Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

“Teori Belajar Behavioristik”

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Sulistiyana, S.Pd.,M.Pd.

DISUSUN OLEH: Kelompok 3

Afifah Rahmaliana (1910116220014) Membuat makalah


Ikhwanul Ilmi (1910116110004) Membuat ppt
Hilya Mufida (1910116320015)
Nur Hana Saevi (1910116220005)
Halimatus Suada (1910116220012)
Ummi Kalsum (1910116320004)

PERAN DAN TUGAS MASING MASING ANGGOTA KELOMPOK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Belajar dan Pembelajaran yang
berjudul “Teori Belajar Behavioristik” sebagaimana untuk memenuhi tugas mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran. Kami mengucapkan terimakasih kepada Dr.
Sulistiyana, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran yang telah memberikan kami tugas ini dan mempercayai untuk
membahas materi Teori Belajar Behavioristik.

Bahwasanya mungkin masih ada kekurangan pada pengerjaan tugas ini,


oleh karena itu kritik dan saran terhadap beberapa hal, baik dalam segi penulisan
maupun penyusunan sub bab yang terdapat dalam makalah ini, karena itu kami
mengharapkan nasihat agar dapat menjadi acuan ditugas-tugas berikutnya.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memeberi manfaat bagi kita
semua. Serta membantu dan menambah wawasan.

Banjarmasin, 12 Oktober 2020


Penyusun kelompok 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 atar Belakang......................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Metode Penulisan ..............................................................................................
1.4 Tujuan Penulisan
1.5 Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1...............................................................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................

3.2 Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang disadari


atau disengaja. Aktivitas ini menunjuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan
aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya. Menurut
Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan
akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh Peaget
menjadi schema. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda
dengan teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari
dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori
behavioristik. Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah
tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar
perubahan mendekati tujuan yang di inginkan.
Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran kelompok kami menyusun makalah Teori Belajar Behavioristik
dalam rangka mengetahui lebih lanjut lagi tentang Teori Belajar Behavioristik dan
diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan
behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan
bagaimana pendekatan behaviorisme.

1.2. Rumusan Masalah

Setelah mengkaji latar belakang diatas, dapat diambil beberapa


permasalahan sebagai kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?

2. Siapa sajakah tokoh- tokoh dan apa pemikirannya mengenai teori belajar
behavioristik?

3. Bagaimana aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran?

4. Apa tujuan pembelajaran behaviorisme?

5. Apa kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik?

1.3.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian teori belajar behavioristik

2. Mengetahui siapa tokoh-tokoh dan pemikirannya mengenai teori behavioristik

3. Mengetahui aplikasi dari teori belajar behavioristik dalam pembelajaran

4. Mengetahui tujuan belajar teori behavioristik

5. Mengetahui apa kelebihan dan kekurangan dalam teori belajar behavioristik

1.4 Metode Penulisan

Metode yang di pakai dalam makalah ini adalah :

Metode Pustaka
Metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
Sesuai dengan batasan referensi 5 buku, 3 jurnal nasional dan 2 jurnal
internasional.

1.5. Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah :

1. Dapat mengetahui dan memahami konsep tentang teori belajar behavioristik

2. Dapat mengetahui tujuan belajar teori behaviorisme

3. Dapat memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan teori


belajar behavioristik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah
laku manusia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik
merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan
pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan
tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya
pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang
seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku
yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh.
Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar apabila dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan
respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu, apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respons)
harus dapat diamati dan diukur (Putrayasa, 2013:42). Teori behavioristik
menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang
dapat diamati dan penentu lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku
memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan
diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu
orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik (King, 2010:15).
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.

B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioriktik


1. John B. Watson
Menurut Desmita (2009:44), behavioristik adalah sebuah aliran dalam
pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B.
Watson (1878- 1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930,
sebagai reaksi atas teori psikodinamika. Perspektif behavioristik berfokus
pada peran dari belajar dan menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi
dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku
sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan
dikendalikan. Menurut Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan
pengaruh lingkungan atau situasional. Tingkah laku dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan yang tidak rasional. Hal ini didasari dari hasil pengaruh
lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku. Manusia
adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor- faktor
berasal dari luar. Berdasarkan pemahaman ini, kepribadian individu dapat
dikembalikan kepada hubungan antara individu dan lingkungannya.
Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah
mempelajarinya melalui pengalaman- pengalaman terdahulu,
menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Menurut
Watson (dalam Putrayasa, 2013:46), belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat
diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Seseorang
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni,
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu- ilmu lain seperi fisika
atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson berasumsi bahwa hanya
dengan cara demikianlah akan dapat diramalkan perubahan-perubahan
yang terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar.

2. Ivan P. Pavlov
Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P. Pavlov
(1849-1936), ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui
percobaan tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh
Pavlov, karena perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya
secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat yang
menyebabkan suatu reaksi. Perangsang netral disebut perangsang bersyarat
atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus).
Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned
stimulus). Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi
bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov mengaplikasikan istilah-
istilah tersebut sebagai suatu penguat. Maksudnya setiap agen seperti
makanan, yang mengurangi sebagaian dari suatu kebutuhan. Dengan
demikian dari mulut anjing akan keluar air liur (UR) sebagai reaksi
terhadap makanan (US). Apabila suatu rangsangan netral, seperti sebuah
bel atau genta (CS) dibunyikan bersamaan dengan waktu penyajian maka
peristiwa ini akan memunculkan air liur (CR) (Desmita, 2005:55) Melalui
paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan anjing dapat
dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula (makanan),
melainkan terhadap rangsang bunyi. Hal ini terjadi pada waktu
memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang
menimbulkan air liur, dilanjutkan dengan membunyikan lonceng atau bel
berkali-kali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur apabila
mendengar bunyi lonceng atau bel, walaupun makanan tidak diperlihatkan
atau diberikan. Disini terlihat bahwa rangsang makanan telah berpindah ke
rangsang bunyi untuk memperlihatkan jawaban yang sama, yakni
pengeluaran air liur. Paradigma kondioning klasik ini menjadi paradigma
bermacam- macam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian
dari satu kepada yang lain. Kondisoning klasik ini berhubungan pula
dengan susunan syaraf tak sadar serta otot-ototnya. Dengan demikian
emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui kondisioning klasik
(Desmita, 2005:56) Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada
sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul
untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu
respon.Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti
dikembangkan Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini
semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap
paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk
membedakannya dari teori conditioning lainnya. Perasaan orang belajar
bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu
stimulus tertentu, sedangkan mengenai penguat menurut pavlov bahwa
stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai
hubungan dengan penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya
pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat (Zulhammi,
2015).

3. B.F. Skinner
Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa
mengembangkan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian
disebut dengan behaviorisme radikal. Behaviorisme menekankan studi ilmiah
tentang respon perilaku yang dapat diamati dan determinan lingkungan.
Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan
untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner,
perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa
perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-
penglaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di
laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah
kotak, yang disebut kotak Skinner. Di dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan
melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam
aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan
keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk
memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin
sedikit aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh
makanan. Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan.
Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi
kegiatan yang dilakukan tikus (Desmita. 2005:57). Kondisioning operan juga
melibatkan proses-proses belajar dengan menggunakan otot-otot secara sadar
yang memunculkan respons yang diikuti oleh pengulangan untuk penguatan.
Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh rangsang- rangsang yang ada dalam
lingkungan, yakni kondisi dan kualitas serta penguatan terhadap rangsangnya
mempengaruhi jawaban-jawaban yang akan diperlihatkan. Oleh sebab itu,
penguatan pengulangan rangsang-rangsang diperlihatkan sesuatu jawaban
tingkah laku yang diharapkan merupakan hal penting pada kondisioning
operan. Agar suatu jawaban atau tingkah laku yang baru dapat terus
diperlihatkan, diperlukan penguatan rangsangan sekunder atau melalui
penguatan rangsangan yang terencana (Desmita, 2005:58). Konsep-konsep
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons
yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak
sesederhana demikian, karena stimulus- stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi
respons yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku (Slavin, 2000).

C. Aplikasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran


Karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak
berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer
of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang
dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses
berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Aliran psikologi
belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
(Salvin, 2000: 143). Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Secara umum
langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajara tersebut antara lain :
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran 2. Menganalisis lingkungan kelas
yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa 3.
Menentukan materi pembelajaran 4. Memecah materi pembelajaran menjadi
bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik. 5.
Menyajikan materi pembelajaran 6. Memberikan stimulus, dapat berupa,
pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas 7.
Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa 8. Memberikan
penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan
negatif), ataupun hukuman. 9. Memberikan stimulus baru 10. Memberikan
penguatan lanjutan atau hukuman 11. Evaluasi belajar. (Riyanto Yatim, 2009:
30). Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar
pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

D. Tujuan Teori Belajar Behavioristik


Pendekatan behavioristik merupakan usaha untuk memanfaatkan
secara sistematis pengetahuan teoritis dan empiris yang dihasilkan dari
penggunaan metode eksperimen dalam psikologi untuk memahami dan
menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan
penyembuhan abnormalitas tersebut dimanfaatkan hasil studi
eksperimental baik secara deskriptif maupun remedial. Pendekatan
behavioristik bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah suai
dan membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku dapat
digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari
yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok.
Menurut Corey (1986) tujuan pendekatan behavioristik adalah
sebagai refleksi masalah konseling, dasar pemilihan dan penggunaan
strategi konseling dan sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling.
Karakateristik pendekatan behavioristik yang dikemukakan oleh Eysenck,
adalah pendekatan tingkah laku yang ;
a. Didasarkan pada teori yang dirumuskan secara tepat dan konsisten yang
mengarah kepada kesimpulan yang dapat diuji.
b. Berasal dari hasil penelaahan eksperimental yang secara khusus
direncanakan untuk menguji teori-teori dan kesimpulannya.
c. Memandang simptom sebagai respons bersyarat yang tidak sesuai (un-
adaptive conditioned responses)
d. Memandang simptom sebagai bukti adanya kekeliruan hasil belajar
e. Memandang bahwa simptom-simptom tingkah laku ditentukan
berdasarkan perbedaan individual yang terbentuk secara conditioning dan
autonom sesuai dengan lingkungan masing-masing
f. Menganggap penyembuhan gangguan neurotik sebagai pembentukan
kebiasaan (habit) yang baru
g. Menyembuhkan simptom secara langsung dengan jalan menghilangkan
respon bersyarat yang keliru dan membentuk respon bersyarat yang
diharapkan
h. Menganggap bahwa pertalian pribadi tidaklah esensial bagi
penyembuhan gangguan neurotik, sekalipun untuk hal-hal tertentu yang
kadang-kadang diperlukan.

E. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik


a. Kelebihan Teori Behavioristik
1). Model Behavioristik sangat cocok untuk pemerolehan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga, dan sebagainya.
2). Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

b. Kelemahan Teori Behavioristik


1). Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered
learning), bersifat mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat
diamati dan diukur. Sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi
dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik .
2). Penerapan metode ini yang salah akan mengakibatkan terjadinya
proses pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru melatih
dan menentukan apa yang harus dilakukan oleh murid.
3) Murid hanya mendengarkan dengan penjelasan dari guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang
efektif.
4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai