Anda di halaman 1dari 58

II.

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kurikulum 2013

1. Pengertian Kurikulum

Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani yaitu kata curir

dan curere yang merupakan istilah bagi tempat berpacu, berlari, dalam

sebuah perlombaan yang telah dibuka semacam rute pacuan yang harus

dilalui para kompetitor perlombaan. Dengan kata lain, rute tersebut harus

dipatuhi dan dilalui para kompetitor sebuah perlombaan. Konsekuensinya

adalah siapapun yang mengikuti kompetisi harus mematuhi rute curere

tersebut.

Kurikulum dalam istilah pendidikan sebagimana pendapat Ronald C.

Doll dalam (Mudhofir 2012:1) bahwa:

The curriculum of a school is the formal and informal content


process by which learner gain knowledge and understanding,
develop, skills and alter attitudes appreciations and values
under the auspice of that school.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 Bab 1 Ayat 19 mendefinisikan, “Kurikulum seperangkat rencana

dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang
11

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujan pendidikan tertentu”.

Menurut Fadlillah (2014: 16) “Kurikulum 2013 merupakan sebuah

kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan

menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang berupa

sikap, keterampilan, dan pengetahuan”. Selain itu, sistem pembelajaran

pada Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik terpadu dan

pendekatan saintifik (Scientific Approach).

Menurut Dakir (2010: 3) Kurikulum ialah suatu program pendidikan

yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang

diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas

dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses

pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan anak untuk mencapai tujuan

pendidikan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum

2013 merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk

menciptakan suatu pengalaman belajar pada anak di bawah tanggung

jawab sekolah serta lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan

pendidikan nasional.

2. Tujuan Kurikulum

Kurikulum 2013 merupakan salah satu kurikulum yang berbasis

kompetensi dan karakter. Menurut Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013

penerapan Kurikulum 2013 memiliki tujuan sebagai berikut yaitu:


12

Untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memilki


kamampuan hidup sebagai pribadi, dan warga yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu
berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.

Tujuan dari Kurikulum 2013 yang disampaikan oleh Mulyasa (2014:65)

adalah:

Untuk mewujudkan generasi Indonesia yang produktif, kreatif,


inovatif, dan afektif melalui pembentukan kompetensi dan
karakter anak, berupa panduan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang didemonstrasikan anak sebagai wujud pemahaman
terhadap konsep yang dipelajarinya serta terintegrasi dan
kontekstual.

Adapun tujuan Kurikulum anak usia dini dikemukakan oleh Sujiono

(2013: 201) adalah “membantu meletakkan dasar kearah perkembangan

sikap pengetahuan, keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan

serta perkembangan pada tahapan berikutnya”.

Menurut Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013

Pendidikan Anak Usia Dini bahwa, “tujuan Kurikulum 2013 PAUD adalah

untuk mendorong berkembangnya potensi anak agar memiliki kesiapan

untuk menempuh pendidikan selanjutnya”.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pengembangan Kurikulum 2013 yaitu menciptakan generasi Indonesia yang

produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,

pengetahuan, dan keterampilanyang terintegrasi. Proses pembelajaran di


13

PAUD sebaiknya diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan,

menantang, dan memotivasi anak untuk berpartisipasi secara aktif. Selain

itu, guru perlu memberikan ruang yang cukup bagi anak untuk

mengembangkan kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,

dan perkembangan fisik anak serta psikologisnya.

3. Karakteristik Kurikulum

Kurikulum 2013 dirancang untuk mempersiapkan anak dalam

menghadapi tantangan di masa depan melalui sikap, pengetahuan,

keterampilan, dan keahlian dalam beradaptasi serta bertahan hidup

dengan lingkungan yang senantiasa berubah. Karakteristik Kurikulum

2013 seperti yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013

(2013:6) yaitu sebagai berikut:

a. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual


dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik.
b. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana anak menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan manfaatkan masyarakat
sebagai sumber belajar.
c. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
d. Memberikan waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan
berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang
dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
f. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) kompetensi dasar.
g. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya
14

(enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi


horizontal dan vertikal).

Sedangkan karakteristik Kurikulum 2013 seperti yang tercantum dalam

Permendikbud Nomor146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD

sebagai berikut :

a. Mengoptimmalkan perkembangan anak yang meliputi : aspek nilai


agama dan moral, fisik-motorik, bahasa, sosial emosional, dan seni
yang tercermin dalam kesinambungan kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
b. Menggunakan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik
dalam pemberian rangsangan pendidikan;
c. Menggunakan penilaian autentik dalam memantau perkembangan
anak; dan
d. Memberdayakan peran orang tua dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum

2013 PAUD merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi dan

karakter dengan karakteristik yaitu mengoptimalkan keenam aspek

perkembangan anak dan kompetensi sikap, pengetahuan dan

keterampilan, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,

penilaian yang bersifat autentik dan melibatkan orang tua dalam proses

kegiatan pembelajaran.

4. Paradigma Kurikulum 2013

Denzin & Lincoln (1994: 105) dalam (Musfiqon, 2015: 22) mendefinisikan

paradigma sebagai :

“Basic belief system or worldview that guides the investigator, or


not only in choices of methode but in ontologically and
epistomologically fundamental ways.”
15

Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan

dasar atau cara memandang dunia dengan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan. Sejalan dengan pandangan Ritzer dalam

(Musfiqon, 2015: 22), menjelaskan bahwa paradigma adalah pandangan

yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok

persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin

ilmu pengetahuan. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan, dalam

suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma

dengan sudut pandang yang berbeda-beda karena memiliki pendekatan dan

metode yang berbeda-beda.

Sedangkan yang dimaksud dengan paradigma Kurikulum 2013 adalah pola

berfikir integratif dan mendalam tentang perkembangan kurikulum yang

disandarkan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yaitu pembelajaran yang berbasis kompetensi dengan

tiga kompetensi dasar yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Musfiqon

(2015) dalam bukunya berpendapat bahwa paradigma baru yang terdapat

dalam kurikulum 2013 secara umum dapat digolongkan kedalam 8 paradima

baru pembelajaran yaitu :

a. Fokus pembelajaran yang paradigmanya ke “materi/isi” bergeser ke

“proses”.

b. “Hak mengajar” yang selama ini dimiliki tenaga pendidik bergeser ke

anak.

c. Ekspetasi pembelajaran yang paradigmanya tentang “apa” akan

bergeser ke “seperti apa” dan “bagaimana”.


16

d. Pengajaran tenaga pendidik yang selama ini bagaikan “seorang expert”

akan bergeser ke “fasilitator”.

e. Dari paradigmanya “anak pasif” menuju ke “anak aktif”

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

f. Kesalahan dalam pembelajaran yang selama ini “tabu”, akan bergeser

menjadi kesalahan sebagai “tools” pembelajaran. Anak yang notabene

belajar, tentu akan banyak melakukan kesalagan. Dan anak akan belajar

dari kesalahan-kesalahan tersebut;

g. Kelas yang bersifat “formal/kaku” akan berubah menjadi kelas yang

“fleksibel dan mengakomodasi”

h. Penekanan pembelajaran “menonjolkan teori” akan bergeser ke

“learning to do”. Untuk itu tepatlah bila jam pembelajaran dalam

kurikulum baru akan memerlukan waktu yang lebih lama karena dalam

kurikulum baru kompetensi yang harus dicapai anak tidak hanya

tentang pengetahuan (teori), tetapi juga sikap dan keterampilan.

Berdasarkan paradigma di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013

merupakan pendekatan atau metode yang memfokuskan pembelajaran

berdasarkan proses kejadian di dalam kelas yang difasilitatori oleh guru.

Guru akan membantu anak menjawab pertanyaan “bagaimana” sesuatu

dapat terjadi, kelas yang diciptakan guru akan lebih fleksibel tanpa

menuntut anak untuk mengikuti seperti yang dimuat dalam buku karena

pembelajaran yang dilakukan tidak hanya membangun pengetahuan saja

tetapi membangun keterampilan juga.


17

5. Struktur Kurikulum 2013 PAUD

Struktur kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini merupakan

pengorganisasian Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, muatan

pembelajaran, program pengembangan dan beban belajar. Standar Tingkat

Pencapaian Perkembangan (STPPA) merupakan kriteria minimal tentang

kualifikasi perkembangan anak yang mencangkup aspek nilai agama dan

moral, fisik motorrik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.

Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi dari STPP dalam bentuk

kualitas yang harus dimiliki anak dengan berbagai kegiatan pembelajaran

melalui bermain yang dilakukan di satuan PAUD. Kualitas tersebut berisi

gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam

kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Secara terstruktur

kompetensi inti dimaksud mencakup:

1) Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual


2) Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial
3) Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan
4) Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi keterampilan

S edangkan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia

Dini berisikan kemampuan dan muatan pembelajaran untuk suatu tema

pembelajaran pada PAUD yang mengacu pada Kompetensi Inti.

Kompetensi Dasar dikembangkan berdasarkan pada prinsip akumulatif,

saling memperkuat dan memperkaya antar program pengembangan. Dalam

merumuskan Kompetensi Dasar juga memperhatikan karakteristik anak,

kemampuan awal, serta ciri dari suatu program pengembangan yang hendak

dikembangkan. Kompetensi Dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai


18

dengan pengelompokkan kompetensi inti dalam Permendikbud (2015: 4),

sebagai berikut:

1) Kelompok 1 : kelompok Kompetensi Dasar sikap spiritual dalam


rangka menjabarkan KI-1
2) Kelompok 2 : kelompok Kompetensi Dasar sikap sosial dalam rangka
menjabarkan KI-2
3) Kelompok 3 : kelompok Kompetesni Dasar pengetahuan dalam rangka
menjabarkan KI-3
4) Kelompok 4 : kelompok Kompetensi Dsar keterampilan dalam rangka
menjabarkan KI-4.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat diismpulkan bahwa struktur

Kurikulum 2013 harus terdapat Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan

(STPPA) yang mencangkuu ke enam aspek perkembangan, serta

kompetensi inti dan kompetensi dasar yang memuat empat capaian yaitu

sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.

