Anda di halaman 1dari 10

1.

Permasalahan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum

Arikunto (2012) menjelaskan dalam bukunya dalam bab “Evaluasi Program Pengajaran”, ada
beberapa pengertian tentang “program”, di dalam kamus tertulis:

a. Program adalah rencana,


b. Program adalah kegiatan yang direncanakan dengan seksama.

Program adalah kegiatan yang direncanakan. Suatu kegiatan perlu direncanakan apabila kegiatan
tersebut memang dipandang penting, sehingga apabila tidak direncanakan secara matang bisa jadi akan
menjumpai kesulitan atau hambatan. Sebagai contoh sebuah keluarga yang akan mengadakan kegiatan
pernikahan, tentu akan membuat perencanaan sejak jauh hari sebelumnya karena takut kalau tidak
lancar. Maka untuk mengadakan kegiatan pernikahan ini dilakukan perencanaan terlebih dahulu karena
dipandang penting. Sedangkan untuk kegiatan yang lain seperti makan, bisa dikatakan tidak pernah ada
orang yang sebelum mulai makan merencanakan bagaimana makan akan dilakukan. Mungkin hal
tersebut merupakan kegiatan yang sudah terlalu terbiasa dilaksanakan atau kegiatan tersebut terlalu
sederhana sehingga tidak perlu untuk direncanakan.1

Satria (2015) dalam dokumen yang berjudul Prosedur Perancangan dan Pengembangan Kurikulum,
yang di-publish di situs ikk.fema.ipb.ac.id menyebutkan pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.2 Demikian juga
pengertian kurikulum menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

Hasan (2017) dalam journal Al-Ibroh mengatakan, dalam bahasa arab istilah “kurikulum” diartikan
dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang
kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru
dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sikap serta nilai-nilai. Al-Khauly dalam
Muhaimin menjelaskan bahwa Al-Manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.3

Dari ke empat sumber diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum termasuk program karena kegiatan
yang direncanakan, dalam hal ini adalah program kegiatan pembelajaran. Kurikulum juga dapat diartikan
sebagai seperangkat rencana kegiatan-kegiatan yang berisi tujuan, isi dan bahan pelajaran untuk
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagai jalan terang, petunjuk atau pedoman bagi peserta yang
mengikuti kegiatan pembelajaran.

Jika kita merujuk pada berbagai sumber yang lain, maka kita akan menemukan beragam definisi dari
kurikulum. Namun, menurut Ahid (2006) betapapun beragamnya pengertian kurikulum pada hakikatnya
kurikulum itu adalah alat/sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini seperti dikemukakan John S.

1
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 325-326.
2
Ari Satria, Prosedur Perancangan dan Pengembangan Kurikulum (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2015), hal. 2,
(diunduh dari http://ikk.fema.ipb.ac.id/id/wp-content/uploads/2016/02/01-Prosedur-Pengembangan-
Kurikulum.pdf, pada 28 maret 2018).
3
Moch. Sya’roni Hasan, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Terpadu Di Sekolah” Al-Ibroh, Vol. 2
No. 1, (Juni 2017), 63.
Brubacher whatever its name, it decribes the ground which pupil and teacher cover to reach the goal of
education.4

Pengembangan Kurikulum

Saifulloh (2011) dalam tesisnya menjelaskan bahwa kata pengembangan memiliki banyak arti, yaitu
perubahan, pembaharuan, perluasan atau lain sebagainya. Dalam pengertian yang lazim, pengembangan
berarti menunjuk pada suatu kegiatan yang menghasilkan cara baru setelah diadakan penilaian serta
penyempurnaan-penyempurnaan seperlunya.5 Saifulloh juga mengutip pernyataan Yani bahwa istilah
pengembangan kurikulum mempunyai implikasi bahwa kurikulum senantiasa mengalami perubahan dan
perbaikan dengan tetap mengacu pada apa yang sudah ada dan memperhatikan kebutuhan kedepan,
sehingga keberadaannya cukup dinamis.

