kedua penyakit tersebut.

6. Teori Kognitif David Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausebel memberi penekanan pada
belajar bermakna. Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan
pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun
dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagaian atau
seluruh materi yang akan diajarkan.

Dalam tingkat ke dua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan
yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat juga hanya
mencoba-coba menghafalkan informasi baru itutanpa menghubungkan dengaan pengetahuan yang sudah
ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

 Belajar Bermakna
Bagi Ausebel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam belajar bermakna,
informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsumer yang telah ada. Dalam belajar bermakna,
informasi baru a, b, c dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif (subsume A, B, C).
Menurut Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga kebaikan dalam dari belajar bermakna, Yaitu: (1).
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (2). Informasi yang tersubsumsi
berakibatkan peningkatan deferensiasi dari subsume subsume, jadi memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi belajar yang mirip, (3). Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi akan
mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

 Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep konsep relevan atau subsume-
susumer relevan, informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif,
akan terjadi belajar hafalan.

Faktor faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel ialah struktur
kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Sifat sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti arti yang timbul saat
informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif, demikian pula proses interaksi yang terjadi. Prasyarat
belajar bermakna sebagai berikut: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, (b)
siswa yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna, tujuan siswa merupakan factor
utama dalam belajar bermakna.

Menerapkan Teori Ausubel dalam Mengajar

Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, agar terjadi belajar bermakna, konsep
baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
siswa. Konsep atau prinsip yang perlu diperhatikan dalam belajar bermakna:

1. Pengaturan awal

Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka
untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan dalam membantu
menanamkan pengetahuan baru.

2. Diferensiasi Progresif

Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep yang paling inklusif, kemudian konsep
kurang inklusif, dan terakhir adalah hal hal yang paling khusus
3. Belajar Superordinat

Belajar superordinate terjadi bila konsep konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

4. Penyesuaian Integratif

7. Teori Kognitifisme Kurt Lewin

Kurt Lewin Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Cognitive-Field dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat
dari perubahan dalam struktur kognitif'. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi
antar kekuatan bail: yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang
berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.

Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin adalah :

1. Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi
2. Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya dipisahkan :
dan
3. Orang yang kongkrit dalam situasi yang kongkrit dapat digambarkan secara matematis. Medan
didefinisikan sebagai "keseluruhan fakta-fakta yang bereksistensi yang dipandang, sebagai saling
tergantung."

Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan agar kekuatan – kekuatan baik yang
dari dalam diri individu seperti : tujuan , kebutuhan, tekanan kejiwaan dan dari luar diri individu, seperti
tantangan dan permasalahan.

Hall dan lindzey merangkum poin utama Teori Medan Kognitif Lewin sebagai berikut :

1. Perilaku adalah fungsi dari medan yang ada pada saat perilaku tersebut terjadi.
2. Analisa tingkah laku dimulai dengan sebagai keseluruhan dari komponen – komponen tingkah laku
yang terpisah dan berbeda.
3. Individu yang konkret dalam sebuah situasi nyata ( konkret) dapa digambarkan secara sistematis.

Dalam teori ini kita juga bisa melihat bagaimana Kurt Lewin berpertautkan pemahaman dari topologi
(lifespace misalnya), psikologi ( kebutuhan , aspirasi) dan sosiologi ( misalnya medan gaya-motif
yang jelas tergantung pada tekanan kelompok). Ketiganya saling berhubungan dalam sebuah tingkah
laku. Dan intinya , teori medan merupakan sekumpulan konsep dimana seseorang dapat
menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep – konsep teori medan telah diterapkan pada tingkah
laku bayi dan anak – anak , masa adelesen, keterbelakangan mental, masalah – masalah kelompok
minoritas, perbedaan karakter nasional dan dinamika kelompok.