6. Tuntutan Pembelajaran di PAUD pada Kurikulum 2013

Tuntutan pemerintah dalam Kurikulum 2013 adalah setiap kegiatan

pembelajaran di Lembaga PAUD menggunakan pembelajaran tematik

terpadu dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

saintifik. Menurut Haenilah (2015:21) kurikulum 2013 menetapkan

pendekatan saintifik (scientific approach) sebagai amunisi pembelajaran

yang harus menjadi acuan, maka guru harus menyesuaikan langkah-

langkah pendekatan ini sesuai dengan perkembangan kemampuan

berpikir dan cara belajar anak usia dini. Pembelajaran anak usia dini

melalui sesuatu yang dapat dialaminya secara langsung. Sebagaimana

yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 146 Tahun 2013 tentang

Kurikulum 2013 PAUD menjelaskan bahwa:


19

“salah satu pemebelajaran yang digunakan dalam Kurikulum


2013 adalah pemeblajaran tematik terpadu. Dalam model
pembelajaran tematik terpadu di PAUD, kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk satu tema, subtema, atau sub-sub tema
dirancang untuk mencapai secara bersama-sama kompetensi
sikap, penegtahuan, dan keterampilan dengan mencangkup
sebagaian atau selulruh aspek perkembangan. Sedangkan
pelaksaaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
saintifik”.

Menurut Hamalik (2002: 22-23) peran guru dalam hubungannya dengan

pembinaan kurikulum atau hubungannya dengan pembuatan kurikulum

pendidikan guru berasumsi bahwa guru bertugas melaksanakan

pengajaran yang sebaik-baiknya, maka dalam pada itu guru juga

bertanggung jawab melaksanakan, membina, dan mengembangkan

kurikulum sekolahnya. Guru yang biak harus mampu membuat program

belajar mengajar yang baik serta menilai dan melakukan pengayaan

terhadap materi pengajaran yang baik.

Menurut Cony dalam (Suijiono, 2013: 132) pembelajaran anak usia dini

adalah “belajar sambil bermain. Bagi anak bermain adalah kegiatan yang

serius, namun mengasyikkan. Melalui bermain, semua aspek

perkembangan anak dapat ditingkatkan. Melalui bermain secara bebas,

anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang

sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru”.

Piaget dan Smilansky dalam (Haenilah, 2015: 94) pentingnya belajar

melalui bermain yang mengaktifkan sensorimotorik anak usia dini.

Sedangkan menurut Haenilah (2015: 94) selogan pembelajaran anak usia

dini adalah belajar melalui bermain dan bermain seraya belajar memiliki
20

makna bahwa kurikulum PAUD harus dioperasikan ke dalam wahana

yang dikemas melalui bermain. Bagi anak bermain adalah suatu kegaiatn

yang serius namun mengasyikkan. Pembelajaran PAUD harus mampu

memberikan lingkungan yang kaya akan rangsangan indra, dirancang

secara sadar dan terencana, dilakukan oleh orang dewasa (orang

tua/pendidik), agar seluruh potensi anak dapat berkembang secara

optimal.

B. Teori yang Mendasari Pendekatan Saintifik

1. Teori Belajar Brunner

Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Brunner dalam

(Hosnan, 2014: 34) Pertama individu hanya belajar dan mengembangkan

pikirannya apabila anak menggunakan pikirannya. Kedua dengan

melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, anak akan

memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu

penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar sesorang dapat

mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah anak

memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan

melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan.

Brunner dalam (Dahar, 2011: 74) mengemukakan empat tema pendidikan,

salah satu temanya mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.

Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu

sebab dengan struktur pengetahuan, kita menolong para anak untuk melihat
21

bagaimana fakta yang kelihatan tidak memiliki hubungan, dapat

dihubungkan satu dengan lain dan pada informasi yang telah anak miliki.

Pendekatan Brunner (Dahar, 2011: 75) terhadap belajar didasarkan pada

dua asumsi, asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu

proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Brunner

yaitu bahwa orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif;

perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam orang itu

sendiri. Asumsi kedua ialah orang mengkonstruk pengetahuannya dengan

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan

yang diperoleh sebelumnya-suatu model alam menurut dia.

Brunner dalam (Dahar, 2011: 77-79) mengemukakan bahwa belajar

melibatkan tiga proses yang berlangsung secara bersamaan. Ketiga proses

tersebut ialah: (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi;

(3) menguji relevansi dan ketepatan penegtahuan. Salah satu model

instruksional kognitif yang di kemukakan oleh Brunner yang dikenal dengan

nama belajar penemuan menganggap bahwa belajar penemuan sesuai

dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan

sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Pengetahuan yang diperoleh

dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan yaitu (1)

penegtahuan itu bertahan lama dan mudah diingat, (2) hasil belajar

penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar

lainnya, (3) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran

anak dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.


22

Dahar (2011: 83) dalam belajar penemuan, peranan guru antara lain sebagai

berikut:

a. Guru merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu


berpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para
anak.
b. Guru menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi
para anak untuk memcahkan masalah. Guru hendaknya memulai
dengan suatu yang sudah dikenal oleh anak, kemudian guru
mengemukakan ssuatu berlawanan yang akan menjadi konflik dengan
pengalaman anak.
c. Guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yaitu cara enaktif,
ikonik, dan simbolik.
d. Guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru
hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan
yang akan dipelajari, tetapi hedaknya terlebih dahulu memberikan
saran-saran apabila diperlukan.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah
mmepelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri
generalisasi-generalisasi ini

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpukan bahwa dalam belajar anak

mengembangkan pikiranya melalui proses-proses kognitif dengan

melakukan penemuan-penemuan di lingkungannya. Dalam memperoleh

pengetahuan anak menghubungkan infromasi yang masuk dengan informasi

yang diperoleh sebelumnya. Seperti yang dikatakan Brunner, bahwa dalam

belajar penemuan anak berusaha sendiri untu mencari pemecahan masalah

serta pengetahuannya melaui eksperimen-eksperimen yang akan dibimbing

oleh guru dalam kelas.


23

2. Teori Belajar Piaget

Teori Piaget dalam (Hosnan, 2014: 35) menyatakan bahwa belajar berkaitan

dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skema). Skema

adalah suatu struktur mental atau mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.

Skema tidak pernah berhenti berubah, skema seorang anak akan

berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan

terjadinya perubahan skemata disebut adaptasi. Proses terbentuknya

adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan

akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang

mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukuman,

prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada di dalam

pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat

cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang atau memodifikasi skema yang telah

ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran

diperlukan adanya penyeimbangan atau ekulibrasi antara asimilasi dan

akomodasi.

Piaget (Santrock, 2007: 260) memberikan landasan konseptual yang sehat

bagi dunia pendidikan dan pembelajaran. Berikut ini beberapa pemikiran

Piaget yang dapat diterapkan untuk mendidik anak :

a. Gunakan pendekatan konstruktif. Implikasi edukasional dari pandangan

Piaget adalah bahwa, dalam semua pelajaran semua murid akan belajar

baik dengan melakukan eksperimen, dan berdiskusi, ketimbang hanya

membabi buta menirukan guru atau melakukan sesuatu secara hafalan.


24

b. Melakukan pembelajaran fasilitatif alih-alih pembelajaran langsung.

Guru-guru yang efektif mendesain situasi-situasi yang membiarkan

murid-muridnya belajar sambil bertindak.

c. Pertimbangan pengetahuan untuk anak dan tingkat pemikiran mereka.

Murid tidak datang ke kelas dengan pikiran yang kosong. Guru perlu

menerjemahkan apa yang dikatakan seorang murid dan meresponnya

secara tidak terlampau jauh dari tingkat pemikiran anak.

d. Gunakan penilaian yang berkesinambungan. Makna-makna

terkonsruksi secra individual tidak dapat diukur dengan tes-tes yang

distandarkan.

e. Tingkat kesehatan intelektual murid. Bagi Piaget pembelajaran anak

seharusnya terjadi secara alamiah. Penekanan-penekanan dalam belajar

menimbulkan beban dalam mempercepat perkembangan intelektual

menjadikan proses belajar bersifat pasif dan tidak membawa hasil yang

diharapkan.

f. Ubahlah ruang kelas menjadi ruang untuk eksplorasi dan penemuan.

Guru-guru menekankan eksploratif dan penemuan murid. Ruang-ruang

kelas memiliki struktur yang berbeda dari ruang kelas pada umumnya.

Buku-buku kerja dan tugas-tugas tidak digunakan. Guru justru

mengobservasi minat anak dan partisipasi alami anak dalam aktivitas-

aktivitas yang menentukan jalannya pembelajaran.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa, belajar merupakan

pembentukan struktur mental atau pengkoordinasi lingkungan yang

didapatkan melalui dua cara yaitu pemrosesan informasi lama dengan


25

informasi yang baru dan pembentukan skema atau informasi yang utuh dari

kegiatan pemrosesan sebelumnya. Teori diatas juga menyebutkan bahwa

dalam belajar hendaknya guru mendesain situasi belajar yang mengajak

anak untuk aktif dalam melakukan berbagai hal seperti eksperimen dan

diskusi yang akan membantu anak dalam menemukan solusi dari

permasalahan yang dihadapinya.

3. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky dalam (Santrock, 2007: 264) menekankan bahwa anak anak

secara aktif menyusun pengetahuan anak. Akan tetapi menurut Vygotsky,

fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky

berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih

sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan

seorang penolong yang ahli yang memegang peran penting dalam

perkembangan kognitif anak.

Keyakinan Vygotsky akan pentingnya pengaruh sosial apa perkembangan

kognitif anak direfleksikannya dalam konsep mengenai zona perkembangan

proksimal. Zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal

Development/ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang

terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan

bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang berlatih. Konsep

yang terkait erat dengan ZPD adalah konsep scaffolding ialah perubahan

tingkat dukungan. Setelah melewati batas kursus dalam sesi pengajaran,

orang yang lebih ahli menyesuaikan jumlah pendampingan untuk


26

memantapkan kemampuan anak saat itu. Teori Vygotsky dalam (Santrock,

2007: 266) telah dipakai oleh banyak guru dan ditetpakan dengan sukses

dalam pendidikan. Berikut ini beberapa langkah teori Vygotsky yang dapat

diterapkan dikelas:

a. Nilailah ZPD anak. Vygotsky berpendapat bahwa penilaian sebaiknya


difoukuskan untuk menentukan ZPD anak (Meijer dan Elshout, 2002).
Pembimbing yang ahli akan mengenalkan pada anak tugas-tugas yang
bervariasi tingkat kesulitannya untuk menentukan tingkat terbaik dalam
memulai pengajaran.
b. Gunakan ZPD anak dalam mengajar. Pengajaran sebaiknya dimulai
dari batas atas sehingga anak dapat mencapai tujuan akhir dan bergerak
ke tingkat keahlian dan pengetahuan yang lebih tinggi.
c. Manfaatkan lebih banyak teman sebaya yang terampil sebagai guru.
Anak juga mendapat manfaat dari dukungan dan bimbingan anak-anak
lain yang terampil (John-Steiner dan Mahn, 2003)
d. Awasi dan doronglah anak untuk memanfaatkan private speech.
Sadarilah perubahan dari berbicara pada diri sendiri secara eksternal
guna menyelesaikan masalah selama tahun-tahun prasekolah, hingga
berbicara secara pribadi pada diri sendiri pada tahun-tahun sekolah
dasar.
e. Tempatkan instruksi pada konteks yang bermakna. Para pendidik saat
ini menjauhi presentasi materi abstrak dan memberi kesempatan pada
murid untuk belajar dari keadaan dunia nyata.
f. Ubahlah ruang kelas seperti teori Vygotsky. The Kamehaeha
Elementary Education Program (KEEP) adalah program yang
mendasari pada teori Vygotsky (Tharp, 1994). ZPD adalah elemen
pengajaran penting dalam program ini. Anak-anak akan membaca suatu
cerita dan menginterpretasikan maknanya. Banyak aktivitas-aktivitas
pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam belajar anak

secara aktif meyusun pengetahuan anak melalui kontak sosial di

lingkungannya. Tokoh diatas berpendapat bahwa pengaruh sosial berperan

penting dalam perkembangan kognitif untuk mencapai perkembangan yang

optimal kontak sosial ini membantu dan memberi dukungan pada anak.

Orang dewasa, guru, dan teman sebaya secara bersama-sama mendorong

anak untuk menyelesaikan tuga-tugas yang harus diselesaikannya.


27

C. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Dalam Musfiqon dan Nurdyansyah (2015: 55) pendekatan dalah konsep

dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran

tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori

tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa

pendekatan sama artinya dengan metode, padahal berbeda. Dalam

pendekatan dapat dioperasionalkan sejumlah metode. Misalnya, dalam

penerapan pendekatan saintifik dapat dioperasionalkan metode observasi,

metode diskusi, metode ceramah, serta metode lainnya. Artinya, pendekatan

itu lebih luas dibandingkan metode pembelajaran.

Pendekatan saintifik berarti konsep dasar yang menginspirasi atau

melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan

karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran saintifik (scientific

teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan

pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode saintifik.

Pengertian penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran tidak hanya

fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi anak dalam melakukan

observasi atau eksperimen, namun bagaimana mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas

kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

Sebagaimana amanat dalam Kurikulum 2013 PAUD, bahwa pelaksanaan

pembelajaran untuk tingkat pendidikan anak usia dini digunakan


28

pembelajaran tematik dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Permendikbud (2013-c:9) menjelaskan bahwa, “Kurikulum 2013

menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu

menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamti, menanya,

mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasikan/menalar, dan

mengkomunikasikan”. Musfiqon dan Nurdyansyah (2015: 51) mengutip

dalam Forum Kebijakan Ilmiah tahun 2007 bahwa terdapat tiga prinsip

utama dalam menggunakan pendekatan saintifik, yaitu:

a. Belajar anak aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau
belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar
berkelompok, dan belajar berpusat pada anak. Assessment berarti
pengukuran kemajuan belajar anak yang dibandingkan dengan target
pencapaian tujuan belajar.
b. Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah
mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa
konsekuensi anak unik, kelompok anak unik, termasuk keunikan dari
kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta
konteks.
c. Metode Ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan
menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan percobaan.
Dalam penerapan metode ilmiah terdapat aktivitas yang dapat
diobservasi seperti mengamati, menanya, mengolah, menalar,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Pelaksanaan metode ilmiah
tersusun dalam tujuh langkah berikut:
1) Merumuskan pertanyaan
2) Merumuskan latar belakang penelitian
3) Merumuskan hipotesis
4) Menguji hipotesis melalui percobaan
5) Menganalisis hasil penelitian dan merumuskan kesimpulan
6) Jika hipotesis terbukti benar maka dapat dilanjutkan dengan
laporan
7) Jika hipotesis terbukti tidak benar atau benar sebagian maka
lakukan pengujian kembali

Penjelasan Sudarwan dalam (Permendikbud, 2013-a:201) bahwa,

“Pendekatan saintifik bahwa pendekatan inti bercirikan penonjolan dimensi

pengamatan, penalaran, penemuan, dan penjelasan tentang suatu


29

keberadaan”. Menurut Permendikbud (2013-a:202) Proses pembelajaran

disebut saintifik jika memenuhi kriteria seperti berikut ini:

a. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena


yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon anak, dan interaksi edukatif guru anak
terbatas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subyektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi anak berpikir secara kritis, analisis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan subtansi atau materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi anak mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari subtansi
atau materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi anak mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon subtansi atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan.
g. Tujuan pembelajaran di rumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik

adalah suatu pendekatan untuk memeproleh pengetahuan yang

didasarkan pada struktur logis dengan tahapan mengamati, menanya,

mencoba, menganalisis, dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik

harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya yaitu mampu mendorong

anak untuk berpikir secara kritis dalam mengidentifkasi dan memcahkan

masalah dari pelajaran yang anak terima.

2. Pentingnya Pendekatan Saintifik Sejak Dini

Dalam Pedoman Pembelajaran Anak Usia Dini dengan Pendekatan

Saintifik (2014: 14) Pelajaran saintifik pada anak usia dini merupakan hal

yang sangat penting untuk banyak aspek perkembangan anak. Para peneliti

menganjurkan pembelajaran saintifik mulai dikenalkan sebelum anak


30

memasuki sekolah, bahkan anak sejak lahir. Hal ini penting untuk

membantu anak memahami dunia, mengumpulkan dan mengolah informasi

sebagai kunci dasar anak belajar berpikir ilmiah.

Mengembangkan berpikir saintifik sejak usia dini akan mempermudah

transfer keterampilan saintifik yang anak miliki menjadi area akademik

yang dapat mendukung prestasi akademik. Berpikir saintifik adalah

kemampuan berpikir dalam memahami masalah, menganalisa, mencari

pemecahannya, dan menghasilkan sesuatu yang inovatif dan kreatif self-

efficacy (persepsi diri). PAUD yang proses pembelajarannya miskin dengan

berfikir saintifis berpengaruh negatif pada perilaku dan capaian prestasi

anak. Dampak tersebut bersifat menetap hingga ke tahap pendidikan tinggi.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

saintifik sejak dini menjadi sangat penting karena banyak pengaruh positif

yang didapatkan apabila anak sejak dini diajak berfikir dengan mengunakan

saintifik salah satunya yaitu dalam pengolahan informasi anak harus mampu

menganalisa, memahami, dan berfikir secara kritis dalam menanggapi

informasi tersebut.

3. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Hosnan (2014: 36) pembelajaran dengan metode saintifik memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada anak


b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,
hukum atau prinsip
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi
anak
31

d. Dapat mengembangkan karakter anak

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada

keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan

pendekatan saintifik adalah sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36) :

a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khusunya kemampuan


berpikir tingkat tinggi
b. Untuk membentuk kemampuan anak dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik
c. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana anak merasa bahwa belajar
itu merupakan sebuah kebutuhan
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi
e. Untuk melatih anak dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah
f. Untuk mengembangkan karakter anak

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah

sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36) :

a. Pembelajaran berpusat pada anak


b. Pembelajaran membentuk students self concept
c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme
d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada anak untuk mengasimilasi
dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
anak
f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar anak dan motivasi
mengajar guru
g. Memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang di
konstruksi anak dalam struktur kognitifnya

Hosnan (2015: 38) proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu

attitude/sikap, knowlegde/pengetahuan, dan skill/keterampilan (disingkat

KSA= Knowledge, Skill, dan Attitude)


32

a. Ranah sikap menggamit transformaasi substansi atau materi ajar agar


anak “tahu mengapa”
b. Ranah keetampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar anak “tahu bagaimana”
c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar anak “tahu apa”
d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia
yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak
(hard skill) dari anak yang meliputi aspek kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan
e. Hasil belajar melahirkan anak yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi

Sumber : Musfiqon dan Nurdyansyah (2015: 27)


Gambar 1. Tiga ranah pembelajaran pada saintifik

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

pembelajaran dengan pendekatan saintifik harus berpusat pada anak,

melibatkan keterampilan sains dan proses-proses kognitif serta dapat

mengembangkan karakter anak sebagai wujud untuk mencapai tujuan dalam

pembelajaran saintifik yang dalam kegiatan pembelajarannya harus mampu

membentuk konsep diri (self concept) sebagai salah satu prinsip

pembelajaran pendekatan saintifik.


33

4. Tahapan Pendekatan Saintifik

Menurut Permendikbud (2013-a:7) Kurikulum 2013 menekankan pada

dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan

pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik ini

meliputi tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi,

dan mengkomunikasikan. Berikut penjelasan kelima tahapan tersebut

menurut Hosnan (2014) yaitu:

Sumber: Musfiqon, 2015: 56

Gambar 2. Langkah-langkah Saintifik

a. Mengamati

Mengamati atau observasi adalah salah satu strategi pembelajaran yang

menggunakan pendekatan kontekstual dan media asli dalam rangka

membelajarkan anak yang mengutamakan kebermaknaan proses

belajar. Kegiatan ini mengedepankan pengamatan langsung pada objek

yang akan dipelajari sehingga tujuan dari kegiatan ini adalah untuk

mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna

kejadian dilihat dari perspektif anak terlibat dalam kejadian yang

diamati. Adler, Denzin, dan Spradley (Hosnan, 2014: 42) menyatakan

bahwa mengamati atau observasi memiliki tujuh tahapan yaitu :


34

1) Seleksi atau latar (setting), yaitu dimana dan kapan proses-proses


dan individu-individu yang menrik itu dapat diobervasi
2) Berikan pengertian tentang apa yang dapat didokumentasikan
dalam observasi dan dalam setiap kasus
3) Berikan latihan untuk pengamatan supaya ada standarisasi
4) Observasi atau pengamatan deskriptif yang memberikan suatu
pemaparan umum mengenai hasil pengamatan
5) Obeservasi atau pengamatan terofokus yang semakin terkonsentrasi
pada aspek-aspek yang relevan dengan pertanyaan pengamatan
6) Observasi atau pengamatan selektif yang dimaksudkan untuk
secara sengaja menangkap hanya aspek-aspek pokok
7) Akhir dari observasi apabila kepenuhan teori telah tercapai, yaitu
apabila observasi lebih lanjut tidak memberikan pengetahuan
lanjutan

Langkah-langkah obsevasi menurut Hosnan (2014: 42) yaitu :

1) Menentukan objek yang akan diobervasi


2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang
akan diobervasi
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik
primer maupun sekunder
4) Menentukan dimana tempat objek akan diobervasi
5) Menentukan secara jelas bagaimana akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atau hasil observasi,
seperti menggunakan buku catatan, video perekam, dan alat tulis
lainnya

Menurut Guba dan Lincoln (Hosnan, 2014: 44) manfaat observasi atau

pengamatan yaitu karena :

1) Pengamatan memberikan pengalaman langsung dan pengalaman


langsung merupakan alat yang mampu untu memperoleh kebenaran
2) Dimungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya
3) Memungkinkan untuk mencatat peristiwa yang berkaitan dengan
pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh
dari data
4) Sering terjadi keraguan terhadap informasi yang diperoleh
dikarenakan adanya bias atau penyimpangan
5) Memungkinkan untuk memahami situais yang rumit
6) Dalam kasus tertentu dimana komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan tetapi pengamatan menjadi alat yang sangat
bermanfaat
7) Manfaat lain seperti pemenuhan rasa ingin tahu anak, menambah
rasa cinta lingkungan dan alam
35

Sedangkan dalam Permendikbud (2013-a: 16), “Dalam kegiatan

mengamati guru membuka kesempatan anak untuk melakukan

pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan

membaca”. Melalui mengamati gambar, anak dapat secara langsung

menceritakan kondisi sebagaimana yang dituntut dalam kompetensi

dasar, indikator, dan tema/subtema apa saja yang dapat dipadukan

dengan media yang tersedia.

b. Menanya

Menurut Permendikbud (2013-a:16) “Guru perlu membimbing anak

untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang yang hasil

pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan

dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak”.

Anak tidak mudah menanya apabila menginspirasi anak untuk mau dan

mampu menanya. Pada saat guru mengajukan pertanyaan, guru harus

membimbing dan memandu anak menanya dengan baik. menurut

Sudirman (Hosnan, 2014: 50) metode tanya jawab ini dapat dijadikan

sebagai pendorong dan pembuka jalan bagi anak untuk mengadakan

penelusuran lebih lanjut dengan berbagai sumber belajar. Manfaat

menanya dalam pembelajar yang terdapat pada buku Panduan CTL

Direktorat PSPM (Hosnan, 2014: 51) adalah sebagai berikut:

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis


2) Mengecek pemahaman anak
3) Membangkitkan respons anak
4) Mengetahui sejauhmana keingintahuan anak
5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui anak
36

6) Memfokuskan perhatian anak pada sesuatu yang dikehendaki guru


7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari anak untuk
menyegarkan kembali pengetahuan anak
Langkah penerapan menanya menut Hosnan yaitu;

1) Pilihlah salah satu kompetensi dasar yang sesuai


2) Tentukan media kontekstual, sesuai KD dan dapat merangsang
anak untuk bertanya atau mengembangkan pertanyaan
3) Pajangkan atau bagikan media yang telah disiapkan kepada anak
4) Berikan waktu kepada ank untuk memperhatikan media yang telah
dipersiapkan
5) Tugaskan kepada anak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
guru dan membuat pertanyaan untuk dibahas
6) Adakan kegiatan tanya jawab antara guru dan anak atau sebaliknya
sekitar materi/KD yang dibahas

c. Mengumpulkan data

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakn tindak lanjut dari

bertanya yang dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan

informasi dari berbagai sumber. Dalam Permendikbud 81a tahun 2013,

aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen atau

percobaan, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati

objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber, dan

sebagainya (Hosnan, 2014: 57).

Mencoba atau eksperimen berarti berusaha mengembangkan

pengetahuan tentang lingkungan sekitar dengan menggunakan metode

ilmiah dan sikap ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya sehari-hari. Menurut Permendikbud (2013-a:221), “Untuk

memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, anak harus

mencoba/melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi

yang sesuai”. Anak melakukan percobaan sesuai dengan


37

materi/subtansi dan aplikasi. Aplikasi metode mengembangkan

berbagai ranah tujuan belajar (sikap, pengetahuan, dan keterampilan).

Menurut Roestiyah (Hosnan, 2014: 60) prosedur eksperimen adalah

sebagi berikut:

1) Perlu dijelaskan kepada anak tentang tujuan eksperimen, anak


harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui
eksperimen
2) Memberi penjelasan kepada anak tentang alat dan bahan yang akan
digunakan dalam eksperimen
3) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi anak, bila
perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang
kesempurnaan jalannya eksperimen
4) Setelah selesai eksperimen, guru harus mengumpulkan hasil
penelitian anak, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan
tes atau tanya jawab
Eksperimen meliputi beberapa tahapan yang dikemukakan oleh

Palendeng (Hosnan, 2014: 61) yaitu:

1) Percobaan awal; diawali dengan melakukan percobaan yang


didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam
2) Pengamatan; dalam kegiatan anak diharapkan untuk mengamati
dan mencatat peristiwa tersebut
3) Hipotesis awal; anak dapat merumuskan hipotesis sementara
berdasarkan hasil pengamatannya
4) Verifikasi; untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang
telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Anak
diharpkan merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan,
selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya
5) Aplikasi konsep; hasil dari percobaan diaplikasikan dalam
kehidupan, kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah
dipelajari anak
6) Evaluasi; merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep.
Dalam hal ini anak mampu menjelaskan, menyebutkan,
memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan pokok
bahasan
38

d. Mengasosiasi/menalar

Istilah asosiasi dalam pembelajaran mengacu pada kemampuan

mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa

ke dalam beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi

penggalan memori (Hosnan, 2014: 67-69). Mengasosiasi atau menalar

merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta

empiris yang dapat di observasi untuk memperoleh simpulan berupa

pengetahuan.

Menurut Permendikbud (2013-a:229) “Istilah menalar dalam proses

pembelajaran Kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan bahwa

guru dan anak merupakan pelaku aktif. Titik tekannya yaitu anak harus

lebih aktif dari pada guru”. Menganalisis menunjukan pada teori belajar

asosiasi, yaitu kemampuan mengelompokkan beragam ide dan

mengasosiasikan berbagai peristiwa. Kemudian pengalaman tersebut

tersimpan di dalam memori otak. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan

dalam asosiasi atau menalar, seperti berikut:

1) Guru membagi anak ke dalam beberapa kelompok


2) Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai empat anak
3) Guru meminta anak mengamati gambar atau sumber media yang
telah disiapkan
4) Guru meminta anak agar bisa menjelaskan karakter dan kegiatan
yang yang dilakukan berkenaan dengan setiap gambar dengan rinci
5) Guru meminta anak untuk membandingkan jenis binatang yang
ditemukan disekitar anak
6) Kemudian meminta anak untuk mendiskusikan dan
mengasosiasikannya dengan kelompok masing-masing
7) Pastikan anak tetap menggunakan toga ciri utama dalam teks
deskriptif, yaitu nama, karakter, dan tindakan yang dilakukan
8) Anak mencatat hal-hal yang anak temukan dengan kerja sama
dalam kelompoknya
39

9) Guru mengawasi proses belajar, dengan memastikan semua anak


ikut terlibat dalam diskusi pada kelompoknya masing-masing
10) Guru bisa mengarahkan kelompok yang memrlukan bantuan,
sehingga anak dapat fokus/lebih terarah dalam mendeskripsikan
karakter dan kegiatan pada setiap gambar

e. Mengkomunikasikan

Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa

yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasi dan

menemukan pola (Hosnan, 2014: 76). Kegiatan mengkomunikasikan

dalam Permendikbud 81a tahun 2013 adalah menyampaikan hasil

pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,

atau media lainnya. Anak dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan

yang telah disusun secara bersama-sama dalam kelompok atau secara

individu.

Menurut Permendikbud (2013-a:17) bahwa “Anak perlu dibiasakan

untuk mengemukakan dan mengkomunikasikan ide, pengalaman dan

hasil belajarnya kepada orang lain.” Guru dapat memberikan klarifikasi

agar anak mengetahui dengan tepat apakah yang dikerjakan sudah benar

atau ada yang harus diperbaiki. Kegiatan mengkomunikasikan dapat

diarahkan sebagai kegiatan konfirmasi.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kegiatan

mengkomunikasikan ini adalah:

1) Setiap kelompok bekerja sama untuk mendeskripsikan karakter dan


kegiatan pada kotak-kotak yang telah disediakan pada buku siswa
2) Setiap anak memahami bagaimana mendeskripsikan orang dan
binatang yang ada di sekitar lingkungannya
3) Anak membacakan hasil kerja anak di depan kelas
40

4) Setiap kelompok mendengarkan dengan baik dan bisa memberikan


masukan tambahan
5) Setiap kelompok atau anak bergiliran membacakan hasil kerjanya
di depan kelas
6) Guru mengarahkan dan memastikan jalannya proses kegiatan
penerapan ini bisa berjalan dengan baik
7) Semua anak harus terlibat aktif dalam kegiatan
mengkomunikasikan ini
8) Setelah semua anak atau kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya, guru memberikan penjelasan di depan kelas
9) Guru menjelaskan tentang karakter-karakter atau konsep dari hal
tersebut
10) Guru mengucapkan setiap kalimat deskriptif dengan baik dan benar

Berdasarkan hal di atas disimpukan bahwa, Kurikulum 2013

menekankan pelaksanaan kegiatan pembelajaran adalah dengan

menggunakan pendekatan saintifik melalui kegiatan observasi, menanya,

mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Berikut ini

adalah langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan

saintifik/pendekatan saintifik.

Tabel 1. Aktifitas Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik

Guru Kegiatan Anak


 Mengkondisikan kelas  Mengamati
serta dengan cara objek dengan
menyiapkan sejumlah menggunakan
alat permainan edukatif indera seperti
(APE) pengelihatan
Observasi
 Guru membuka secara dan
luas dan bervariasi pendengaran
kesempatan anak untuk
melakukan kegiatan
observasi
 Menstimulus anak  Bertanya
untuk bertanya tentang segala
 Membimbing anak sesuatu yang
untuk menyempurnakan Menanya diamati
pertanyaannya  Belajar
 Mengembangkan rasa merangkai
ingin tahu kalimat
41

bertanya
 Berupaya untuk
mencari
informasi
tentang segala
sesuatu dia
kerjakan
 Bertanya tentang apa  Mengingat
yang pernah dialami kejadian,
anak sebelumnya terkait pengalaman
dengan aktivitas yang atau kegiatan
dilakukan saat ini Asosiasi serupa yang
 Bertanya yang bersifat pernah
membimbing agar anak dilaluinya
bisa menyempurnakan  Menyempurnak
pengalamannya an pengalaman
 Membimbing anak  Melakukan
melakukan aktivitas berbagai
untuk membuktikan percobaan
Percobaan dalam
rasa ingin tahunya
pengumpulan  Melihat
 Mengembangkan data pembuktian
pertanyaan-pertanyaan sebab-akibat
yang bersifta sebab
akibat
 Meminta anak untuk  Menceritakan
bercerita tentang kegiatan
kegiatan yang Melaporkan atau  Menunjukan
dilakukannya Mengkomunikas hasil
 Meminta anak untuk ikan
menunjukkan hasil
kegiatannya
Sumber: Haenilah (2015: 96)

D. Pemahaman Guru tentang Pendekatan Saintifik

1. Pemahaman Guru

Pemahaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata

”Pemahaman” memiliki arti proses, perbuatan, cara memahami atau

memahamkan. Menurut Bloom dkk dalam (Sudjiono, 2007:49) berpendapat

bahwa domain kognitif Taksonomi (peneglompokkan) tiga jenis domain

(daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri manusia (individu) yaitu
42

(1) Ranah proses berpikir (cognitive domain), (2) Ranah nilai atau sikap

(affective domain), dan (3) Ranah keterampilan (psychomotor domain).

Menurut Bloom dalam (Sudjiono, 2007: 49), segala upaya yang menyangkut

aktifitas otak adalah dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif memiliki

enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai

dengan jenjang yang paling tertinggi. Keenam, jenjang yang dimaksud

adalah (1) Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) Pemahaman

(comprehension), (3) Penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5)

Sintesis (synthesis), (6) Penilaian (evaluation).

Sedangakan menurut Sudjiono (2007: 49) bahwa :

Pemahaman (comprehension)merupakan salah satu bagian dari


ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikria). Ranah kognitif adalah ranah
yang mencakup kegiatan mental (otak). Pemahaman adalah
kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek
pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi
manakala didahului oleh sejumlah pengetahuan (knowledge).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan, pemahaman merupakan

tingkatannya lebih tinggi dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya

sekedar mengingat fakta, tetapi berkenaan dengan lemampuan menjelaskan,

menerangkan, menafsirkan ataupun kemampuan ekstrapolasi. Menurut

Sudjiono (2007: 50) menyatakan,

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang


untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan demikian kata lain, memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seorang guru dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-
katanya sendiri.
43

Berdasarkan hal di atas, pemahaman merupakan suatu kemampuan yang

harus dimiliki seorang guru untuk dapat mengerti dan memahami sesuatu

hal, apabila seseorang dapat diketahui memahami, jika dapat mmeberikan

penjelasan dari informasi yang di dapat secara jelas dan lebih rinci

dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen bab 1 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa :

Guru adalah pendidik profesional dnegan tugas utama mendidik,


mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi anak pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Pendekatan saintifik adalah konsep dasar yang menginspirasi atau

melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan

karakteristik ilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran tidak

hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi anak dalam

melakukan observasi atau eksperimen, namun bagaimana

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat

mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

Permendikbud (2013-c: 9) menjelaskan bahwa “Kurikulum 2013

menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu

menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi/menalar, dan

mengkomunikasikan”.
44

Pemahaman pendekatan saintifik berarti memahami suatu konsep

pembelajaran dengan menerapkan karakteristik ilmiah dalam pengajaran.

Seorang guru dikatakan memahami pendekatan saintifik apabila guru

dapat menjelaskan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang konsep

dan tahapan pendekatan saintifik dengan bahasanya sendiri.

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman

pendekatan saintifik adalah kemampuan guru dalam menjabarkan serta

menjelaskan suatu konsep dan implikasi pendekatan saintifik dengan

menggunakan bahasa yang dimengerti dan dapat diterapkan dalam

pembelajaran. Pemahaman pendekatan saintifik tidak hanya untuk

dipahami atau diingat oleh guru, melainkan untuk bekal dalam penerapan

di dalam kegiatan pembelajaran.

2. Ukuran Pemahaman Guru

Guilford mendefinisikan pengukuran dengan “assingning numbers to, or

quantifying, things according to a set of nules” (Griffin & Nix, 1991:3).

Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu

atau karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie, 1986:14).

Menurut Allen & Yen dalam (Djemari Mardapi, 2000:1) mendefinisikan

pengukuran sebagai penetapan sistematik untuk menyatakan keadaan

individu.

Sependapat dengan itu, Suprananto (2012:4) “Pengukuran (measurement)

merupakan cabang ilmu statisika terapan yang bertujuan untuk membangun

dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat


45

mengahasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel.

Pengukuran juga didefinisikan sebagai sekumpulan aturan atau prosedur

dalam kualifikasi terhadap atribut yang dapat mewakili objek, sifat, atau

karakteristik tertentu”.

Berdasarkan hal di atas bahwa, pengukuran merupakan suatu alat ukur yang

dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan seseorang dalam

suatu bidang tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Sehingga

alat ukuran pemahaman dapat diketahui melalui pengumpulkan data secara

pengamatan atau tes yang menggambarkan pencapaian nilai dari

karakteristik atau keadaan menurut aturan-aturan tertentu.

E. Kompetensi Guru

1. Kompetensi Guru secara Umum

Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah, dalam pengertian

sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada

anak, sehingga anak dapat terbantu dalam menerima informasi yang

bermanfaat untuk pendidikan selanjutnya. Seseorang guru sangat

mempengaruhi keberhasilan anak, karena seorang guru adalah salah satu

kunci utama sumber informasi yang dibutuhkan oleh anak.

Menurut Haenilah (2015:63) peran dan tanggung jawab guru adalah

memberikan pembinaan. Istilah pembinaan didasari oleh asumsi bahwa,

“anak usia dini sudah memiliki potensi” maka tugas pendidik adalah

membina potensi-potensi yang berkenaan dengan minat, bakat, kemampuan,


46

dan semua kemampuan yang dimiliki pesert didik. Maka dibutuhkan guru

yang kreatif, profesional, dan menyenangkan. Guru sebagai pendidik

profesional mempunyai tugas utama dan peran sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan anak dalam proses pembelajaran. Sebagaimana

tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan

dosen pasal 20, maka tugas guru adalah :

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran


yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni;
c. Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi, anak dalam
pembelajaran;
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode
etik guru, serta nilai agama dan etika; dan
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman guru adalah

kemampuan yang dimilki guru dalam memuasai suatu pembelajaran dalam

hal menguasai langkah-langkah dan interaksi dalam kegiatan pembelajaran.

Mampu menegrti dan memahami materi ataupun bahan yang akan

diajarkannya serta mampu medidik, mengajar, membimbing mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi guna meningkatkan kemampuan anak.

2. Kompetensi Guru PAUD

Menurut Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 menjelaskan ada empat

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru PAUD adalah sebagai berikut:
47

a. Kompetensi Pedagogik
1) Mengorganisasikan aspek perkembangan sesuai dengan
karakteristik anak usia dini
2) Menganalisis teori bermain sesuai dengan aspek dan tahapan
perkembangan, kebutuhan, potensi, bakat, dan minat anak usia
dini
3) Merancang kegiatan pengembangan anak usia dini berdasarkan
kurikulum
4) Menyelenggarakatan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5) Memanfaatkan teknologi, informasi dan komunikasi untuk
kepentingan penyelengaraan kegiatan pengembangan yang
mendidik.
6) Mengembangkan potensi anak usia dini untuk pengaktualisasian
diri.
7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
8) Menyelenggarakan dan membuat laporan penilaian, evaluasi
proses dan hasil belajar anak usia dini.
9) Menentukan lingkup sasaran asessmen proses dan hasil
pembelajaran pada anak usia dini.
10) Menggunakan hasil penilaian, pengembangan dan evaluasi
program untuk kepentingan pengembangan anak usia dini.
11) Melakukan tindakatan reflektif, korektif dan inovatif dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil pengembangan anak usia
dini.
b. Kompetensi Kepribadian
1) Bertindak sesuai dengan norma, agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi anak usia dini dan masyarakat
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, bijaksana, dan berwibawa
4) Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa percaya
diir, dan banga menjadi guru
5) Menjunjung kode etik guru.
48

c. Kompetensi Profesional
1) Mengembangkana materi, struktur, dan konsep bidang keilmuan
yang mendukung serta sejalan dengan kebutuhan dan tahapan
perkembangan anak usia dini.
2) Merancang berbagai kegiatan pengembangan secara kreatif
sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia dini.
3) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif.
d. Kompetensi Sosial
1) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, suku, kondisi,
fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat
3) Beradaptasi dalam keanekaragaman sosial budaya bangsa
Indonesia.
4) Membangun komunikasi profesi.

Berdasarkan hal tersebut, bahwa setiap guru PAUD harus memiliki empat

kompetensi yaitu kompetensi pedagogik dimana kompetensi pedagogik

adalah kemampuan guru dalam mengolah kegiatan pembelajaran dimulai

dari merancang, melaksanakan maupun sampai pada tahap evaluasi atau

penilaian. Kompetensi kepribadian berkaitan dengan kemampuan guur

dalam berperilaku dan bersikap di depan anak maupun masyarakat karena

seorang guru harus menjadi contoh tauladan bagi anak, kompetensi

profesional berkaitan dengan kemampuan guru dalam bersikap profesional

terhadap profesinya baik dalam merancang maupun menerapkan ilmu yang

guru miliki. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk

menempatkan posisinya sebaagi seseorang yang mampu membangun


49

komunikasi yang baik terhadap anak maupun masyarakat serta mudah

beradaptasi di dalam kondisi pesert didik yang berbeda-beda.

F. Pengembangan Pembelajaran

1. Pengertian Pengembangan Pembelajaran

Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis,

teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan

dan latihan. Pengembangan adalah suatu proses mendesain pembelajaran

secara logis, dan sistematis dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu

yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan belajar dengan

memperhatikan potensi dan kompetensi peserta didik (Majid: 2005: 24).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2002,

Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah

terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi

ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi

baru.

Pengembangan adalah suatu sistem pembelajaran yang bertujuan untuk

membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa

yang dirancang untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses

belajar yang bersifat internal atau segala upaya untuk menciptakan kondisi

dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat tercapai (Gagne dan Briggs

dalam Warsita, 2008: 266).


50

Pembelajaran menurut Sudjana (Sugiharto, 2007: 80) bahwa pembelajaran

merupakan setipa upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang

dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sedangkan

menurut Nasution (Sugiharto, 2007: 80) pembelajaran sebagai suatu

aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan

menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.

Pada hakikatnya pengembangan pembelajaran adalah upaya pendidikan baik

formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana,

terarah, teratur, dan bertangung jawab dalam rangka memperkenalkan,

menumbuhkan, membimbing, mengembangkan suatu dasar kepribadian

yang seimbang, utuh, selaras, pengetahuan, keterampilan sesuai dengan

bakat, keinginan serta kemampuan-kemampuan, sebagai bekal atas prakarsa

sendiri untuk menambah, meningkatkan, mengembangkan diri ke arah

tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal serta

pribadi yang mandiri (Iskandar, 2011).

Pengembangan pembelajaran lebih realistik, bukan sekedar idealisme

pendidikan yang sulit diterapkan dalam kehidupan. Pengembangan

pembelajaran adalah usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran,

baik secara materi maupun metode dan subtitusinya. Secara meteri, artinya

dari aspek bahan ajar yang disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan.

Sedangkan secara metodologis dan substansinya berkaitan dengan

pengembangan strategi pembelajaran, baik secara teoritis maupun praktis

(Hamdani, 2013: 125).


51

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan dapat diambil kesimpulan

bahwa pengembangan pembelajaran merupakan suatu proses atau langkah-

langkah untuk mengembangkan suatu produk atau menyempurnakan produk

yang telah ada dan menjadi produk yang dapat dipertanggung jawabkan.

2. Model Pembelajaran

Menurut Musfiqon dan Nurdyansyah (2015: 132) Dalam pendekatan

saintifik paling tidak ada tiga model pembelajaran yang dapat diterapkan,

yaitu: (1) model pembelajaran berbasis proyek, (2) model pembelajaran

berbasis masalah, dan (3) model pembelajaran berbasis inquiry. Untuk lebih

jelasnya dipaparkan sebagai berikut:

a. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah


model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai
media pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai
media pembelajaran. Anak melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan mencari informasi untuk menghasilkan
berbagai bentuk hasil belajar. Dalam pembelajaran berbasis proyek
keberadaan masalah menjadi langkah awal untuk mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam
beraktifitas secara nyata, yaitu dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan anak dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya.
b. Problem Based Learning (PBL) model pembelajaran berbasis masalah
dirancang dengan menghadirkan masalah-masalah yang kemudian anak
mendapat pengetahuan penting dari masalah yang dimunculkan. Lebih
lanjut, anak diharapkan mahir dalam memecahkan masalah dan
memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi
dalam tim untuk menyelesaikan masalah secara kelompok. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang relevan dalam
kehidupan. Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah pendekatan
pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang anak untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan
pembelajaran berbasis masalah, anak bekerja dalam tim untuk
52

memecahkan masalah dunia nyata (real world) dalam situasi belajar


bersama di sekolah.
c. Pembelajaran berbasis Inquiri/Discovery merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
anak untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau
peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga anak dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran
anak dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran, sedangkan tenaga pendidik berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing anak untuk belajar.
Pendekatan discovery melatih anak mnemukan sesuatu konsep sendiri
yang tidak harus mengikuti metode ilmiah secara tegas. Model
discovery/inquiri merupakan pembelajaran yang berpusat pada anak
dengan melibatkan anak dalam pembangunan konsep yang melibatkan
proses mental yang terjadi ddi dalam diri anak (Asih, 2014: 81).

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran yang diusung dalam pendekatan saintifik ada tiga model yaitu

project based learning (menggunakan proyek sebagai media pembelajaran),

problem based learning (menghadirkan masalah-masalah sebagai bahan

pembelajaran), dan inquiry/discovery (mencari dan menemukan

permasalahan sendiri) yang dalam implikasinya memuat kegiatan yang

berbeda-beda tiap modelnya.

3. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran untuk berbagai jenis pengembangan anak usia dini

dapat dilakukan dalam beberapa bentuk (Aziz, 2017: 128-133)

a. Metode Bermain, merupakan kegiatan yang dilakukan anak sepanjang

hari. Bermain dan permainan bagi anak usia dini merupakan kebutuhan

sehingga anak belajar dari kegiatan bermain permainan yang dilakukan.


53

b. Metode Bernyanyi, merupakan kegiatan yang disukai anak-anak.

Bernyanyi dapat memuat nilai-nilai pendidikan, mengembangkan

kreatifitas, dan mengembangkan aspek seni serta bahasa anak.

c. Metode Bercerita, merupakan kegiatan pemberian informasi dalam

bentuk dongeng atau cerita yang mengandung pesan moral, nilai-nilai

agama, teladan tokoh, dan lain sebagainya.

d. Metode Karyawisata, merupakan metode yang memberikan kesempatan

pada anak untuk mengamati, memperoleh informasi, dan mengkaji

dunia secara langsung. Pada metode ini anak turun langsung ke

lapangan seperti melakukan kunjungan ke kebun binatang, kebun, dan

tempat-tempat umum lainnya.

e. Metode Demonstrasi, menekankan pada cara mengerjakan sesuatu

dengan penjelasan, petunjuk, dan peragaan secara langsung dari guru.

Dalam metode ini anak diharapkan mampu mengikuti langkah-langkah

yang telah dijelaskan guru.

f. Metode Bercakap-cakap, yaitu saling mengkomunikasikan satu sama

lain dalam hal pikiran, perasaan dan kebutuhan secara verbal untuk

mengembangkan bahasa reseptif dan bahasa non verbal untuk

mengembangkan bahasa ekspresif

g. Metode Pemberian Tugas, dilakukan untuk melatih persepsi

pendengaran, meningkatkan kemampuan bahasa reseptif anak,

memuasatkan perhatian, dan membangun motifasi anak, bukan untuk

melihat hasilnya.
54

h. Metode Circer time, merupakan metode belajar yang dapat digunakan

dengan membuat formasi setengah lingkaran dimana guru dengan anak

dapat berinteraksi secara langsung.

i. Metode Child Museum, merupakan kegiatan yang dilakukan anak

melalui pengumpulan benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya

dan memamerkannya. Melalui metode ini anak dapat menggali kembali

pengetahuan mealui benda-benda yang ada dilingkungannya sehingga

anak mampu memilih-milih atau mengklasifikasikan benda-benda ke

dalam beberapa kelompok.

Berdasarkan pemaparan diatas metode pembelajaran merupakan suatu cara

guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Metode yang

biasanya digunakan di kelas PAUD yaitu metode bercerita, bernyanyi, dan

demostrasi. Penggunaan metode pembelajaran ini perlu memperhatikan atau

menyocokkan dengan materi yang akan disampaikan, apakah metode

tersebut sesuai atau tidak.

4. Peran Guru dalam Pengembangan Pembelajaran

Peranan guru adalah sebagai pengorganisasian lingkungan belajar dan

sekaligus sebagai fasilitator belajar. Peranan guru meliputi: a) guru sebagai

model, b) guru sebagai perencana, c) guru sebagai peramal, d) guru sebagai

pemimpin, dan e) guru sebagai petunjuk jalan atau pembimbing ke arah

pusat-pusat belajar (Syaiful, 2005: 4). Dalam kaitan perannya sebagai

perencana, guru berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan pendidik

menjadi rencana-rencana yang oprasional. Dalam perencanaan itu anak

perlu dilibatkan sehingga menjamin relevansinya dengan perkembangan,


55

kebutuhan, dan tingkat pengalaman mereka. Peranan tersebut menuntut agar

perencana senantiasa direlevansikan dengan kondisi masyarakat, kebiasaan

belajar anak, pengalaman dan pengetahuan anak, metode belajar yang serasi,

dan materi pelajaran yang sesuai dengan minatnya (Syaiful, 2005: 46).

Dalam urgensinya pengembangan pendidikan dipandang penting dan

diperlukan bagi suatu organisasi dikarenakan dengan adanya perencanaan

diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan serta dapat dilakukan

perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanan yang akan dilalui (Sa’ud,

2007: 33). Dalam mengembangkan persiapan mengajar, terlebih dahulu

harus diketahui arti dan tujuannya, serta menguasai teoritis dan praktis

unsur-unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar. Kemampuan

membuat persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki

oleh guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan

dasar dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi

pembelajaran (Darmadi, 2009: 115).

Dalam hal pentingnya pengembangan pembelajaran Uno dalam (Syaiful,

2005: 4) menegaskan bahwa hal itu perlu dilakukan agar tujuan untuk

melakukan perbaikan pembelajaran dapat tercapai. Upaya perbaikan

pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:

a. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan


perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain
pembelajaran
b. Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan sistem
c. Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang
belajar
d. Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa
secara perorangan
56

e. Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada tercapainya tujuan


pembelajaran
f. Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya
siswa untuk belajar
g. Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel
pembelajaran
h. Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode
pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Oleh karena itu, dalam pengembangan pembaruan pembelajaran guru harus

memperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yaitu a) berpusat pada siswa,

b) pembalikan makna belajar dalam kegiatan pembelajaran, c) belajar

dengan melakukan, d) mengembangkan kemampuan sosial, kognitif, dan

emosional, e) mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah

bertuhan, f) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan

kreatifitas, g) pengembangan kemampuan IPTEK dan IMTAQ.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran guru

dalam pengembangan pembelajaran dilakukan dengan persiapan mengajar

terlebih dahulu dengan merencanakan pembelajaran yang disesuaikan pada

kebutuhan masing-masing anak. Pengembangan perencanaan pembelajaran

dibuat dengan menetapkan model dan metode pembelajaran yang sesuai

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5. Pengembangan Perencanaan Pembelajaran

Gagne, Briggs dalam (Asmawati, 2014: 6) menjelaskan bahwa desain

pembelajaran dapat membantu proses belajar sesorang secara bertahap

dalam jangka waktu yang panjang. Para ahli menyatakan bahwa proses

belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi belajar internal dan eksternal.


57

Kondisi belajar internal adalah kemampuan dan kesiapan diri anak. Kondisi

eksternal adalah pengaturan lingkungan belajar yang di desain oleh guru.

Reiser dalam (Asmawati, 2014: 7) menjelaskan bahwa desain pembelajaran

adalah rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk pengembangan

program pedidikan dan pelatihan dengan konsisten dan teruji. Jadi dapat

disimpulkan bahwa desin pembelajaran, yaitu suatu sistem yang bermakna

bagi suatu pendidikan diorganisasi tertentu yang telah teruji dan dapat dikaji

ulang penerapannya sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa desain

pembelajaran berisi kisi-kisi dari teori belajar, teori pembelajaran, teori

evaluasi yang telah dianalisis, didesain, dikembangkan, diimplementasikan,

dan dievaluasi yang dilaksanakan secara bertahap dan berulang dalam

jangka waktu tertentu.

Rambu-rambu penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran menurut

Permendikbud ( 2015 :9-10 ), yaitu :

a. Mengacu pada kompetensi dasar (KD) yang memuat sikap,


pengetahuan, dan keterampilan untuk mewujudkan ketercapaian
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang
mencakup nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa, social
emosional dan seni.
b. Memuat materi yang sesuai dengan KD dan dikaitkan dengan tema.
c. Memilih kegiatan selaras dengan muatan/ materi pembelajaran
d. Mengembangkan kegiatan main yang berpusat pada anak
e. Menggunakan pembelajaran tematik
f. Mengembangkan cara berfikir saintifik
g. Berbasis budaya lokal dan memanfaatkan lingkungan alam sekitar,
sebagai media bermain anak
58

Adapun perencanaan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 meliputi:

a) Program Semester (Prosem)

Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester

termasuk alokasi waktu setiap tema dengan menyesuaikan hari efektif

kalender pendidikan yang bersifat fleksibel. Langkah-langkah

penyusunan program semester adalah sebagai berikut:

1) Membuat daftar tema atau semester


2) Memilih, menata, dan mengurutkan tema yang sudah dipilih
3) Menentukan alokasi waktu untuk setiap tema
4) Menjabarkan tema kedalam sub tema dan dapat dikembangkan
lebih rinci lagi menjadi sub-sub tema untuk setiap semester
5) Mencermati kompetensi dasar yang sesuai dengan sub tema yang
akan dikembangkan
6) KD yang ditetapkan akan diapakai selama tema yang sama
7) KD yang sudah dipilih untuk tema dapat dibagi ke dalam beberapa
kelompok yang disesuaikan dengan sub tema
8) KD yang diambil untuk sub tema tersebut akan diguanakan terus
selam sub tema dibahas.
KD yang sudah digunakan pada tema dan subtema dapat diulang untuk

digunakan kembali pada tema yang berbeda dalam penyusunan

perencanaan program semester, lembaga diberikan keleluasaan dalam

menentukan format.

b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM)

Perencanaan program mingguan merupakan rencana kegaitan yang

disusun untuk pembelajaran selama satu minggu. Perencanaan kegiatan

mingguan dapat berbetuk jaringan tema (web). Jaringan tema berisi

projek-projek yang akan dikembangkan menjadi kegiatan-kegiatan

pembelajaran.

1) Penyusunan RPPM memperhatikan hal-hal berikut: (a) diturunkan


dari program, (b) berisi sub tema – KD – materi – rencana kegiatan,
59

(c) penyusunan kegiatan mingguan disesuaikan dengan strategi


pengelolaan kelas (area, sentra, kelompok usia) yang ditetapkan
masing-masing satuan PAUD
2) Cara penyusunan RPPM: (a) tuliskan identitas program
(semeter/bulan/minggu), tema, kelompok sasaran, kompetensi
dasar
3) Mengembangkan Rencana Mingguan: (a) nomor urut diisi sesuai
urutan, (b) sub tema diambil dari bagian tema di program semester,
(c) materi diturunkan dari pengetahuan yang akan dikenalkan
sesuai KD, (d) rencana kegiatan diisi dengan jenis kegiatan yang
akan dilakukan anak selama satu minggu
4) Pengulangan materi yang ditetapkan pada setiap sub tema akan
digunakan terus selama sub tema tersebut dibahas tetapi
disampaikan melalui kegiatan bermain yang berbeda di setiap
sentra/area/kegiatan sudut

c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)

Rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) adalah perencanaan

program harian yang akan dilaksanakan oleh pendidik/pengasuh pada

setiap hari atau sesuai dengan program lembaga. Komponen RPPH,

antara lain: tema/sub tema/sub-sub tema, alokasi waktu, hari/tanggal,

kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Cara

penyusunan RPPH:

1) Disusun berdasarkan kegiatan mingguan


2) Kegiatan harian berisi kegiatan pembuka, inti, dan penutup
3) Pelaksanaan pembelajaran dalam satu hari dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip pembelajaran
4) Penyusunan kegiatan harian disesuaikan dengan kondisi satuan
pendidik masing-masing dan menggunakan pedekatan saintifik
5) Kegiatan harian dapat dibuat oleh satuan pendidikan dengan format
sesuai dengan kebutuhan masing-masing

Dari penyusunan RPPH dia ats dapat disimpulkan bahwa untuk

penyusunan format RPPH tidak harus baku, tetapi memuat komponen-

komponen yang ditetapkan


60

1) Perumusan tujuan pembelajaran

Menurut Yulaelawati (2015: 19) perumusan tujuan pembelajaran

berisi: a) KD yang dikembangkan menjadi indikator, b)

pengembangan indikator sangat jelas, c) tujuan dikembangkan

berdasarkan indikator.

2) Materi pembelajaran

Menurut Yulaelawati (2015: 19) materi pada RPPH berisi: a)

materi diambil dari materi di RPPM, b) materi sejalan dengan

tujuan, c) materi dibedakan untuk pengembangan sikap dan materi

untuk pengembangan pengetahuan serta keterampilan.

3) Alat dan bahan kegiatan

Menurut Yulaelawati (2015: 21) alat dan bahan RPPH berisi: a)

alat dan bahan kegiatan sesuai dengan kegiatan yang akan dikelola,

b) alat dan bahan kegiatan menarik minat belajar anak.

4) Kegiatan pembuka

Menurut Nugraha (2012: 11.39) kegiatan pembuka pada RPPH

perlu memperhatikan hal-hal berikut: a) kegiatan pembuka

dirancang untuk membangun minat anak, b) kegiaatn pembuka

mengenalkan materi pembelajaran, c) kegiatan pembuka dirancang

untuk mengenalkan kegiatan inti.

5) Kegiatan inti

Menurut Yulaelawati (2015: 22) kegiatan inti pada RPPH perlu

memperhatikan hal berikut: a) proses belajar menerapkan

pendekatan saintifik, b) proses pembelajaran dengan pendekatan


61

saintifik diterapkan secara lebih fleksibel dan luas, c) kegiatan inti

memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi membangun

pengalaman bermain yang bermakna, d) kegiatan bermain

disesuaikan dengan model pembelajaran, e) jumlah kegaitan yang

disediakan setiap harinya minimal empat kegiatan yang berbeda.

6) Kegiatan penutup

Menurut Nugraha (2012: 11.40) kegiatan penutup pada RPPH perlu

memperhatikan hal-hal berikut: a) kegiatan penutup berupa transisi,

b) kegiatan penutup dapat mengulang kembali apa yang dilakukan

pada saat kegiatan pembuka, c) kegaitan penutup dilakukan untuk

menarik minat anak belajar esok harinya.

7) Rencana penilaian

Menurut Iskandar (2015: 24) rencana penilaian pada RPPH perlu

memperhatikan hal-hal berikut: a) rencana penilaian memuat

indikator perkembangan dan teknik pengumpulan data yang akan

digunakan, b) indikator perkembangan mengacu pada indikator

yang tertuang pada lampiran Permendikbud Nomor 146 tahun 2014

tentang Kurikulum 2013 PAUD.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mendesain

pembelajaran ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti penyusunan

rencana pelaksanaan pembelajaran yang harus mengacu pada kompetensi

dasar (KD) yang memuat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

mengacu pada ketercapaiannya Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan

(STPPA), memuat materi yang sesuai dengan KD, dan mengembangkan


62

cara berfikir saintifik. Adapun perencanaan pembelajaran PAUD dalam

Kurikulum 2013 meliputi program semester, program mingguan sampai

dengan program harian yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan dalam

bentuk format yang berbeda di setiap programnya.

G. Penelitian Relevan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tati Lestari (2017)

yang berjudul: Implemntasi Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013

di TK Negeri Pembina Singkut II Sarolangun. Penelitian ini

menunjukkan bahwa Implementasi Pembelajaran Berdasarkan

Kurikulum 2013 di TK Negeri Pembina Singkut II Sarolangun berada

pada kualitas baik. Pada indikator perencanaan berada pada kualitas baik

dan pada indikator pelaksanaan berada pada kualitas baik, dan pada

indikator evaluasi berada pada kualitas sangat baik.

2. Berdasarkan hasil penelitian Saiful Anwar (2017) yang berjudul:

Pemahaman Guru PAUD terhadap Pendekatan Saintifik pada Kurikulum

2013 di Kecamatan Tanjung Karang Barat. Penelitian ini menunjukan

hasil bahwa sebagian besar guru telah memahami konsep pendekatan

saintifik, pemahaman guru tentang prosedur perencanaan pembelajaran

pedekatan saintifik dan pemahaman guru tentang prosedur pelaksanaan

pembelajaran saintifik.

3. Berdasarkan artikel ilmiah gagasan tertulis Hijriati (2017) yang berjudul:

Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Penulis


63

menyarankan kebijakan kepada pemerintah yaitu, memberikan pelatihan

yang berhubungan dengan model pembelajaran PAUD, guru harus selalu

berusaha menggali konsep yang telah dimiliki anak, guru harus

mengetahui potensi setiap individu anak, dan melaksanakan evaluasi

terhadap kebijakan yang telah dibuat.

4. Berdasarkan hasil penelitian Fithri Nuru Ayuni (2015) yang berjudul:

Pemahaman Guru terhadap Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)

dalam Pembelajaran Geografi. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

tingkat pemahaman guru terhadap pendekatan scientific sebagaian besar

tergolong sedang sampai tinggi. Sisanya berada pada tingkat pemahaman

rendah. Tingkat pemahaman dan respon guru terhadap pendekatan

scientific dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, latar

belakang keilmuan, lama dan beban mengajar, keikutsertaan dalam

pelatihan, penguasaan metode dan media, intensitas membaca, dan etos

kerja guru.

5. Berdasarkan hasil penelitian Nurul Husna dan Nurhayati (2018) yang

berjudul: Pengembangan Pembelajaran Scientific Berbasis

Multirepresentasi untuk Menunjang Pembelajaran Matematika dalam

Kurikulum 2013. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa pengembangan

pembelajaran scientific berbasis multirepresentasi dapat digunakan untuk

meningkatkan hasil belajar anak, modul tersebut mendapatkan respon

yang sangat baik oleh anak dan memberikan pengaruh terhadap

peningkatan hasil belajar anak, serta rencana pelaksanaan pembelajaran


64

(RPP) dengan menggunakan modul scientific berbasis multirepresentasi

terlaksana dengan sangat baik di kelas.

6. Berdasarkan hasil penelitian Kamaliyah (2016) yang berjudul:

Mendesain dan Melaksanakan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Matematika. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dalam tahap

persiapan, guru perlu mendesain kegiatan 5M dengan rinci dan jelas yang

disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah. Dalam tahap

pelaksaan, guru dituntut untuk sabar dalam mengahdapi anak berproses

dan ketika anak mengalami kendala, guru perlu menahan diri untuk tidak

menggurui anak.

Berdasarkan hasil penelitian di atas jika dikaitkan dengan peneliti yang

dilakukan ada kesamaan yakni sama-sama meneliti Kurikulum 2013

tentang pendekatan saintifik dalam pengembangan pembelajaran. Adapun

yang membedakan ialah lokasi dan subjek penelitian.

H. Kerangka Pikir

Tujuan pembelajaran PAUD adalah untuk mengembangkan potensi dan

kemampuan anak sebagai persiapan belajar ditingkat yang lebih tinggi.

Dalam proses mencapai tujuan pembelajaran PAUD, diperlukan guru yang

memiliki kompetensi. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang

Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat 1 dinyatakan

bahwa kompetensi guru yang dimaksud dalam pasal 8 meliputi: kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi


65

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Mengacu pada salah

satu kompetensi, kompetensi pedagogik yaitu menyelenggarakan kegiatan

pengembangan yang mendidik anak berdasarkan kurikulum.

Guru PAUD harus menyadari bahwa pengembangan pembelajaran memiliki

orientasi untuk memenuhi kebutuhan anak usia dini yang didasari pada

peraturan pemerintah yang berlaku. Oleh karena itu, tuntutan pemerintah di

dalam Kurikulum 2013 adalah pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan saintifik. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan saintifik meliputi kegiatan mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan

yang biasa disingkat dengan 5M.

Pendekatan saintifik ini dikembangkan dalam bentuk kegiatan inti yang

memuat aktivitas kegiatan 5M. Guru tidak hanya mengembangkan

pendekatan saintifik dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harian

(RPPH) melainkan guru juga harus mampu mengembangkan kegiatan

tersebut dalam proses pembelajarannya. Pendekatan saintifik ini dapat

dikembangkan dan dipadukan dengan beberapa model dan metode dengan

memperhatikan kondisi dan situasi anak di kelas, pengembangan

pembelajaran pendekatan saintifik kedalam model dan metode bertujuan

untuk pencapaian hasil belajar anak yang optimal. Oleh sebab itu, guru

harus paham betul akan pendekatan saintifik agar mampu

mengembangkannya dalam pembelajaran.


66

Apabila guru tidak paham akan tahapan pendekatan saintifik maka guru

tidak mampu mengembangkan kegiatan saintifik pada pembelajaran yang

sudah direncanakan atau didesain pada RPPH, selain itu jika kegiatan

saintifik ini tidak nampak pada pembelajaran, artinya guru belum paham

dan belum mampu untuk mengembangkan aktivitas pendekatan saintifik di

kelas. Yang terpenting dari pendekatan saintifik ini adalah bagaimana cara

guru dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan aktivitas 5M

tersebut sehingga tercapailah hasil belajar anak yang optimal. Meskipun

begitu akan lebih baik apabila guru paham akan pendekatan saintifik lalu

guru mampu mengembangkan pembelajaran yang memuat aktivitas saintifik

kemudian baik ke dalam bentuk rancanagan maupun ke dalam bentuk

kegiatan pembelajran. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Pemahaman guru PAUD Pengembangan


tentang pendekatan pembelajaran:
saintifik:
a. Perencanaan
a. Konsep pendekatan pembelajaran saintifik
saintifik b. Model dan metode
b. Karakteristik pengembangan
pembelajaran saintifik pembelajaran
c. Prinsip pendekatan c. Pelaksanaan
saintifik pembelajaran saintifik
d. Tahap pendekatan d. Peran guru
saintifik

Gambar 3. Kerangka Pikir


67

I. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir maka dianjurkan hipotesis dari penelitian ini

adalah terdapat hubungan antara pemahaman guru PAUD tentang

pendekatan saintifik dengan pengembangan pembelajaran pada Kurikulum

2013 di Kecamatan Pringsewu.

Anda mungkin juga menyukai