Rulia (2017) dalam sebuah artikel kompasiana.com menyebutkan bahwa pengembangan kurikulum
adalah istilah yang komprehensif, di dalamnya mencakup: perencanaan, penerapan, dan evaluasi.
Perencanaan Kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan
peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa juga disebut dengan Implementasi Kurikulum adalah
berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi Kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil
pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum
itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan
dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang
tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan
pendidikan.6

Menurut Mubarak (2013) pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan


belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan
menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam pengertian itu,
sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir.7

Di dalam sebuah artikel di situs makalah.info disebutkan bahwa pengembangan kurikulum adalah
proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Demikian penulis artikel mengutip pernyataan Sukmadinata (1997 : 38).

Dari beberapa pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa pengembangan kurikulum adalah siklus
tiada henti dari kegiatan perencanaan, penerapan, dan evaluasi terhadap kurikulum, dalam rangka

4
Nur Ahid, “Konsep dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan” ISLAMICA, Vol. 1 No. 1, (September 2006), 21.
5
Ahmad Munir Saifulloh, Tesis Master: “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) Di Sekolah
Menengah Atas” (Malang: UIN Malik Ibrahim Malang, 2011), 17-20.
6
Yuyu Rulia, “Prinsip Pengembangan Kurikulum”, diakses dari http://menulis-
makalah.blogspot.co.id/2015/06/cara-menulis-footnote-catatan-kaki-yang.html, pada tanggal 31 Maret 2017,
pukul 20.55 WIB.
7
Ruma Mubarak, “Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar”, MADRASAH, Vol. 5 No. 2, (Januari – Juni 2013), 27.
melakukan perubahan, pembaharuan, perluasan atau lain sebagainya terhadap kurikulum yang telah ada
atau kurikulum baru yang akan dibuat.

Permasalahan Pengembangan Kurikulum

Menurut Sukmadinata (1997:194), hambatan-hambatan pengembangan kurikulum atau hambatan


yang dihadapi oleh pengembang kurikulum adalah sebagai berikut:

- Guru
Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, baik disebabkan oleh kekurangan waktu,
kekurang sesuaian pendapatan, maupun karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.

- Masyarakat
Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam hal pembiayaan
maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang
berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan
kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.

- Biaya
Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau
sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.

Pada paragraph yang lain Sukmadinata mengatakan bahwa untuk menyusun artikulasi kurikulum
diperlukan kerja sama dari berbagai pihak: para administrator, kepala sekolah, TK hingga rektor
universitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat,
bahkan termasuk peserta didik (murid) itu sendiri.8

Dalam slide presentasi yang di-publish pada website slideplayer.info Suranto menuliskan masalah
dalam pengembangan kurikulum terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu: (1) Masalah Umum, (2) Masalah
khusus, dan (3) Peran guru.

(1) Masalah umum


Bidang Cakupan (Scope)
o Masalah pengorganisasian berbagai elemen dan hubungan antar elemen tersebut
o Pesatnya perkembangan IPTEK
o Penetapan prosedur tujuan
o Pengambilan keputusan

Relevansi (kesesuaian)
o Kurikulum harus menyesuaikan pada kebutuhan kerja, kependudukan dan berbagai aktivitas
masyarakat lainnya.
o Relevansi (kesesuaian) pada kurikulum didasarkan pada kegunaan kurikulum bagi individu,
masyarakat, bangsa dan dunia.

8
Nana Syaodih Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”, (Bandung: P2LPTK Depdikbud, 1997),
193-194.
Keseimbangan
Masalah yang perlu dicari keseimbangannya dalam kurikulum antara lain:
o Kurikulum berpusat pada siswa atau berpusat pada mata pelajaran
o Kebutuhan siswa atau kebutuhan masyarakat
o Luas dan dalamnya kurikulum
o Koginitif, afektif dan psikomotori
o Inovasi dan tradisi
o Logis dan psikologis
o Metode, pengalaman dan strategi
o Dan lain-lain

Integrasi
o Pengintegrasian adalah memadukan, menggabungkan dan menyatukan antar disiplin ilmu.
o Pengintegrasian bersifat opsional (pilihan) sehingga bukan keharusan dan kadang-kadang
kontroversial.
o Kurikulum berkeinginan untuk mengintegrasikan atau tidak tergantung pada filosofi pengetahuan
pengembang kurikulum (kadang tidak didasarkan pada data empiris).

Sekuens
Sekuens berarti susunan/urutan pengelompokan kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan
dalam perencanaan kurikulum. Langkah-langkah sekuens adalah sebagai berikut:
o Mulai dari hal paling sederhana menuju kompleks
o Menurut alur
o Dari geografis yang paling dekat ke jauh atau sebaliknya
o Dari konkret ke abstrak atau sebaliknya
o Dari umum ke khusus atau sebaliknya

Kontinuitas
Kontinuitas merupakan pengulangan terencana tentang isi dalam upaya meningkatkan pemahaman
yang kompleks dan komprehensif untuk mencapai keberhasilan.

Artikulasi
Artikulasi adalah pertautan antara kelompok elemen atau unsur lintas tingkatan sekolah. Sehingga
tidak terlepas dari sekuens dan unsur kontinuitas.

Transferability
Transferability adalah proses pentransferan nilai. Artinya apapun yang dipelajari di sekolah
seharusnya dapat diaplikasikan di luar sekolah. Pengembang kurikulum harus menentukan tujuan,
menyeleksi isi atau materi, dan memilih strategi pengajaran yang mengarah ke proses transfer secara
maksimal.

(2) Masalah khusus


o Berbagai masalah yang berhubungan dengan tujuan dan hasil-hasil kurikulum yang diharapkan
oleh sekolah.
o Berbagai masalah yang berhubungan dengan isi dan organisasi kurikulum.
o Masalah yang berhubungan dengan proses penyusunan dan revisi kurikulum.

(3) Peran guru


Peran guru dalam pengembangan kurikulum terdiri dari perencanaan, pelaksana, pengelola dan
perubahan.
o Guru sebagai perencana kurikulum
Di Indonesia kurikulum disusun oleh BP3K (Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan) yang umumnya dirancang oleh ahli kurikulum dengan bantuan ahli psikologi belajar
dan ahli bidang studi. Para guru bidang studi yang dianggap telah memiliki pandangan yang luas
biasanya diikut sertakan dalam penyusunan kurikulum, diminta saran-saran sesuai pengalaman
melakasanakan kurikulum di sekolah.

o Guru sebagai pelaksana kurikulum


Para guru bertanggung jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan kurikulum. Peran guru adalah
sebagai pengajar, pembimbing, manajer, maupun ilmuwan yang dituntut mencurahkan segala
kemampuannya sehingga pelaksanaan kurikulum dapat berhasil.

o Guru sebagai pengelola kurikulum


 Guru bertanggung jawab dalam membuat perencanaan mengajar, mengumpulkan bahan
dari berbagai sumber belajar, menyediakan perlengkapan dan media pengajaran,
mengumpulkan data partisipasi siswa dalam pembelajaran, menyusun jadwal pelajaran,
mengikuti kegiatan rapat, dan lain-lain.
 Pengelola kurikulum = guru sebagai administrator.

o Guru dalam perubahan kurikulum


Saran dan pengalaman guru sangat dibutuhkan dalam perubahan kurikulum, guru yang
berpengalaman sering diikut sertakan dalam panitia pembaharu bersama spesialis dan pejabat
berwenang yang ditunjuk Departemen Pendidikan.9

2. Metode Dalam Evaluasi Pengembangan Kurikulum

Sinambela (2010: 29) menyatakan bahwa evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu pengembangan
kurikulum. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk meneliti kembali, apakah suatu proses atau kegiatan
yang terdapat dalam kurikulum itu telah dan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang
diharapkan. Beliau juga mengutip pernyataan Yatim (2006: 57), dalam konteks evaluasi kurikulum,
kegiatan evaluasi dilakukan pada semua komponen, yang meliputi:

(1) Evaluasi penjajakan kebutuhan dan kelayakan kurikulum

9
Suranto, “Berbagai Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum”, diakses dari
http://slideplayer.info/slide/3172267, pada 04 April 2018, pukul 08:29 WIB.
(2) Evaluasi pengembangan kurikulum
(3) Evaluasi proses belajar mengajar
(4) Evaluasi bahan pembelajaran
(5) Evaluasi keberhasilan (produk) kurikulum
(6) Penelitian kurikulum atau riset evaluasi kurikulum