Penggunaan teori medan dalam belajar

1. Belajar sebagai perubahan system kognitif.


Teori medan mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu medan atau
lapagan psikologis, menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
yaitu mempelajari bahan ajar, maka timbulah motif unutk mengatasi hambatan itu yaitu dengan
mempelajari bahan belajar tersebut.

2. Hadiah dan hukuman menurut Kurt Lwin


Kurt Lewin menggambarkan bahwa situasi yang mengandung hadiah atau hukuman itu sebagai
suatu yang mengandung konflik.
3. Masalah berhasil dan gagal
Kurt Lewin kelbih setuju menggunakan istilah sukses dan gagal daripada istilah hadiah dan
hukuman. Karena, apabila tujuan – tujuan yang akan kita capai itu adalah interinsik, maka kita
lenih tepat menggunakan istilah berhasil atau gagal.
4. Sukses memberi mobilisasi energy cadangan .
Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika kepribadian itu dikarenakan oleh adanya energy dalam
diri seseorang yang disebut energy psikis. Energy psikis inilah yang akan digunakan untuk
aktivitas seperti mengamati, mengngat, berfikir dan sebagainya.

8. Donald A. Norman dengan teori Hukum Pembelajaran (Law of Learning)


Hukum pembelajaran (law of learning) adalah pemikirannya tentang belajar yang terwujud dalam
tiga hukum, semuanya yang menekankan pada causal hubungan antara tindakan dan hasil. Meliputi:
1. Hukum hubungan sebab akibat (The law of causal relationship)
Adalah untuk suatu organisme untuk menghubungkan belajar antara suatu tindakan khusus dan
suatu hasil, sesuatu yang harus menjadi suatu hubungan sebab akibat yang jelas diantara
keduanya. Ini yang disebut hukum hubungan sebab akibat.
2. Hukum belajar sebab akibat (The law of causal learning)
Dalam hukum belajar sebab akibat mempunyai dua bagian: pertama, untuk hasil yang diinginkan,
organisme yang mencoba untuk mengulangi tindakan-tindakan tertentu yang memiliki suatu
hubungan sebab akibat yang jelas pada hasil yang diinginkan. Kedua, untuk hasil yang tidak
diinginkan, organisme yang mencoba untuk menghindari tindakan-tindakan itu yang mempunyai
suatu hubungan sebab akibat yang jelas untuk hasil yang tidak diinginkan.
3. Hukum umpan balik informasi (The law of information feedback)
Dalam hukum umpan balik informasi ini, hasil dari suatu penyajian peristiwa sebagai informasi
tentang peristiwa tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori belajar kognitif lebih menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan


oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses belajarnya dibandingkan hasil
belajarnya. Tokoh dalam teori belajar kognitivisme dari Gesalt yang memandang bahwa
objek atau peristiwa tertentu akan di pandang suatu keseluruhan yang terorganisi, teori
belajar medan kognitif dari Kurt Lewin yang memandang bahwa setiap individu berada
dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis, teori perkembangan Jean Piaget
yang memandang bahwa perkembangan kognitif merupakan proses genetik, yaitu suatu
proses yang didasarkan mekanisme biologis, perkembangan sistem saraf, teori belajar
discovery learning dari Jerome S. Bruner yang memandang bahwa anak harus berperan
secara aktif saat belajar dikelas. Konsepnya adalah belajar dengan menemukan siswa
mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang
seuai tingkat kemajuan berfikir anak

B. SARAN

Teori belajar kognitif sebaiknya digunakan untuk landasan atau dasar yang harus
dipahami oleh guru ataupun calon guru pada khususnya dan pada masyarakat pada
umumnya. Agar apa yang dipelajari dapat digunakan dalam kegiatan belajar dan
pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

http://muhardin1995.blogspot.com/2015/05/teori-belajar-kognitivisme.html?m=1

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Kognitif_sosial

ftik.iainpurwokerto.ac.id

http://samplingkuliah.blogspot.com/2017/10/teori-belajar-gagne-2.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai