Anda di halaman 1dari 19

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ANUGRAH SIMANJUNTAK (4223111080)
2. KHAIRUNNISA WAHIDAH (4221111027)
3. PETRA A. B. SINAGA (4223311002)
4. TAQIYYAH NABILA PUTRI (4223311007)

MATA KULIAH STRATEGI BELAJAR MATEMATIKA


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, petunjuk serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas
Makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat di
jadikan perbaikan untuk Makalah yang akan datang.

Kami berharap semoga Makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana


mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami
matakuliah Strategi Belajar Matematika

Medan, 27 Agustus 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1

1.3 Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2

2.1 Teori Belajar Behavioristik....................................................................2

2.1.1 Pengertian Teori Behavioristik.......................................................2

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik..........................2

2.2 Teori Thorndike (Connectionisme)........................................................3

2.3 Teori Pavlov.............................................................................................6

2.4 Teori Skinner.........................................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

3.1 Kesimpulan............................................................................................13

3.2 Saran.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar merupakan suatu proses yang dilalui oleh setiap individu untuk
pembentukan pribadi yang lebih baik. Dengan kata lain, pembentukan pribadi ini
nantinya berindikasi kepada perubahan tingkah laku yang dianggap sebagai hasil
belajar. Seseorang dikatakan telah belajar jika mengalami perubahan tingkah laku
ke arah yang diinginkan oleh lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, banyak sekali teori belajar yang sudah ditemukan
oleh para ahli. Secara umum, ada empat jenis, yaitu teori belajar behavioristik,
teori belajar konstruktivisme, teori belajar kognitif dan teori belajar humanistik.
Teori-teori ini dipakai untuk mengantarkan individu belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Pada kesempatan ini, akan disampaikan penjelasan mengenai teori belajar
behavioristik yang dikemukakan oleh tiga tokoh, yaitu Thorndike, Pavlov, dan
Skinner dengan pemikirannya yang luar biasa.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu teori belajar behavioristik?
b. Apa pemikiran teori belajar yang dikemukakan Thorndike, Pavlov, dan
Skinner?
c. Bagaimana penerapan teori belajar yang dikemukakan Thorndike,
Pavlov, dan Skinner?
d. Pemikiran siapa yang cocok digunakan dalam belajar Matematika?

1.3 Tujuan
a. Memahami teori belajar behavioristik.
b. Memahami pemikiran teori belajar yang dikemukakan Thorndike,
Pavlov, dan Skinner.
c. Memahami penerapan teori belajar yang dikemukakan Thorndike,
Pavlov, dan Skinner.

1
d. Mengetahui Pemikiran yang cocok digunakan dalam belajar
Matematika.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Behavioristik


2.1.1 Pengertian Teori Behavioristik
Teori behavioristik merupakan salah satu bidang kajian psikologi
eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Menurut
teori behavioristik, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, di
mana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai
stimulus yang datang dari luar diri subyek.

Secara teoritik, belajar dalam konteks behavioristik melibatkan


empat unsur pokok yaitu:

a. Drive, suatu mekanisme psikologis yang mendorong seseorang untuk


memenuhi kebutuhannya melalui aktivitas belajar.
b. Stimulus, ransangan dari luar diri subyek yang dapat menyebabkan terjadinya
respons.
c. Response, tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau stimulus yang
diberikan.
d. Reinforcement, penguatan yang diberikan kepada subyek belajar agar ia
merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respon secara berkelanjutan.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Apa yang
terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan
guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

3
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan yang dapat diubah menjadi
sekadar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama.

Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang


mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atauperasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Namun demikian, ada juga beberapa kekuatan behavioristik, antara


lain teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harusdibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. Teori ini juga
membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.

2.2 Teori Thorndike (Connectionisme)


Salah satu tokoh pengusung teori belajar
behavioristik ini adalah Edward Lee Thorndike
(1874 – 1949). Menurut Thorndike, belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus dengan respon.