Dalam evaluasi terdapat kegiatan pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan


pembuatan keputusan. Hal tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Kegiatan penilaian
merupakan tujuan akhir dari sebuah penilaian. Suatu keputusan menuntuk diikutinya suatu tindakan. Jadi,
misalnya suatu tim pengembangan kurikulum telah memutuskan suatu kurikulum tersebut baik dan harus
dilaksanakan, maka kurikulum tersebut harus dilaksanakan sesuai keputusan tersebut.10

Pada sub bab berikutnya Sinambela kembali mengutip pernyataan Yatim (2006: 63) bahwa terdapat
beberapa jenis evaluasi kurikulum antara lain:

(1) Model Educational System Evaluation, yang terdiri atas: model CIPP, model EPIC, model CEMREL,
model Atkinson, dan model Stake
(2) Model Evaluasi yang lain yakni : model Measurement, model Congruence, dan model Illuminatif.

Adapun penjelasan terkait beberapa jenis model evaluasi Educational System Evaluation adalah sebagai
berikut.

Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product)

Merupakan model desain evaluasi kurikulum yang dikembangkan oleh Daniel Stufelbearn yang di
dalamnya mengandung empat unsur cakupan, antara lain:

1) Context adalah penilaian yang berkaitan dengan usaha-usaha penemuan kebutuhan-kebutuhan


peserta didik dengan berbagai masalah yang bersifat deskriptif dan komparatif. Kesimpulan dari
penelitian dipergunakan untuk menentukan tujuan-tujuan sebagai titik pangkal bagi program
pendidikan.
2) Input (masukan) yakni penilaian yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
bagaimana menggunakan sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Penilaian ini berfungsi untuk
mencari informasi yang dipergunakan menilai adanya beberapa alternatif strategi yang dapat
dipilih sehingga mampu memberikan bantuan kepada pengambil keputusan untuk memilih dan
merancang prosedur yang kiranya sesuai dengan mencapai tujuan program.
3) Proses yaitu penilaian yang dilakukan pada saat program berlangsung, sehingga mampu
menggambarkan kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan prosedur untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan dalam desain pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk membantu
dalam pengambilan keputusan dalam berbagai kesulitan-kesulitan.
4) Product yakni penilaian yang berupaya untuk mengukur dan menafsirkan pencapaian suatu
program. Hasilnya dipergunakan sebagai bahan perbandingan antara harapan dan hasil aktual.

10
Pardoman N.J.M Sinambela, “KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (Kajian Teoritis Tentang Evaluasi
Kurikulum Dalam Pembelajaran)”, GENERASI KAMPUS, Vol. 3 No. 1, (April 2010), 29-31.
Penilaian ini membantu pengambilan keputusan untuk menentukan program tersebut, apakah
akan dilanjutkan, diakhiri, atau diadakan perombakan.

Model EPIC (Evaluation Program Innovative Curriculum)

Model EPIC menggambarkan keseluruhan program evaluasi dalam sebuah kubus. Menurut Nana (2005:
189) jika dipandang bentuk evaluasi model ini dalam sebuah kubus, maka yang akan tampak adalah tiga
bidang kubus. Bidang pertama adalah behavior atau perilaku yang menjadi sasaran pendidikan yang
meliputi perilaku cognitive, affective, dan psychomotor. Bidang kedua adalah instruction atau pengajaran,
yang meliputi organization, content, method, facilties and cost. Dan bidang ketiga adalah kelembagaan
yang meliputi student, teacher, administrator, educational specialist, family and community.

Evaluasi dengan model EPIC dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Evaluasi Model EPIC

Sumber: Journal GENERASI KAMPUS Volume 3 Nomor 1 April 2010

Model CEMREL (Central Midwestern Regional Education)

Model evaluasi ini dikembangkan oleh Edward Russeet dan Louis Smith yang menitikberatkan evaluasi
pada tiga aspek, yakni: (1) fokus evaluasi yang menekankan penilaian terhadap peserta didik mediator
dan material, (2) peranan evaluasi adalah evaluasi yang berkaitan dengan kegiatan yang sedang berjalan
dan evaluasi pada akhir kegiatan, (3) data yakni penilaian yang bersumber pada skala respon kuesioner
dan observasi.
Model Atkinson

Evaluasi kurikulum menurut Atkinson, adalah penilaian yang diarahkan pada tiga domain, yakni: (1)
struktur adalah penilaian yang berhubungan dengan masalah perencanaan sekolah dan organisasi
sekolah, (2) proses yakni penilaian yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
(3) produk yaitu penilaian yang mencakup perilaku sebagai hasil belajar peserta didik.

Model Stake (The Stake Congruence Contingency Model)

Menurut Robert E. Stake (dalam Brady, 1995: 269) bahwa pelaksanaan dalam evaluasi kurikulum
mencakup deskripsi dan judgement (pertimbangan) mengenai program pendidikan. Dalam program
pendidikan ada tiga fase yang perlu mendapat perhatian, yakni antecedents, transactions, dan outcomes.

Antecedents (pendahuluan) merupakan kondisi yang mendahului proses pembelajaran yang mencakup
karakter peserta didik dan guru, isi kurikulum, materi pembelajaran, organisasi sekolah, dan konteks
masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang harus ada sebelum dilakukannya kegiatan
transaksi, juga akan mempengaruhi hasil atau pengeluaran. Transaction (transaksi) merupakan proses
pembelajaran yang meliputi komunikasi, alokasi waktu, urutan kegiatan, dan suasana sosial. Outcomes
(hasil) adalah hasil yang akan dicapai oleh program, meliputi prestasi siswa, sikap, keterampilan, efek pada
guru dan lembaga. Evaluasi kurikulum menurut model ini mencakup ketiga fase diatas, melalui dua
operasi evaluasi, yaitu deskripsi dan judgment.

Model Measurement

Model evaluasi kurikulum ini dikembangkan Thorndike dan Ebel. Mereka menyatakan evaluasi pada
dasarnya adalah sebagai pengukuran perilaku peserta didik untuk mengungkapkan perbedaan-perbedaan
individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan untuk kepentingan evaluasi/seleksi peserta didik
untuk membandingkan efektivitas antara dua atau lebih program atau kurikulum.

Objek evaluasi mencakup hasil belajar peserta didik, terutama yang dapat diukur melalui “paper and
pencil test”. Dengan demikian, data yang dipergunakan dalam model ini hanya terbatas pada data objektif,
khususnya skor hasil test.

Pendekatan yang digunakan dalam evaluasi ini terdiri dari (1) penentuan kedudukan individu dalam
kelompok, (2) perbandingan hasil belajar antara dua atau lebih dari kelompok yang menggunakan
program kurikulum yang berbeda, dengan teknik penilaian yang digunakan dengan tes, khususnya tes
objektif.

Model Congruence

Model Congruence dikemukakan Tyler, Carrol, dan Cronbach. Mereka menyatakan, evaluasi merupakan
kegiatan untuk memeriksa kesesuaian antara tujuan dan hasil belajar yang dicapai. Hasil evaluasi ini
dipergunakan untuk keperluan penyempurnaan program dan informasi kepada pihak-pihak di luar
pendidikan.
Objek evaluasi meliputi semua hasil belajar peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dengan demikian, data yang dipergunakan dalam model ini cenderung pada data objektif
berupa skor tes dan teknis lainnya.

Pendekatan yang dipakai dalam model ini adalah prosedur pre dan post assessment (tugas awal dan
akhir). Hasil tes tersebut, kemudian dianalisis bagian demi bagian. Dalam pengumpulan data
mempergunakan tes maupun teknik-teknik lainnya yang sesuai.

Model Illuminatif (Parlet dan Hamilton)

Menurut Robert E. Stake (dalam Brady, 1995: 269) bahwa model Illuminatif (Parlet dan Hamilton)
menyoroti masalah tentang pelaksanaan program, pengaruh lingkungan, serta pengaruh program
terhadap hasil belajar. Hasil evaluasi ini digunakan untuk keperluan penyempurnaan program.

Objek evaluasinya mencakup latar belakang, proses pelaksanaan, hasil belajar, dan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Data yang digunakan dalam model ini lebih banyak merupakan data subjektif hasil
keputusan dari berbagai pihak. Pendekatan evaluasi model ini melalui berbagai tahap, mulai dari tahap
orientasi pengamatan sampai analisis. Untuk mengumpulkan data digunakan observasi atau pengamatan,
wawancara, angket, dan dokumentasi.

Dilihat dari kepentingan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang ada di Indonesia,
model evaluasi kurikulum model Educational System Evaluation dipandang sebagai model yang paling
tepat di antara model lainnya yang telah dibahas diatas. Dalam model ini, terlihat beberapa ciri evaluasi
yang memang diperlukan untuk menghasilkan masukan bagi pengambilan keputusan tentang
penyempurnaan kurikulum, serta tindak lanjut kegiatan pengembangan di masa yang akan datang. Ciri-
cirinya adalah sebagai berikut:

(1) Evaluasi selalu didahului oleh adanya kriteria yang jelas,


(2) Proses evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan membandingkan performance dan kriteria,
(3) Objek evaluasi mencakup berbagai dimensi program dan tidak hanya hasil belajar siswa,
melainkan mencakup pula input dan proses pelaksanaan program,
(4) Data yang digunakan dalam evaluasi ini tidak hanya data objektif (skor hasil akhir), melainkan juga
data subjektif yang diperoleh melalui judgment kriteria intern (kriteria yang dibuat oleh
pengembang kurikulum itu sendiri) maupun perbandingan dengan kriteria eksternal (melalui
perbandingan dengan performance kurikulum yang lain),
(5) Dalam pengumpulan data untuk evaluasi, digunakan berbagai macam teknik seperti tes, observasi
atau pengamatan, wawancara, angket, dan dokumentasi sehingga kesemuanya saling melengkapi
dalam menghasilkan data yang diinginkan,
(6) Evaluasi terhadap berbagai dimensi program kurikulum dilakukan secara bertahap dan kontinu,
sehingga perbaikan dapat dilaksanakan pada waktunya.11

11
Pardoman N.J.M Sinambela, “KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (Kajian Teoritis Tentang Evaluasi
Kurikulum Dalam Pembelajaran)”, GENERASI KAMPUS, Vol. 3 No. 1, (April 2010), 34-40.
Ibrahim dan Masitoh dalam bukunya menyatakan bahwa secara garis besar berbagai berbagai konsep
/ model evaluasi yang telah dikembangkan selama ini dapat digolongkan ke dalam empat rumpun model,
yaitu measurement, congruence, illumination, dan educational system evaluation. Adapun penjelasan
mengenai masing-masing model adalah sebagai berikut.

a. Measurement

Model ini menitikberatkan kegiatan pengukuran prilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan
individual/kelompok. Obyeknya adalah hasil belajar siswa terutama aspek kognitif. Fungsinya untuk:
seleksi, bimbingan, perbandingan efektivitas program. Cara yang digunakan adalah membandingkan
kedudukan siswa dalam kelompok, Cara yang dipergunakan adalah membandingkan kedudukan siswa
dalam kelompok, membandingkan hasil belajar antar kelompok, kuantitatif dengan tes tertulis terutama
tes objektif.

b. Congruence

Model ini menekankan pada pemeriksaan kesesuaian tujuan dan hasil belajar. Fungsinya untuk
penyempurnaan bimbingan siswa. Obyeknya hasil belajar siswa kognitif, psikomotor dan afektif. Caranya
menggunakan pre dan post assessment, analisis bagian demi bagian, kuantitatif dengan tes tertulis
maupun jenis yang lain.

c. Illumination

Model illuminatif merupakan studi pelaksanaan program, pengaruh lingkungan, pengaruh program
terhadap hasil belajar. Fungsinya untuk penyempurnaan program. Obyeknya latar belakang program,
proses pelaksanaan, hasil belajar, kesulitan yang dialami. Caranya melalui orientasi, pengamatan yang
terarah analisis sebab akibat.

d. Model Educational System

Model ini untuk membandingkan antara performance dan kriteria untuk setiap komponen program.
Fungsinya untuk penyempurnaan program. Obyeknya input, proses, output. Caranya membandingkan
performance dengan kriteria intern dan kriteria ekstern, kualitatif dan kuantitatif dengan test dan teknik
lain model yang disarankan. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang
sedang dikembangkan, model educational system evaluation, tampaknya merupakan model-model yang
paling tepat. Kelemahan masing-masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model yang ke empat
ini.12

12
Ibrahim dan Masitoh, “Materi 5 – EVALUASI KURIKULUM”, hal. 6-17, (diunduh dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-
AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Evaluasi_Kurikulum.pdf, pada 27 Maret 2018, pukul 20:08WIB)

Anda mungkin juga menyukai