Anda di halaman 1dari 17

TEORI BELAJAR, MODEL PEMBELAJARAN RME,

DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran
Dengan dosen pengampu: Aries Tika Damayani,S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Fika Novita Haryanti (13120365)


2. Vela Nur Hikmah (13120374)
3. Deni Inayatul Karimah (13120376)
4. Atok Suprayato (13120378)
Kelas : 4I

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Teori
Belajar, Model Pembelajaran RME,dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Inovasi Pembelajaran di Universitas PGRI Semarang.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini,

2
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pngantar ............................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................... 1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Teori Belajar ............................................................................... 4
B. Model Pembelajaran RME (Realistic Matematic Education).................................... 9
C. Unsur Karakteristik Model RME............................................................................... 12
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 14
B. Saran .............................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar
berlangsung. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan
hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks
inheren pembelajaran.
RME adalah suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang
berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus
dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu
sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari teori belajar ?
2. Apa saja macam-macam teori belajar itu ?
3. Apa pengertian dari masing-masing teori belajar ?
4. Bagaimana model pembelajaran RME itu ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari teori belajar.
2. Mengetahui macam-macam dari teori belajar.
3. Mengetahui pengertian dari masing-masing teori belajar.
4. Mengetahui model pembelajaran RME.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar
Sumadi Suryabrata (1983:5) menjelaskan pengertian belajar dengan
mengidentifikasikan ciri-ciri yang disebut belajar, yaitu: “Belajar adalah aktivitas yang
menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti behavioral changes)
baik aktual maupun potensial; perubahan itu pada pokoknya adalah diperolehnya
kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; perubahan itu terjadi
karena usaha”.
Menurut Begge (1982:1-2), belajar adalah suatu perubahan yang berlangsung dalam
kehidupan individu sebagai upaya perubahan dalam pandangan, sikap, pemahaman atau
motivasi dan bahkan kombinasi dari semuanya. Belajar selalu menunjukkan perubahan
sistematis dalam tingkah laku yang terjadi sebagai konsekwensi pengaalaman dalam
situasi khusus.
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar
berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori
belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar,
sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.

Macam-Macam Teori Belajar


Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar seperti
(Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986 ) yang memaparkan tentang teori
belajar yang secara umum dapat di kelompokkan dalam empat kelompok atau aliran
yang meliputi :

1. Aliran Behavioristik (tingkah laku)


Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik), tidak lain
adalah perubahan dalam tingkah laku sebaga iakibatdari interaksi antara stimulus
dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkaryadalam
aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson, (1963); Hull, (1943); dan
Skinner, (1968).

5
a. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
belajara dalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak
bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis”
(connectionism).

b. Watson
Berbedadengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah
Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang
“bisadiamati”(observable)”. Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadidalam belajar dan menganggapnya
sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan
mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan
tetapi factor–factor tersebut tidak bias menjelaskan apakah proses belajar sudah
terjadi atau belum.

c. Skinner 
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa
program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-
program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat
(reinforcement),adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori
skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
3) Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari
hukuman.

6
4) Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5) Dalam pembelajaran digunakan shapping.

2. Aliran Kognitif
a. Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif   yang
kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yakni 1). Asimilasi, 2). Akomodasi, dan  3). Equilibrasi (penyeimbangan).
Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru
kestruktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah
penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

b. Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga manfaat;
1) Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang
akan dipelajari oleh siswa.
2) Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa
saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.

c. Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara
mengajarkan penjumlahan.

3. Aliran Humanistik
a. Bloom dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin di
kuasai (dipelajari) oleh siswa yang tercakup dalam tiga kawasan berikut:

7
 Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
- Pengetahuan ( mengingat dan menghafal )
- Pemahaman ( menginterpretasikan )
- Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah )
- Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
- Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh )
- Evaluasi ( membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya )
 Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu :
- Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
- Merespons (aktif berpartisipasi)
- Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
- Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
- Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)
 Psikomotorik
Psikomotor terdiri daari lima tingkatan, yaitu:
- Peniruan (menirukan gerak)
- Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
- Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
- Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus gerakan dengan benar)
- Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
b. Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu :
1) Pengalaman konkret
2) Pengamatan aktif dan reflektif
3) Konseptualisasi
4) Eksperimen aktif

4. Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

8
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. 
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif
membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan
dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget


Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran
guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai
fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar
kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata
yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai
berikut:
 Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki
struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema
terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan
kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia
dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat
dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam
struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan
9
binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah
skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui
proses asimilasi dan akomodasi.
 Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam
skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu
berkembang.
 Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian
orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
 Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.

b. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky


Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan
pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya
bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-
simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir,
berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan

10
kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar
menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri
sendiri.

B. Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME)
RME adalah suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang
berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus
dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu
sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi.
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah
yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya
konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran
matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik RME, sehingga siswa
mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Dan
siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk
memecahkan masalah sehari-hari. Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia
nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. (Trevers,
1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998).

Prinsip Realistic Mathematics Education (RME)


Terdapatprinsip-prinsippembelajaranrealistikdalamkurikulummatematikarealistikyaitu:
1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai
sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2. Perhatian diberikan kepada pengembangan model-model, situasi, skema, dan
simbol-simbol.
3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menja
dikonstruktif dan produktif, siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri
sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju
matematika formal.
4. Interaktif sebagai  karakteristik dari proses pembelajaran matematika
5. Interwinning (membuat jalinan) antar topic atau antar pokok bahasan.

11
Kaitan RME dengan Teori Konstruktivisme
Adapun menurut pandangan konstruktivis pembelajaran matematika adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep
matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini
berperan sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru memang harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep
matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau
mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan
konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam
pembelajaran matematika.
Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika
berorientasi pada:
1. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
3. Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu
kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan pengalamannya.
4. Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka
katakan atau tulis.

Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematic Education


 Kelebihan Pendekatan Realistic Mathematic Education
1. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.
2. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
3. RME memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama
antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan
atau menggunakan caranya sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan
membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang

12
lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan
tujuan dari penyesaian soal atau masalah tersebut.
4. RME memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari
matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk
mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang
sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses
tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

 Kelemahan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)


Beberapa kelemahan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah
sebagai berikut:
1. Upaya mengimplementasikan RME membutuhkan perubahan pandangan yang
sangat mendasar megenahi beberapa hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan,
misalnya mengenahi siswa, guru, dan peranan soal kontekstual. Di dalam RME,
siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang
sudah “jadi” tetapi dipandang sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-
konsep matematika. Guru tidak lagi terutama sebagai pengajar, tetapi lebih
sebagai pendamping bagi siswa.
2. Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut
RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari
siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan
bermacam-macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyesaikan
soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.

C. Unsur Karakteristik Model Pembelajaran RME


1. Sintakmatik
a. Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini guru menyajikan masalah konstektual kepada siswa.
Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih dahulu.
Karakteristik pendekatan Realistic Mathematic Education yang muncul pada
langkah ini adalah mennggunakan konsteks.

13
b. Menjelaskan masalah kontekstual
Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah
kontektual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi
petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk
memahami masalah. Karakteristik pendekatan Realistic Mathematic Education
yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara
guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
c. Menyelesaikan masalah kontektual
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontektual secara
individu berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk
yang telah disediakan. Pada tahap ini, dua prinsip pendekatan Realistic
Mathematic Education yang dapat dimunculkan adalah guided reiventation and
progressive mathemazing dan self-developed models. Karakteristik yang dapat
dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah siswa
mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.
d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban masing-masing. Selanjutnya guru meminta siswa
untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang telah dimilikinya
dalam diskusi kelas, sedangkan karakteristik pendekatan Realistic Mathematic
Education yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan
kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara
guru dengan siswa.
e. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
mengenahi pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah
dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pendekatan Realistic Mathematic
Education yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa.
(Irwan Rozani, 2010).
2. Sistem Sosial
Dalam proses pembelajaran, guru membentuk kelompok diskusi. Kemudian secara
individu siswa mengerjakan tugas tindak lanjut.
3. Prinsip Reaksi
a. Memberikan beberapa masalah kepada siswa

14
b. Guru bertanya tentang masalah tersebut
c. Guru membimbing/membantu siswa dalam memecahkan masalah
d. Siswa bekerjasama dengan kelompok
e. Guru memberi evaluasi kepada siswa.
4. Sistem Pendukung
 Media/ Alat pembelajaran, seperti papan tulis, proyektor, laptop, penggaris,
gambar peta, dan Buku Atlas Dunia.
 Sumber belajarnya adalah Buku Paket Matematika kelas 5 dan LKS.
5. Damapak Instruksional dan Pengiring
Dalam pembelajaran dengan model RME, siswa diharapkan:
a. dapat memahami materi dengan mudah
b. dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi
c. dapat bekerjasama dengan kelompoknya
d. dapat mengerjakan tugas tindak lanjut dari guru.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung.
Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar,
sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) RME adalah suatu teori pembelajaran dalam
pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas
manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan
sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui
proses matematisasi. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman
siswa sebagai titik awal pembelajaran.

B. Saran
Saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran saya
terima untuk menjadikan makalah ini menjadi sempurna.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/
2. http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html
3. Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2005. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar.

17

Anda mungkin juga menyukai