Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEORI – TEORI BELAJAR

Dosen Pengampu : Dewi Syafriani, S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

AZIZAH HAWANIF (4173331009)


BERTHA YOHANA SIANTURI (4173131003)
DIAN MICHAEL SAGALA (4173131008)

KELAS:
KIMIA DIK A 2017

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dewi Syafriani, S.Pd., M.Pd selaku Dosen
pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini, serta pihak-pihak lain yang telah memberikan
dukungan moral maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis telah mengkaji pokok materi Teori Belajar sebagai landasan penyelesaian
makalah ini. Penulis juga sangat berharap makalah dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan bagi pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan makalah ini untuk ke depannya.

Medan, 23 Februari 2019

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i


DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................1
1.3 Tujuan .......................................................................................................................1
1.4 Manfaat .....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Thorndike ..............................................................................................3
2.2 Teori Belajar Skinner...................................................................................................9
2.3 Teori Belajar Piaget ....................................................................................................13
2.4 Teori Belajar Hilda Taba ............................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................18
3.2 Saran .........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia
belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari
belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori
kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak
dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori
tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita
pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori
mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang
mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar teori pembelajaran berurusan
dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar dapat
memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah
menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang
belajar.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja teori belajar menurut Thorndike ?
2. Apa sajakah teori belajar menurut Skinner ?
3. Apa sajakah teori belajar menurut Piaget ?
4. Apa sajakah teori belajar yang dikemukakan oleh Hilda Taba?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut Thorndike
2. Untuk mengetahui teori belajar menurut Skinner
3. Untuk mengetahui teori belajar menurut Piaget
4. Untuk mengetahui teori belajar menurut Hilda Taba

1
1.4 MANFAAT
Makalah ini dibuat agar kita lebih mengetahui teori-teori belajar menurut para
ahli yang dikemukakan yang dapat digunakan dalam aktivitas belajar yang efisien dan
baik serta siswa lebih memahami pada saat proses pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI BELAJAR THORNDIKE


2.1.1. DEFENISI BELAJAR MENURUT THORNDIKE
Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Thorndike dalam teori belajarnya
mengungkapkan bahwasanya setiap tingkah laku makhluk hidup itu merupakan
hubungan antara stimulus dan respon, adapun teori Thorndike ini disebut
teori koneksionisme.Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon
sebanyak-banyaknya. Dengan artian dengan adanya stimulus itu maka diharapkan
timbul respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan
teori trial dan error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan
respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang
berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon
ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.
Dalam teori trial dan error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila
organisme ini dihadapkan dengan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis
organisme ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau
bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemui
respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu menimbulkan perbuatan
atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan ini akan disimpan dalam
benak seseorang atau organisme lainnya karena dirasa diantara tindakan-tindakan yang
paling cocok adalah tindakan itu, selama yang telah dilakukan dalam menanggapi
stimulus adalah situasi baru. Jadi dalam teori ini pengulangan-pengulangan respon atau
tindakan dalam menanggapi stimulus atau stimulus baru itu sangat penting sehingga
seseorang atau organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan
secara terus-menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan
atau respon terhadap stimulus.

3
2.1.2. TEORI BELAJAR THORNDIKE
Psikologi aliran behaviristik mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya
teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Edward lee thorndike dll. Mereka
masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan yang
berharga mengenai hal belajar.
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh
pengaruh dari Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai
teori belajar “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-
koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam
rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara
lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Ia mengatakan, bahwa
belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan adanya beberapa motif yang
mendorong keaktivan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan anak dalam belajar
dibutuhkan motivasi.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan
membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu,
dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan
dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.

2.1.3. CIRI – CIRI BELAJAR MENURUT THORNDIKE


Adapun beberapa ciri-ciri belajar menurut Thorndike (Kartika, 2013: 6), antara
lain:
1. Ada motif pendorong aktivitas.
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
4. Ada kemajuan reksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

2.1.4. HUKUM – HUKUM YANG DIGUNAKAN THORNDIKE


Thorndike menyatakan bahwa belajar pada hewan maupun manusia berlangsung
berdasarkan tiga macam hukum pokok belajar, yaitu :
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang
belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar

4
agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki
kesiapan, baik fisik maupun psikis. Siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan
sakit, yang mana bisa mengganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap
psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa
dan lain-lain. Disamping seseorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus
siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecalapan-kecakapan
yang mendasarinya.
Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini,
yaitu :
 Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila
organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan
mengalami kepuasan.
 Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku, dan
organisme tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka organisme
akan mengalami kekecewaan.
 Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa
untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak
memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep
penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan transfer of
training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang
harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks
pembelajaran konsep transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebab
seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajari tidak akan bermakna.

2. Hukum Latihan (Law of Exercise)


Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon
suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang
berulang-ulang, adapun latihan atau pengulangan perilaku yang cocok yang telah
ditemukan dalam belajar, maka ini merupakan bentuk peningkatan existensi dari
perilaku yang cocok tersebut semakin kuat(Law of Use). Dalam suatu teknik agar
seseorang dapat mentransfer pesan yang telah ia dapat dari sort time memory ke long
time memory ini dibutuhkan pengulangan sebanyak-banyaknya dengan harapan pesan
yang telah didapat tidak mudah hilang dari benaknya.

5
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum akibat Thorndike mengemukakan (Dahar, 2011: 18) jika suatu tindakan
diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan
tindakan itu diulangi dalam situasi yang mirip akan meningkat. Akan tetapi, bila suatu
perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi konsekuensi perilaku
seseorang pada suatu waktu memegang peranan penting dalam menentukan perilaku
orang itu selanjutnya.
Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang
hanya bertindak jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia
pendidikan Law of Effect ini terjadi pada tindakan seseorang dalam
memberikan punishment atau reward. Akan tetapi dalam dunia pendidikan menurut
Thorndike yang lebih memegang peranan adalah pemberian reward dan inilah yang
lebih dianjurkan.
Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionismekarena dalam
hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana di sini terjadi hubungan antara
tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah laku
tersebut mendatangkan hasilnya (effect).

Selain hukum pokok belajar tersebut di atas, masih terdapat hukum subside atau
hukum-hukum minor lainnya, yaitu :
a. Law of Multiple Response
Supaya sesuatu respons itu memperoleh hadiah atau berhasil, maka respons itu
harus terjadi. Apabila individu dihadapkan pada sesuatu soal, maka dia akan mencoba-
coba berbagai cara, apabila tingkah laku yang tepat (yakni yang membawa
penyelesaian atau berhasil) dilakukan maka sukses terjadi, dan proses belajar pun
terjadi. Hal tersebut akan berlaku sebaliknya.
b. Law of Attitude (Law of Set, Law of Disposition)
Respons-respons apa yang dilakukan oleh individu itu ditentukan oleh cara
penyelesaian individu yang khas dalam menghadapi lingkungan kebudayaan tertentu.
Sikap (attitude) tidak hanya menentukan apa yang akan dikerjakan oleh seseorang
tetapi juga cara yang kiranya akan memuaskan atau tidak memuaskan baginya. Proses
belajar ini dapat berlangsung bila ada kesiapan mental yang positif pada siswa.
c. Law of Partial Activity (Law of Prepotency Element)

6
Pelajar dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang ada dalam situasi tertentu. Manusia dapat memilih hal-hal yang pokok dan
mendasarkan tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok itu serta meninggalkan hal-
hal yang kecil.
d. Law of Response by Analogy (Law of Assimilation)
Orang bereaksi terhadap situasi yang baru sebagaimana dia bereaksi terhadap
situasi yang mirip dengan itu yang dihadapinya diwaktu yang lalu, atau dia bereaksi
terhadap hal atau unsur tertentu dalam situasi yang telah berulang kali dihadapinya.
Jadi, respons-respons selalu dapat diterangkan dengan apa yang telah pernah
dikenalnya, dengan kecenderungan asli yang berespons.
e. Law of Assosiative Shifting
Bila suatu respons dapat dipertahankan berlaku dalam serangkaian perubahan -
perubahan bahan dalam situasi yang merangsang, maka respons itu akhirnya dapat
diberikan kepada situasi yang sama sekali baru.

2.1.5. PRINSIP – PRINSIP BELAJAR YANG DIKEMUKAKAN THORNDIKE


Adapun prinsip – prinsip belajar yang dikemukakan oleh thorndike adalah
sebagai berikut :
1. Pada saat berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon ia lakukan. Adapun
respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun menghadapi
situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatlan respon atau tindakan
yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan
dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon
yang berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan
dengan perilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan
respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa perkembangan dan menyongsong
masa depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah mengetahui unsur yang
penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diinginkan.
3. Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap
dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut menentukan tercapainya tujuan yang
ingin dicapai.

7
4. Orang cenderung memberi respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti
apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia
mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang
sama karena hal yang sama maka tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang
ia lakuan seperti dahulu ia lakukan.
5. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu
tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai
hubungan.
6. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya maka relatif lebih mudah untuk
dipelajari.

2.1.6 KEUNGGULAN – KEUNGGULAN TEORI BELAJAR


KONEKSIONISME THORNDIKE
Adapun keunggulan – keunggulan dari teori belajar koneksionisme thorndike
adalah sebagai berikut :
1. Teori ini sering juga disebut dengan teori trial dan error dalam teori ini orang bisa
menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya sehingga orang akan
terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
2. Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak
didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya
sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

2.1.7 KELEMAHAN – KELEMAHAN TEORI BELAJAR KONEKSIONISME


THORNDIKE
Adapun kelemahan – kelemahan dari teori belajar koneksionisme thorndike
adalah sebagai berikut :
1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan
dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak
selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial
and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon.
Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan
latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.

8
3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya
sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai
unsur yang pokok dalam belajar.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemempuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.

2.2 TEORI BELAJAR SKINNER


2.2.1 TEORI BELAJAR SKINNER
Menurut Skinner manusia adalah sekumpulan reaksi unik yang sebagian
diantaranya telah ada dansecara genetis diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Pengkondisian yang kita alami dari lingkungan sosial menentukan
“pengalaman” yakni sekumpulan prilaku yang sudah ada. Jadi manusia adalah produk
dari lingkungannya. Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada tingkah laku
dan konsekuensi-konsekuensinya. Menurut Gredler sebagaimana yang dikutip oleh
Baharudin dan Nur Wahyuni, Skinner mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan
perilaku. Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses
penguatan perilaku baru yang muncul yakni operant conditioning (kondisioning
operan).
Operant conditioning atau pengkondisian suatu operant yang dapat
mengakibatkan prilaku tersebut terulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) ALaw of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Menurut Skinner dalam belajar ditemukan hal-hal berikut:


1. Pertama. kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar.

9
2. Kedua, respon si pelajar.
3. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan respon tersebut, baik konsekuensinya
sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.

2.2.2 RESPONS – RESPONS BELAJAR SKINNER


Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
1. Respondent Response (reflexive response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu yang
disebut eliciting stimuli,menimbulkan respon-respon yang secara relatif tetap, misalnya
makanan yang menimbulkankeluarnya air liur. Pada umumnya, perangsang-
perangsang yang demikian itu mendahului responsyang ditimbulkannya.
2. Operant Responsen (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikutioleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang
demikian itu disebut reinforcing stimuli ataureinforcer, karena perangsang-perangsang
tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan olehorganisme. Jadi, perangsang
yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatutingkah laku tertentu
yang telah dilakukan.Jika seorang belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat
hadiah, maka dia akan menjadilebih giat belajar (responsnya menjadi lebih
intensif/kuat).
Dalam pengkondisian operant, stimulus-stimulus tertentu bisa mempengaruhi
kemungkinanmunculnya respon operant, tanpa harus ia menjadi “penyebab”
munculnya respon tersebut. Dalam pengkondisian operant, perilaku yang
meningkatkan frekuensinya seringkali disebutn dengan operant, hal ini agaknya
disebabkan karena perilaku tersebut “mengoperasikan” atau dalam kata lain
menghasilkan, konsekuensinya. Dengan kata lain operant adalah perilaku yang
diperkuat jika akibatnya menyenangkan. Operant merupakan tingkah laku yang
ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Operant belum tentu didahului oleh stimulus
dari luar. Operant conditioning telah terbentuk bila dalam frekuensi tingkah laku
operant yang bertambah atau bila timbul tingkah laku operant yang tidak tampak
sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkah laku operant ditentukan oleh akibat dari
tingkah laku itu sendiri.
Yang menentukan apakah operant tertentu akan terjadi atau tidaknya adalah
stimulus, stimulus ini memliki pengaruh melalui proses dikriminasi. Jika suatu operant
dikuatkan dengan hadirnya suatu stimulus namun tidak dikuatkan ketika stimulus yang

10
hadir berbeda, kecenderungan untuk merespon stimulus kedua ketika dihadirkan secara
bertahap akan mengalami ekstingsi, dan diskriminasipun akan terbentuk. Diskriminasi
itu sendiriadalah belajar memberikan respon terhadap suatu stimulus dan tidak
memberikan respon terhadap stimulus lain, walaupun stimulus itu berhubungan dengan
stimulus pertama, atau dengan menggunakan tanda-tanda atau informasi untuk
mengetahui kapan tingkah laku akan direinforced. Belajar adalah menguasai suatu
bahan dandiskriminasi yang lebih kompleks. Contoh, semua huruf, angka, kata-
kata,adalah diskriminasi stimuli. Seorang anak kecil belajar mendiskriminasikan huru
B dan D.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon
terhadap stimuli. Guru berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan
belajar siswa, pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan logika yang
penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah yang pendekatan
kemudian mencoba untuk memberikan reinforcement segera setalah siswa memberikan
respon.
Ada enam asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan.
Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1) Belajar itu adalah tingkah laku.
2) Perubahan tingkah laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3) Hubungan yang berhukum antara tingkah laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan
kalau sifat-sifat tingkah laku dan kondisi eksperimennya di definisikan menurut
fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di kontrol secara seksama.
4) Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi
yang dapat diterima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
5) Tingkah laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok.
6) Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan itu sama untuk semua jenis mahkluk
hidup.

Skinner memandang reward (hadiah) atau reinforcement (penguatan) sebagai


unsur yang paling penting dalam proses belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu
respon jika diikuti oleh reinforcement (penguat). Skinner lebih memilih istilah
reinforcement dari pada reward, ini dikarenakan reward diinterpretasikan sebagai
tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan,sedangkan reinforcement

11
adalah istilah yang netral. Penemuan Skinner memusatkan hubungan tingkah laku
dengan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segara diikuti oleh konsekuensi
menyenangkan, maka individu tersebut akan menggunakan tingkah laku itu lagi
sesering mungkin. Untuk penguat itu sendiri seringkali berbentuk penghargaan non-
fisik, seperti; pujian dsb. Penguatan (reinforcement) itu sendiri dibagi menjadi dua,
penguatan positif dan penguatan negatif.Penguat positif adalah ransangan yang
memperkuat atau mendorongsuatu tindak balas. Sedangkan penguatan negatif ialah
penguatan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindakan balas tertentu
yang tidak memuaskan.

Ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak setuju dengan hukuman:


a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku bersifat sangat sementara.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian darijiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah danburuk) agar ia
terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukummelakukan hal-hal lain yang kadang kala lebih buruk dari pada kesalahan
yang diperbuatnya.
Menurut Skinner hukuman yang baik (operant negative) adalah anak merasakan
sendiri konsekuensidari perbuatannya, misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan,jeweran justru akan berakibat buruk bagi
siswa. Satu hal yang perlu dicatat mengenai penguat, yang positif maupun yang negatif,
bahwasanya keduanya bisa dikondisikan.
Jadi bisa dikatakan dalam teori Skinner ini bahwasanya hal terpenting dalam
belajar adalah penguatan, pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus dengan
respon akan semakin kuat apabila diberi penguatan, Baik penguatan positif maupun
negatif, dimana penguatan positif dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah
laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang.Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguat-penguat positif dan
negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh.
Sedangkan dalam penguat negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan. Agar
istilah penguat negatif dan hukumat tidak rancu, ingat bahwa penguat negatif

12
meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya prilaku.

2.2.3 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI BELAJAR SKINNER


Kelebihan dari teori yang diajukan oleh Skinner ini adalah pendidik diarahkan
untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya
sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik.
Adapun kelemahan teori skinner ini adalah:Pertama, proses belajar itu dipandang
dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang
tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya. Kedua, proses belajar ini
dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti mesin dan robot.
Padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan
self control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak
merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan
kata hati. Ketiga, proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat
sulit diterima, mengingat amat mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis
manusia dengan karakter fisik dan psikis hewan.

2.3 TEORI BELAJAR PIAGET


2.3.1 TEORI BELAJAR PIAGET
Piaget adalah seorang ahli psikologi perkembangan, ia mempelajari bagaimana
pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi pertumbuhan dan interaksi
dengan lingkungan fisik dan social. Piaget terkenal dengan teori perkembangan mental
manusia atau teori perkembangan kognitif. Teori Piaget sesuai dengan konstruktivisme
yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana peserta didik
secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman nyata menggunakan
pengalaman dan interaksi yang dimiliki. Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif
saat ini yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif
organismik, yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk
memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan
kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

13
2.3.2 PROSES – PROSES BELAJAR PIAGET
Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Organisasi.
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan
kedalam system-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau
cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh:
anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam
objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan
menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat
struktur kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema.
Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan
dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada
bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.

2. Adaptasi.
Merupakan cara anak untuk memperlakukan informasi baru dengan
mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan dua
langkah, yaitu:
a. Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada peleburan
informasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada. Seorang individu dikatakan
melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan
informasi baru yag dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi,
kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku. Asimilasi terjadi
jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama
sisi.
b. Akomodasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada perubahan yang
terjadi pada sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi,
dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui

14
akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan
kedua.

3. Ekuilibrium (Keseimbangan)
Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi . Proses ini disebut ekuilibrum, yaitu mengatur keseimbangan proses
asimilasi dan akomodasi, sedangkan disekuilibrum adalah keadaan tidak seimbang
antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi adalah proses bergerak dari keadaan
disekuilibrum ke ekuilibrum. Proses tersebut berjalan terus dalam diri seseorang
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi membuat seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan skema. Bila terjadi ketidakseimbangan, seseorang
dipacu untuk mencari keseimbangan yang baru dengan asimilasi dan akomodasi.

2.4 TEORI BELAJAR HILDA TABA


2.4.1 TEORI BELAJAR HILDA TABA
Hilda Taba berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu
cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif
dalam masyarakatnya. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan
pendidikan yang bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan
berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar.
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik
beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatau proses
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan
tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model
pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model
pengembangan Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi
tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba
mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pegembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai
inovator dalam pengembangan kurikulum. Merupakan karakteristik dalam model
pengembangan Taba.

15
Pengembang kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari
langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum,
menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum didalam kelas.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih.
Panitia ini bertugas:
1. Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan
fundasional.
2. Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan.
3. Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
4. Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya,
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan
kurikulum. Oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan
secara terbalik (inverted) yaitu dengan pendekatan induktif. Taba percaya bahwa
esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep
baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
1. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka
sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana
kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika
bukan empirik.
3. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional.

2.4.2 CIRI KHAS MODEL HILDA TABA


Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal
dengan model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulumnya
tidak didahului oleh konsep-konsep yang datangnya secara deduktif. Dalam kurikulum
Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut, terlebih dahulu
mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian
disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan. Model Taba sebagai

16
model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkah-langkah terstruktur yang
dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak untuk menjangkau fase
demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan kepada siswa secara sambung-
menyambung. Tujuan utama model ini adalah pengembangan keterampilan berpikir
kritis siswa di samping penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan. Model Taba
berorientasi pada pendekatan proses.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Teori belajar yang dikemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan Teori
koneksionisme atau dapat juga di sebut dengan Trial and Error Learning. Menurut teori ini
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat
sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang. Jadi teori ini mengajarkan supaya bersikap aktif.
Skinner mengartikan belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Menurut teori ini hal
terpenting dalam belajar adalah penguatan, pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus dengan respon akan semakin kuat apabila diberi penguatan. Baik penguatan positif
maupun negatif, dimana peningkatan positif dapat meningkatkan terjadinya pengulangan
tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang.
Menurut teori belajar Piaget memandang bahwa pengetahuan terbentuk melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Teori belajar ini bersifat kontruktivisme Menurut Piaget, dalam
proses pembelajaran konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Hal ini berarti, siswa tidak sekedar meniru
dan membentuk bayangan dari pengetahuan yang diamati atau diajarkan oleh guru, tetapi
secara aktif menyeleksi, menyaring, memberi arti, dan menguji kebenaran atas informasi yang
diterimanya.
Hilda Taba berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara
untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakatnya. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola
tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar.

18
3.2 SARAN
Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar Thorndike, teori
belajar Skinner, teori belajar Piaget ataupun teori belajar Hilda Taba.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://reithatp.blogspot.com/2012/01/model-pengembangan-kurikulum-hilda-taba.html
Senduk, A.G., (1985), Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget, FPS IKIP Bandung,
Bandung.
Soemanto, Wasty., (1998), Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Zaini, Rifnon., (2014), Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar, Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Dasar, vol 1 (1) : 121-127.

20

Anda mungkin juga menyukai