Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran dengan Dosen
Pengampu Bapak Dr. Sodikin.
Disusun oleh:
2023
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami yang berupa kesehatan jasmani maupun
kesehatan rohani kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Belajar
dan Pembelajaran yang berupa makalah Teori Behavioristik ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sodikin selaku dosen pengampu mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.
2
DAFTAR ISI
Kesimpulan ...........................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi
prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan
pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah
ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan
tingkah laku setelah proses pembelajaran.
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-
hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah
akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori
Behavioristik mementingkan faktor lingkungan, menekankan pada faktor bagian,
menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif,
sifatnya mekanis dan mementingkan masa lalu.
“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009). Pada intinya,
teori behavioristik menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan
dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru
kepada siswa dan output yang berupa respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
4
B. Rumusan Masalah
1. Penertian dan Hakikat Teori Behavioristik
2. Tahapan Perkembangan Teori Behavioristik
3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
4. Prinsip Aplikasi Teori Behavirostik
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan hakikat teori belajar behavioristik.
2. Mendeskripsikan perkembangan teori behavioristik
3. Mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan teori belajar behavioristik.
4. Mendeskripsikan prinsip aplikasi penerapan teori belajar behavioristik dalam
pembelajaran.
D. Manfaat
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penulisan makalah ini, makalah
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan terkhusus
program studi pendidikan bahasa Inggris dalam pendalaman pemahaman mengenai
teori belajar behavioristik sehingga dapat dijadikan bekal untuk mengajar.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori
behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran,
perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa
diamati). Dalam implementasinya, siswa sekolah dasar mengalami peningkatan
kemampuan membaca dengan adanya interaksi siswa dengan media belajar, dalam hal
ini berupa media cerita bergambar. Belajar dengan menggunakan media pembelajaran
akan terbentuk proses penguasaan karena adanya interaksi dalam belajar (Fahyuni,
2011)
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai
tingkah laku yang non-konkret (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua
penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah memberikan inspirasi kepada
pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran
koneksionisme (connectionism).
Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya
sampai ketempat makanan. Dalam hal ini apabila Binatang terkurung maka binatang
itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan
badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang
sehingga kotak terbuka dan binatang itu akan lepas ke tempat makanan.
7
3. John B. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah
Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa
diamati (observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan
mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang
tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak
siswa tidak penting. Semua itu penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi
demikianlah, menurut Watson, dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada
siswa.
Hanya dengan demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat disejajarkan
dengan ilmu lainnya seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empiris. Berdasarkan uraian ini, penganut aliran tingkah laku lebih suka
memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap
mengakui bahwa hal itu penting.
8
B. Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik
Fakta penting tentang perkembangan ialah bahwa dasar perkembangan adalah
kritis. Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun pertama,
menentukan seberapa jauh individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan
mereka selanjutnya. Menurut Erikson (Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi
merupakan masa individu belajar sikap percaya atau tidak percaya, bergantung pada
bagaiamana orang tua memuaskan kebutuhan anaknya akan makanan, perhatian, dan
kasih sayang . Pola-pola perkembangan pertama cenderung mapan tetapi bukan berarti
tidak dapat berubah. Ada 3 kondisi yang memungkinkan perubahan:
1. Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan
untuk membuat perubahan.
2. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai
memperlakukan individu dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif dan tidak
monoton)
3. Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat
perubahan.
Dengan mengetahui bahwa dasar-dasar permulaan perkembangan cenderung
menetap, memungkinkan orang tua untuk meramalkan perkembangan anak dimasa
akan datang.
Penganut aliran lingkungan (behavioristk) yakin bahwa lingkungan yang
optimal mengakibatkan ekspresi faktor keturunan yang maksimal. Proses
perkembangan itu berlangsung secara bertahap, dalam arti:
1. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat atau mendalam atau
meluas secara kualitatif maupun kuantitatif. (prinsip progressif)
2. Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu
terdapat interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis. (prinsip
sistematik)
3. Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara
beraturan dan tidak kebetulan dan meloncatloncat.(prinsip berkesinambungan).
9
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behaviouristik
1. Kelebihan Teori Behaviouristik :
a. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi
belajar.
b. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan
belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada
guru yang bersangkutan.
c. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan
pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
d. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk
sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih
dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
e. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-
bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu
mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu.
f. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
g. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.
h. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung.
10
2. Kekurangan Teori Behavioristik:
a. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap.
b. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.
c. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang
efektif.
d. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan
siswa.
e. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru.
f. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul
secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
g. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang
pasif.
h. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning)
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati
dan diukur.
i. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu
guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
11
D. Prinsip Aplikasi Teori Behavirostik
Dalam Pembelajaran Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan
antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang
penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak
memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan
merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi
sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh
karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap
binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus
diperhatikan. Beberapa prinsip tersebut adalah:
1. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah
laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya
stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang
terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
3. Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons,
merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila
reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa
adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan
dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk
memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau
menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan
kepada siswa.
2. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
a. Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable).
12
b. Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c. Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara
eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit).
d. Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam
ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam
hadiah (reward).
13
d. Akan dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan
siswa, baik jasmaniah maupun rohaniah.
e. Akan dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa.
f. Dapat mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa.
g. Dapat mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya.
h. Dapat mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi para siswa.
14
Jika keputusan yang diambil siswa dikelompokkan menjadi dua di atas,
maka konsekuensinya: materi, guru dan ruang belajar harus dipisah. Hal seperti
ini tampaknya sangat susah untuk diterapkan, karena berimplikasi pada
penyediaan perangkat pembelajaran yang lebih memadai, di samping
memerlukan dana (budget) yang lebih besar. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah, atas dasar hasil analisis kemampuan awal siswa dimaksud, guru dapat
menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang
mungkin diketahui adalah bahwa pada pokok materi pembelajaran tertentu
sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti, dan pada
sebagian pokok materi pembalajaran yang lain sebagian besar siswa belum atau
tidak mengerti dan paham.
15
i. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif,
serta
j. Merevisi kegiatan pembelajaran
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori behavioristik adalah teori yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori Kognitif adalah teori yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
untuk memperoleh pengetahuan. Dari kedua teori tersebut aspek dan karakteristik yang
berbeda-beda pula, sehingga kadang-kadang ditemui pertentangan antara teori yang satu
dengan teori yang lainnya.
Jadi dalam hal menilai benar tidaknya pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh
berbagai teori itu, kita harus memandangnya dari segi-segi karakteristik tertentu yang sesuai
dengan jenis yang diselidikinya. Yang penting bagi pendidik adalah mengambil manfaat dari
masing-masing teori itu dan menggunakannya dalam praktek sesuai dengan situasi dan materi
yang dipelajari dan yang diajarkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Fahyuni, Eni Fariyatul. Developing og Learning Tool at IPA Subyek by Guided Inquiry
Model to Improve Skills Science Process an Understanding Concepts SMPN
2 Porong. Proceedings of International Research Clinic & Scientific
Publications of Educational Technology. 2016
18