4
Percobaan Thorndike yang terkenal adalah binatang kucing yang
telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup yang mana
pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di
dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori
“trial and error”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-
coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan eksperimen ini, kucing
tersebutcenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak
mempunyai hasil. Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru,
selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respon lagi, demikian
selanjutnya.

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan


makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara
meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah
menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing
segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali,
dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat
dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan
makanan.

Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus


dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

1) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme


memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
2) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan (setelah


tahun 1930) sebagai berikut:

5
1) Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response). Hukum ini mengatakan
bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan
adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2) Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan
respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu
baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element). Hukum ini
mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada
stimulus tertentu sajasesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi
(respon selektif).
4) Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam
melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami
dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau
perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak
unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
5) Hukum perpindahan Asosiasi (Associative Shifting) Hukum ini mengatakan
bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum
dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi
sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Berdasarkan hal di atas, dijelaskan bahwa teori belajar behavioristik


ini khususnya menurut Thordike adalah perubahan tingkah laku melalui
stiumulus dan respon. Artinya, perubahan tingkah laku dibentuk sesuai
dengan keinginan lingkungan karena individu merespon sesuai dengan
stimulus yang diberikan. Selain itu, respon yang diberikan akan baik, jika
seseorangtersebut sudah siap dalam menerima stimulus, sehingga
menimbulkan kepuasan bagi diri individu itu sendiri. Untuk mendapatkan
hasil belajar yang baik berupa perubahan tingkah laku, maka seyogyanya
pemberian stimulus sering dilakukan berulang kali, agar respon yang
diberikan juga semakin baik.

6
 Penerapan teori belajar Thorndike

Aplikasi teori Thorndike sebagai salah satu aliran psikologi tingkah


laku dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap pembelajaran yang berpegang
pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada
bertambahnya pengetahuan pada siswa.

Penerapan teori belajar Thorndike dalam pembelajaran matematika


adalah sebagai berikut:

1) Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan


siswanya siap mengikuti pembelajaran tersebut, setidaknya ada aktivitas
yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
2) Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu,
hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
3) Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu
siswa mengingat materi terkait lebih lama.
4) Siswa yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang
belum baik harus segera diperbaiki, dalam belajar.

Inti dari teori Thorndike ini ialah adanya respon yang benar terhadap
stimulus. Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik
bukanlah mengharapkan murid tahubahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi
guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu
materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan
harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah.

2.3 Teori Pavlov


Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah
seorang behavioristik terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respon dan hal

7
ini yang dikenang darinya hingga kini. Classical conditioning
(pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pavlov dapat disimpulkan


bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks
berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses
pengondisian (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya
dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan
dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-
gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks,
yaitu refleks wajar (unconditioned reflex), yaitu keluarnya air liur ketika
melihat makanan yang lezat; dan refleks bersyarat atau refleks yang
dipelajari (conditioned reflex), yaitu keluarnya air liur karena menerima
atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing


menghasilkan hukum-hukum belajar, di antaranya:

1) Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut.


Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer atau penguat), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.

Berangkat dari eksperimennya di atas, Pavlov menyampaikan


sebuah teori behavioristik sebagai berikut:

8
1) Penguasaan (Acquisition) Penguasaan berkenaan bagaimana individu
mempelajari suatu respon. Teori yang dapat diambil adalah semakin sering
individu mencoba, maka penguasaan berlaku lebih kuat.
2) Generalisasi (generalization). Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan
bel dengan bunyi yang berbedabeda. Namun demikian, anjing itu masih
mengelaurkan air liur. Ini berarti individu dapat membuat generalisasi
bahwa suara yang berbeda atau hampir sama mungkin diikuti dengan
respons (makanan). Teori yang dapat diambil adalah individu telah terbiasa
dengan sesuatu rangsangan tek lazim juga akan menghasilkan respons lazim
(keluar air liur). Hal ini berlaku sekalipun rangsangan itu dalam bentuk
bunyi bel berbeda-beda atau hampir sama.
3) Diskriminasi (discrimination). Pavlov mendapati bahwa apabila ia
mengubah bunyi bel, anjing masih mengeluarkan air liur. Namun, bila mana
bunyi-bunyi bel itu berbeda dari suara asli, anjing tidak mengeluarkan air
liur.ini menunjukkan bahwa individu dapat membedakan atau
mendiskriminasi rangsangan yang dikemukakan dan memilih memberikan
respons atau justru mengabaikannya. Teori yang dapat diambil ialah
individu mampu merespon suatu rangsangan, tetapi tidak pada rangsagan
yang lain.
4) Penghapusan (extinction). Anjing mengeluarkan air liur tiap kali bel
dibunyikan karena lazimnya suara tersebut menandakan hadirnya daging.
Akan tetapi jika bel dibunyikan berkali-kali namun daging tidak ada, pada
akhirnya anjing tidak akan menguluarkan air liur lagi. Teori yang dapat
diambil ialah jika suatu rangsangan lazim (bel) tidak diikuti dengan
rangsangan tak lazim (daging), lama kelamaan individu tidak akan
memberikan respon.

 Penerapan teori belajar Pavlov

Berdasarkan hasil eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa


hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk
belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia
adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus

9
dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi
stimulus bersyarat.

Contoh , suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari
rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual
es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur
apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu
tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh selanjutnya adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang
makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel
masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus
berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan


strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari
bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah
hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects).
Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar behavioristik,
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai
proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Amerika
Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang
yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping Freud.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai


dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi
pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera
diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan
teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

10
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.

Prinsip pengkondisian klasik dapat dipakai dalam dunia pendidikan,


ketika kita dapat mengatakan bahwa setiap kali kejadian netral
dipasangkan dengan kejadian bermakna, akan terjadi pengkondisian
klasik. Ketika belajar matematika dalam dalam situasi yang menegangkan
dan guru galak mungkin akan menyebabkan munculnya sikap negatif
terhadap matematika, dengan menganggap matematika adalah pelajaran
yang sulit dan menakutkan. Karena aversi (perasaan tidak setuju yg
disertai dorongan untuk menarik diri atau menghindar) yang kuat terhadap
suatu situasi dapat muncul apabila pengalaman negatif diasosiasikan
dengan situasi itu (efek garcia). Jadi ketika siswa belajar matematika
dalam keadaan menegangkan dan guru galak, maka siswa dengan
sendirinya akan menghindari pelajaran matematika karena kondisi dan
suasana dalam kelas yang buruk. Meskipun pengaruh pengkondisian
klasik di dalam pendidikan cukup kuat, tetapi pengaruh itu bersifat
insidental (terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu
tertentu saja. Jadi modifikasi sikap dan emosi terhadap belajar berdasarkan
pengkondisian klasik harus dilakukan dengan hati-hati agar mendapatkan
program pendidikan yang benar-benar efektif dan tidak berdampak negatif
bagi peserta didik

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi


pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan
apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi
dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghapalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif.

11
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah bahwa belajar itu
terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi tidak
dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan,
sedangkan dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-
mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Diri atau pribadinya sendiri
memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi
apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau
dihubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini dapat
diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja, misalnya dalam belajar yang
mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada
anak-anak kecil

2.4 Teori Skinner


Burrhus Frederic Skinner(1904-1990)
adalah seorang psikolog Amerika Serikat terkenal
dari aliran behavioristik. Inti pemikiran Skinner
adalah setiap manusia bergerak karena mendapat
rangsangan dari lingkungannya. Setiap makhluk
hidup pasti selalu berada dalam proses
bersinggungan dengan lingkungannya.

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh skinner tentang belajar


mampu mengungguli konsep konsep lain yang dikemukakan oleh para
tokoh sebelumnya. Ia mampi menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon
yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menumbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
digambarkan oleh para tokoh sebelumya. Behavisiorisme merupakan salah
satu aliran psokolohi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan kata lain,

12
behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belahar. Peristiwa belajar sematapmata
melatih redleks-refleks sedemikain ripa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.

Mengembangkan teori dasar stimulus-respon dari John B. Watson,


Skinner mempelajari cara pandang dari sebuah kondisi dengan lebih
komprehensif, yang dikenal sebagai pengondisian operan. Model Skinner
berdasarkan pada premis di mana respon yang memuaskan dikondisikan,
dan sebaliknya. Pengondisian operan merupakan bagian dari pemberian
penghargaan respons yang diinginkan atau suatu kejadian acak yang
mendekati hal tersebut. Skinner menegaskan bahwa sesuatu yang kita
sebut kebahagiaan mempuanyai energi atau kekuatan yang berdampak
pada tingkah laku manusia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Skinner pada binatang, ia


menyimpulkan bahwa baik binatang maupun manusia akan mengulang
perilakunya yang membuahkan hasil yang menguntungkan dan menekan
hal-hal yang menghasilkan hasil tidak baik. Jika seekor tikus menekan
sebuah batang dan menerima makanan, ia akan melakukan hal itu lagi.
Skinner mendefinisikan tekanan pada batang sebagai operant respons dan
makanan sebagai penguat. Sebaliknya, seseorang yang dikenai hukuman
memiliki konsekuensi untuk menekan respons dan menurunkan
kemungkinan bahwa hal yang sama akan terjadi di masa mendatang. Jika
seekor tikus telah berulang kali dikejutkan, ia tidak akan menekan batang
sehingga perilakunya akan berhenti. Skinner mempercayai bahwa
kebiasaan yang dikembangkan oleh diri kita akan menghasilkan
pengalaman belajar yang unik pada setiap individu.

Berdasarkan teori tersebut, beberapa prinsip yang dikembangkan


oleh skinner adalah :

1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada peserta didik, jika salah
dibetulkan dan jika benar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

13
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaram, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadia dan sebagainya.
Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasioreinforce.
6) Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

 Penerapan teori belajar Skinner

Penggunaan teori belajar skinner dalam pembelajaran matematika


tidak terpaku pada suatu kompetensi dasar tertentu, sehingga semua materi
yang di sampaikan oleh guru dapat menggunakan prinsip dari teori belajar
skinner.

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teori


belajar Skinner pada pembelajaran matematika, yaitu

1) Tidak selalu menuntut jawaban benar dari peserta didik, sehingga guru
hendaknya mengutamakan proses pemahaman konsep peserta didik, proses
penyelesaian masalah, dan bagaimana konsep peserta yang telah diberikan.
2) Memberikan respon penghargaan dan dukungan pada berbagai pencapaian
peserta didik, serta memberikan arahan yang benar pada peserta didik yang
melakukan kesalahan.

14
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori behaviouristik mengutamakan stimulus dan respon dalam
pengaplikasiannya. Ini dilakukan secara berulang-ulang untuk mencapai
perubahan tingkah laku yang diharapkan. Untuk mencapai target
pemberian stimulus harus dilakukan berulang kali agar respon yang
diberikan juga semakin baik.

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang, akan membuat


siswa menjadi terlatih. Materi yang kontinu akan membuat materi tersebut
terrekam di otak secara alami.

3.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Amsari, Dina & Mudjiran. (2018). IMPLIKASI TEORI


BELAJAR E.THORNDIKE (BEHAVIORISTIK) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurnal Basicedu, 2(2), 52-60.

Hamruni, dkk. (2021). TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN TOKOH-TOKOHNYA. Yogyakarta:
Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Mytra, P., Asrafiani, A., Budi, A., Hardiana, H., & Irmayanti, I.
(2022). Implementasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran
Matematika. JTMT: Journal Tadris Matematika, 3(2), 45-54.

Rezeki, Sri, dkk. (2022). PEMBELAJARAN MATEMATIKA


SMP: Teori dan Penerapannya. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.

16

Anda mungkin juga menyukai