DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
KELAS:
KIMIA DIK A 2017
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dewi Syafriani, S.Pd., M.Pd selaku Dosen
pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini, serta pihak-pihak lain yang telah memberikan
dukungan moral maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis telah mengkaji pokok materi Teori Belajar sebagai landasan penyelesaian
makalah ini. Penulis juga sangat berharap makalah dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan bagi pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan makalah ini untuk ke depannya.
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut Thorndike
2. Untuk mengetahui teori belajar menurut Skinner
3. Untuk mengetahui teori belajar menurut Piaget
4. Untuk mengetahui teori belajar menurut Hilda Taba
1
1.4 MANFAAT
Makalah ini dibuat agar kita lebih mengetahui teori-teori belajar menurut para
ahli yang dikemukakan yang dapat digunakan dalam aktivitas belajar yang efisien dan
baik serta siswa lebih memahami pada saat proses pembelajaran.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.2. TEORI BELAJAR THORNDIKE
Psikologi aliran behaviristik mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya
teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Edward lee thorndike dll. Mereka
masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan yang
berharga mengenai hal belajar.
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh
pengaruh dari Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai
teori belajar “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-
koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam
rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara
lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Ia mengatakan, bahwa
belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan adanya beberapa motif yang
mendorong keaktivan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan anak dalam belajar
dibutuhkan motivasi.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan
membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu,
dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan
dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
4
agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki
kesiapan, baik fisik maupun psikis. Siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan
sakit, yang mana bisa mengganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap
psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa
dan lain-lain. Disamping seseorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus
siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecalapan-kecakapan
yang mendasarinya.
Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini,
yaitu :
Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila
organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan
mengalami kepuasan.
Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku, dan
organisme tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka organisme
akan mengalami kekecewaan.
Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa
untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak
memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep
penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan transfer of
training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang
harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks
pembelajaran konsep transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebab
seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajari tidak akan bermakna.
5
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum akibat Thorndike mengemukakan (Dahar, 2011: 18) jika suatu tindakan
diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan
tindakan itu diulangi dalam situasi yang mirip akan meningkat. Akan tetapi, bila suatu
perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi konsekuensi perilaku
seseorang pada suatu waktu memegang peranan penting dalam menentukan perilaku
orang itu selanjutnya.
Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang
hanya bertindak jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia
pendidikan Law of Effect ini terjadi pada tindakan seseorang dalam
memberikan punishment atau reward. Akan tetapi dalam dunia pendidikan menurut
Thorndike yang lebih memegang peranan adalah pemberian reward dan inilah yang
lebih dianjurkan.
Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionismekarena dalam
hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana di sini terjadi hubungan antara
tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah laku
tersebut mendatangkan hasilnya (effect).
Selain hukum pokok belajar tersebut di atas, masih terdapat hukum subside atau
hukum-hukum minor lainnya, yaitu :
a. Law of Multiple Response
Supaya sesuatu respons itu memperoleh hadiah atau berhasil, maka respons itu
harus terjadi. Apabila individu dihadapkan pada sesuatu soal, maka dia akan mencoba-
coba berbagai cara, apabila tingkah laku yang tepat (yakni yang membawa
penyelesaian atau berhasil) dilakukan maka sukses terjadi, dan proses belajar pun
terjadi. Hal tersebut akan berlaku sebaliknya.
b. Law of Attitude (Law of Set, Law of Disposition)
Respons-respons apa yang dilakukan oleh individu itu ditentukan oleh cara
penyelesaian individu yang khas dalam menghadapi lingkungan kebudayaan tertentu.
Sikap (attitude) tidak hanya menentukan apa yang akan dikerjakan oleh seseorang
tetapi juga cara yang kiranya akan memuaskan atau tidak memuaskan baginya. Proses
belajar ini dapat berlangsung bila ada kesiapan mental yang positif pada siswa.
c. Law of Partial Activity (Law of Prepotency Element)
6
Pelajar dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang ada dalam situasi tertentu. Manusia dapat memilih hal-hal yang pokok dan
mendasarkan tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok itu serta meninggalkan hal-
hal yang kecil.
d. Law of Response by Analogy (Law of Assimilation)
Orang bereaksi terhadap situasi yang baru sebagaimana dia bereaksi terhadap
situasi yang mirip dengan itu yang dihadapinya diwaktu yang lalu, atau dia bereaksi
terhadap hal atau unsur tertentu dalam situasi yang telah berulang kali dihadapinya.
Jadi, respons-respons selalu dapat diterangkan dengan apa yang telah pernah
dikenalnya, dengan kecenderungan asli yang berespons.
e. Law of Assosiative Shifting
Bila suatu respons dapat dipertahankan berlaku dalam serangkaian perubahan -
perubahan bahan dalam situasi yang merangsang, maka respons itu akhirnya dapat
diberikan kepada situasi yang sama sekali baru.
7
4. Orang cenderung memberi respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti
apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia
mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang
sama karena hal yang sama maka tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang
ia lakuan seperti dahulu ia lakukan.
5. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu
tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai
hubungan.
6. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya maka relatif lebih mudah untuk
dipelajari.
8
3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya
sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai
unsur yang pokok dalam belajar.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemempuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
9
2. Kedua, respon si pelajar.
3. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan respon tersebut, baik konsekuensinya
sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.
10
hadir berbeda, kecenderungan untuk merespon stimulus kedua ketika dihadirkan secara
bertahap akan mengalami ekstingsi, dan diskriminasipun akan terbentuk. Diskriminasi
itu sendiriadalah belajar memberikan respon terhadap suatu stimulus dan tidak
memberikan respon terhadap stimulus lain, walaupun stimulus itu berhubungan dengan
stimulus pertama, atau dengan menggunakan tanda-tanda atau informasi untuk
mengetahui kapan tingkah laku akan direinforced. Belajar adalah menguasai suatu
bahan dandiskriminasi yang lebih kompleks. Contoh, semua huruf, angka, kata-
kata,adalah diskriminasi stimuli. Seorang anak kecil belajar mendiskriminasikan huru
B dan D.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon
terhadap stimuli. Guru berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan
belajar siswa, pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan logika yang
penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah yang pendekatan
kemudian mencoba untuk memberikan reinforcement segera setalah siswa memberikan
respon.
Ada enam asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan.
Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1) Belajar itu adalah tingkah laku.
2) Perubahan tingkah laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3) Hubungan yang berhukum antara tingkah laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan
kalau sifat-sifat tingkah laku dan kondisi eksperimennya di definisikan menurut
fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di kontrol secara seksama.
4) Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi
yang dapat diterima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
5) Tingkah laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok.
6) Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan itu sama untuk semua jenis mahkluk
hidup.
11
adalah istilah yang netral. Penemuan Skinner memusatkan hubungan tingkah laku
dengan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segara diikuti oleh konsekuensi
menyenangkan, maka individu tersebut akan menggunakan tingkah laku itu lagi
sesering mungkin. Untuk penguat itu sendiri seringkali berbentuk penghargaan non-
fisik, seperti; pujian dsb. Penguatan (reinforcement) itu sendiri dibagi menjadi dua,
penguatan positif dan penguatan negatif.Penguat positif adalah ransangan yang
memperkuat atau mendorongsuatu tindak balas. Sedangkan penguatan negatif ialah
penguatan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindakan balas tertentu
yang tidak memuaskan.
12
meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya prilaku.
13
2.3.2 PROSES – PROSES BELAJAR PIAGET
Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Organisasi.
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan
kedalam system-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau
cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh:
anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam
objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan
menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat
struktur kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema.
Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan
dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada
bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
2. Adaptasi.
Merupakan cara anak untuk memperlakukan informasi baru dengan
mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan dua
langkah, yaitu:
a. Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada peleburan
informasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada. Seorang individu dikatakan
melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan
informasi baru yag dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi,
kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku. Asimilasi terjadi
jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama
sisi.
b. Akomodasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada perubahan yang
terjadi pada sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi,
dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui
14
akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan
kedua.
3. Ekuilibrium (Keseimbangan)
Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi . Proses ini disebut ekuilibrum, yaitu mengatur keseimbangan proses
asimilasi dan akomodasi, sedangkan disekuilibrum adalah keadaan tidak seimbang
antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi adalah proses bergerak dari keadaan
disekuilibrum ke ekuilibrum. Proses tersebut berjalan terus dalam diri seseorang
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi membuat seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan skema. Bila terjadi ketidakseimbangan, seseorang
dipacu untuk mencari keseimbangan yang baru dengan asimilasi dan akomodasi.
15
Pengembang kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari
langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum,
menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum didalam kelas.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih.
Panitia ini bertugas:
1. Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan
fundasional.
2. Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan.
3. Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
4. Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya,
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan
kurikulum. Oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan
secara terbalik (inverted) yaitu dengan pendekatan induktif. Taba percaya bahwa
esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep
baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
1. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka
sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana
kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika
bukan empirik.
3. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional.
16
model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkah-langkah terstruktur yang
dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak untuk menjangkau fase
demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan kepada siswa secara sambung-
menyambung. Tujuan utama model ini adalah pengembangan keterampilan berpikir
kritis siswa di samping penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan. Model Taba
berorientasi pada pendekatan proses.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Teori belajar yang dikemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan Teori
koneksionisme atau dapat juga di sebut dengan Trial and Error Learning. Menurut teori ini
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat
sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang. Jadi teori ini mengajarkan supaya bersikap aktif.
Skinner mengartikan belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Menurut teori ini hal
terpenting dalam belajar adalah penguatan, pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus dengan respon akan semakin kuat apabila diberi penguatan. Baik penguatan positif
maupun negatif, dimana peningkatan positif dapat meningkatkan terjadinya pengulangan
tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang.
Menurut teori belajar Piaget memandang bahwa pengetahuan terbentuk melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Teori belajar ini bersifat kontruktivisme Menurut Piaget, dalam
proses pembelajaran konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Hal ini berarti, siswa tidak sekedar meniru
dan membentuk bayangan dari pengetahuan yang diamati atau diajarkan oleh guru, tetapi
secara aktif menyeleksi, menyaring, memberi arti, dan menguji kebenaran atas informasi yang
diterimanya.
Hilda Taba berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara
untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakatnya. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola
tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar.
18
3.2 SARAN
Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar Thorndike, teori
belajar Skinner, teori belajar Piaget ataupun teori belajar Hilda Taba.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://reithatp.blogspot.com/2012/01/model-pengembangan-kurikulum-hilda-taba.html
Senduk, A.G., (1985), Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget, FPS IKIP Bandung,
Bandung.
Soemanto, Wasty., (1998), Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Zaini, Rifnon., (2014), Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar, Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Dasar, vol 1 (1) : 121-127.
20